Diperbarui tanggal 15/06/2021

Sejarah Pengetahuan Korosi

author/editor: Edi Elisa / kategori Teknik Korosi / tanggal diterbitkan 15 Juni 2021 / dikunjungi: 1.38rb kali
Pada tahun 1763 sebuah laporan masuk ke kantor Markas Besar Angkatan Laut di London, isinya padat namun rinci. Meskipun dari segi ilmiah cukup sederhana untuk masa itu, laporan tersebut merupakan salah satu contoh paling awal tentang suatu pemecahan atas permasalahan rekayasa praktis yang ditimbulkan oleh korosi. Meskipun demikian, bersamaan dengan berbagai studi serupa yang dilakukan sejak itu, intisari dari kesimpulan-kesimpulan laporan tersebut justru dianggap remeh oleh perekayasa di seluruh dunia.
kapalDua tahun sebelum munculnya laporan itu, lambung kapal Fregat bermeriam 32 pucuk, HMS Alarm, seluruh permukaannya telah dilapisi dengan selaput tembaga tipis. Tujuan pelapisan itu ada dua. Pertama,dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan cukup hebat yang diakibatkan cacing kayu teredo; dan kedua, sifat beracun tembaga diharapkan dapat menghambat perkembangan hewan-hewan yang selalu menempel di lambung kapal dan diperkirakan menghambat laju kapal. Sesudah dua tahun ditugaskan di Hindia Barat, HMS Alarm didaratkan untuk diteliti hasil-hasil eksperimennya.
Segera dijumpai bahwa di banyak tempat, lapisan tembaga telah lepas dari lambung kapal karena paku-paku besi yang digunakan untuk menempelkan ke kayu lapuk sekali. Pemeriksaan yang lebih teliti mengungkapkan bahwa sebagian paku yang kurang berkarat, ternyata terisolasi dari tembaga oleh kertas coklat yang kebetulan terjepit di bawah kepala paku. Ketika dikirim ke galangan, lempengan-lempengan tembaga memang terbungkus kertas dan pembungkus itu baru dilepas ketika lempengan hendak dipakukan ke lambung. Oleh sebab itu, kesimpulan yang jelas, yang juga tercantum dalam laporan tahun 1763 itu, adalah bahwa besi tidak boleh kontak langsung dengan tembaga di lingkungan air laut bila kita ingin mencegah korosi besi yang hebat. Jenis korosi akibat kontak antara dua logam yang tidak sama ini dikenal sebagai korosi galvanik.
Kejadian pertama yang menyangkut diabaikannya himbauan di atas, terjadi lagi pda tahun 1769 ketika Komodor John Byron memulai perjalanan keliling dunia dengan kapal berlapis tembaganya, Dolphin. Selain kekhawatirannya pada ujung-ujung karang Laut Koral yang tak terpetakan, yang bisa saja menggores lambung kapal, Foul-Weather Jack terpaksa kurang tidur akibat bunyi ‘tam-tam-tam’ yang terdengar dari bawah jendela kabinnya. Ia mencatat dalam buku hariannya bahwa bilah kemudi Dolphin yang sudah sangat longgar sewaktu-waktu bisa copot karena besi engselnya, yang bersentuhan langsung dengan selaput tembaga, terkena korosi hingga menjadi setipis jarum.
Tanpa adanya harapan untuk mendapatkan perbaikan dalam situasi yang bgitu menakutkan, ini menjadi kekhawatiran tambahan yang tidak perlu ada di samping banyak hal lain yang harus dihadapi. Sejak itu, gejala korosi dwilogam (bimetallic corrosion), serta banyak bentuk korosi lain yang diterangkan dalam buku ini, terus menimbulkan masalah, kendatipun hasil penelitian telah disebar ke mana-mana. Dalam tahun 1962 sebuah laporan disampaikan ke Kementerian Pertahanan Inggris. Hasil penelitian ini ternyata hampir tidak berbeda dengan laporan dua abat terdahulu karena mengungkapkan bahwa lempeng-ujung paduan tembaga telah copot dari evaporator air laut di sebuah kapal selamkarena baut-baut baja yang menjepitnya telah larut hampir seluruhnya akibat kegiatan galvanik.
Dalam tahun 1982, roda-roda depan dua Sea Harrier milik Angkatan Laut Kerajaan Inggris yang baru pulang dari konflik Falklands (Malvinas) telah patah. Penyelidikan menunjukkan bahwa kegiatan galvanik serupa yang telah begitu jelas bagi para ilmuwan peneliti HMS Alarm 219 tahun silam, telah terjadi antara lingkar roda (wheel hub) dari paduan magnesium dan bearing dari baja tahan karat. Ini baru merupakan contoh-contoh dari satu bidang saja, selain ketiga kasus di atas kerusakan atau kegagalan akibat korosi yang dialami oleh angkatan laut pada hakikatnya semacam. Sebagaimana dalam semua bidang lain dalam peradaban manusia, contoh-contoh seperti di atas, dalam dunia rekayasa jelas sekali memperlihatkan bahwa kita sering lupa belajar dari pengalaman masa lampau.