Diperbarui tanggal 15/Nov/2022

Self Efficacy

kategori Ekonomi dan Keuangan / tanggal diterbitkan 15 November 2022 / dikunjungi: 5.73rb kali

Pengertian Self Efficacy

Teori self-eficacy merupakan cabang dari Social Cognitive Theory yang dikemukakan oleh Bandura (dikenal dengan Social Learning Theory). Keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimiliki untuk mengontrol fungsi diri dan lingkungannya dinamakan self efficacy. Selain itu, self efficacy merupakan faktor dari perubahan kognitif pada remaja, kemampuan seseorang untuk menampilkan tindakan-tindakan dari level yang ditunjukkan. Self efficacy akan menentukan bagaimana orang-orang merasakan, berpikir, serta memotivasi dirinya dan berperilaku. Seorang remaja dalam memecahkan masalah, maupun dalam proses penyesuaian diri ketika dalam posisi stress, memerlukan suatu keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri karena hal tersebut akan menentukan tindakan yang dilakukan dan hasil yang ditunjukkan Feist & Feist, 2009 (dalam Artha & Supriadi, 2013).

Self-efficacy merupakan sebagian yang didasarkan pada pengalaman, beberapa harapan kita terkait dengan orang lain, harapan yang terutama berfungsi bagi kepribadian, persepsi terhadap efikasi diri secara kausal memengaruhi perilaku seseorang (Cervone, 2012). Self-efficacy adalah ekspektasi-keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh seseorang mampu melakukan suatu perilaku dalam suatu situasi tertentu. Self efficacy yang positif adalah keyakinan untuk mampu melakukan yang lebih baik. Tanpa self-efficacy (keyakinan tertentu yang sangat situasional), orang bahkan enggan mencoba melakukan suatu perilaku. Self efficacy menentukan apakah seseorang akan menunjukkan perilaku tertentu, sekuat apa seseorang dapat bertahan saat menghadapi kesulitan atau kegagalan, dan bagaimana kesuksesan atau kegagalan dalam satu tugas tertentu mempengaruhi perilaku seseorang di masa depan. Self-efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang mampu melakukan suatu perilaku dengan baik (Friedman & Schustack, 2008).

Seseorang yang memiliki persepsi efikasi diri akan dapat menentukan jenis perilaku penyelesaian, seberapa tekun usaha yang dilakukan individu untuk mengatasi persoalan atau menyelesaikan tugas, dan berapa lama individu akan mampu berhadapan dengan hambatan-hambatan yang tidak diinginkan, Warsito 2004 dalam Rahman (2011). Self efficacy merupakan keyakinan serta kemampuan seseorang dalam melakukan suatu bentuk kontrol diri terhadap keberfungsian individu itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan. Efikasi diri dilandaskan dari agen manusia, efikasi merujuk pada keyakinan diri seseorang bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan suatu perilaku (Feist & Feist, 2009).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri adalah keyakinan individu pada kemampuan dirinya sendiri dalam menghadapi atau menyelesaikan tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan untuk mencapai suatu hasil dalam situasi tertentu.

Tahap perkembangan Self-efficacy

Bandura (1997) menyatakan bahwa self-efficacy berkembang secara teratur. Bayi mulai mengembangkan self-efficacy sebagai usaha untuk melatih pengaruh lingkungan fisik dan sosial. Mereka mulai mengerti dan belajar mengenai kemampuan dirinya, kecakapan fisik, kemampuan sosial, dan kecakapan berbahasa yang hampir secara konstan digunakan dan ditujukan pada lingkunagan. Awal dari pertumbuhan self-efficacy dipusatkan pada orang tua kemudian dipengaruhi oleh saudara kandung, teman sebaya, dan orang dewasa lainya. Self-efficacy pada masa dewasa meliputi, penyesuaian pada masalah perkawinan dan peningkatan karir. Sedangkan self-efficacy pada masa lanjut usia, sulit terbentuk sebab pada masa ini terjadi penurunan mental dan fisik, pensiun kerja, dan penarikan diri dari lingkungan social (Bandura,1997).

Dimensi Self Efficacy

Anwar 2009 dalam Artha & Supriadi (2013) menyebutkan bahwa ada tiga dimensi self efficacy yaitu; level, generality, dan strength.

