Diperbarui tanggal 19/Nov/2022

Pembelajaran Kontekstual

kategori Belajar dan Pembelajaran / tanggal diterbitkan 13 November 2022 / dikunjungi: 2.58rb kali

Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Nurhadi berpendapat bahwa pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (dalam Faridah, 2012).

Johnson (dalam Rusman, 2010:187) mengatakan pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Lebih lanjut, Elaine mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.

Selanjutnya, Suprijono (2009:79-80) mendefinisikan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat. Pembelajaran kompetensi menurut Sukmadinata merupakan suatu sistem atau pendekatan pemebelajaran yang bersifat holistik (menyeluruh), terdiri dari berbagai komponen yang saling terkait, apabila dilaksanakan masing-masing memberikan dampak sesuai dengan peranannya (dalam Sa’ud, 2015:162-163).

Dari beberapa paparan pengertian di atas maka, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah desain pembelajaran yang bertujuan untuk menciptakan proses belajar aktif dengan cara siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya melalui lingkungan belajar yang alamiah. Dengan demikian siswa dapat menangkap makna dari proses pembelajaran itu sendiri kemudian dapat menghubungkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sejalan dengan pernyataan diatas, Ibid (dalam Kadir, 2013:19-20) menjelaskan Confusius kira-kira 2.400 tahun yang lalu mengungkapkan teori mengenai konsep belajar aktif yakni sebagai berikut: Apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya lihat saya ingat, dan apa yang saya kerjakan saya paham. Teori ini kemudian berkembang lebih lanjut oleh Mel Silberman dalam bukunya “Active Learning”, yang menyatakan bahwa: Apa yang saya dengar saya lupa: apa yang saya ingat saya ingat sedikit; apa yang saya lihat, dengar, diskusikan dan kerjakan saya dapat pengetahuan dan keterampilan; dan apa yang saya ajarkan saya kuasai

Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Berdasarkan pengertian pembelajaran konteksual, terdapat lima karakteristik penting dalam menggunakan proses kontekstual (Sa’ud, 2015:163-164), yaitu:

  1. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiki keterkaitan satu sama lain.
  2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru, yang diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
  3. Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipamahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
  4. Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
  5. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

Komponen Pembelajaran Kontekstual

Menurut Nurhadi (dalam Hasnawati, 2006:58) sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menerapkan tujuh komponen utama contextual teaching and learning berikut, yaitu:

  1. Konstruktivistik (constructivism), mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
  2. Menemukan (inquiry), laksanakan sejauh mungkin kegiatan inqury untuk semua topik.
  3. Bertanya (questioning), kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
  4. Masyarakat belajar (learning community), ciptakan masyarakat belajar dengan membentuk kelompok-kelompok belajar.
  5. Pemodelan (modeling), hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
  6. Refleksi (reflection), lakukan refleksi di akhir pertemuan.
  7. Penilaian yang riil (authentic assessment), lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Lebih lanjut, Saefuddin (2015:24-29) dalam bukunya yang berjudul “Pembelajaran Inovatif” memberikan pendapatnya mengenai beberapa komponen yang mendasari pembelajaran kontekstual dan dapat dipedomani oleh guru dalam mengemas pembelajaran di kelas yaitu sebagai berikut:

Kontruktivisme

Kontruktivisme adalah membangun pemahaman dari diri pembelajar sendiri menjadi pengalaman dan wawasan baru berdasar pada pengetahuan awal. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengontruksi” bukan menerima pengetahuan. Pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi peserta didik harus mengontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecah masalah, menemukan seesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu peserta didik harus mengontruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi kontruktivisme adalah ide bahwa para pembelajar harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi komplek ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengontruksi bukan menerima pengetahuan.

Landasan berpikir kontruktivisme agak berbeda dengan kamus objektif, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan kontruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan dengan banyak peserta didik memperoleh dan mengingat. Kontruktivisme merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada terbangunnya pemahaman dan pengetahuan sendiri secara aktif, kreatif, inovatif, inspriratif, dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.

Pengetahuan sebaiknya dikontruksi terlebih dahulu melalui penggalian potensi, pengalaman nyata, dan pengetahuan peserta didik. Guru memfasilitasi peserta didik agar terbiasa memecahkan masalah, mencari solusi atas masalah, menemukan sesuatu yang bermakna, dan mengembangkan gagasan-gagasan baru.

