Diperbarui tanggal 15/Des/2022

Utang Luar Negeri

kategori Ekonomi dan Keuangan / tanggal diterbitkan 14 Desember 2022 / dikunjungi: 2.95rb kali

Pengertian Utang luar negeri

Utang luar negeri adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditur diluar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain atau lembaga keuangan Internasional seperti IMF atau Bank dunia (Ulfa, 2017). Menurut Todaro (1998) utang luar negeri merupakan total dari seluruh pinjaman secara resmi dalam bentuk uang tunai maupun bentuk aktiva lainnya. Selain itu, untuk mengalirkan dana dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang untuk merealisasikan pembangunan untuk mendistribusikan pendapatan.

Ditinjau dari kewajiban pengembaliannya, utang luar negeri mempunyai 2 bentuk pemberian (grant) dan pinjaman luar negeri (loan). Meskipun kedua bentuk ini memiliki syarat-syarat pengembalian yang berbeda namun keduanya memiliki keterkaitan yang erat antara bentuk pinjaman dan pemberian (Wibowo, 2012). Negara debitur akan lebih mudah memberikan dana secara cuma-cuma pada negara yang memiliki ikatan kuat dan cukup lama dalam hal utang piutang. Keamanan dan politik juga terkadang menjadi faktor pertimbangan pemberian dana oleh negara kreditur. Tidak semua pinjaman tersebut diberikan dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk pemberian tenaga ahli tertentu maupun dalam bentuk barang.

Teori Utang Luar Negeri

Ditinjau dari kajian teoritis, masalah utang luar negeri dapat diterangkan melalui pendekatan pendapatan nasional. Sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan, utang luar negeri dibutuhkan untuk menutupi tiga defisit, yaitu saving-investment gap, defisit anggaran dan defisit transaksi berjalan.

Menurut (Tambunan 2011) tingginya utang luar negeri di suatu negara disebabkan oleh tiga jenis defisit:

  1. Defisit transaksi berjalan (TB) yakni ekspor (X) lebih sedikit daripada impor (M);
  2. Defisit investasi atau S-I gap, yakni dana yang dibutuhkan untuk membiayai investasi (I) di dalam negeri lebih besar daripada tabungan nasional atau domestik (S);
  3. Defisit anggaran (fiskal) atau G – T (fiscal group)

Dari faktor-faktor tersebut, defisit TB sering disebut di dalam literatur sebagai penyebab utama membengkaknya utang luar negeri dari banyak negara berkembang. Besarnya defisit TB melebihi surplus neraca modal mengakibatkan defisit neraca pembayaran, yang berarti juga cadangan devisa berkurang. Apabila saldo TB setiap tahun negatif, maka cadangan devisa dengan sendirinya akan habis jika tidak ada sumber-sumber lain (misalnya modal investasi dari luar negeri), seperti yang dialami oleh negara-negara paling miskin di benua Afrika. Padahal devisa sangat dibutuhkan terutama untuk membiayai impor barang-barang modal dan pembantu untuk kebutuhan kegiatan produksi dalam negeri.

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa defisit TB yang terjadi terus menerus membuat banyak negara-negara berkembang harus bergantung pada utang luar negeri, terutama negara-negara yang kondisi ekonominya tidak menggairahkan investor-investor asing sehingga sulit bagi negara-negara tersebut untuk mensubstitusikan utang luar negeri dengan investasi , misalnya dalam bentuk penanaman modal asing.

Permasalahan Utang Luar Negeri

Menurut (Yustika,2000) Terdapat 4 masalah yang dapat ditimbulkan oleh utang luar negeri, yaitu:

