Diperbarui tanggal 29/Des/2021

Kemampuan Berpikir Kritis

kategori Belajar dan Pembelajaran / tanggal diterbitkan 11 Desember 2021 / dikunjungi: 3.73rb kali

Pengertian Berpikir Kritis

Jika berpikir merupakan bagian dari kegiatan yang selalu dilakukan otak untuk mengorganisasi informasi guna mencapai suatu tujuan, maka berpikir kritis merupakan bagian dari kegiatan berpikir yang juga dilakukan otak. Berpikir kritis menjelaskan tujuan, memeriksa asumsi, nilai-nilai, pikiran tersembunyi, mengevaluasi bukti, menyelesaikan tindakan, dan menilai kesimpulan. “Kritis” sebagaimana digunakan dalam ungkapan “berpikir kritis”. Berarti “tepat” atau “tajam” dalam berpikir. Kemampuan berpikir kritis melibatkan kemampuan untuk membuat alasan yang masuk akal dan dalam situasi yang kompleks. Dewey (dalam Fisher, 2009: 2) menyebut berpikir kritis dengan berpikir reflektif, kemudian mendefinisikannya sebagai pertimbangan yang aktif, persistent (terus-menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesinpulan yang menjadi kecenderungannya.

Menurut Ennis (Fisher, 2009:4) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Pemikiran yang masuk akal dan reflektif mengandung makna bahwa seseorang harus memfokuskan masalah dan mengumpulkan data atau fakta yang logis berdasarkan permasalahan tersebut sebelum menyimpulkannya. Sehingga seseorang tidak akan terburu-buru dalam mengambil keputusan. Sedangkan menurut Glaser (Fisher, 2009:7), salah seorang dari penulis Watson-Glaser Critical Thinking Appraisal (uji kemampuan berpikir kritis yang paling banyak dipakai di seluruh dunia) mendefinisikan berpikir kritis sebagai:

  1. suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang;
  2. pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan
  3. semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut.

Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya. Berdasarkan uraian pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah suatu proses untuk mengevaluasi, memilih, memecahkan masalah, dan membuat keputusan dengan alasan-alasan rasional yang dapat dipertanggungjawabkan. Orang-orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis tidak hanya mengenal sebuah jawaban. Mereka akan mencoba mengembangkan kemungkinan-kemungkinan jawaban lain berdasarkan analisis dan informasi yang telah didapat dari suatu permasalahan. Berpikir kritis berarti melakukan proses penalaran terhadap suatu masalah sampai pada tahap kompleks tentang “mengapa” dan “bagaimana” proses pemecahannya.

Berpikir kritis digunakan untuk membuat dan menyusun konsep yang lebih jelas, sintesis, menggabung-gabungkan untuk menyusun dan menerapkan konsep tapi dengan tetap melakukan evaluasi dan mengecek informasi yang diperoleh. Selain itu berpikir kritis selalu didasarkan pada pengetahuan yang relevan, dapat dipercaya dan menggunakan alasan yang tepat. Dalam pengertian ini seseorang dikatakan berpikir kritis bila menanyakan suatu hal, karena tidak lekas percaya pada keadaan yang baru kemudian mencari informasi dengan tepat. Kemudian informasi tersebut digunakan untuk menyelesaikan masalah dan mengelolanya secara logis, efisien dan kreatif sehingga dapat membuat kesimpulan yang dapat diterima akal. Selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan tepat berdasarkan analisis informasi dan pengetahuan yang dimilikinya.

Menurut Krulik & Rudnick (dalam Somakim, 2011:43) bahwa yang termasuk berpikir kritis dalam matematika adalah berpikir yang menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada dalam situasi atupun masalah matematika. Artinya adalah jika menghadapi suatu permasalahan matematika, maka peserta didik harus memahami dan mendeteksi hal-hal yang diperlukan untuk keperluan pemecahan masalahnya. Demikian pula apabila diberikan suatu data atau informasi mengenai persoalan matematika, peserta didik dapat membuat kesimpulan yang tepat dengan melihat apakah terdapat kontradiksi atau kejanggalan dalam persoalan tersebut. Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan mempertanyakan segala informasi atau pengetahuan yang diberikan kepadanya dalam arti yang positif untuk memperoleh pemahaman yang lengkap dan benar mengenai suatu persoalan. Sehingga secara garis besar berpikir kritis matematika dapat diartikan sebagai proses yang melibatkan pengetahuan matematika, penalaran matematika, dan pembuktian matematika.

