Diperbarui tanggal 11/01/2023

Manajemen Laba

kategori Ekonomi dan Keuangan / tanggal diterbitkan 11 Januari 2023 / dikunjungi: 527 kali

Pengertian Manajemen Laba

Manajemen laba adalah tindakan disengaja ataupun manipulasi keuntungan pada laporan keuangan agar mendapatkan keuntungan yang lebih, namun hal tersenut diperbolehkan secara prinsip-prinsip akuntansi, tetapi tidak keluar dari ketentuan dan standar yang ada. Manajemen laba merupakan intervensi manajemen terhadap laporan keuangan, yang berupa pilihan yang dilakukan oleh manajemen terhadap kebijakan-kebijakan akuntansi yang diperbolehkan dalam proses pelaporan keuangan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan.
Manajemen laba merupakan isu yang kontroversial, ada banyak pro dan kontra terkait manajemen laba. Pihak yang kontra menganggap bahwa tindakan manajemen laba sama saja dengan manipulasi laba, manajemen laba dapat mengurangi kualitas laba dan keandalan informasi dalam laporan keuangan, serta dapat menyesatkan stakeholders dalam mengambil keputusan. Manajemen laba merupakan fenomena yang dapat merugikan perusahaan dan bahkan dapat menyebabkan kebangkrutan.

Secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Istilah intervensi dan mengelabui inilah yang dipakai sebagai dasar sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai kecurangan. Sementara pihak lain tetap menganggap aktivitas rekayasa manajerial ini bukan sebagai kecurangan. Alasannya, intervensi itu dilakukan manajer perusahaan dalam kerangka standar akuntansi, yaitu masih menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang diterima dan diakui secara umum.

Manajemen laba dapat dilakukan manajer dengan berbagai macam strategi seperti menaikkan angka laba atau menurunkan angka laba. Praktik yang dilakukan untuk mempengaruhi angka laba dapat terjadi secara legal maupun tidak legal. Praktik legal dalam manajemen laba berarti usaha mempengaruhi laba tidak bertentangan dengan aturan pelaporan keuangan dalam Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) khususnya dalam Standar Akuntansinya yaitu dengan cara memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, sedangkan manajemen laba yang dilakukan secara tidak legal dilakukan dengan cara melaporkan transaksi-transaksi pendapatan atau biaya secara fiktif dengan menambah (mark up) atau mengurangi (mark down) nilai transaksi, sehingga menghasilkan laba pada nilai atau tingkat tertentu yang dikehendaki.

Manajemen laba adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen yang menaikkan atau menurunkan laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung-jawabnya, yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan untuk jangka panjang (Sulistyanto, 2014). Manajemen laba menjadi menarik untuk diteliti karena dapat memberikan gambaran akan perilaku manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk mengatur data keuangan yang dilaporkan.

Manajemen laba juga merupakan suatu proses yang disengaja dan mengarahkan pelaporan laba pada tingkat tertentu. Upaya manajer untuk memaksimalkan nilai perusahaan akan mengarah pada upaya memaksimalkan kesejahteraan pribadi. Atas dasar itulah mengapa laba dinilai sebagai cermin perilaku oportunis seorang manajer dengan mempercantik laporan keuangannya (fashioning accounting reports), yaitu melaporkan laba atau kinerja sesuai dengan kepentingan yang dicapainya. Perspektif ini sejalan dengan teori agensi yang menyatakan bahwa pemisahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan mendorong setiap pihak berusaha memaksimalkan kesejahteraan masing-masing (Sulistyanto, 2014).

Persoalan manajemen laba sebenarnya bukan hal yang baru dalam praktik pelaporan keuangan (financial reporting) pada suatu entitas bisnis. Hal ini disebabkan karena perusahaan kurang memenuhi target dari yang diperkirakan oleh pasar. Penurunan kualitas laporan keuangan merupakan dampak utama yang diakibatkan dari adanya manajemen laba, di samping dampak-dampak lainnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba

Menurut ( Watt & Zimmerman, 1986) ada 3 faktor yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba, yaitu:

  1. Bonus Plan Hypothesis
    Manajemen akan memilih metoda akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metoda akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
  2. Debt Covenant Hypothesis
    Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metoda akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994). Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.
  3. Political Cost Hypothesis
    Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metoda akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya: mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain.