  1. Tingkat (Level)
    Merupakan suatu perbedaan self-efficacy dari masing-masing individu dalam menghadapi suatu tugas dikarenakan perbedaan tuntutan serta tujuan yang dihadapi, jika halangan dalam mencapai tuntutan tersebut sedikit atau kurang maka aktivitas mudah dilakukan. Tuntutan suatu tugas mempresentasikan bermacam-macam tingkat kesulitan atau kesukaran dalam mencapai performasi optimal. Jika halangan untuk mencapai tuntutan itu sedikit, maka aktivitas lebih mudah untuk dilakukan, sehingga kemudian individu akan mempunyai self efficacy yang tinggi (Anwar, 2009).

    Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas dimana individu merasa mampu atau tidak untuk melakukannya, sebab kemampuan diri individu bisa berbeda-beda. Konsep dalam dimensi ini terletak pada keyakinan individu atas kemampuannya terhadap kesulitan suatu kejadian. Jika individu dihadapkan tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka keyakinan individu akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, tugas sedang hingga tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Semakin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya. Keyakinan individu berimplikasi pada pemilihan tingkah laku berdasarkan hambatan atau tingkat kesulitan suatu tugas atau aktivitas (Pinasti, 2011: 35).
  2. Tingkat kekuatan (strength)
    Merupakan pengalaman yang memiliki pengaruh terhadap self-efficacy, sesuai keyakinan seseorang, pengalaman yang lemah atau kurang akan melemahkan keyakinannya pula, sedangkan keyakinan yang kuat terhadap kemampuan yang dimiliki, individu akan teguh dalam berusaha. Pengalaman akan memberikan kekuatan yang berdampak baik pada seseorang jika pengalaman tersebut kuat yang mendukung kemampuan individu dalam menyampaikan kesulitan yang dihadapinya (Anwar, 2009).

    Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi tingkat level, dimana semakin tinggi taraf kesulitan suatu tugas dan aktivitas, maka semakin lemah keyakinan individu yang dirasakan untuk menyelesaikannya (Pinasti, 2011).
  3. Tingkat keadaaan umum (generality)
    Individu akan menilai diri merasa yakin melalui bermacam-macam aktivitas atau hanya dalam daerah fungsi tertentu dimana keyakinan individu berperan didalamnya. Keadaan umum bervariasi dalam jumlah dari dimensi yang berbeda-beda, diantaranya tingkat kesamaan aktivitas, perasaan dimana kemampuan ditunjukkan (tingkah laku, kognitif, afektif), ciri kualitatif situasi, dan karakteristik individu menuju kepada siapa perilaku itu ditujukan (Anwar, 2009).

Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan kemampuannya. Keyakinan individu berimplikasi pada pemilihan tingkah laku, perilaku, dan tindakan berdasarkan hambatan atau tingkat kesulitan suatu tugas atau aktivitas yang sedang dialami oleh individu (Pinasti, 2011).

Pada artikel bandura (2006:307-309) yang berjudul guide for Contructing Self Efficacy Scales menegaskan bahwa ketiga dimensi tersebut paling akurat untuk menjelaskan self efficacy seseorang.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self Efficacy

Menurut Bandura dalam Shohifatul (2012:27) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi self efficacy pada diri individu yaitu:

  1. Budaya
    Budaya merupakan faktor yang mempengaruhi self efficacy melalui nilai, kepercayaan, dalam proses pengaturan diri yang berfungsi sebagai sumber penilaian self efficacy dan juga sebagai konsekuensi dari keyakinan akan self efficacy.
  2. Gender
    Perbedaan gender juga berpengaruh terhadap self efficacy. Hal ini dapat dilihat dari penelitian bandura (1997) yang menyatakan bahwa seorang wanita efikasinya lebih tinggi dalam mengelola perannya. Wanita yang mimiliki peran selain sebagai ibu rumah tangga, juga sebaga wanita karir akan memilik self efficacy yang tinggi dibandingkan dengan pria yang bekerja.
  3. Sifat dari tugas yang dihadapi
    Derajat dari kompleksitas dari kesulitan tugas yang dihadapi oleh individu akan mempengaruhi penilaian indivdu terhadap kemampuan dirinya sendiri. Semakin kompleks tugas yang dihadap oleh individu maka akan semakin rendah individu tersebut menilai kemampuannya. Sebaliknya jika individu dihadapkan pada tugas yang mudah dan sederhana maka akan semakin tinggi individu tersebut menilai kemampuannya.
  4. Intensif eksternal
    Faktor lain yang dapat mempengaruhi self effcacy individu adalah intensif yang diperolehnya. Bandura menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan self efficacy adalah competent continge incentive, yaitu intensif yang diberkan orang lain yang merefleksikan keberhasilan orang.
  5. Status atau peran individu dalam lingkungan
    Individu yang memliki status yang lebih tinggi memperoleh derajat kontrol yang lebih besar sehingga self effcacy yang dimilikinya juga tinggi. Sedangkan individu yang memilik status yang lebih rendah akan memiliki kontrol yang lebih kecil sehingga self efficacy yang dimiliknya juga rendah
  6. Informasi tentang kemampuan diri
    Individu yang memiliki self efficacy tinggi, jika ia memperoleh informasi positif mengenai dirinya, sementara individu akan memiliki self efficacy yang rendah, jika ia memperoleh informasi negatif mengenai dirinya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy individu berasal dari faktor internal dan eksternal dari individu tersebut. Self efficacy bisa dipengaruhi dari kebudayaan, jenis kelamin, sifat dari tugas yang dihadapi, intensif eksternal, serta status dalam lingkungan.