Tujuan Berpikir Kritis

Menurut Sapriya (2011: 87), tujuan berpikir kritis ialah untuk menguji suatu pendapat atau ide, termasuk di dalamnya melakukan pertimbangan atau pemikiran yang didasarkan pada pendapat yang diajukan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut biasanya didukung oleh kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan berpikir kritis dapat mendorong siswa memunculkan ide-ide atau pemikiran baru mengenai permasalahan tentang dunia. Siswa akan dilatih bagaimana menyeleksi berbagai pendapat, sehingga dapat membedakan mana pendapat yang relevan dan tidak relevan, mana pendapat yang benar dan tidak benar. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dapat membantu siswa membuat kesimpulan dengan mempertimbangkan data dan fakta yang terjadi di lapangan.

Karakteristik Berpikir Kritis

Seseorang yang berpikiran kritis memiliki karakter khusus yang dapat diidentifikasi dengan melihat bagaimana seseorang dalam menyikapi suatu masalah, informasi atau argumen. Berikut beberapa pendapat tentang karakter atau ciri orang yang berpikir kritis. Menurut Ferret (Cholis Abrori, 2007:4) berpendapat bahwa seseorang dapat menjadi pemikir kritis bila memiliki karakteristik berikut:

  1. menanyakan sesuatu yang berhubungan,
  2. menulis pernyataan atau argument,
  3. dapat memperbaiki kekeliruan pemahaman atau informasi,
  4. memiliki rasa ingin tahu,
  5. tertarik untuk mencari solusi baru,
  6. dapat menjelaskan sebuah karakteristik untuk menganalisis pendapat,
  7. ingin menguji kepercayaan, asumsi, dan pendapat dan membandingkannya dengan bukti yang ada,
  8. mendengarkan orang lain dengan baik dan dapat memberikan umpan balik,
  9. mengetahui bahwa berpikir kritis adalah proses sepanjang hayat dari instropeksi diri,
  10. mengambil kesimpulan setelah seluruh fakta dikumpulkan dan dipertimbangkan,
  11. mencari bukti ilmiah untuk mendukung asumsi dan keyakinan,
  12. dapat memperbaiki pembdapatnya bila menemukan fakta baru,
  13. mencari bukti,
  14. dapat menolak informasi bila tidak benar atau tidak relevan.

Kelima belas karakter berpikir kritis yang disampaikan oleh Ferret di atas masih bersifat umum dan belum bersifat operasional sehingga sulit untuk dianalisis. Karakter tersebut bisa terjadi dan muncul pada bermacam-macam kasus, misalnya seorang siswa yang mengerjakan soal matematika berbeda dengan seorang siswa yang mengerjakan fisika, biologi atau mata pelajaran lainnya. Maka dari itu tidak semua karakter yang disebutkan merupakan karakter yang relevan dengan masalah dalam matematika. Karakter yang relevan dengan masalah penyelesaian matematika pada penelitian diadopsi dan diadaptasi dari beberapa karakter yang disampaikan oleh Ferret sesuai dengan yang dikutip oleh (Cholis Abrori 2007:4), yaitu:

  1. Kemampuan untuk menolak informasi bila tidak benar atau tidak relevan
  2. Kemampuan untuk mendeteksi kekeliruan dan memperbaiki kekeliruan konsep
  3. Kemampuan untuk mengambil keputusan atau kesimpulan setelah seluruh fakta dikumpulkan dan dipertimbangkan
  4. Ketertarikan untuk mencari solusi baru

Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis

Salah satu sasaran utama dalam proses pembelajaran yaitu meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Seseorang dalam berpikir kritis dituntut untuk mampu menggabungkan antara kemampuan membaca dengan pemahaman yang dimiliki hingga menghasilkan pemikiran yang logis. Menurut Dewey (dalam Fisher 2008:2) mendefinisikan berpikir kritis sebagai pertimbangan yang aktif, presistent (terus-menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukunya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya.

Sementara itu pendapat lain dikemukakan oleh Glaser (dalam Fisher 2008:3) Glaser mendefenisikan berpikir kritis sebagai (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang ; (2) pemeriksaan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.