Menurut ( Scoot, 2000) ada 6 faktor yang mempengaruhi manajemen laba, yaitu:

  1. Bonus Purposes
    Dengan cara memaksimalkan laba yang ada sekarang manajer akan melakukan tindakan manajemen laba, karena manajer tersebut memiliki banyak informasi mengenai laba bersih perusahaan.
  2. Political Motivations
    Dengan adanya tekanan publik yang membuat pemerintah membuat peraturan yang lebih ketat maka perusahaan akan menggunakan manajemen laba untuk mengurangi laba yang dilaporkan.
  3. Taxation Motivations
    Dengan cara menghemat tarif pajak dapat memicu manajemen laba.
  4. Pergantian CEO
    CEO yang abis masa kerja nya biasanya akan menaikkan pendapatan agar bonus yang didapat meningkat pula. Dan apabila cacatnya kemampuan perusahaan, maka mereka akan meningkatkan laba untuk tidak dipecat.
  5. Initital Public Offering (IPO)
    Manajemen laba digunakan untuk perusahaan yang belum mempunyai nilai pasar yang ingin go publik. Karena mereka berharap agar harga saham perusahaan akan naik juga.
  6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
    Agar perusahaan dapat nilai baik, maka segala informasi tentang kinerja perusahaan harus dilaporkan kepada investor.

Strategi Manajemen Laba

Menurut Haniftian dan Juliana (2020) Terdapat tiga jenis strategi manajemen jmlaba, sering kali manajer melakukan satu atau kombinasi dari tiga strategi ini pada waktu yang berbeda untuk mencapai tujuan manajemen laba jangka panjang, strategi yang dimaksud adalah:

  1. Meningkatkan laba Salah satu strategi yang dilakukan manajer dalam melakukan manajemen laba. Dengan cara meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode berjalan untuk membuat kondisi serta kinerja perusahaan terlihat baik. Upaya ini dilakukan dengan membuat pendapatan menjadi lebih tinggi daripada pendapatan sesungguhnya atau membuat
    biaya periode berjalan menjadi lebih rendah daripada periode sesungguhnya.
  2. Big Bath Strategi big bath merupakan suatu manajemen laba melalui penghapusan (write-off) dosa masa lalu dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan laba di masa depan. Periode penghapusan yang dipilih biasanya periode dengan kinerja yang sangat buruk atau periode saat terjadi satu peristiwa seperti perubahan manajemen, merger, atau restrukturisasi.
  3. Perataan Laba Strategi yang dilakukan manajer perusahaan dengan cara menaikan atau menurunkan pendapatan maupun biaya periode berjalan menjadi lebih tinggi atau rendah dari pendapatan maupun biaya sesungguhnya, sehingga mengurangi tingkat fluktuasi laba.

Untuk menghasilkan laba yang stabil manajemen dalam suatu perusahaan akan melakukam praktik perataan laba. Zulhamri (2016) mendefinisikan praktik perataan laba (income smoothing) sebagai suatu upaya yang sengaja dilakukan manajemen untuk mencoba mengurangi variasi upnormal dalam laba perusahaan dengan tujuan untuk mencapai suatu tingkat yang normal bagi perusahaan. Konsep perataan laba sejalan dengan konsep manajemen laba yang pembahasannya menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory). Teori ini menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi konflik kepentingan antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Ketika manajer mempunyai informasi yang lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan pihak eksternal, manajer kemudian menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan keuangan dalam usaha memaksimalkan kemakmurannya.

Anggapan yang melekat pada teori keagenan adalah bahwa antara agen dengan prinsipal terdapat konflik kepentingan. Konflik kepentingan bisa terjadi antara seorang manajer yang ingin memaksimumkan kekayaannya sendiri dengan pemegang saham yang juga ingin memaksimumkan kekayaannya. Konflik akan terjadi jika usaha manajer untuk memaksimumkan kekayaannya tidak memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Upaya untuk mengatasi kepentingan antara agen dan prinsipal, maka manajer melakukan upaya perataan laba. Tindakan disfunctional behavior seperti perataaan laba ini bisa muncul dengan memanfaaatkan kecenderungan dari pemakai laporan keuangan yang hanya memperhatikan informasi laba dari pada mempedulikan darimana laba itu berasal.

