Diperbarui tanggal 15/Des/2022

Devisa

kategori Ekonomi dan Keuangan / tanggal diterbitkan 15 Desember 2022 / dikunjungi: 346 kali

Pengertian Devisa

Secara umum devisa adalah simpanan mata uang asing oleh bank sentral atau otoritas moneter. Simpanan ini merupakan aset bank sentral yang tersimpan dalam beberapa mata uang asing seperti dolar, euro, atau yen, dan digunakan untuk menjamin kewajibannya. Devisa tidak hanya disimpan dalam bentuk mata uang asing melainkan dalam bentuk surat-surat berharga ataupun logam mulia (Pinem, 2009). Devisa yang terbatas di Indonesia bisa disebabkan oleh defisitnya neraca pembayaran dan pembiayaan impor yang kian meningkat dibanding penerimaan ekspor, Kegiatan impor bahan baku maupun barang modal yang tentu saja dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan sektor industri maupun lainya. Terlebih kebutuhan akan produk impor dalam proses pembangunan harus dibayar melalui devisa tentu saja akan mengurangi devisa yang ada. Hal inilah yang merupakan salah satu faktor mengapa utang luar negeri Indonesia meningkat untuk menutupi transaksi berjalan.

Sumber dan Peranan Devisa

Menurut Rinaldy (2018) sumber-sumber devisa dan peranan devisa itu sendiri terdiri dari hasil ekspor dalam bentuk atau komoditas, seperti penjualan barang atau komoditas dalam negeri, baik dalam bentuk bahan baku maupun hasil produksi ke luar negeri. Hasil ekspor dalam bentuk jasa seperti hasil penerimaan yang diterima oleh perusahaan pelayaran atau pengangkutan udara dalam negeri yang melayani transaksi ke luar negeri. Dalam hal ini juga hasil penerimaan dari tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Hasil yang diterima dari sector pariwisata, atas kunjungan dari para wisatawan atau turis dari luar negeri. Hasil Investasi dalam rangka penempatan ke luar negeri, baik dalam bentuk deviden dan rentabilitas maupu hasil bunga atau penghasilan dari surat berharga syariah. Hutang luar negeri yang diterima oleh suatu negara, baik untuk keperluan pembangunan maupun untuk menutup kekurangan/defisit anggaran belanja negara. Selain itu devisa juga diperoleh dari Hibah/hadiah yang diterima oleh suatu negara dari negara donor lainya yang tidak mempunyai ikatan untuk dibayar kembali.

Penggunaan devisa oleh suatu negara biasanya digunakan untuk membiayai impor dalam bentuk barang atau komoditas bahan baku atau suatu produk tertentu. Membayar kewajiban angsuran utang dan bunganya terhadap pinjaman luar negeri, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta. Membayar kewajiban bunga atau deviden atas investasi luar negeri yang ditanamkan dalam negeri. Pengeluaran setiap warga negara yang melakukan perjalanan ke luar negeri, baik yang berkaitan dengan perdagangan maupun untuk keperluan pribadi seperti biaya sekolah dan kunjungan wisata. Devisa diperlukan untuk membayar kebutuhan produk impor, membayar cicilan dan bunga hutang luar negeri, dan sebagai cadangan devisa (Tan, 2014).

Devisa sendiri diatur dan dikelola oleh Bank Indonesia, pengelolaan oleh Bank Indonesia inimelalui berbagai jenis transaksi devisa yakni membeli, menjual emas dan surat-surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman. Bank dunia juga menjelaskan peranan devisa, diantaranya dalam penilaian kelayakan kredit dan kredibilitas dan kebijakan secara umum, bank dunia menggunakan cadangan devisa sebagai faktor penting dalam penilaian hal tersebut. Sebagai proteksi negara dari ganguaan luar, dengan krisis keuangan yang melanda akhir 1990-an ini cukup menggerakan para pembuat kebijakan memperbaiki pandangan atas nilai dari devisa sebagai upaya melindungi dari krisi mata uang. Devisa sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan likuiditas dalam rangka mempertahankan stabilitas nilai tukar.

