Diperbarui tanggal 10/Des/2022

Kemiskinan

kategori Ekonomi Pembangunan / tanggal diterbitkan 9 Desember 2022 / dikunjungi: 1.21rb kali

Pengertian Kemiskinan

Dalam artian sempit, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Sedangkan menurut Suryawati (2005), mengatakan kemiskinan dalam artian luas adalah suatu intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu : (1) kemiskinan (proper), (2) ketidak berdayaan (powerless), (3) kerentaan menghadapi situasi darurat (state of emergency), (4) ketergantungan (dependence), dan (5) keterasingan (isolatoin) baik secara geografis maupun sosiologis. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara, pemahaman utamanya mencakupi:

  1. Gambaran kekurangan materi, yaitu biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  2. Gambaran tentang kebutuhan sosial termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan dan ketidak mampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasih. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna memadai disini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi diseluruh dunia.

Menurut UNDP dalam cahyat (2007), defenisi kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraan memenuhi kebutuhan dasar, sementara lingkungan penduduknya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan secara berkesinambungan atau untuk keluar dari kerentanan. Pada dasarnya defenisi kemiskinan ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

Kemiskinan absolut

Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendaptan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makan, pakaian dan perumahan agara dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Bank dunia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1 per hari dan kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari.

Kemiskinan relatif

Kemiskinan ini dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding dengan masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan.

Sedangkan menurut Arsyad (2004), dapat dibagi atau dikelompokan kedalam empat bentuk, yaitu:

  1. Kemiskinan absolut : bila pendapatannya dibawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
  2. Kemiskinan relatif : kemiskinan karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
  3. Kemiskinan kultural mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebebkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.
  4. Kemiskinan struktural : situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.

Menurut Anggereny (2014,) mencoba mengelompokan menjadi dua jenis, yaitu:

  1. Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus.
  2. Kemiskinan buatan, lebih banyak dikaitkan oleh sistem medernisasi atau pembangunan yang membuat masyarakat tidak menguasai sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata.

Ukuran Kemiskinan

Pengukuran kemiskinan suatu masyarakat bukan hal mudah dilakukan. Kondisi masyarakat suatu daerah dikatakan miskin tidaklah sama dengan daerah yang lain. Untuk itu di indonesia telah banyak indikator yang dipengaruhi untuk mengukur kondisi suatu masyarakat itu bisa dikatakan miskin dan bisa digunakan untuk semua masyaraka dan daerah. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2015) penduduk miskin merupakan penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Graris kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makan dan garis kemiskinan non makan. Garis kemiskinan makan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang di seratakan dengan 2,100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada dilapisan bawah), dan konsumsi non makan ( dari 54 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antar wilayah pedesaan dan perkotaan).

Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis ukuran penduduk, ukuran ini sering disebut juga dengan garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki garis kemiskinan dibawah maka dinyatakan dalam kondisi miskin. Garis kemiskinan non makan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi dipedesaan. Menurut Badan Pusat Statistik, Garis kemiskinan dapat dirumuskan:

GK = GKM + GKNM

Keterangan:
GK = Garis Kemiskinan
GKM = Garis Kemiskinan Makanan
GKNM = Garis Kemiskinan Non Makanan

Menurut Amelia (2012), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan.

Sedangkan menurut Sumodiningrat dalam (Pratama 2015) ukuran kemiskinan secara sederhana dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

  1. Kemiskinan Absolut
    Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup.
  2. Kemiskinan Relatif
    Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitatrnya. Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep kemsikian ini bersifat dinamis atau akan selalu ada.
  3. Kemiskinan Kultural
    Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya atau dengan kata lain seseorang tersebut miskin karena sikapnya sendiri yaitu pemalas dan tidak mau memperbaiki kondisinya.