  1. Utang luar negeri tidak hanya datang dalam wujud uang tetapi dapat pula berupa barang atau teknologi. Penggunaan utang luar negeri dengan keadaan seperti ini menjadi tidak fleksibel, karena produk atau teknologi tersebut jelas hanya bisa digunakan untuk program-program tertentu saja.
  2. Adanya utang luar negeri yang berupa barang atau teknologi kemungkinan yang dapat terjadi adalah barang atau teknologi tersebut sesungguhnya tidak lagi sesuai dengan program yang digunakan, baik menyangkut kesesuaian maupun kualitas dan teknologi yang bersangkutan. Misalnya sebuah negara berkembang diberi pilihan seharusnya negara debitur bisa membeli barang atau teknologi dari berbagai macam negara yang lebih mampu menjamin kesesuaian dan kualitas dan keberhasilan program yang hendak dilakukan. Sementara dengan pola demikian, debitur tidak memiliki alternatif untuk melakukan pilihan. Faktor ini semakin memperkuat keyakinan, bahwa utang luar negeri lebih banyak sebagai instrumen bagi negara maju untuk menjual barang dan teknologinya kepada negara-negara berkembang dan sangat mungkin itu adalah produk-produk yang sudah kadaluwarsa di negara asalnya.
  3. Syarat yang berlaku apabila setiap program yang disetujui selalu disertai dengan mengikutsertakan konsultan asing (dari negara pendonor) dengan tujuan untuk memonitor pelaksanaan dan program tersebut. Namun, pada kenyataanya konsultan asing itu lebih banyak berperan untuk menentukan ke mana arah program itu dilakukan baik secara konseptual maupun teknis. Hal ini akan menimbulkan permasalahan, karena konsultan asing pasti mewakili kepentingan negara donor untuk mengamankan keberlanjutan program sesuai sesuai dengan kemauan negara pendonor. Selain itu gaji konsultan asing yang cukup tinggi dibandingkan dengan gaji rata-rata yang dibayarkan kepada pekerja lokal dengan kualifikasi yang sama. Hal ini berakibat memotong jumlah dana utang luar negeri yang seharusnya bisa digunakan lebih banyak untuk mengerjakan program.
  4. Pemberian utang luar negeri seringkali disertai dengan kesanggupan negara sedang berkembang untuk berbagi kebijakan ekonomi dengan kepentingan negara-negara pemberi pinjaman. Misalnya, negara donor mau memberikan utang asalkan negara penerima mau membuka sektor-sektor tertentu untuk dapat dimasuki investasi asing. Utang luar negeri akan ditanda tangani asalkan produk dari negara-negara maju bisa masuk ke negara berkembang. Fakta ini jelas menimbulkan implikasi yang tidak ringan, karena negara berkembang justru diberi persyaratan yang sangat berat dan seluruhnya secara ekonomi tidak menguntungkan posisi negara sedang berkembang itu sendiri. Dampak multiplikasi dan utangluar negeri tersebut menggrogoti perekonomian negara sedang berkembang secara tidak langsung, tetapi secara fundamental sesungguhnya kebijakan ekonomi seudah diatur oleh negara donor.

Peranan dan Alasan dilakukan Utang Luar Negeri

Dalam hubunganya dengan kebijaksanaan pembangunan di negara-negara berkembang, bantuan luar negeri terutama dianalisa dan ditinjau dari sudut manfaatnya untuk membantu pertumbuhan ekonomi negara untuk mencapai tujuanya. Ditinjau dari sudut ini, terdapat dua peranan utama dari bantuan luar negeri, yaitu:

  1. Mengatasi masalah kekurangan tabungan (saving gap), dan
  2. Mengatasi masalah kekurangan mata uang asing (Foreign exchange gap)

Yang mana kedua masalah yang diharapkan dapat diatasi dengan melakukan pengajuan utang luar negeri itu disebut dengan “masalah jurang ganda” (the two gaps problem). Kegiatan untuk memberikan bantuan luar negeri oleh negara-negara maju kepada negara-negara sedang berkembang dilakukan dengan berbagai alasan, antara lain yaitu:

  1. Membantu negara-negara yang menerima bantuan untuk mempercepat pembangunan ekonominya.
  2. Membantu mengeratkan hubungan ekonomi dan politik diantara negara yang menerima dan memberi bantuan.
  3. Membendung pengaruh ideologi yang bertentangan dengan yang dianut oleh negara pemberi bantuan.