Fungsi-fungsi Self Efficacy

Self efficacy secara kognitif dinilai dan diproses melalui empat sumber informasi terpenting:

  1. Penyelesaian kinerja yang tampak dalam penguasaan diri perilaku yang diharapkan
  2. Pengalaman yang seolah dialami sendiri seperti mengobservasi keberhasilan perilaku yang diharapkan dengan cara mencontoh orang lain
  3. Persuasi verbal oleh orang lain yang memperlihatkan keyakinan realistis bahwa seseorang sanggup dalam hal perilaku yang diharapkan
  4. Perangsang emosi melalui penilaian sendiri atas kondisi fisiologis yang menyusahkan.

Menurut Bandura dalam Bastable (2002) yakni, penggunaan self efficacy theory pada sebagai pendidik sangat relevan dalam mengembangkan program-program pendidikan. Efikasi diri yang telah terbentuk akan mempengaruhi dan memberi fungsi pada aktifitas individu. (Bandura dalam Iskandar, 2014) menjelaskan tentang pengaruh dan fungsi tersebut, yaitu:

  1. Fungsi kognitif
    Pengaruh dari efikasi diri pada proses kognitif seseorang sangat bervariasi, yakni meliputi; (1) Efikasi diri yang kuat akan mempengaruhi tujuan pribadinya. Semakin kuat efikasi diri, semakin tinggi tujuan yang ditetapkan oleh individu bagi dirinya sendiri dan yang memperkuat serta yang akan memperkuat suatu tujuan individu yaitu komitmen yang baik. Individu dengan efikasi diri yang kuat akan mempunyai cita-cita yang tinggi, mengatur rencana dan berkomitmen pada dirinya untuk mencapai tujuan tersebut; (2) Individu dengan efikasi diri yang kuat akan mempengaruhi bagaimana individu tersebut menyiapkan langkah-langkah antisipasi bila usahanya yang pertama gagal dilakukan. Komponen fungsi kognitif diantaranya adalah adanya penilaian dan perasaan subjektif, cenderung bertindak, dan regulasi emosi (Djohan, 2009).
  2. Fungsi motivasi
    Efikasi diri memainkan peranan penting dalam pengaturan motivasi diri. Sebagian besar motivasi manusia dibangkitkan secara kognitif. Individu memotivasi dirinya sendiri dan menuntun tindakan-tindakannya dengan menggunakan pemikiran-pemikiran tentang masa depan sehingga individu tersebut akan membentuk kepercayaan mengenai apa yang dapat dirinya lakukan. Individu juga akan mengantisipasi hasil-hasil dari tindakan-tindakan yang prospektif, menciptakan tujuan bagi dirinya sendiri dan merencanakan bagian dari tindakan-tindakan untuk merealisasikan masa depan yang berharga. Efikasi diri mendukung motivasi dalam berbagai cara dan menentukan tujuan-tujuan yang diciptakan individu bagi dirinya sendiri dengan seberapa besar ketahanan individu terhadap kegagalan. Ketika menghadapi kesulitan dan kegagalan, individu yang mempunyai keraguan diri terhadap kemampuan dirinya akan lebih cepat dalam mengurangi usaha-usaha yang dilakukan atau menyerah. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan dirinya akan melakukan usaha yang lebih besar ketika individu tersebut gagal dalam menghadapi tantangan. Motivasi sangat berperan dalam menentukan tingkah laku dan terhadap proses-proses dimana motif-motif yang dipelajari diperoleh (Calvin & Gardner, 2012).
