Diperbarui tanggal 13/09/2022

Teori Belajar Behavioristik

kategori Belajar dan Pembelajaran / tanggal diterbitkan 13 September 2022 / dikunjungi: 1.14rb kali

Pengertian Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah teori belajar memahami tingkah laku manusia yang menggunakan pendekatan objektif, mekanistik, dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengkondisian. Dengan kata lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang terlihat, bukan dengan mengamati kegiatan bagian-bagian dalam tubuh. Teori ini mengutamakan pengamatan, sebab pengamatan merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Ada beberapa tokoh yang mengembangkan teori belajar behavioristik yaitu:

1. Ivan P.Pavlov

Menurut Pavlov teori belajar pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan karena satu stimulus dan rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam mengembangkan suatu respon. Prosedur ini disebut klasik karena prioritas historisnya seperti dikembangkan Pavlov. Kata clasical yang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu dibidang conditioning (upaya pengkondisian) dan untuk membedakannya dari teori conditioning lainnya. Perasaan mengadakan respons perlu adanya suatu stimulus tertentu, sedangkan mengenai penguat menurut Pavlov bahwa stimulus yang tidak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan penguatan. Stimulus itu yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat.

2. John B. Watson

Menurut Watson belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respons, stimulus dan respons yang dimaksud harus dapat diamati dan dapat diukur. Oleh sebab itu seseorang mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri selama proses belajar. Seseorang menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar di sejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Watson berasumsi bahwa hanya dengan cara demikianlah akan dapat diramalkan perubahan-perubahan yang terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar.

3. Edward Lee Thorndike

Menurut Edward Lee Thorndike tingkah laku manusia tidak lain merupakan hubungan stimulus (perangsang) dan respons (jawaban, tanggapan, aksi), di istilahkan S-R Bond. Belajar adalah pembentukan S-R sebanyak-banyaknya. Siapa yang menguasai hubungan S-R sebanyak-banyaknya mereka yang sukses dalam belajar. Pembentukan hubungan S-R dilakukan melalui latihan dan ulang-ulangan dengan prinsip trial and error, coba dan salah.

4. B. F. Skinner

Skinner percaya kepada penguatan negatif (negative reinforcement). Penguatan negatif tidak sama dengan hukuman. Bedanya jika hukuman harus diberikan sebagai stimulus agar respons yang timbul berbeda dengan respons yang sudah ada, sedangkan penguat negatif sebagai stimulus harus dikurangi agar respons yang sama menjadi lebuh kuat. Misalnya, jika sesuatu yang kurang disukai siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah penguatan negatif.

5. Clark Hull

Clark Hull adalah seorang behavioris yang terpengaruh oleh teori revolusi Charles Darwin. Semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup (struggle for existence). Oleh sebab itu, kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respons yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.

6. Edwin Guthrie

Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respons untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi akibat gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan pada saat yang sama tidak ada respons lain yang terjadi. Penguatan sekadar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respons baru. Hubungan antara stimulus dan respons bersifat sementara. Oleh karena itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan antara S dan R bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie, berbeda dengan ahli yang lain melihat factor punishment (hukuman) memegang peranan yang penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengasosiasi stimulus-respons secara tepat.