Utang luar negeri bukan hanya dibutuhkan dalam proses perdagangan, tetapi juga dibutuhkan dalam perekonomian suatu negara untuk menunjang proses produksi dalam negeri. Artinya, utang luar negeri merupakan mata rantai yang menghubungkan kegiatan internal dan eksternal perekonomian suatu negara. Dalam pemahaman ini sulit sekali menyatakan bahwa suatu negara bisa saja tidak berutang sama sekali. Tetapi jelas sekali bahwa jumlah dan pemanfaatan utang tersebut harus dikendalikan dan dikelola secara benar sehingga justru tidak menjadi beban berkepanjangan. (malik, kurnia 2017).

Faktor-Faktor Penyebab Utang Luar Negeri

Utang luar negeri sebagai suntikan dana segar yang diterima oleh kebanyakan negara berkembang untuk segala kebutuhan pembangunan dan pembiayaan kegiatan perdagangan internasional. Hal tersebut diambil sebagai jalan pintas bagi negara berkembang, akan tetapi dana tersebut bukanlah dana cuma-cuma yang diberikan oleh negara donor kepada negara penerima. Dana tersebut diikuti dengan kewajiban untuk mengembalikanya sesuai perjanjian yang telah di sepakati sebelumnya. Secara umum beberapa penyebab hutang luar negeri yaitu:

  1. Defisit Transaksi Berjalan, ialah perbandingan antara jumlah pembayaranyang diterima dari luar negeri dan jumlah pembayaran ke luar negeri. Dengan kata lain, menunjukkan operasi total perdagangan luar negeri, neraca perdagangan, dan kesinambungan antara ekspor dan impor, pembayaran transfer.
  2. Meningkatnya Kebutuhan investasi, investasi sendiri merupakan penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang.
  3. Meningkatnya inflasi, dimana inflasi sendiri merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus (kontiniu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Laju inflasi mempengaruhi tingkat suku bunga, karena ekspektasi inflasi merupakan komponen suku bunga nominal. Inflasi meningkat sehingga menyebabkan Bank Indonesia memangkas suku bunga, dengan rendahnya suku bunga maka minat orang berinvestasi rendah, maka pemerintah untuk memenuhi belanja negaranya melalui pinjaman luar negeri.
  4. Struktur Perekonomian tidak efisien, karena tidak efisien dalam penggunaan modal, maka diperlukan investasi yang besar, sehingga hal ini mendorong utang luar negeri.

Utang luar negeri memiliki kontribusi yang cukup vital demi terciptanya kestabilan dan pembangunan di suatu negara. Kontribusi-kontribusi yang utama yakni, dana tersebut merupakan suntikan kepada dana yang tersedia didalam negeri. Oleh sebab itu banyak investasi yang dilakukan pemerintah dan swasta, yang dapat dilaksanakan. Utang luar negeri menyebabkan pemerintah tidak perlu lagi bersaing dengan pihak swasta dalam penggunaan dana yang dikumpulkan di dalam negeri, segingga suku bunga tidak mengalami kenaikan dan pihak swasta tidak mengurangi ivestasinya. Utang luar negeri ini dana yang berbentuk dana mata uang asing, dengan demikian bantuan seperti ini akan memperkuat kedudukan neraca pembayaran, dan memungkinkan negara peminjam mengimpor lebih banyak. Gabungan dari kontribusi diatas memungkinkan percepatan dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu negara dalam jangka panjang.

Negara pemberi utang luar negeri, biasanya akan lebih mudah memberikan dana secara cuma-cuma pada negara yang memiliki ikatan kuat dan cukup lama dalam hal utang piutang. Keamanan dan politik juga terkadang menjadi faktor pertimbangan pemberian utang. Tidak semua utang luar negeri diberikan dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk pemberian tenaga ahli tertentu maupun dalam bentuk barang. Utang luar negeri bukan hanya dibutuhkan dalam proses perdagangan, tetapi juga dibutuhkan dalam perekonomian suatu negara untuk menunjang proses produksi dalam negeri. Utang luar negeri merupakan mata rantai yang menghubungkan kegiatan internal dan eksternal perekonomian suatu negara. Dalam pemahaman ini sulit sekali menyatakan bahwa suatu negara bisa saja tidak berutang sama sekali. Tetapi jelas sekali bahwa jumlah dan pemanfaatan utang tersebut harus dikendalikan dan dikelola secara benar sehingga justru tidak menjadi beban berkepanjangan.

