Diperbarui tanggal 8/06/2021

Pendekatan Pengembangan Kurikulum

author/editor: Edi Elisa / kategori Telaah Kurikulum / tanggal diterbitkan 8 Juni 2021 / dikunjungi: 55.85rb kali

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut Sukmadinata (2000 : 1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusun kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curuculum improvement). Bisa juga kurikulum ialah perencanaan kesempatam-kesempatan belajar yang ditunjukkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa.

Yang dimaksudkan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik. Setidak-tidaknya ada 4 pendekatan dalam pengembangan kurikulum di antaranya, yaitu: pendekatan subjek akademik, pendekatan humanistik, pendekatan teknologi, dan pendekatan rekonstruksi social, Namun disini kami akan menguraikan tiga pendekatan yakni pendekatan subyek akademik, pendekatan humanistic, dan pendekatan teknologi.

1. Pendekatan Subjek Akademis

Pendekatan subyek akademis adalah bentuk atau model tertua diantara model lainnya, dan biasanya suatu lembaga pendidikan atau sekolah sampai sekarang tidak bisa lepas dari pendekatan ini. Pendekatan subyek akademis adalah pendekatan yang sangat praktis, mudah digabungkan dengan pendekatan lain bila diperlukan. Pendekatan subyek akademis bersumber pada aliran pendidikan klasik yang berorientasi pada masa lalu. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.

Fungsi pendidikan adalah mempelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya dan ilmu pengetahuan masa lalu itu (transfer of knowledge). Belajar adalah menguasai ilmu pengetahuan dan produk budaya sebanyak-banyaknya. Orang-orang yang dipandang berhasil adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar materi pembelajaran yang telah disiapkan dan disusun oleh para guru. Materi pembelajaran diambil dari semua jenis disiplin ilmu pengetahuan. Para ahli bidangnya masing-masing telah mengembangkan ilmu pengetahuan yang sistematis, logis, dan terpercaya.

Para pengembang kurikulum tidak perlu menyusun mengembangkan bahan ajaran sendiri, tetapi hanya tinggal memilih bahan suatu displin ilmu yang telah dikembangkan oleh para ahlinya masing-masing. Kemudian mengorganisasikan bahan tersebut secara sistematis sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Dalam pendekatan subyek akademis guru sebagai penyampai bahan pelajaran memegang peranan yang sangat penting. Guru harus menguasai seluruh bahan atau materi pelajaran yang ada dalam kurikulum. Mereka harus menjadi ahli dalam bidang-bidang studi tertentu yang diajarkan dan diampunya. Lebih dari itu, guru adalah model dari para siswanya, segala yang disampaikan dan segala tindakan harus menjadi bagian dari kepribadian guru yang akan diikuti dan menjadi panutan bagi siswanya. Guru adalah orang yang harus bisa dipercaya apa yang dikatakannya, tindakannya harus dapat ditiru dan dicontoh oleh siswanya.

Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi.

  1. Tujuan

    Tujuan kurikulum subyek akademis adalah pemberian pegetahuan yang solid serta melatih para peserta didik menggunakan ide-ide dan proses penelitian. Peserta didik harus belajar menggunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya. Lembaga pendidikan harus memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk merealisasikan kemampuan mereka menguasai warisan budaya dan jika mungkin memperkayanya.

  2. Metode

    Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulu sunjek akademis adalah metode ekspositori dan penyelidikan (inkuiri). Ide-ide diberikan kepada guru lalu dielaborasi (dilaksanakan) peserta didik sampai mereka kuasai. Konsep utama disusun secara sisematis, dengan ilustrasi yang jelas untuk selanjutnya dikaji. Dalam materi disiplin ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian dirumuskan dan dicari cara penyelesaiannya.

  3. Organisasi isi
    1. Correlated Curriculum: Pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajaran dikolerasikan dengan pelajaran lainnya.
    2. Unified atau Concentrated Curriculum: ola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi berbagai pelajaran disiplin ilmu.
    3. Integrated Curriculum: Kalau di Unified masih tampak disiplin ilmunya tetapi di Integrated tidak kelihatan lagi disiplin ilmunya. Bahan ajar diintegrasikan dengan persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
    4. Problem Solving Curriculum: Pola yang berisi topic pemecahan masalah social yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari berbagai ata pelajaran atau disiplin ilmu.
  4. Evaluasi

    Tentang kegiatan evaluasi, kurikulum subyekakademis menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi desesuaikan dengan tujuan dan sifat bahan pelajaran.