Pola Manajemen Laba

Scott (2006) mengemukakan bahwa manajemen laba dilakukan dengan pola sebagai berikut:

Taking a bath

Pola manajemen laba yang melaporkan laba pada periode berjalan dengan nilai yang sangat rendah atau sangat tinggi. Dilakukan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan tidak bisa dihindari pada periode berjalan,dengan cara mengakui biaya-biaya pada periode-periode yangakan datang dan kerugian periode berjalan. Taking a bath didefinisikan salah satu dari pola manajeman laba yang menjadikan laba perusahaan pada saat periode berjalan menjadi ekstrem yaitu laba yang mengalami kenaikan ataupun penurunan yang sangat drastis jika dibandingkan dengan laba yang dilaporkan pada periode sebelumnya. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan adanya reorganisasi seperti adanya pengangkatan CEO baru. Dalam hal ini, untuk menbisakan laba agar meningkat di masa mendatang CEO melaporkan biaya-biaya kerugian dalam jumlah yang tinggi. Taking a bath dilakukan pada saat perusahaan mengakui adanya kerugian pada periode kegiatan operasional perusahaan berjalan dan biaya-biaya pada periode yang akan datang. Semakin tinggi persentase kerugian yang diberikan maka semakin kecil laba yang diperoleh perusahaan, sebaliknya jika semakin kecil persentase kerugian yang diberikan maka semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan.

Income minimization

Income minimization dilakukan pada saat perusahaan memperoleh laba yang tinggi sehingga manajer melaporkan laba periode berjalan menjadi lebih kecil dari pada laba sebenarnya . Hal ini dilakukan jika laba dalam periode tertentu mengalami penurunan yang drastis maka cara mengatasinya bisa dilakukan dengan mengambil laba dari periode sebelumnya. Income minimization dilakukan dengan melaporkan laba yang sebenarnya lebih kecil atau pun dengan menaikan biaya-biaya pada periode berjalan dari biaya sebenarnya . Dalam melaporkan laba yang lebih kecil manajer bisa memakai metode depresiasi aktiva tetap dengan melaporkan harga perolehan aktiva yang pada awal periode, selain itu manajer juga bisa membuat harga pokok dari penjualan yang lebih tinggi sehingga laba yang perusahaan peroleh menjadi kecil. Manajer melakukan income minimization ini yaitu pada saat perusahaaan ingin menghindari pajak yang terlalu tinggi .

Pola manajemen ini seperti taking a bath tapi tidak se-ekstrim pola taking a bath. Menjadikan laba di periode berjalan lebih rendah dari pada laba sesungguhnya. Dilakukan saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa pembebanan pengeluaran iklan, riset dan pengembangan yang cepat dan sebagainya.

Income maximization

Income maximization yaitu pola manajemen laba yang dilakukan pada saat perusahaan memperoleh laba yang kecil atau menurun dan merupakan upaya manajer dalam mengatur laba denga tujuan laba yang pada saat dilaporkan lebih tinggi dari pada laba yang sebenarnya. Upaya ini yang dilakukan perusahaan dengan cara membuat pembisaan yang dilaporkan lebih tinggi dari pada pembisaan sebenarnya atau membuat biaya yang dilaporkan perusahaan pada saat periode berjalan kecil dari pada biaya sebenarnya pada periode berjalan. Pola manajemen laba ini dilakukan pada saat laba perusahaan menurun. Motivasi manajer melakukan income maximization yaitu agar manajer mendapat bonus yang lebih tinggi. Dalam melakukan income maximization manajer melakukannya dengan cara membuat harga pokok penjualan lebih kecil dari yang sebenarnya atau membuat harga peroleh aktiva lebih kecil di awal periode. Semakin kecil nya harga pokok yang dilaporkan maka laba perusahaan semakin tinggi. Manajer termotivasi melakukan income maximization ini biasanya perusahaan tersebut akan melakukan IPO sehingga akan menbisa kepercayaan dari stakeholder.

Pola manajemen laba ini berkebalikan dengan income minimization. Melaporkan laba lebih tinggi dari pada laba sesungguhnya. Memaksimalkan laba agar memperoleh bonus yang lebih besar. Demikian pula dengan perusahaan yang mendekati suatu pelanggaran kontrak hutang jangka panjang, manajer perusahaan tersebut akan cenderung untukmemaksimalkan laba.

