Diperbarui tanggal 31/05/2021

Model-model Penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan

author/editor: Edi Elisa / kategori Pendidikan Kejuruan / tanggal diterbitkan 31 Mei 2021 / dikunjungi: 10.88rb kali

Pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional di bidang kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi individu yang produktif yang mampu bekerja menjadi tenaga kerja menengah dan memiliki kesiapan untuk menghadapi persaingan kerja. Kehadiran SMK sekarang ini semakin didambakan masyarakat khususnya masyarakat yang berkecimpung langsung dalam dunia kerja. Dengan catatan, bahwa lulusan pendidikan kejuruan memang mempunyai kualifikasi sebagai (calon) tenaga kerja yang memiliki keterampilan vokasional tertentu sesuai dengan bidang keahliannya.

Upaya untuk mencapai kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja tersebut, perlu didasari dengan model penyelengaraan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan. Model penyelenggaraan pendidikan kejuruan yang bertujuan untuk membekali peserta didik pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan, yaitu model pasar, model sekolah, model sistem ganda, yang masing masing memiliki perbedaan karakteristik serta proses penyelenggaraanya. Efektifitas penerapan model penyelenggaraan pendidikan kejuruan harus sesuai dengan keadaan/karakteristik suatu wilayah sehingga model penyelenggaraan yang dipilih juga mampu mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak lepas dari strategi agar tujuan pendidikan dapat dicapai secara optimal, untuk itu sekolah menerapkan berbagai model sesuai dengan program studinya dan karakteristik peserta didik. Kata model dapat diartikan sebagai pola atau bentuk. Kaitannya dengan pendidikan kejuruan kata model di sini mengandung pengertian sebagai suatu bentuk atau pola penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Munculnya berbagai model penyelenggaraan pendidikan kejuruan, tidak dapat dilepaskan dengan masyarakat dan kebutuhannya. Terdapat tiga model penyelenggaraan pendidikan kejuruan, sebagaimana dikemukakan oleh Hadi yaitu model berorientasi pasar, model sekolah dan model pendidikan sistem ganda.

Model Berorientasi Pasar

Model pertama, pemerintah tidak mempunyai peran, atau hanya peran marginal dalam proses kualifikasi pendidikan kejuruan. Model ini sifatnya liberal, namun kita dapat mengatakannya sebagai model berorientasi pasar (Market Oriented Model). Perusahaan-perusahaan atau industri sebagai pemeran utama berhak menciptakan desain pendidikan kejuruan yang tidak harus berdasarkan prinsip pendidikan yang bersifat umum, dan mereka tidak dapat diusik oleh pemerintah karena yang menjadi sponsor, dana dan lainnya adalah dari perusahaan.

Konsep pendidikan kejuruan yang berorientasi ke dunia kerja didasarkan atas kebutuhan tenaga kerja di dunia industri di mana perencanaan ketenagakerjaan tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Program Kebutuhan pasar kerja dan dunia pendidikan seharusnya dirancang secara terintegrasi dengan memperhatikan tujuan dan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri.

Industri dapat mengambil peran yang lebih besar, karena selain memanfaatkan secara langsung hasil pendidikan, industri juga memiliki sumber daya dan sumber dana. Dengan demikian, industri dapat menyumbangkan sumber dayanya dalam proses pendidikan misalnya dengan penyediaan teknologi yang canggih dan tentu lebih maju dibandingkan dengan institusi pendidikan sebagai sarana pelatihan. Pada saat yang sama, industi dapat menjadi arena yang tepat di mana kompetensi profesi dapat diidentifikasi dan diujikan. Praktek-praktek yang dapat mempengaruhi pembelajaran berorientasi dunia kerja. Boud & Solomon menyatakan “The practices which have influenced the development of work-based learning include the following: (1)work placements and sandwich courses, (2) Independent studies and negotiated, (3) Access and the accreditation of prior experiental learning, (4) Generic competencies and capabilities, (5) Labour and learning”.

Komponen penting lainnya dalam penyelenggaraan pendidikan berorientasi dunia kerja adalah identifikasi yang tepat dari kompetensi profesi. Seluruh usaha pendidikan menjadi kurang bermanfaat jika kompetensi dari lulusan yang dihasilkan tidak direspon secara positif dan terserap oleh pasar tenaga kerja. Asosiasi profesi dalam hal ini memegang peranan penting dalam identifikasi profesi. Oleh karena itu setiap profesi seyogyanya membentuk suatu asosiasi untuk menjembatani dengan dunia pendidikan. Pada era di mana kompetisi global telah merambah ke setiap sudut kepentingan hidup masyarakat, maka SDM yang dihasilkan dari proses pendidikan akan masuk dalam kompetisi global. Hanya SDM yang memiliki kualifikasi atau standar tertentu yang mendapat pengakuan dalam penguasaan kompetensi profesi yang akan dapat bertahan. Jadi, pengakuan dan pengesyahan kompetensi profesi menjadi sangat penting, di sinilah asosiasi profesi dapat mengambil peran bahkan tanggung jawab.