2. Pendekatan Humanistis

Kurikulum ini berdasarkan aliran pendidikan kepribadian (personalized education), yang dikembangkan oleh John Dewey(progressive education) dan J.J Rousseoun(Romantic Education). Pendekatan humanistis lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Hal ini bertolah pada asumsi bahwa anak didik adalah individu yang pertama dan utama dalam pendidikan. Mereka adalah subyek dan pusat kegiatan pendidikan. Anak didik itu memiliki potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang.

Pendidikan Humanis juga berpegang pada teori Gestalt yang memandang bahwa anak adalah merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan untuk membentuk manusia yang utuh bukan saja segi fisik, intelektual tetapi juga segi social dan afektif(sikap,emosi, perasaan, dan nilai). Aliran ini berkembang atas reaksi atas praktek pendidikan yang lebih menekankan segi intelektual saja, dengan peran utama dipegang oleh guru. Menurut pandangan humanistis pendidikan adalah upaya yang berusaha untuk menciptakan situasi yang baik, rilex, dan akrab. Dengan situasi yang kondusif, siswa dapat mengembangkan segala potendi dirinya. Tugas pendidikan adalah memperluas kesadaran diri, mengurangi kesenjangan dan keterasingan dari lingkungan.

Ada tiga aliran yang termasuk humanistis yaitu pendidikan konfluen, kritikisme radikal, dan mistikisme modern. Pendidikan konfluen menekankan keutuhan pribadi dan individu yang harus merespon secara utuh baik pikiran maupun perasaan terhadap kesatuan yang menyeluruh dari lingkungan. Kritikisme radikal bersumber dari aliran romantisme Rousseou yang melihat bahwa pendidikan adalah upaya untuk membantu anak menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi yang ada pada dirinya. Dalam pendidikan tidak ada pemaksaan yang ada adalah dorongan dan rangsangan untuk berkembang. Mistikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity training,yoga, meditasi, kontempelasi, dan lain-lain.

Kurikulum himanistis mempunyai beberapa kharakteristik

  1. Tujuan dan fungsi
    Kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman(pengetahuan) berharga membantu memperlancar perkembangan pribadi peserta didik. Bagi mereka tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri,orang lain, dan belajar. Semua itu merupakan bagian dari cita-cita perkembangan manusia yang teraktualisasikan diri adalah orang yang telah mencapai keseimbangan(harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya baik aspek kognitif, estetik, maupun moral. Seseorang dapat bekerja dengan baik bila memiliki karakter yang baik pula.
  2. Metode
    Kurikulum humanistis menuntut konteks hubungan emosional yang baik antara pendidik dan peserta didik. Pendidik/ guru selain harus mampu menciptakan hubungan yang hangat dengan peserta didik, juga mampu menjadi sumber. Ia harus mampu memberi materi yang menarik dan mampu menciptakan situasi yang memperlancar proses belajar. Pendidik harus emberikan dorongan kepada peserta didik atas dasar saling percaya. Peran mengajar bukan saja dilakukan oleh pendidik tetapi juga oleh peserta didik. Pendidik tidak memaksakan sesuatu yang tidak disegaja peserta didik.
  3. Organisasi
    isi Salah satu kekuatan besar kurikulum humanistis terletak di dalam tekanannya pada integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Kurikulum humanistis juga menekankan keseluruhan. Kurikulum harus mampu memberikan pengalaman yang menyeluruh, bukan pengalaman yang terpenggal-penggal. Kurikulum ini kurang menekankan sekuens, karena dengan sekuens para peserta didik kurang memunyai kesempatan untuk memperluas dan memperdalam aspek-aspek perkembangannya.
  4. Evaluasi
    Kurikulum humanistis berbeda dengan kurikulum konvensional (subyek akademis). Model ini lebih mengutamakan proses daripada hasil. Kalau kurikulum konvensional terutama subyek akademis penilaian ditentukan secara obyektif dan mempunyai kriteria pencapaian, maka dalam kurikulum humanistis tidak ada kriteria. Ahli humanis lebih tertarik dalam pertumbuhan tanpa memperlihatkan tentang bagaimana pertumbuhan itu diukur atau ditemukan. Sasaran mereka adalah perkembangan anak supaya menjadi manusia yang lebih terbuka, lebih berdiri sendiri. Kegiatan yang mereka lakukan hendaknya bermanfaat bagi peserta didik. Kegiatan belajat yang baik adalah yang memberikan pengalaman yang akan membantu para peserta didik memperluas kesadaran akan dirinya dan orang lain dan dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Ketika diminta untuk mempertimbangkan efektivitas kurikulum mereka, ahli humanis biasanya percaya kepada penilaian subyektif oleh guru dan peserta didik.

