Diperbarui tanggal 11/Des/2021

Kualitas Layanan Koperasi

kategori Ekonomi dan Keuangan / tanggal diterbitkan 11 Desember 2021 / dikunjungi: 1.20rb kali

Menurut Algifari (2016:1) setiap penyelenggara pelayanan (baik sektor bisnis maupun pemerintahan) perlu melakukan perbaikan kualitas layanan dari waktu ke waktu. Terlebih lagi bagi penyelenggaraan pelayanan yang hidup dalam lingkungan persaingan yang sangat ketat dan tuntutan pelayanan oleh masyarakat yang tinggi. Prbaikan terhadap kualitas layanan kepada konsumen (pengguna) adalah mutlak harus dilakukan oleh organisasi, baik organisasi bisnis maupun non bisnis. Pelayanan (service) merupakan produk perusahaan yang bersifat tidak berwujud. Menurut Sugiarto (2002:39) kualitas atau mutu dalam industri jasa pelayanan adalah suatu penyajian produk atau jasa sesuai ukuran yang berlaku di tempat produk tersebut diadakan dan penyampaiannya setidaknya sama dengan yang diinginkan dan diharapkan oleh konsumen.

Pengertian baru mengenai kualitas menuntut organisasi menyusun strategi, melakukian implementasi, dan melaksanakan pengendalian baru. Kualitas tidak lagi menjadi tanggung jawab eksklusif dari kelompok kecil yang memantau kinerja layanan atau menghitung kerusakan pada tempat perakitan (assembly line). Setiap tugas atau pekerjaan yang dilakukan organisasi, misalnya menulis memo, member nasehat kepada pelanggan, akan memiliki elemen kualitas. Manajemen kualitas terpadu adalah falsafah keorganisasian yang berdasarkan pencapaian kualitas dan praktik manajemen yang menuju kualitas terpadu (Wijaya, 2011:5).

Pelayanan dalam arti luas bukanlah semata-mata melayani dalam kegiatan atau perdagangan atau usaha saja, tetapi juga pelayanan-pelayanan lainnya, yang dapat menguntungkan yang dilayani. Keuntungan koperasi akan memperoleh simpati dari segenap anggota, calon anggota dan anggota yang dilayani, yaitu akan lebih banyak memperoleh partisipasi dari usaha ekonomi dari yang dilayani, yang akhirnya diharapkan koperasi menjadi tempat kegiatan dari perekonomian masyarakat (Departemen Koperasi, 1983:12). Menurut Hendar & Kusnadi (2005:98) Disebabkan oleh perubahan kebutuhan dari para anggota dan perubahan lingkungan koperasi, terutama tantangan kompetitif, pelayanan koperasi terhadap anggota harus secara kontiniu disesuaikan. Adaptasi ini memerlukan informasi yang diperoleh melalui proses partisipasi anggota.

Peningkatan pelayanan yang efisien melalui penyediaan barang dan jasa oleh perusahaan koperasi akan menjadi perangsang penting bagi anggota untuk turut memberikan kontribusinya bagi pembentukan dan pertumbuhan koperasi. Dalam hal ini intensitas perangsang yang dikehendaki para anggota itu, sangat berkaitan erat dengan seberapa jauh barang dan jasa tersebut:

  1. Memenuhi kebutuhan yang secara subyektif dirasakan oleh masing-masing anggota, sehingga dapat meningkatkan kepentingan rumah tangga, usaha tani atau unit usahanya,
  2. Sama sekali tidak tersedia di pasar atau tidak disediakan oleh lembaga-lembaga pemerintah,
  3. Disediakan dengan harga dan kualitas atau kondisi yang lebih menguntungkan dibanding dengan barang/jasa yang ditawarkan di pasar atau badan-badan pemerintah.

Barang dan jasa yang disediakan oleh suatu perusahaan koperasi yang tidak memenuhi kebutuhan para anggotanya atau yang disediakan dengan harga lebih tinggi atau dengan kondisi yang lebih jelek daripada yang ditawarkan di pasar tentu saja bukan merupakan perangsang bagi anggota untuk berpartisipasi terhadap koperasi (Hanel dalam Hendar & Kusnadi, 2005:99).
Menurut Supranto (2011:245) pelayanan yang ramah dan selalu siap menolong dalam memberikan pelayanan yang efektif, diharapkan bersikap ramah serta selalu siap menolong kepada pelanggan.Menurut Supranto (dalam Wijaya, 2011:4), pandangan tradisional mengenai kualitas menyatakan bahwa produk-produk dinilai dari atribut fisiknya seperti kekuatan, reliabilitas, dan lain-lainnya. Tetapi, semakin banyak perusahaan yang mulai memikirkan kembali konsep kualitas.

Suatu mutu/kualitas disebut sangat baik jika penyedia jasa memberikan pelayanan yang melebihi harapan pelanggan. Mutu atau kualitas disebut baik jika penyedia jasa memberikan pelayanan yang setara dengan yang diharapkan oleh pelanggan. Sedangkan mutu disebut jelek jika pelanggan memperoleh pelayanan yang lebih rendah dari harapannya. Dengan demikian, pencapaian kepuasan pelanggan memerlukan keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan (need & want) dan apa yang diberikan (given) (Sugiarto, 2002:39).

Dimensi Kualitas Layanan

Menurut Parasuraman et. al. (dalam Algifari, 2016:5), bahwa terdapat lima dimensi kualitas pelayanan yaitu sebagai berikut:

  1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu organisasi dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik organisasi dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (tekhnologi), serta penampilan pegawainya.
  2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan organisasi (perusahaan) untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus disesuaikan dengan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik.
  3. Responsiveness, atau tanggapan yaitu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan.
  4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu, pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan pegawai untuk menumnbuhkan rasa percaya para pelanggan perusahaan (organisasi). Dimana jaminan ini terdiri dari beberapa komponen antara lain: komunikasi, keamanan kompetensi, dan sopan santun.
  5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau bersifat pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan (organisasi) diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

Sedangkan menurut Gasperz,2002 (dalam Wijaya, 2011:68) beberapa dimensi atau atribut yang harus diperhatikan dalam perbaikan kualitas jasa adalah:

  1. Ketepatan waktu pelayanan.
  2. Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas kesalahan.
  3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama ynag berinterksi langsung dengan pelanggan eksternal, seperti operator telepon, dan yang lainnya.
  4. Tanggug jawab, yang berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan eksternal.
  5. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung, serta pelayanan komplementer lainnya.
  6. Kemudahan mendapatkan pelayanan, yang berkaitan dengan banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani seperti kasir, staf administrasi, dan lainnya; banyaknya fasilitas pendukung seperti computer.
  7. Variasi model pelayanan, yang berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru pelayanan dan features pelyanan.
  8. Pelayanan pribadi, yag berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan permintaan khusus, dan lainnya.
  9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, yang berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, dan yang lainnya.
  10. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas music, dan lainnya.

Menurut Kirom (2015:21) dalam paradigma pelayanan, penerapan pelayanan merupakan bagian dari implementasi kebijakan yang harus diberikan kepada konsumen dengan sebaik-baiknya, sementara disisi lain untuk memahami langkah-langkah yang harus ditempuh dalam upaya memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya, digambarkan dalam kerangka paradigma pelayanan.