Prinsip kontruktivisme yang dimiliki oleh guru adalah sebagai berikut:

  1. Proses pembelajaran lebih utama dari hasil belajar.
  2. Informasi yang sarat dengan kebermaknaan dan relevan dengan kehidupan nyata peserta didik lebih penting daripada informasi verbalistik.
  3. Peserta didik mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk dapat menemukan, mengembangkan, dan mengujiterapkan idenya sendiri.
  4. Peserta didik diberikan kebebasan untuk menerapkan strategi belajarnya sendiri.
  5. Pengetahuan peserta didik dibangun dan dikembangkan melalui pengalaman sendiri.
  6. Pengalaman peserta didik akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
  7. Pengalaman peserta didik bisa dibangun secara asimilasi (pengetahuan baru dibangun dari pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (struktur oengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).

Inkuiri/Menemukan

Inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan eksperimen untuk mecari jawaban atau memecahkan masalah terhadap rumusan masalah dan juga terhadap masalah dengan mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan logis. Inkuiri juga dapat dimaknai sebagai proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman dan pengetahuan. Peserta didik belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis dan analitis. Pembelajaran tidak diorientasikan untuk mengingat dan menghafal sederetan fakta, konsep, pengetahuan tetapi dikemas dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh peserta didik, baik secara individual ataupun secara kelompok.

Dengan proses inkuiri, wawasan peserta didik menjadi berkembang. Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila peserta didik menemukan sendiri informasi dengan bukti-bukti atau data faktual dan aktual yang ditemukan sendiri oleh mereka.

Salah satu tujuan pembelajaran inkuiri adalah untuk memberikan cara bagi peserta didik membangun kecakapan-kecakapan berpikir terkait proses berpikir reflektif dan pada akhirnya terbangun cara-cara untuk membantu peserta didik membangun kemampuan itu.

Questioning

Questioning atau bertanya merupakan kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir peserta didik. Bagi peserta didik yang merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran yang berbasis inkuiri.

Keingintahuan peserta didik tentang pengetahuan, konsep, kenyataan yang ditemui di hadapnnya tentu saja diperoleh dari proses bertanya. Guru menstimulasi peserta didik agar mau dan mampu bertanya untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Prinsip yang harus diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya yaitu sebagai berikut:

  1. Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.
  2. Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui peserta didik lebih efektif melalui tanya jawab.
  3. Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi baik kelompok maupun kelas.
  4. Bagi guru, bertanya kepada peserta didik bisa mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir peserta didik.
  5. Dalam pembelajaran yang prduktif kegiatan bertanya berguna untuk: menggali informasi, mengecek pemahaman peserta didik, membangkitkan respons peserta didik, mengetahui kadar keingintahuan peserta didik, mengetahui hal-hal yang diketahui peserta didik, memfokuskan perhatian peserta didik sesuai yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri peserta didik, dan menyegarkan pengetahuan peserta didik.

Learning Community

Learning community atau masyarakat belajar merupakan komponen pembelajaran kontekstual yang mengarahkan pada pengaturan pembelajaran secara kooperatif atau bekerjasama untuk mencapai hasil pelajaran yang optimal. Hasil belajar berupa pengembangan wawasan, memperoleh pengetahuan tentang fakta-fakta dan konsep peserta didik bisa diperoleh dengan berbagi dan saling memintarkan antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu dan yang tidak tahu, baik di dalam maupun diluar kelas. Pembelajaran dikemas dalam pembelajaran kooperatif dalam kelompok dan antarkelompok dengan anggota heterogen dan jumlah yang bervarisi. Komponen ini mengarhkan bahwa bekerja sama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri. Bertukar pengalaman dan berbagi ide.

Prinsip-prinsip yang bisa diperhatiakan guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community adalah sebagai berikut.

  1. Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau berbagi dengan pihak lain.
  2. Sharing (berbagi) terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan menerima informasi.
  3. Sharing (berbagi) terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah.
  4. Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi orang lain.
  5. Peserta didik yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.

Modelling

Salah satu komponen pembelajaran kontekstual adalah modelling atau pemodelan yang merupakan proses penampilan suatu contoh agar pembelajar mampu berpikir, bekerja, dan belajar. Peserta didik mengerjakan apa diinstruksikan. Guru memberikan contoh bukan untuk ditiru, tetapi agar peserta didik mampu mengkreasi, mengerjakan dan mengembangkan sesuatu sesuai yang dimodelkan.