3. Pendekatan Teknologis

Pendekatan ini memiliki kesamaan dengan pendekatan subyek akademis yang menekankan pada isi dan materi kurikulum. Tetapi mempunyai perbedaan, yaitu diarahkan pada penguasaan kompetensi bukan diarahkan pada pengawetan dan pemeliharaan ilmu pengetahuan. Suatu kompetensi yang besar atau standar diuraikan menjadi kompetensi-kompetensi yang lebih sempit atau kompetensi dasar, yang ada pada akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang bisa diamati dan diukur. Penerapan teknologi dalam bidang kurikulum terwujud dalam dua bentuk yaitu bentuk perangkat lunak(software) dan perangkat keras(hardware). Aplikasi teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi system, sedangkan aplikasi perangkat keras disebut teknologi alat. Teknologi alat lebih menekankan pada pengunaan alat-alat teknologis yang menunjang efisiensi dan efektivitas program pendidikan.

Kurikulumya berisi rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media serta model-model pembelajaran yang banyaj melihat alat. Tanpa bantuan media maka proses pembelajaran tidak dapat berlangsung, karena perencanaan pembelajaran telah tersusun terpadu antara kegiatan-kegiatan pendidikan dengan media tersebut. Misalnya pembelajaran dengan media video, VCD, modul, computer, internet,dan lain-lain. Adapun teknologi sistem menekankan pada penyusunan program pembelajaran atau perencanaan pembelajaran yang menggunakan pendekatan sistem, baik dibantu oleh alat dan media maupun tidak. Dalam teknologi sistem ini pembelajaran tetap dapat berlangsug tanpabentuan media, karena media itu digunakan jika diperlukan. Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan tertentu.

Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job description) tersebut. Rencana dan proses pembelajaran dirancang sedemikian rupa, sehingga hasilnya dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol. Dalam menyusun kurikulum, sesungguhnya tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan pendekatan teknologis, karena sifat-sifat atau karakter materi pelajaran itu berbeda. Termasuk dalam pendekatan ini adalah kurikulum berbasis computer yang kini sedang diterapkan oleh pemerintah.