Daerah pedesaan

  1. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari 320 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.
  2. Miskin sekali, bilan pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 240 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.
  3. Paling miskin,bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 180 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

Daerah perkotaan

  1. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 480 Kg nilai tukar beras per orang per tahun
  2. Miskin sekali, bial pengeluaran keluaraga lebih kecil dari pada 380 Kg nilai tukar beras per orang pertahun.
  3. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari 270 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

Sedangkan ukuran kemiskinan menurut Harlik (2013) , mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang, jika pendapatan kurang dari US$ 1 perhari, maka dikatakan miskin (Bank Dunia, 2000). Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN,2010), mengukur kemiskinan berdasarkan dua kriteria, yaitu:

  1. Kriteria Keluarga Pra sejahtera (pra K.S ), yaitu keluarga yang tidak mempunyai kemampuan untuk menjelaskan agama dengan baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu set pakaian per orang per tahun, lantai rumah bersemen minimum 80%, dan berobat kepuskesmas bila sakit.
  2. Kriteria Keluarga sejahtera 1 (KS 1), yaitu keluarga yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama dengan baik, minimal satu kali per minggu makan daging/telor/ikan, membeli pakaian satu set per tahun, rata-rataluas lantai rumah 8 meter persegi per anggota keluarga umur 10 tahun sampai 60 tahun yang buta huruf, semua anak yang berusia 5 sampai 15 tahun bersekolah, satu dari anggota keluarga memiliki penghasilan yang tetap atau rutin, dan tidak ada yang sakit dalam tiga bulan.

Faktor Penyebab Kemiskinan

  1. Angka pengangguran Tinggi
    Keterbatasan lapangan pekerjaan dapat mengakibatkan angka pengangguran lebih tinggi. Sehingga semakin banyak pengangguran maka tingkat kemiskinan juga meningkat. Meningkatnya pengangguran akan menimbulkan masalah banyak nya pengemis, tindak kejahataan semakin meningkat, dan lain sebagainya.
  2. Pertumbuhan Penduduk
    Angka kelahiran yang semakin tinggi adalah salah satu faktor kemiskinan meningkat dan laju pertumbuhan penduduk menjadi besar. Jika pertumbuhan penduduk tidak seimbang dengan pertumbuhan ekonomi, maka hal tersebut mengakibatkan angka kemiskinan meningkat.
  3. Bencana Alam
    faktor penyebab kemiskinan yang tidak dapat dicegah adalah bencana alam. bencana alam seperti tanah longsor, tsunami, banjir, dan lainnya yang dapat menimbulkan infrakstruktur dan fsikologi. Bencana alam besar dapat membuat masyarakat mengalami kemiskinan karena kehilangan harta benda nya.
  4. Faktor Malas Bekerja
    Malas bekerja merupakan salah satu faktor seseorang terhambat untuk maju dan hidup dibawah garis kemiskinan.
  5. Beban Keluarga
    Anggota keluarga yang banyak yang tidak di imbangi dengan pendapatan yang didapatkan menimbulkan kemiskinankan, hal ini dipicu karena semakin banyak anggota keluarga maka semakin tinggi tuntutan dan beban hidup yang harus dipenuhi.
  6. Tingkat Pendidikan Yang Rendah
    Tingkat pendudukan yang rendah cenderung tidak mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan wawasan yang memadai. Sehingga pada akhirnya mereka tidak mampu bersaing dengan masyarakat berpendidikan tinggi didunia bekerja. Hal ini yang kemudian membuat angka kemiskinan dan pengangguran semakin bertambah.
  7. Distribusi Yang Tidak Merata
    Ketidak samaan pola kepemilikan sumber daya dapat menyebabkan ketidak merataan distribusi pendapatan. Masyarakat yang memiliki sumber daya terbatas dan kualitas yang rendah berada dibawah garis kemiskinan.

Menurut kartasasmita dalam rahmawati (2006), kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurannya empata penyebab, yaitu:

  1. Rendahnya Taraf Pendidikan
    Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Tarap pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan peluang.
  2. Rendahnya Derajat Kesehatan
    Teraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.
  3. Terbatasnya Lapangan Kerja
    Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selain itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.
  4. Kondisi Keterisolasian
    Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan, dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.