Pemodelan bisa berupa pemberian contoh, misalnya cara mengoperasiakn sesuatu, menunjukan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami peserta didik dari pada hanya menjelaskan atau menceramai peserta didik.

Prinsip-prinsip modelling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut.

  1. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan baik apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru.
  2. Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya.
  3. Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya atau model penampilan.

Reflection

Komponen ini yang merupakan bagian dari pembelajaran dengan pendekatan CTL yang merupakan perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Mencatat apa yang telah dipelajari, memikirkan kebermanfaatan apa yang dipelajari.

Dengan memikirkan apa saja yang baru dipelajari, menelaah, dan merespon semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan.

Peserta didik akan menyadari bahwa pengatahuan yang baru diperolehnya merupakan pengalaman baru, pengetahuan/wawasan baru, pengayaan atau bahkan revisi pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Hal ini penting dibelajarkan pada peserta didik agar mereka menghargai proses perolehan pengatahuan itu. Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut.

  1. Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.
  2. Perungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya.
  3. Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau untuk kerja.

Landasan Filosofi Pembelajaran Kontekstual

Kontruktivisme (contructivism) merupakan landasan berpikir atau filosofi dari pembelajaran kontekstual. Menurut Suyono & Hariyanto (2014:105-106) Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup. Belajar dengan demikian semata-mata sebagai suatu proses pengaturan model mental seseorang untuk mengakomodasi pengalaman-pengalaman baru. Konstruktivis percaya bahwa pembelajaran mengkonstruksi sendiri realitasnya atau paling tidak menerjemahkannya berdasarkan persepsi tentang pengalamannya, sehingga pengetahuan individu adalah sebuah fungsi dari pengalaman sebelumnya, juga struktur mentalnya, yang kemudian digunakan untuk menerjemahkan objek-objek serta kejaadian-kejadian baru.

Lebih lanjut, Riyanto (2009:169) menyatakan constructivism beranggapan bahwasanya pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Dengan memahami beberapa pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa benang merah dari constructivism itu sendiri adalah “pengetahuan merupakan hasil dari rekonstruksi manusia”. Dalam proses belajar siswa harus membangun sendiri pengetahuan mereka dengan cara melibatkan diri dalam pembelajaran aktif. Pembelajaran konstruktivistik menyetarakan posisi guru dan siswanya saat proses pembelajaran berlangsung, sehingga akan menciptakan lingkungan belajar yang alamiah dan menyenangkan.

Pembelajaran kontekstual yang berlandaskan constructivism merupakan pembaharuan dari proses pembelajaran konvensional yang berlandaskan berhaviorism. Menurut Wahab (2015:37) dalam teori berhaviorism yang terpenting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi antara stimulus dan respons dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak bisa diamati. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Sa’ud (2015:167-168) mengungkapkan beberapa perbedaan diantara pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional dimana dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Konvensional

Konteks pembelajaranPembelajaran kontekstualPembelajaran konvesional
Hakikat belajarKonten pembelajaran selalu dikaitkan dengan kehidupan nyata yang diperoleh sehari-hari pada lingkungannya.Isi pelajaran terdiri dari konsep dan teori yang abstrak tanpa pertimbangan manfaat bagi siswa.
Model pembelajaranSiswa belajar melalui kegiatan kelompok seperti kerja kelompok, berdiskusi, praktikum kelompok, saling bertukar pikiran, memberi dan menerima informasi.Siswa melakukan kegiatan pembelajaran bersifat individual dan komunikasi satu arah, kegiatan domain mencatat, menghafal, menerima intruksi guru.
Kegiatan pembelajaranSiswa ditempatkan sebagai subjek pembelajaran dan berusaha menggali dan menemukan sendiri materi pelajaran.Siswa ditempatkan pada objek pembelajaran yang lebih berperan yang lebih berperan sebagai penerima informasi yang pasif dan kaku.
Kebermaknaan belajarMengutamakan kemampuan yang didasarkan pada pengalaman yang diperoleh siswa dari kehidupan nyata.Kemampuan yang didapat siswa beradarkan pada latihan-latihan dan dril yang terus menerus.
Tindakan dan perilaku siswaMenumbuhkan kesadaran diri pada anak didik karena menyadari perilaku itu merugikan dan tidak memberikan manfaat pada dirinya dan masyarakat.Tindakan dan perilaku individu didasarkan oleh faktor luarnya, tidak melakukan sesuatu karena takut sangsi, kalaupun melakukan sekedar mendapatkan nilai/ganjaran.
Tujuan hasil belajarPengetahuan yang dimilki bersifat tentatif karena tujuan akhir belajar kepuasan diri.Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pembelajaran besifat final dan absolut karena bertujuan untuk nilai.