Ciri-ciri kurikulum teknologi

  1. Tujuan
    Tujuan pada kurikulum ini diarahkan pada pengarahan kompetensi yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan yang ersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut obyektif atau tujuan instruksional atau indicator. Obyektif atau indicator ini menggambarkan perilaku, perbuatan, atau kecakapan keterampilan yang dapat diamati atau diukur. Oleh karena itu tujuan pembelajaran sistem teknologi cenderung memperkuat pentingnya gagasan konvensional dan bagian tradisional dan bagian tradisional dari subyek akademik.
  2. Metode
    Pengajaran bersifat individual, tapi peserta didik menghadapi serentetan tugas yang harus dikerjakannya, dan maju sesuai dengan kecepatan masing-masing. Pada saat tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Setiap peserta didik harus menguasai secara tuntas tujuan-tujuan program pengajaran. Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah : 1) Penegasan tujuan Para peserta didik diberi ejelasan tentang pentingnya mempelajari tujuan dan bahan tertentu. Atau, paling tidak mereka diberi uraian secara jelas tentang hal yang harus mereka pelajari. 2) Pelaksanaan pengajaran Para peserta didik belajar secara individual malalui media buku ataupun media elektronik. Dalam kegiatan belajarnya mereka dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar ataupun perilaku-perilaku yang dinyatakan dalam tujuan program. Mereka belajar dengan cara memberikan respon secara cepat terhadap persoalan-persoalan yang diberikan. 3) Pengetahuan tentang hasil Kemajuan peserta didik dapat segera diketahui oleh peserta didik sendiri, sebab dalam model kurikulum ini umpan balik selalu diberikan. Para peserta didik dapat segera mengetahui apa yang telah mereka kuasai dan apa yang masih harus dipelajari lebih serius.
  3. Organisasi bahan ajar
    Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu,tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan suatu kompetensi. Tujuan akhir program dinyatakan secara tepat dan operasional dan tujuan ini merupakan dasar untuk mengorganisasikan bahan pembelajaran. Bahan ajar atau kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang lebih kecil, yang menggambarkan objektif/indicator. Urutan dari obyektif-obyektif atau indikator-indikator ini pada dasarnya menjadi inti organisasi bahan.
  4. Evaluasi
    Fungsi evaluasi bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi peserta didik dalam penyempurnaan penguasaan suatu susunan pelajaran (evaluasi formatif),umpan balik bagi peserta didik pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif). Evaluasi juga bisa menjadi umpan balik bagi pendidik dan pengembangan kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum. Evaluasi yang mereka gunakan umumnya berbentuk tes obyektif. Sesuai dengan landasan pemikiran mereka,bahwa model pengajarannya menekankan sifat ilmiah, bentuk ini tes dipandang yang paling cocok.

3. Pendekatan Rekonstruksi Sosial

Pendekatan rekonstruksi social bersumber pada aliran interaksional. Pandangannya adalah bahwa pendidikan bukanlah upaya sendirianm tetapi adalah usaha bersama, kerja sama dan interaksi. Interaksi ini bukan hanya antara guru dengan murid tetapi juga antara murid dengan murid, antara murid dengan orang-orang disekitarnya dan dengan berbagai sumber belajar. Melalui interaki dan kerjasama ini para murid berusaha memecahkan masalah-masalah dalam masyarakar, menuju tatanan masyarakat yang lebih baik. Dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi daam masyarakat, untuk selanjutnya untuk memerankan ilmu-ilmu dan teknologi serta bekerja secara kooperatif dan kolaboratif akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik. Kurikulum tersebut disamping menekankan isi pembelajaran atau pendidikan juga sekaligus menekankan proses pendidikan dan pengalaman belajar. Pendekatan tersebut berasumsi bahwa manusia adalah makhluk social yang dalam kehidupannya selalu membutuhkan manusia yang lain, selalu hidup bersama, berinteraksi dan bekerjasama

Ciri dari disain Rekonstruksi Sosial yaitu:

  1. Tujuan
    Tujuannya adalah menghadapkan peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia.
  2. Metode
    Para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan peserta didik. Para pendidik berusaha membantu peserta didik menemukan minat dan kebutuhannya. Sesuai dengan minat masing-masing peserta didik, baik dalam kegiatan pleno maupun kelompok- kelompok berusaha memcahkan masalah social yang dihadapinya.
  3. Pola organisasi
    Pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Ditengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi temautama dan dibahas sevara pleno. Dari tema utama dijabarkan sejumlah topic yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lainnya. Topic-topik dengan berbagai kegiatan ini merupakan jari-jari. Suatu kegiatan jari-jari dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai.
  4. Evaluasi
    Para peserta didik juga dilibatkan. Keterlibatan mereka terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Soal-soal yang akan diujikan dinilai lebih dulu baik ketepatan atau keluasan isinya, juga keampuhan menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitatif. Evaluasi tidak hanya menilai pengaruh kegiatan yang telah dikuasai peserta didik, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Pengaruh tersebut terutama menyangkut perkembnagna masyarakat dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat.

Pendekatan digunakan sebagai pandangan dalam proses melakukan pengembangan kurikulum. Setiap lembaga pendidikan mempunyai pendekatan yang berbeda sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkannya. Walaupun pendekatan yang dilakukan dari pemerintah satu dengan pemerintah lainnya berbeda artinya tiap berganti jabatan berganti pula pendekatan yang diterapkan tetapi pada dasarnya tujuan pendidikan Indonesia tetaplah sama yaitu mencerdaskan anak-anak bangsa.