Salah satu tolak ukur dari keberhasilan suatu proses pendidikan adalah apabila ada relevansi hasil lulusan dengan pasar tenaga kerja dan bagi institusi pendidikan yang mempunyai unit produksi seharusnya mengarahkan produknya dengan kebutuhan pasar dalam hal ini dunia industry dan dunia usaha bahkan masyarakat luas. Bailey, Hughens & Moore (2004) menyatakan bahwa “ A central argument in favor of work-based learning is that students acquire various practical skills and that they learn about industries and careers”. Jadi, alasan utama dari pembelajaran berorientasi dunia kerja adalah peserta didik dapat memperoleh berbagai keterampilan dan bahkan mereka mmempelajari mengenai industry dan karier. Karena bagaimanapun institusi pendidikan seharusnya tidak hanya berpikir bagaimana hasil lulusannya berkualitas namun demikian harus juga memperhatikan keinginan pasar yang selalu berobah. Jadi, berdasarkan konsep pemasaran alasan keberadaan social dan ekonomi bagi suatu organisasi termasuk di dalamnya institusi pendidikan adalah memuaskan kebutuhan konsumen dan keinginan tersbut sesuai dengan sasaran organisasi.

Pendidikan kejuruan memiliki manfaat yang kalau tercapai dengan baik akan berkontibusi besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan nasional. Manfaat pendidikan kejuruan—bagi siswa pendidikan kejuruan bermanfaat untuk peningkatan kualitas diri, peningkatan penghasilan, penyiapan bekal pendidikan lebih lanjut dan penyiapan diri agar berguna bagi masyarakat dan bangsa. Bagi dunia kerja, pendidikan kejuruan mempunyai manfaat dapat memperoleh tenaga kerja berkualitas tinggi, dapat meringankan biaya usaha dan dapat membantu memajukan dan mengembangkan usaha. Dan bagi masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dapat meningkatkan produktivitas nasional, jadi dapat meningkatkan penghasilan Negara dan dapat mengurangi pengangguran.

Pendidikan kejuruan berorintasi dunia kerja akan dapat berkembang dan berhasil manakala hasil lulusannya atau hasil produksinya dapat diterima dan diserap oleh pasar. Karena apabila hal tersebut dapat terjadi di sinilah konsep relevansi pendidkan berorientasi dunia kerja berhasil dicapai. Karena keberhasilan institusi pendidikan seharusnya tidak diukur dari berapa banyak institusi pendidikan dapat menghasilkan lulusan (SDM) tetapi bagaimana menghasilkan lulusan yang dapat terserap di dunia kerja, sehingga lulusannya tidak menambah pengangguran dan hal tersebut dapat menambah beban pemerintah. Oleh karena itu semua komponen pendidikan; kurikulum dan pembelajaran, ketenagaan (guru dan tenaga kependidikan), sarana dan prasarana, keuangan, organisasi dan kelembagaan, lingkungan dan budaya sekolah dan kerjasama dan kemitraan harus diorientasikan untuk menciptakan lulusan yang dibutuhakan oleh dunia usaha dan dunia industry serta pasar tenaga kerja

 

Model Sekolah

Pada model sekolah pemerintah merencanakan, mengorganisasikan dan mengontrol pendidikan kejuruan. Model ini sifatnya birokrat, pemerintah dalam hal ini yang menentukan jenis pendidikan apa yang harus dilaksanakan di sekolah, bagaimana desain silabusnya, begitu pula dalam hal pendanaan dan pelatihan yang harus dilaksanakan oleh sekolah tidak selalu berdasarkan permintaan kebutuhan tenaga kerja ataupun jenis pekerjaan saat itu. Walaupun model ini disebut juga model sekolah (school model), pelatihan dapat dilaksanakan di sekolah sepenuhnya. Beberapa negara seperti Perancis, Italia, Swedia serta banyak dunia juga melaksanakan model ini.

 

Model Sistem Ganda

Model ketiga, pemerintah menyiapkan/memberikan kondisi yang relatif komprehensif dalam pendidikan kejuruan bagi perusahaan-perusahaan swasta dan sponsor swasta lainnya. Model ini disebut juga model pasar dikontrol pemerintah (state controlled market) dan model inilah yang disebut model sistem ganda (dual system) sistem pembelajaran yang dilaksanakan di dua tempat yaitu sekolah kejuruan serta perusahaan yang keduanya bahu membahu dalam menciptakan kemampuan kerja yang handal bagi para lulusan pelatihan tersebut. Negara yang menggunakan sistem ini diantaranya Swiss, Austria dan Jerman. Kecenderungan yang digunakan di Indonesia adalah model ketiga ini, dimana pelaksanaan pendidikan sistem ganda dilaksanakan di dua tempat yaitu di sekolah dan di industri dengan berbagai pengembangannya.