Menurut M. Kuncoro dalam (Adhilla and Herianingrum 2020), factor – factor yang berpengaruh terhadap kemiskinan adalah:

  1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah.
  2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnya pun rendah.
  3. Kemiskinan muncul disebabkan perbedaan akses dan modal.

Teori Lingkaran Setan Kemiskinan

Penyebab kemiskinan bermuara pada teori lingkar setan kemiskinan. Adanya keterbelakangan, ketidak sempurnaan, pasar dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya inverstasi berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Logika berpikir ini dikemukakan oleh Ragner Rukse, ekonom pembangunan ternama di tahun 1953, yang mengatakan : “ A poor country is poor because it is poor “ (negara miskin itu karena dia miskin).

Teori lingkaran Setan KemiskinanGambar 1. Teori lingkaran Setan Kemiskinan

Menurut M. kuncoro dalam Ahdi, (2011) mengatakan penyebab kemiskinan sebagai berukut:

  1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidak samaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
  2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnya pun rendah.
  3. Kemiskinan muncul disebabkan perbedaan akses dan modal.

Karakter Penduduk Miskin

Adapum ciri-ciri kelompok (penduduk miskin) adalah sebagai berikut:

  1. Rata-rata tidak mempuntyai faktor produksi sendiri, seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan keterampilan.
  2. Mempunyai tingkat pendidikan yang rendah.
  3. Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja).
  4. Kebanyakan berada di daerah pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area).
  5. Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah cukup) bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan sosial lainnya (Ramdass 2010)

Indeks Kedalaman Kemiskinan

Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan (Firstiana 2017). Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran pesuduk dari garis kemiskinan. Secara lebih spesifik, kesenjangan kemiskinan (Gi) didefinisikan sebagai garis kemiskinan (z) dikurangi pendapatan actual (yi) untuk individu – individu miskin, kesenjangan tersebut dianggap sebesar nol untuk orang lain. Menggunakan fungsi indeks, kita memperoleh  Gi = (z - yi) x l(yi<z)
Selanjutnya, indeks kedalaman kemiskinan (Pi ) dirumuskan sebagai

rumus indeks kedalaman kemiskinan

Indeks Keparahan Kemiskinan

Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin (Firstiana 2017). Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Indeks tersebut hanyalah suatu jumlah terbobot dari kesenjangan kemiskinan, dimana bobot – bobotnya merupakan kesenjangan kemiskinan yang proporsional itu sendiri, yaitu kesenjangan kemiskinan, katakanlah, 10 persen dari garis kemiskinan diberi bobot 10 persen sementara satu dari dari 50 persen diberi bobot 50 persen, hal inilah bertentangan dengan indeks kedalaman kemiskinan, dimana kesenjangan diberi bobot yang sama. Oleh karena itu, dengan menguadratkan indeks kedalaman kemiskinan, ukuran tersebut secara implisit menempatkan bobot yang lebih besar pada pengamatan yang berada jauh di bawah garis kemiskinan.

Tingkat Kemiskinan

Sejauh ini, ukuran yang paling banyak dignakan adalah tingkat kemiskinan (headcount index), yang hanya mengukur bagian penduduk yang dianggap sebagai masyarakat miskin, sering dinyatakan dengan lambing ?0. Rumusnya adalah sebagai berikut dalam (Sugiyarto, Mulyo, and Seleky 2015).

P0= Np/N

Dimana Np adalah jumlah masyarakat miskin dan N adalah total populasi (sampel). Apabila terdapat 60 masyarakat miskin dalam dalam survei terhadap 300 orang, maka P0 = 60/300 = 0,2 = 20 persen. Untuk alasan yang akan dijelaskan dibawah ini, akan sangat membantu apabila rumus diatas disusun ulang menjadi

Rumus Tingkat KemiskinanDalam rumus tersebut, I (.) merupakan sebuah fungsi indikator yang bernilai 1 apabila operasi matematika dalam tanda kurung adalah benar, dan 0 apabila salah. Dengan demikian, bila pengeluaran (Yi) kurang dari garis kemiskinan (z) dan I (.) sama dengan 1, maka rumah tangga tersebut akan dianggap sebagai rumah tangga miskin.