  3. Fungsi afeksi
    Efikasi diri akan mempunyai kemampuan coping individu dalam mengatasi besarnya stres dan depresi yang individu alami pada situasi yang sulit dan menekan, dan juga akan mempengaruhi tingkat motivasi individu tersebut. Efikasi diri memegang peranan penting dalam kecemasan, yaitu untuk mengontrol stres yang terjadi. Penjelasan tersebut sesuai dengan pernyataan bandura bahwa efikasi diri mengatur perilaku untuk menghindari suatu kecemasan. Semakin kuat efikasi diri, maka individu semakin berani menghadapi tindakan yang menekan dan mengancam. Individu yang yakin pada dirinya sendiri dapat menggunakan kontrol pada situasi yang mengancam, tidak akan membangkitkan pola-pola pikiran yang mengganggu. Sedangkan bagi individu yang tidak dapat mengatur situasi yang mengancam akan mengalami kecemasan yang tinggi. Individu yang memikirkan ketidakmampuan coping dalam dirinya dan memandang banyak aspek dari lingkungan sekeliling sebagai situasi ancaman yang penuh bahaya, akhirnya akan membuat individu membesar-besarkan ancaman yang mungkin terjadi dan khawatiran terhadap hal-hal yang sangat jarang terjadi. Melalui pikiran-pikiran tersebut, individu menekan dirinya sendiri dan meremehkan kemampuan dirinya sendiri. Afeksi merupakan komponen emosional dari suatu sikap dimana sikap tersebut sering kali dipelajari dari orang tua, guru, dan anggota kelompok (Ivancevich, 2007).
  4. Fungsi selektif
    Mempengaruhi pemilihan aktivitas atau tujuan yang akan diambil oleh indvidu. Individu menghindari aktivitas dan situasi yang individu percayai telah melampaui batas kemampuan coping dalam dirinya, namun individu tersebut telah siap melakukan aktivitas-aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang dinilai mampu untuk diatasi. Perilaku yang individu buat ini akan memperkuat kemampuan, minat-minat dan jaringan sosial yang mempengaruhi kehidupan, dan akhirnya akan mempengaruhi arah perkembangan personal. Hal ini karena pengaruh sosial berperan dalam pemilihan lingkungan, berlanjut untuk meningkatkan kompetensi, nilai-nilai dan minat-minat tersebut dalam waktu yang lama setelah faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan keyakinan telah memberikan pengaruh awal.

Sumber-sumber Self Efficacy

Empat sumber penting yang digunakan individu dalam membentuk efikasi diri (Bandura dalam Friedman & Schustack, 2008), yaitu:

  1. Mastery Experience (pengalaman menguasai sesuatu)
    Pengalaman menyelesaikan masalah adalah sumber yang paling penting mempengaruhi efikasi diri seseorang, karena mastery experience memberikan bukti yang paling akurat dari tindakan apa saja yang diambil untuk meraih suatu keberhasilan atau kesuksesan, dan keberhasilan tersebut dibangun dari kepercayaan yang kuat didalam keyakinan individu. Kegagalan akan menentukan efikasi diri individu terutama bila perasaan keyakinannya belum terbentuk dengan baik. Jika individu hanya mengalami keberhasilan/kesuksesan dengan mudah, individu akan cenderung mengharapkan hasil yang cepat dan mudah menjadi lemah karena kegagalan. Performa atau pengalaman akan meningkatkan efikasi diri secara proposional dari tugas maupun aktivitas tersebut, secara umum performa yang berhasil kemungkinan besar akan meningkatkan ekspektasi mengenai kemampuan individu dan kegagalan akan cenderung menurun (Feist & Feist, 2009).
  2. Vicarious experience
    Pengalaman orang lain adalah pengalaman pengganti yang disediakan untuk model sosial. Mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Melalui model ini efikasi diri individu dapat meningkat, terutama apabila individu merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang menjadi subjek belajarnya.Meningkatkan efikasi diri individu ini dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Melihat orang lain yang mirip dengan dirinya berhasil/sukses melalui usaha keras dapat meningkatkan kepercayaan pengamat bahwa dirinya juga mempunyai kemampuan untuk berhasil, dan sebaliknya dengan mengamati kegagalan orang lain akan menurunkan keyakinan dan usaha dari individu tersebut. Dampak modeling dalam efikasi diri sangat dipengaruhi oleh kemiripan antara individu dengan model. Semakin mirip individu dengan suatu model, maka pengaruh kegagalan maupun keberhasilannya akan semakin besar. Efikasi diri meningkat saat kita mengobservasi pencapaian orang lain yang mempunyai kemampuan setara. Performa diri sangat memberikan dampak pada tingkat level efikasi diri (Feist & Feist, 2009).
  3. Persuasi verbal
    Adalah metode ke tiga untuk meningkatkan kepercayaan seseorang mengenai hal-hal yang dimilikinya untuk berusaha lebih semangat dan gigih untuk mencapai suatu tujuan dan keberhasilan atau kesuksesan. Persuasi verbal mempunyai pengaruh yang kuat pada peningkatan efikasi diri individu dan menunjukkan perilaku yang digunakan secara efektif. Seseorang mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa dirinya dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Persuasi verbal berhubungan dengan kondisi yang tepat bagaimana dan kapan persuasi itu diberikan agar dapat meningkatkan efikasi diri seseorang. Kondisi individu adalah rasa percaya kepada pemberi masukan/persuasi dan sifatnya realistik dari apa yang dipersuasikan. Seseorang yang dikenai persuasi verbal bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan, maka orang tersebut akan menggerakkan usaha yang lebih besar dan akan meneruskan penyelesaian tugas tersebut dengan semangat dan gigih. Syarat berlangsungnya persuasi sosial adalah seseorang tersebut harus meyakini atau memercayai pihak yang melakukan persuasi dimana denga hal tersebut kata-kata atau kritik dari sumber yang terpercaya mempunyai daya yang lebih efektif dibandingkan dengan hal sama tetapi sumbernya tidak terpercaya (Feist & Feist, 2009).
  4. Keadaan fisiologis dan emosional, situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi efikasi diri.
    Gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang mendalam dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan mengancam akan cenderung dihindari. Ketika melakukan penilaian terhadap kemampuan pribadi, seseorang tidak jarang berpegang pada informasi somatik yang ditunjukkan melalui fisiologis dan keadaan emosional. Individu mengartikan reaksi cemas, takut, stress dan ketegangan sebagai sifat yang menunjukkan bahwa performansi dirinya menurun. Penilaian seseorang terhadap efikasi diri dipengaruhi oleh suasana hati. Suasana hati yang positif akan meningkatkan efikasi diri sedangkan suasana hati yang buruk akan melemahkan efikasi diri. Mengurangi reaksi cemas, takut dan stress individu akan mengubah kecenderungan emosi negatif dengan salah interpretasi terhadap keadaan fisik dirinya sehingga akhirnya akan mempengaruhi efikasi diri yang positif terhadap diri seseorang. Penurunan kecemasan atau peningkatan rileksaai fisik mampu meningkatkan performa, karena emosi yang kuat akan mengurangi performa individu dimana saat seseorang mengalami ketakutan yang kuat, kecemasan akut, atau tingkat stres yang tinggi, kemungkinan akan mempuyai ekspetasi efikasi yang rendah (Feist & Feist, 2009).

Proses Self Efficacy

Self efficacy berpengaruh pada suatu tindakan pada manusia. Bandura (1994:71-81) menjelaskan bahwa self efficacy mempunyai efek pada perilaku manusia melalui berbagai proses yaitu proses kognitif, proses motivasi, proses afeksi dan proses seleksi.