Menurut Djojonegoro pendidikan sistem ganda merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh. Sejalan dengan pendapat tersebut Permana (2005) mengemukakan PSG pada dasarnya merupakan suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu. Menurut Raharjo (dalam Anwar, 1999) PSG merupakan perkembangan dari magang yaitu belajar sambil bekerja atau bekerja sambil belajar langsung dari sumber belajar dengan aspek meniru sebagai unsur utamanya dan hasil belajar/bekerja itu merupakan ukuran keberhasilannya. Menurut Pakpaham PSG mempunyai dua tempat kegiatan pembelajaran, dilaksanakan berbasis sekolah (school based learning) dan berbasis kerja (work based learning). Siswa berstatus sebagai pemagang di industri dan sebagai siswa di SMK.

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dengan pendekatan PSG menurut Djojonegoro (dalam Anwar, 1999) bertujuan: (1) menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional, yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja; (2) meningkatkan dan memperkokoh keterkaitan dan kesepadanan/kecocokan (link and match) antara lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan dunia kerja; (3) meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas profesional dengan memanfaatkan sumber daya pelatihan yang ada di dunia kerja; (4) memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan.

Pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan sistem ganda, menurut Nurharjadmo, W. (2008), disandarkan pada beberapa prinsip dasar yaitu: (1) ada keterkaitan antara apa yang dilakukan di sekolah dan apa yang dilakukan di institusi pasangan sebagai suatu rangkaian yang utuh; (2) praktek keahlian di institusi pasangan merupakan proses belajar yang utuh, bermakna dan sarat nilai untuk mencapai kompetensi lulusan; (3) ada kesinambungan proses belajar dengan waktu yang sesuai dalam mencapai tingkat kompetensi yang dibutuhkan; (4) berorientasi pada proses disamping berorientasi kepada produk dalam mencapai kompetensi lulusan secara optimal.

Program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di Indonesia dilaksanakan mengacu pada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda Pada Sekolah Menengah Kejuruan. Kebijakan pendidikan sistem ganda dikembangkan berdasarkan konsep dual sistem di Jerman, yaitu suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sitematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, dengan tujuan untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan dan pelatihan bagi siswa SMK yang melakukan praktek kerja industri, baik yang dilaksanakan di sekolah maupun di dunia usaha/dunia industri. PSG pada dasarnya adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian professional yang memadukan secara sistematis dan sinkron program pendidikan di sekolah dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian professional tertentu.

Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di Indonesia akan menjadi salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan menengah kejuruan sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem pendidikan Nasional, dan peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1992 tentang Peranan masyarakat Dalam Pendidikan Nasional, dan Kepmendikbut Nomor 080 / U / 1993 tetntang Kurikulum SMK, sebagi berikut:

  1. "Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 ( dua ) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah". [ UUSPN, Bab IV, pasal 10, ayat ( 1 ) ]
  2. "Penyelenggaraan sekolah menengah dapat bekerjasama dengan masyarakat terutama dunia usaha dan para dermawan untuk memperoleh sumber daya dalam rangka menunjang penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan". [ PP 29, Bab XI, pasal 29, ayat ( 1 ) ]
  3. "Pengadaan dan pendayagunaan sumberdaya pendidikan di lakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan / atau keluarga peserta didik. [ UUSPN, Bab VIII, pasal 33 ]
  4. "Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan Nasional ". [ UUSPN, Bab XIII, pasal 47, ayat ( 1 ) ]
  5. "Peranserta masyarakat dapat berbentuk pemberian kesempatan untuk magang dan atau latihan kerja". [ PP 39, Bab III, pasal 4, butir ( 8 ) ].
  6. "Pemerintah dan Masyarakat menciptakan peluang yang lebih besar untuk meningkatkan peranserta masyarakat dalam Sistem pendidikan Nasional". [ PP 39, Bab VI, pasal 8, ayat ( 2 ) ]
  7. "Pada sekolah menengah dapat dilakukan uji coba gagasan baru yang di perlukan dalam rangka pengembangan pendidikan menengah". [ PP 29, Bab XIII, pasal 32, ayat ( 2 ) ] h) Sekolah Menengah Kejuruan dapat memilih pola penyelenggaraan pengajaran sebagai berikut:
    1. Menggunakan unit produksi sekolah yang beroperasi secara profesional sebagai wahana pelatihan kejuruan.
    2. Melaksanakan sebagian kelompok mata pelajaran keahlian kejuruan di sekolah, dan sebagian lainnya di dunia usaha atau industri.
    3. Melaksanakan kelompok mata pelajaran keahlian kejuruan sepenuhnya di masyarakat, dunia usaha dan industri.[ Kepmendikbud, No : 080 / U / 1993, Bab IV, butir C.I kurikulum 1994, SMK ]