Diperbarui tanggal 9/02/2023

Sopan Santun

kategori Pendidikan Anak Usia Dini / tanggal diterbitkan 9 Februari 2023 / dikunjungi: 1.92rb kali

Pengertian Sopan Santun

Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sopan santunnya namun lambat laun nilai sopan santun ini sudah mulai terlupakan oleh bangsa kita sendiri. Semakin bertambahnya teknologi dan banyaknya budaya-budaya yang masuk ke Indonesia telah melunturkan moral yang telah tertanam pada generasi muda saat ini. Yang dahulunya sopan santun menjadi ciri khas bangsa Indonesia kini telah tergantikan dengan sikap yang kurang menghargai orang lain, tidak mau mendengarkan nasehat, acuh pada orang disekitar, memandang rendah orang lain, dan melontarkan kata-kata yang menyakiti hati seseorang.

Sejalan dengan hal tersebut dalam Kosakata Bahasa Indonesia Nofrion, (2016: 138) mengatakan bahwa kata sopan dan santun adalah frasa yaitu sopan santun yang diartikan sebagai “budi pekerti yang baik, tata krama, peradaban, dan kesusilaan. Selanjutnya, menurut Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini, (2012: 23) sopan santun dapat berupa penghargaan yang berkaitan dengan perilaku menghormati orang lain yang sesuai dengan norma budaya yang ada di lingkungan tersebut. Sedangkan menurut Djahiri (dalam Hana, 2015: 11) mengungkapkan bahwa sopan santun merupakan ekspresi dari sikap kerendahan hati dan jiwa, yang diekspresikan dalam bentuk perilaku dan cara berfikir dalam integritas pribadi dalam konsistensi perilaku serta tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana menurut Wikipedia (dalam Marbun, 2018: 315) mengatakan bahwa sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok itu.

Selanjutnya menurut Zuriah (dalam Hidayat, 2017: 193) mengatakan bahwa sopan santun merupakan suatu sikap dan perilaku yang tertib sesuai dengan adat istiadat atau aturan yang berlaku di sekelompok masyarakat yang hidup berdampingan. Sedangkan menurut Shinta, (2010: 10) menyatakan bahwa sopan santun adalah menggunakan perkataan atau perbuatan yang terpuji. Dalam hal ini berlaku sopan dengan bertutur kata yang baik kepada setiap orang yang ada disekitar kita. Sejalan dengan Masyarakat Linguistik Indonesia, (2007: 53) menerangkan bahwa sopan santun merupakan suatu bentuk tuturan atau kesantunan dalam berbahasa yang tidak hanya semata-mata motivasi utama bagi penutur untuk berbicara, melainkan merupakan faktor pengatur yang menjaga agar percakapan berlangsung dengan lancar, menyenangkan dan tidak sia-sia sebagaimana yang telah di ungkapkan oleh Leech, (1993: 38) bahwasannya manusia pada umumnya akan lebih senang mengungkapkan pendapat-pendapat yang sopan dari pada yang tidak sopan.

Sejalan dengan hal tersebut Gulam, (2006: 143) menjelaskan sopan santun itu tidak hanya sekedar bertutur kata yang santun dan menganggap pendapatnya lebih baik namun juga bermakna bahwa seseorang bukan saja tidak menganggap dirinya lebih tinggi daripada orang lain, melainkan menganggap orang lain itu lebih baik dari pada dirinya. Akan tetapi menurut Sari, (2018: 142) mengatakan bahwa sopan santun merupakan istilah bahasa jawa yang dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak sombong, dan berakhlak mulia.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sopan santun yang dapat diartikan sebagai budi pekerti yang baik tata krama, peradaban dan sesusilaan. Sopan santun juga merupakan nilai yang terikat dengan tata krama penghormatan pada orang lain yang diekspresikan dalam perilaku serta sikap rendah hati yang dihasilkan dari hati nurani. Sopan santun merupakan suatu bentuk tuturan dan kesatuan dalam berbahasa yang dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang timbul dari adanya peraturan dan hasil pergaulan dari sekelompok orang dilingkungan yang ia tinggali.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sopan Santun