  1. Proses kognitif, Bandura menjelaskan bahwa serangkaian tindakan yang dilakukan manusia awalnya dikonstruk dalam pikirannya. Pemikiran ini kemudian memberikan arahan bagi tindakan yang dilakukan manusia. Keyakinan seseorang akan efikasi diri mempengaruhi bagaimana seseorang menafsirkan situasi lingkungan, antisipasi yang akan diambil dan perencanaan yang akan dikonstruk. Seseorang yang menilai bahwa mereka sebagai seorang yang tidak mampu akan menafsirkan situasi tertentu sebagai hal yang penuh resiko dan cendrung gagal dalam membuat perencanaan. Melalui proses kognitif inilah efikasi diri seseorang mempengaruhi tindakannya.
  2. Proses motivasi, menurut Bandura bahwa motivasi manusia dibangkitkan secara kognitif. Melalui kognitifnya, seseorang memotivasi dirinya dan mengarahkan tindakannya berdasarkan informasi yang dimiliki sebelumnya. Seseorang membentuk keyakinannya tentang apa yang dapat mereka lakukan, yang dapat dihindari, dan tujuan yang dapat mereka capai. Dengan keyakinan bahwa mereka dapat melakukan sesuatu akan memotivasi mereka untuk melakukan suatu.
  3. Proses afeksi, self efficacy mempengaruhi seberapa banyak tekanan yang dialami ketika menghadapi suatu tugas. Orang yang percaya bahwa dirinya dapat mengatasi situasi akan merasa tenang dan tidak cemas. Sebaliknya orang yang tidak yakin akan kemampuannya dalam mengatasi situasi akan mengalami kecemasan. Bandura menjelaskan bahwa orang yang mempunyai efikasi dalam mengatasi masalah menggunakan strategi dan mendesain serangkaian kegiatan untuk merubah keadaan. Pada konteks ini, self efficacy mempengaruhi stres dan kecemasan melalui perilaku yang dapat mengatasi masalah (coping behavior). Seseorang akan cemas apabila menghadapi sesuatu di luar kontrol dirinya. Individu yang efikasinya tinggiakan menganggap sesuatu bisa di atasi, sehingga mengurangi kecemasannya.
  4. Proses seleksi, keyakinan terhadap efikasi diri berperan dalam rangka menentukan tindakan dan lingkungan yang akan dipilih individu untuk menghadapi suatu tugas tertentu. Pilihan dipengaruhi eleh keyakinan seseorang akan kemampuannya (efficacy). Seseorang yang mempunyai self efficacy rendah akan memilih tindakan untuk menghindari atau menyerah pada suatu tugas yang melebihi kemampuannya, tetapi sebaliknya dia akan mengambil tindakan dan menghadapi suatu tugas apabila dia mempunyai keyakinan bahwa ia mampu untuk mengatasinya. Bandura menegaskan bahwa semakin tinggi self efficacy seseorang, maka semakin menantang aktivitas yang akan dipilih orang tersebut.

Berdasarkan uraian di atas proses self efficacy adalah proses kognitif, proses motivasi, proses afeksi, proses seleksi. Jadi dalam proses self efficacy dalam kemampuan individu mengevaluasi akan kemampuan dirinya dengan cara proses kognitif yang berguna untuk mempengaruhi bagaimana individu menafsirkan situasi lingkungan serta dapat mengambil perencanaan sehingga nantinya self efficacy bisa mempengaruhi tindakannya. Dan peran berikutnya proses motivasi berguna untuk membentuk keyakinan tentang apa yang sanggup individu lakukan.

Sedangkan proses afeksi berguna untuk mengatasi banyaknya tekanan yang di alami individu ketika menghadapi permasalahan sehingga jikaindividu memiliki afeksi yang tinggi akan mudah menyelesaikan semua tekanan yang ada. Serta proses seleksi yang dipengaruhi oleh keyakinan serta kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Jadi proses self efficacy saling mempengaruhi sehingga orang yang memiliki self efficacy yang tinggi akan mudah mengatasi semua masalah yang dihadapnya sedangkan yang memiliki self efficacy rendah dia akan lebih mudah menyerah dan mudah cemas.

Indikator Self Efficacy

Indikator self efficacy mengacu pada Dimensi self efficacy yaitu dimensi level, dimensi generality dan dimensi strenght Widiyanto (2012) Merumuskan beberapa indikator self efficacy yaitu:

  1. Yakin dapat menyelesaikan tugas tertentu. Individu yakin bahwa dirinya mampu menyelesaikan tugas tertentu, yang mana individu sendirilah yang menetapkan tugas (target) apa yang harus diselesaikan.
  2. Yakin dapat memotivasi diri untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam menyelesaikan tugas. Individu mampu menumbuhkan motivasi pada dirinya sendiri untuk memilih dan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka menyelesaikan tugas
  3. Yakin bahwa diri mampu berusaha dengan keras, gigih dan tekun. Adanya usaha yang keras dari individu untuk menyelesaikan tugas yang ditetapkan dengan menggunakan segala daya yang dimiliki.
  4. Yakin bahwa diri mampu bertahan menghadapi hambatan dan kesulitan. Individu mampu bertahan saat menghadapi kesulitan dan hambatan yang muncul serta mampu bangkit dari kegagalan.
  5. Yakin dapat menyelesaikan tugas yang memiliki range yang luas ataupun sempit (spesifik). Individu yakin bahwa dalam setiap tugas apapun dapat ia selesaikan meskipun itu luas ataupun spesifik.