Permasalahan Devisa

Tipisnya persediaan devisa suatu negara dapat dijadikan warning peringatan negara yang bersangkutan akan kesulitan ekonomi yang akan menimpa. Devisa setidaknya dapat membiayai kegiatan impor selama tiga bulan maka itu baru dapat dikatakan sebagai akumulasi jumlah devisa yang aman bagi suatu negara. Dengan devisa menipis, selain dapat menyulitkan melakukan impor, dapat menurunkan kredibilitas. Menghadapi keadaan yang sulit akan mendorong pemerintah yang bersangkutan untuk melakukan kebijakan devaluasi. Masalah lain yang kerap muncul akibat dari adanya keterbatasan devisa yakni hal yang berkaitan dengan ketergantungan impor dan net transfer yang tinggi. Tentu saja ini membuat ekonomi Indonesia mengalami dua situasi yang sangat membahayakan bagi neraca pembayaran internasional, yakni defisit transaksi berjalan dan capital account tentu saja. Akibatnya, devisa mengandung dan bahkan cenderung didominasi oleh komponen hutang luar negeri. Sehingga devisa kini tidak lagi diperoleh dari surplus ekspor tetapi didapat dari pinjaman luar negeri. Dan sebagian besar Pinjaman luar negeri digunakan untuk menutup defisit transaksi berjalan dan membayar angsuran pokok utang luar negeri.

Motif kepemilikan devisa dapat dianalogikan dengan motif seseorang atau individu memegang uang. Disini ada tiga motif kenapa seseorang memegang uang, yaitu untuk transaksi, berjaga-jaga, dan motif spekulasi. Dalam hal devisa, motif transaksi dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan liquiditas internasional, membiayai defisistnya neraca pembayaran, dan juga memberikan jaminan kepada pihak eksternal (kreditor dan rating agency) bahwa kewajiban luar negeri seharusnya dapat dibayar sesuai waktu yang ditentukan tanpa mengurangi optimalisasi pendapatan bagi negara. Motif berjaga-jaga dimaksudkan untuk pelaksanaan kebijakan moneter dan kebijakan nilai tukar, yaitu dengan cara memelihara kepercayaan pasar, melakukan intervensi pasar sebagai upaya mengendalikan volatilitas nilai tukar rupiah jika diperlukan, serta memberikan kepercayaan kepada pelaku pasar domestic bahwasanya mata uang domestic selalu dilindungi oleh asset valas. Sedangkan motif spekulasi ditujukan untuk memperoleh return dari kegiatan investasi devisa (Sayoga, 2017).

Devisa memiliki peranan penting bagi stabilitas dan kelangsungan proses ekonomi, dalam hal ini dapat kita lihat dari pengalaman Indonesia selama krisis ekonomi. Sektor riil merupakan sektor yang paling terpukul oleh masalah hutang luar negeri, hal ini menjadi semakin parah akibat menipisnya devisa Indonesia, khususnya dollar Amerika Serikat. Selain itu para pelaku eksportir atau yang banyak melakukan impor terpaksa mengurangi bahkan menghentikan sama sekali kegiatan akibat mahalnya nilai dollar AS dipasar valas dalam negeri.

Jenis-Jenis Devisa

Dalam mengelola devisa, Bank Indonesia lebih mengutamakan tercapainya tujuan liquiditas dan keamanan daripada keuntungan yang tinggi. Walau demikian, BI tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional. Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portofolio komposisi jenis penempatan devisa. Dalam mengelola devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem disverifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih baik. Menurut Bank Indonesia devisa dapat berbentuk seperti:

  1. Special Drawing Rights (SDR), SDR merupakan aset cadangan internasional yang diciptakan oleh IMF pada 1969. Tujuannya untuk menambah likuiditas internasional. Karenanya, SDR dalam bentuk alokasi dana merupakan suatu fasilitas yang diberikan IMF kepada anggotanya. Fasilitas ini memungkinkan bertambah atau berkurangnya devisa negara-negara anggota. SDR juga berfungsi sebagai unit rekening IMF dan beberapa organisasi keuangan internasional yang lain. Devisa ini dalam bentuk alokasi dana dari dana moneter internasional (IMF) merupakan suatu fasilitas yang diberikan oleh IMF kepada anggotanya. Fasilitas ini memungkinkan bertambah atau berkurangnya cadangan devisa negara-negara anggota. Tujuan diciptakan SDR adalah dalam rangka menambah liquiditas internasional.
  2. Emas Moneter (Monetary Gold), Emas moneter merupakan persediaan emas yang dimiliki oleh otoritas moneter berupa emas batangan dengan persyaratan internasional tertentu (London Good Delivery/LGD), emas murni, dan mata uang emas yang berada baik dalam negeri maupun di luar negeri. Emas moneter ini merupakan cadangan devisa yang tidak memiliki posisi kewajiban finansial seperti halnya Special Drawing Rights (SDR). Otoritas moneter yang akan menambah emas yang dimiliki misalnya dengan, misalnya menambang emas baru atau membeli emas dipasar, harus memonetisasi emas tersebut. Sebaliknya otoritas yang akan mengeluarkan kepemilikan emas untuk tujuan moneter harus mendemonstrasikan emas tersebut.
  3. Valuta Asing (Foreign Exchange), terdiri dari uang kertas asing dan simpanan (Deposito). Dan surat berharga berupa penyertaan, saham, obligasi, dan instrument pasar uang lainnya dan derivatif keuangan. Valuta asing mencakup tagihan otoritas moneter kepada bukan penduduk dalam bentuk mata uang, simpanan, surat berharga dan derivatif keuangan adalah forward, futures, swaps, dan option.
  4. Reserve Position in the Fund (RPF), merupakan devisa dari suatu negarayang ada direkening IMF dan menunjukkan posisi kekayaan dantagihan negara tersebut kepada IMF sebagai hasil transaksi Negara tersebut dengan IMF sehubungan dengan keanggotaannya pada IMF. Seperti diketahui, anggota IMF dapat memiliki posisi di Fund’s General Resources Account yang dicatat pada kategori cadangan devisa. Posisi cadangan devisa anggota merupakan jumlah reserves tranche purchase yang dapat ditarik anggota (menurut perjanjian utang) yang siap diberikan kepada anggota.
  5. Tagihan lainya, Ini merupakan jenis terakhir yang mencakup tagihan yang tidak termasuk dalam kategori sebelumnya. Harga pasar untuk tagihan seperti penyertaan dan kurs SDR ditentukan oleh IMF. Transaksi emas moneter dinilai berdasarkan harga pasar transaksi yang mendasarinya, sedangkan untuk penilaian posisi cadangan devisa dipergunakan harga pasar yang berpengaruh pada akhir periode.

Sistem Devisa di Indonesia

Sistem devisa mengatur pergerakan lalu lintas devisa (valuta asing) dari suatu negara ke negara lain. Pada dasarnya sistem devisa terbagi atas tiga sistem, yaitu sistem devisa kontrol, dimana pada sistem devisa kontrol, devisa pada dasarnya dimiliki oleh negara. Karena itu devisa yang dimiliki oleh masyarakat harus diserahkan pada negara, dan setiap penggunaan devisa harus memperoleh ijin dari suatu negara. Sistem ini pernah diterapakan di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 1964. Dan setiap penggunaan devisa tersebut, baik impor maupun keperluan lainnya, harus memperoleh ijin juga dari Bank Indonesia. Dengan kewajiban seperti ini, Bank Indonesia dapat memantau dan memperkirakan secara pasti jumlah devisa.

Sistem devisa bebas mulai diterapkan di Indonesia dengan PP No. 1 Tahun1982 menggantikan baik UU No. 32 Tahun 1964 maupun perpu No. 64tahun 1970. Dengan peraturan ini, masyarakat dapat secara bebas memperoleh dan menggunakan devisa. Hal ini berlaku baik bagi devisa dalam bentuk devisa hasil ekspor dan devisa umum. Tidak ada pengaturan mengenai kewajiban bagi penduduk untuk melaporkan devisa diperoleh dan dipergunakannya. Kebebasan ini yang kemudian disalah artikan dengan tidak wajib lapor, meskipun di negara-negara lain kewajiban pelaporan ini masih diberlakukan. Pada sistem devisa semi bebas, untuk perolehan dan penggunaan devisa-devisa tertentu wajib diserahkan dan mendapatkan ijin dari negara, sementara untuk jenis devisa lainnya dapat secara bebas digunakan dan diperoleh. Dalam arti, perolehan dan penggunaan devisa hasil ekspor (DHE) wajib diserahkan ke dan memperoleh ijin dari bank Indonesia, sementara untuk devisa umum (DU) dapat secara bebas diperoleh dan dipergunakan. Sistem devisa ini pernah diterapkan di Indonesia berdasarkan Perpu No. 64 Tahun 1970 menggantikan UU No. 32 Tahun 1964.