Pengertian Sektor Informal
Konsep tentang sektor informal menurut Safaria (2003), adalah teori yang muncul karena adanya keterbatasan kapasitas industri-industri formal dalam menyerap tenaga kerja yang ada, sehingga menimbulkan pendapat bahwa sektor informal ini muncul pada pinggiran kota besar. Lebih lanjut, beberapa dari mereka juga berpendapat bahwa sektor informal dan formal adalah suatu perspektif dualistik sebagai dikotomi antara model ekonomi tradisional dan modern. Safaria (2003), memandang sektor informal sebagai kekuatan yang semakin signifikan bagi perekonomian lokal dan global, seperti yang tercantum dalam pernyataan visi WIEGO (Woman In Informal Employment Globalizing and Organizing) yaitu mayoritas dari pekerja yang ada saat ini bekerja di sektor informal yang terus meningkat akibat globalisasi: mobilitas kapital, restrukturisasi produksi barang dan jasa, dan deregulasi pasar tenaga kerja mendorong semakin banyak pekerja ke sektor informal.
Menurut Alma (2001), sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Namun, sebenarnya tidak benar bila disebut sebagai perusahaan berskala kecil, karena sektor informal dianggap sebagai suatu manifestasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara yang sedang berkembang, dan kebanyakan dari mereka yang memasuki kegiatan ini bertujuan lebih kepada mencari pekerjaan dan pendapatan daripada untuk memperoleh keuntungan. Biasanya, mereka yang terlibat dalam sektor informal adalah orang yang berpendidikan rendah, tidak terampil dan kebanyakan para migran.
Sedangkan menurut Hidayat (1979), sektor informal adalah lawan dari sektor formal yang yang diartikan sebagai suatu sektor yang terdiri dari unit usaha yang telah memperoleh proteksi ekonomi di pemerintah, sedangkan sektor informal adalah unit usaha yang tidak memperoleh proteksi ekonomi dari pemerintah. Sementara itu Breman dalam (Manning, 1991) menyatakan bahwasektor informal adalah kumpulan pedagang dan penjual jasa kecil yang dan segi produksi secara ekonomi telah begitu menguntungkan, meskipun mereka menunjang kehidupan bagi penduduk yang terbelenggu kemiskinan.
Mengenai struktur informal ini Breman dalam (Manning, 1991) menambahkan bahwa sektor informal merupakan suatu istilah yang mencakup dalam istilah usaha sendiri, merupakan jenis kesempatan kerja yang kurang terorganisir, sulit dicacah, sering dilupakan dalam sensus resmi, persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan-aturan hukum.
Mereka adalah kumpulan pedagang, pekerja yang tidak terikat dan tidak terampil, serta golongan-golongan lain dengan pendapatan rendah dan tidak tetap, hidupnya serba susah dan semi kriminal dalam batas-batas perekonomian kota.
Ciri-Ciri Sektor Informal
Pada umumnya, sektor informal tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggalnya, tidak mempunyai keterkaitan (lingkage) dengan usaha lain yang lebih besar, tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan dan sebagainya (Suwandi, 1993). Menurut Enzo Mingiore seperti dikutip Prijono T (1989), ciri-ciri sektor informal yang cukup kentara adalah hubungan kerja tanpa perjanjian atau kontrak tertulis, dan usahanya yang masih menggunakan teknologi sederhana.
Menurut Magdalena (1991), ciri-ciri sektor informal di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Kegiatan usaha tidak terorganisir secara baik, karena unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor informal.
- Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha.
- Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam arti lokasi maupun jam kerja.
- Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini.
- Unit usaha berganti-ganti dari suatu subsektor ke subsektor lain.
- Teknologi yang dipergunakan tradisional.
- Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya juga kecil.
- Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal, sebagian besar hanya diperoleh dari pengalaman sambil bekerja.
- Pada umumnya unit usaha termasuk “One Man Enterprise” dan kalaupun pekerja biasanya dari keluarga sendiri.
- Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri, atau dari lembaga keuangan tidak resmi.
- Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi berpenghasilan menengah ke bawah.
Sebab Munculnya Sektor Informal
Di Indonesia sektor informal mulai dikenal sejak tahun 1970. Namun keberadaannya baru mulai diperhitungkan sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998. Munculnya sektor informal pada waktu itu terjadi karena tingginya angka PHK dan angka pengangguran. Adanya sektor informal mampu menyerap sebagian besar pencari kerja dan menyediakan lapangan pekerjaan untuk kalangan miskin. Menurut Suwandi (1993), pada umumnya pekerja di sektor informal menganggap bahwa sektor ini sebagai sektor transisi sampai adanya kesempatan untuk bekerja di sektor formal. Hal ini dikarenakan, untuk masuk sektor informal sangatlah mudah dan tidak ada persyaratan ketat. Yang penting adanya kemauan, siapapun bisa terjun ke sektor informal. Menurut Manning (1996), sektor informal muncul akibat kurang siapnya daya dukung kota terhadap pembengkakan tenaga kerja dari desa, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah pengangguran penuh dan yang pengangguran separuh.
Pendapat lain mengatakan bahwa sektor informal muncul karena timbulnya masalah kemiskinan perkotaan akibat tidak cukup tersedianya lapangan kerja di perkotaan (Nasution, 1987). Todaro sebagaimana dikutip oleh Manning (1996) juga mengemukakan pendapatnya. Dia mengatakan kota-kota di dunia ketiga mengalami apa yang disebut urbanisasi berlebih (over urbanization), yaitu suatu keadaan dimana kota-kota tidak dapat menyediakan fasilitas pelayanan pokok dan kesempatan kerja yang memadai kepada sebagian besar penduduk. Keadaan ini terjadi karena adanya urban bias, yakni kebijakan yang lebih mengutamakan pengembangan perkotaan, sehingga penduduk luar kota banyak yang terangsang untuk mencari nafkah ke kota, sedangkan pemerintah kota sudah tidak mampu menambah fasilitas perkotaan.