Income smoothing

Income smoothing merupakan upaya yang dilakukan manajer dalam mengatur laba supaya laba perusahaan yang dilaporkan beberapa periode relative sama, pola ini bisa dilakukan manajer dengan cara menaikkan atau menurunkan pembisaan ataupun biaya pada periode berjalan sesuai dengan keinginan manajer. Hal ini juga dilakukan untuk menarik investor cenderung menyukai laba yang relative stabil. Dalam membuat laba yang stabil manajer melakukan dengan cara memakai metode akuntansi yaitu menentukan harga pokok dari penjualan yang relative stabil pada beberapa periode tertentu sehingga laba penjualan yang diperoleh tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu kecil . Selain itu manajer juga bisa memakai metode depresiasi aktiva tetap garis lurus dimana alokasi harga pada perusahaan untuk perolehan aktiva tetap relative sama pada beberapa periode. Motivasi manajer dalam melakukan tindakan income smoothing yaitu agar menbisakan bonus dan terkait dengan informasi pengambilan keputusan investasi oleh investor.

Pola manajemen laba yang paling menarik yaitu dengan cara melaporkan tingkatan laba yang cenderung berfluktualisasi yang normal pada periode- periode tertentu. Tindakan para manajer perusahaan yang melakukan pemanipulasian laporan keuangan dengan menaikkan (menurunkan) laba perusahaan dinilai merugikan para pengguna laporan keuangan.Lewatincome smoothing, manajer menaikkan atau menurunkan laba untukmengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga terlihat stabildan tidak beresiko tinggi.

Teknik Manajemen Laba

Teknik manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga macam cara (Sulistyanto, 20014) yaitu :

  1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
    Cara manajemen mempengaruhi laba melalui estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi dan lain-lain.
  2. Mengubah metode akuntansi
    Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, seperti mengubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
  3. Menggeser periode biaya atau pendapatan
    Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.

Pengukuran Manajemen Laba

Manajemen laba dapat diukur melalui akrual diskresioner. Sulistyanto (20014) membagi komponen akrual menjadi dua komponenutama yaitu discretionary accrual (DA) dan nondiscretionary accrual (NDA).Discretionary accrual merupakan komponen akrual hasil rekayasa manajerialdengan memanfaatkan kebebasan dan keleluasaan dalam estimasi dan pemakaianstandar akuntansi, sedangkan nondiscretionary accrual adalah komponen akrualyang diperoleh secara alamiah dari dasar pencatatan akrual dengan mengikutistandar akuntansi yang diterima secara umum. Secara teknis, akrual adalah perbedaan antara kas dan laba. Akrual merupakan komponen utama pembentuk laba dan akrual disusun berdasarkan estimasi-estimasi tertentu.

Secara umum, akrual yang merupakan produk akuntansi, dapat dianggap memiliki jumlah yang “relatif tetap” dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan aturan akuntansi terkait juga tidak mengalami perubahan. Perubahan akrual yang terjadi, oleh karenanya dapat dianggap sebagai hal yang tidak normal (abnormal). Untuk mengetahui terjadinya manajemen laba, dapat diukur dengan menggunakan komponen non kas dari laporan laba rugi atau disebut dengan current accrual (CA). Apabila total akrual itu negatif, berarti perusahaan tidak melakukan manajemen laba. Hal itu disebabkan karena nilai net income yang lebih rendah dibandingkan dengan arus kas operasi perusahaan. Begitu pula sebaliknya.

Manajemen laba dalam penelitian ini diproksikan dengan discretionary accrual. Discretionary accrual (DA) merupakan tingkat akrual yang tidak normal yang berasal dari kebijakan manajemen untuk melakukan rekayasa terhadap laba sesuai dengan yang mereka inginkan. Dalam penelitian ini, discretionary accruals sebagai proksi atas manajemenlaba diukur dengan menggunakan Modified Jones Model, karena model inimempunyai standar error dari εit (error term) hasil regresi estimasi nilai total aktualyang paling kecil dibandingkan model-model yang lainnya. (Wahyuningsih, 2007). Discretionary accruals diambil sebagai proksi untuk manajemen laba olehsejumlah peneliti. Discretionary accruals menghitung perbedaan antara totalaccruals dan non discretionary accruals.