Sumber Pinjaman Luar Negeri

Sumber-sumber pinjaman luar negeri yang diterima pemerintah Indonesia dalam setiap tahun anggaran yang berupa pinjaman bersumber dari:

  1. Pinjaman Multilateral
    Pinjaman Multilateral sebagian besar diberikan dalam satu paket pinjaman yang telah ditentukan, artinya suatu naskah perjanjian luar negeri antara pemerintah dengan lembaga keuangan internasional untuk membina beberapa pembangunan proyek pinjaman multilateral ini kebanyakan diperoleh dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (BPD), Bank Pembangunan Islam (IDB), dan beberapa lembaga keuangan regional dan internasional.
  2. Pinjaman bilateral
    Pinjaman bilateral adalah pinjaman yang berasal dari pemerintah negara-negara yang tergabung dalam negara anggota Consultative Group On Indonesia (CGI) sebagai lembaga yang menggantikan kedudukan IGGI.
    Pinjaman bilateral ini diberikan kepada pemerintah Indonesia yang bersumber dari:
    1. Pinjaman lunak, yaitu pinjaman yang diberikan berdasarkan sidang CGI
    2. Pinjaman dalam bentuk kredit ekspor (Export kredit) yaitu pinjaman yang diberikan oleh negara-negara pengekspor dengan jaminan tertentu dari pemerintah negara-negara tersebut untuk meningkatkan ekspornya.
    3. Pinjaman dalam bentuk kredit komersial, yaitu kredit yang diberikan oleh bank-bank luar negeri dengan persyaratan sesuai dengan perkembangan pasar internasional, misalnya LIBOR (London Interbank Offered Rate) dan SIBOR (Singapore Interbank Offered Rate) untuk masing-masing jenis mata uang yang dipinjam.
    4. Pinjaman dalam bentuk installment Sale Financing, yaitu pinjaman yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan leasing suatu negara tertentu untuk mebiayai kontrak-kontrak pembangunan tersebut tidak dapat di biayai dari fasilitas kredit ekspor.
    5. Pinjaman obligasi, yaitu pinjaman yang dilakukan pemerintah dengan mengeluarkan surat tanda berhutang dari peminjam (borrower) dengan tingkat bunga tetap , yang pembayaran bunganya dilaksanakan secara teratur dan pengembalian pinjaman (hutang pokok) pada jangka waktu yang telah ditetapkan.

Pengaruh Utang Luar Negeri Terhadap Devisa

Utang luar negeri sebagai bantuan yang berupa program dan bantuan proyek yang diperoleh dari negara lain, ini merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang perlu dilakukan dalam pembangunan dan dapat dipergunakan untuk meningkatkan investasi guna menunjang pertumbuhan ekonomi. Secara teori dapat dijelaskan bahwa, apabila utang luar negeri meningkat maka neraca modal Indonesia akan meningkat sebab utang luar negeri dicatat di neraca modal. Peningkatan ini tentunya akan berdampak terhadap peningkatan neraca pembayaran. Naiknya neraca pembayaran akan menambah aset luar negeri Indonesia sendiri. Aset luar negeri inilah yang akan menyebabkan devisa meningkat. Begitu sebaliknya, utang luar negeri yang menurun akan berimplikasi terhadap turunnya dana dari luar yang masuk ke dalam negeri. Penurunan utang luar negeri akan mengkontraksi penurunan neraca modal sehingga neraca pembayaran akan tertekan atau menurun. Penurunan neraca pembayaran akan berimplikasi terhadap penurunan berbagai aset luar negeri sehingga devisa pun akan mengalami penurunan (Febriyenti dkk, 2013). Jadi dapat disimpulkan bahwa utang luar negeri berpengaruh positif terhadap devisa.