Sumber: Sa’ud (2015:167-168)

Adapun perbedaan antara pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional menurut pendapat Riyanto (2009:165-168) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional

NOPENDEKATAN CTLPENDEKATAN TRADISIONAL
1Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.Siswa adalah penerima informasi secara pasif.
2Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi.Siswa belajar secara individual.
3Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan masalah yang disimulasikan. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
4Perilaku dibangun atas kesadaran sendiri.Perilaku dibangun atas kebiasaan.
5Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.Keterampilan dikembangkan atas dasar pelatihan.
6Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diriHadiah untuk perilaku baik adalah tujuan atau nilai (angka) rapor
7Sesorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan.Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman.
8Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata.Bahasa diajarkan dengan konteks struktural, rumus diterangkan sampai paham kemudian dilatihkan (drill).
9Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skema yang sudah ada dalam diri siswa.Rumus itu ada di luar diri siswa, yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatihkan.
10Pemahaman rumus itu berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya ( on going process of development).Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang). Hanya ada dua kemungkinan yaitu pemahaman rumus yang salah satu pemahaman rumus yang benar.
11Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya pembelajaran yang efektif dan membawa semata masing-masing kedalam proses pembelajaran.Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengar, mencatat, menghafal), tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran.
12Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya.Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri manusia.
13Karena pengetahuan itu dikembangkan(dikontribusi) oleh manusia itu sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang (tentative incomplete)Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.
14Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing.Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran. 
15Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan.Pembelajaran tidak mengutamakan pengalaman siswa.
16Hasil belajar diukur dengan berbagai cara proses bekerja hasil karya, penampilan, rekaman tes, dan lain-lain.Hasil belajar diukur hanya dengan tes.
17Pembelajaran terjadi diberbagai tempat, konteks, dan setting.Pembelajaran hanya terjadi dalam konteks.
18Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek.Sangsi adalah hukuman dari perilaku jelek. 
19Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.Perilaku baik berasal dari motivasi ekstrinsik.
20Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat.Sesorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibagun dengan menyenangkan.

Sumber: Riyanto (2009:165-168)

Strategi Pembelajaran Kontekstual

Dick dan Carey (dalam Suyadi, 2013:24) menjelaskan bahwasanya strategi pembelajaran adalah seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang digunakan guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses pembelajaran. Paling tidak ada tiga jenis strategi yang berkaitan dengan pembelajaran, yakni: (1) strategi pengorganisasian pembelajaran, (2) strategi penyampaian pembelajaran, dan (3) strategi pengelolaan pembelajaran (Uno, 2014:45).

Berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD) (dalam Suprijono, 2009:83-84) penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan sebagai berikut:

  1. Relating, belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata. Konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru untuk membantu peserta didik agar yang dipelajari bermakna.
  2. Experiencing, belajar adalah kegiatan “mengalami”. Peserta didik berproses secara aktif dengan hal yang dipelajari dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan menciptakan hal baru dari apa yang dipelajarinya.
  3. Applying, belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dalam konteks dan pemanfaatannya.
  4. Cooperating, belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui belajar berkelompok, komunikasi interpersonal atau hubungan intersubjektif.
  5. Transferring, belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.

Sehubungan dengan hal diatas, Bern dan Ericson (dalam Komalasari, 2010:23-24) mengemukakan lima strategi dalam mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, yaitu:

  1. Pembelajaran berbasis masalah (problem-based leraning), pendekatan yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Pendekatan ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan.
  2. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning), pendekatan yang mengorganisasikan pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil dimana siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
  3. Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), pendekatan yang memusat pada prinsip dan konsep utama suatu disiplin, melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dan tugas penuh makna lainnya, mendorong siswa untuk bekerja mandiri membangun pembelajaran, dan pada akhirnya menghasilkan karya nyata.
  4. Pembelajaran pelayanan (service learning), pendekatan yang menyediakan suatu aplikasi praktis suatu pengembangan pengetahuan dan ketrampilan baru untuk kebutuhan di masyarakat melalui proyek dan aktivitas.
  5. Pembelajaran berbasis kerja (work-based learning), pendekatan di mana tempat kerja, atau seperti tempt kerja, kegiatan terintegrasi dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa dan bisnis.