Dampak Munculnya Sektor Informal
Sektor informal sering dijadikan kambing hitam dari penyebab kesemrawutan lalu lintas maupun pencemaran lingkungan. Padahal, keberadaan dari sektor informal ini sangat membantu kepentingan masyarakat dalam menyediakan lapangan pekerjaan dengan penyerapan tenaga kerja secara mandiri atau menjadi safety belt bagi tenaga kerja yang memasuki pasar kerja, selain untuk menyediakan kebutuhan masyarakat golongan menengah ke bawah.
Pada umumnya sektor informal sering dianggap lebih mampu bertahan hidup (survive) dibandingkan sektor usaha yang lain. Hal tersebut dapat terjadi karena sektor informal relatif lebih independen atau tidak tergantung pada pihak lain, khususnya menyangkut permodalan dan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan usahanya. Menurut Iwan (1987) dampak positif yang ditimbulkan oleh sektor informal, antara lain: membuka lapangan pekerjaan, sumber pendapatan daerah, memenuhi kebutuhan masyarakat, sarana pemasaran bagi sektor formal dan sarana pemasaran bagi industri kecil. Iwan menambahkan, adapun dampak negatif yang ditimbulkan oleh sektor informal adalah mengganggu ketertiban dan kebersihan kota, menimbulkan kemacetan lalu lintas, mengganggu keindahan lingkungan kota.
Perbedaan kesempatan memperoleh penghasilan antara sektor formal dan sektor informal pada pokoknya didasarkan atas perbedaan antara pendapatan dari gaji dan pendapatan dari usaha sendiri. Variabel kuncinya terletak pada tingkat rasionalisasi pekerjaan, yaitu: apakah pekerja diatur atas gaji yang tetap yang permanen dan teratur ataukah tidak (Manning, 1985). Salah satu aspek penting dari perbedaan antara sektor formal dan sektor informal adalah bahwa kesempatan kerja dalam sektor informal sering dipengaruhi oleh jam kerja yang tidak tetap dalam suatu jangkawaktu tertentu (misalnya seminggu). Hal ini disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka panjang sehingga upah di sektor ini cenderung dihitung per hari atau per jam. Oleh karena itu, penting untuk membedakan antara tingkat upah (per jam atau per hari) dan penghasilan rata-rata (per minggu atau per bulan) (Manning, 1985).
Peran Sektor Informal Bagi Perekonomian
Sektor modern ternyata tidak mampu menyiapkan pekerjaan seperti yang diharapkan. Pertumbuhan angkatan kerja di negara berkembang sangat cepat. Selain itu krisis ekonomi yang sering melanda negara negara berkembang menyebabkan terhambatnya mereka mengembangkan sektor moderen. Investasi di negara berkembang lebih banyak mengandalkan pinjaman luar negeri dan sangat terbatas. Pemerintah sangat terbataskemampuannya dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Setelah menghadapi berbagai masalah di atas pemerintah mulai membangun pandangan yang berbeda tentang sektor informal. Sektor ini tidak lagi dianggap sebagai sektor marjinal tapi merupakan sektor ekonomi yang membantu pemerintah memecahkan masalah pengangguran di dalam negeri.
Para pengusaha sektor informal mencoba menghindari berbagai macam beban keuangan karena praktek korupsi yang meluas. Dengan masuk ke sektor informal mereka bisa menghindari pungutan yang membebani keuangan mereka. Namun karena bergerak di sektor informal maka otomatis mereka tidak mendapat pelayanan publik yang memadai dibanding dengan mereka yang bergerak di sektor formal. Biasanya mereka yang bergerak di sektor publik mendapat perlindungan jaminan hak milik dari negara. Setelah sektor informal mendapat pengakuan maka timbul pertanyaan bagaimana menumbuhkan sektor ini? Selama ini kebijakan ekonomi neo-klasik lebih berpihak kepada usaha besar. Oleh karena itu, kebijakan mekanisme pasar seolah olah lebih menguntungkan usaha besar daripada usaha kecil. Hernando de Soto adalah ahli ekonomi yang secara konsisten melihat bahwa kebijakan mekanisme pasar juga cocok untuk sektor usaha informal atau usaha mikro (Soto, 2000). Campur tangan pemerintah yang tidak terlalu banyak akan memberi kesempatan sektor informal tumbuh secara mandiri dan kuat. Oleh karena itu, de Soto menginginkan pemerintah harus menghapus atau mengurangi aturan yang terlalu membelenggu sektor informal berkembang. Perkembangan sektor informal yang pesat akan membantu pemerintah dalam penciptaan lapangan kerja. Peranan sektor informal terhadap perekonomian adalah:
- Menjamin tingkat kompetisi dan fleksibilitas produksi
- Memberi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi lokal
- Sektor ini mendorong upah di sektor formal untuk bergerak kebawah
- Menyediakan harga barang dan jasa yang murah
- Member pendapatan yang cukup untuk individu tertentu
- Upah tenaga kerja sangat murah
- Upah yang murah dengan biaya administrasi/birokrasi yang murah mengakibatkan produktivitas modal sektor ini cukup tinggi
- Pengalaman beberapa negara menunjukkan bahwa penurunan GDP dapat ditutupi dengan kenaikan yang cepat sektor informal.