Sedangkan Menurut Ennis (dalam Fisher 2008 :4), “berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan refletif yang berfocus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan”. Pendapat lainnya oleh Johnson (2014:183) ia menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi . Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain. Kemudian Eggen (2012:119) mendefenisikan bahwa berpikir kritis sebagai kemampuan dan kecenderungan untuk membuat dan melakukan asesmen terhadap kesimpulan berdasarkan bukti. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tidak akan hanya percaya pada apa yang dijelaskan oleh guru. Siswa akan berusaha mempertimbangkan penalaran dan mencari informasi lain untuk memperoleh kebenaran sebagai kesimpulan akhirnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan suatu serangkaian proses berpikir dan menganalisis suatu serangkaian proses berpikir dan menganalisis suatu hal untuk memecahkan masalah serta mampu mengungkapkan suatu pendapat dengan menggunakan pemikiran yang logis. Melalui kemampuan berpikir kritis siswa akan mampu menjelaskan tentang suatu hal yang membuat rasa ingin tahu mengenai hal tersebut dan menekankan bagaimana membuat keputusan-keputusan rasional atau pertimbangan tentang apa
yang harus dilakukan dengan apa yang diyakini sebagai keputusan akhirnya.

Indikator berpikir Kritis

Glaser (dalam Fisher 2008:7) mendaftarkan indikator kemampuan berpikir kritis adalah (1) mengenal masalah, (2) menemukan cara-cara yang dipakai untuk menangani masalah-masalah itu, (3) mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, (4) mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, (5) memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas, (6) menganalisis data, (7) menilai fakta dan mengevaluasi pertanyaan-pertanyaan, (8) mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah, (9) menarik kesimpulankesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan, (10) menguji kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang seorang ambil, (11) menyusun kembali pola-pola dan keyakinan seseorang berdasarkan
pengalaman yang lebih luas, dan (12) membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan Menurut Ennis (dalam Yoni 2014:44-45) bahwa dalam berpikir kritis terdapat enam yaitu : Focus (fokus), Reason (alasan), Inference (menyimpulkan), Situation (situasi), Clarity (kejelasan), and Overview (pandangan menyeluruh). Penjelasannya menurut Ennis yaitu:

  1. Focus dalam memahami masalah adalah menentukan hal yang menjadi focus dalam masalah tersebut. Hal ini dilakukan agar pekerjaan menjadi lebih efektif, karena tanpa mengetahui focus permasalahan, kita akan membuang banyak waktu.
  2. Reason (alasan) yaitu memberikan alasan terhadap jawaban atau simpulan.
  3. Inference (simpulan) yaitu memperkirakan simpulan yang akan didapat.
  4. Situation (situasi) yaitu menerapkan konsep pengetahuan yang dimiliki sebelumnya untuk menyelesaikan masalah pada situasi lain.
  5. Clarity (kejelasan) yaitu memberikan contoh masalah atau soal yang serupa dengan yang sudah ada.
  6. Overview (pemeriksaan atau tinjauan) yaitu memeriksa kebenaran jawaban.

Dike (2008:168) merumuskan tiga indikator berpikir kritis, yaitu:

  1. Mendefenisikan dan klarifikasi masalah mencakup kegiatan mengidentifikasi , membandingkan kesamaan dan perbedaan, serta kemampuan membuat dan merumuskan pertanyaan.
  2. Menilai dan mengolah informasi yang berhubungan dengan masalah yang mencakup kegiatan menemukan masalah pokok, menilai dampak atau konsekuensi dari masalah dan memprediksi konsekuensi lanjut dari dampak kejadian.
  3. Solusi masalah atau membuat kesimpulan dan memecahkan masalah, meliputi kegiatan menjelaskan permasalahan dan membuat kesimpulan sederhana terhadap masalah, serta mampu merefleksikan nilai dan sikap dari peristiwa.

Berdasarkan pendapat-pendapat tentang indikator kemampuan berpikir kritis di atas, dalam penelitian ini peneliti lebih setuju dengan pendapat Daniel dike bahwa siswa dapat dikatakan memiliki kemampuan berpikir kritis apabila memiliki kemampuan sebagai berikut: mengidentifikasi dan klarifikasi masalah, menilai dan mengolah informasi yang berhubungan, membuat kesimpulan dan memecahkan masalah.