Menurut Mahfudz (dalam Darmadi, 2018: 317) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi sopann santun disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

  1. Anak-anak tidak mengerti aturan yang ada, atau ekspresi yang diharapkan dari dirinya jauh melebihi apa yang dapat mereka cerna pada tingkatan pertumbuhan mereka saat itu
  2. Anak-anak ingin melakukan hal-hal yang diinginkan dan kebebasannya
  3. Anak-anak meniru perbuatan orangtua
  4. Adanya perbedaan perlakuan di sekolah dan dirumah
  5. Kurang pembiasaan sopan santun yang sudah diajarkan oleh orangtua sejak dini.

Berikutnya, menurut Slamet Suyanto (dalam Fitri, 2017: 158) ada kriteria keluarga tidak harmonis yang dapat mempengaruhi sopan santun anak, yaitu:

  1. Keluarga yang tidak utuh
  2. Kesibukan orang tua sehingga jarang memeperhatikan perilaku anak
  3. Hubungan interpersonal keluarga yang tidak baik
  4. Gangguan fisik/mental dalam keluarga
  5. Kasih sayang yang diberikan cenderung dalam bentuk materi bukan psikologis
  6. Hubungan ayah dan ibu yang tidak harmonis
  7. Sikap orangtua yang acuh terhadap anak
  8. Sikap kontrol yang kurang konsisten
  9. Kurang stimulus kognitif dan sosial

Cara Membentuk Sopan Santun Pada Anak

Menurut Ujiningsih dan Sunu Dwi Antoro (dalam Rubingat, 2011: 195) mengatakan bahwa cara orang tua dalam membentuk sopan santun anak dirumah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Berikan contoh dalam kehidupan sehari-hari
  2. Menanamkan sikap sopan santun melalui pembiasaan
  3. Menanamkan sikap sopan santun sejak anak masih kecil
  4. Memperlihatkan sikap perhatian pada anak

Selanjutnya, menurut Khairuddin, (2014: 85) ada beberapa cara untuk membentuk sopan santun anak yaitu:

  1. Orangtua memberi contoh saat berinteraksi dengan orang lain. Misalnya saat anak mengobrol dengan teman, menyapa tetangga.
  2. Mengajak anak saat bersilaturahmi atau saat berkumpul bersama teman dan saudara.
  3. Konsisten mengajarkan anak agar berperilaku sopan dalam pergaulan sehari-hari.
  4. Mengucapkan kata maaf, terimakasih, dan tolong pada saat bergaul dengan lingkungannya.
  5. Beri kesempatan anak untuk bergaul dengan teman-temannya.

Menurut Wiyani, (2013: 104-106) bahwa diterapkan dan dibiasakan untuk anak usia dini umumnya hanya sebatas pada hal-hal pada kehidupan sehari-hari yang diharapi anak dengan mencakup hal-hal berikut ini:

  1. Ucapan salam ketika berjumpa
    Sebagai orangtua ataupun guru PAUD dapat membiasakan sopan santun ini pada saat anak hendak masuk kerumah, saat datang ke sekolah, saat bertemu orang yang lebih tua dari si anak, saat bertemu dengan guru maupun teman-temannya. Misalnya, membiasakan mengucapkan “selamat pagi” dalam bahasa indonesia, “assalamu?alaikum”, dan salam lainnya sesuai dengan tradisi yang berlaku di daerah tersebut.
  2. Ucapan salam ketika berpisah
    Seperti pada saat bertemu, ada pula ucapan salam pada saat berpisah. Misalnya, dalam bahassa indonesia dikenal dengan ucapan “sampai jumpa” atau sampai bertemu lagi”. Bila budaya setempat ada tradisi ucapan yang lain, tidak ada salahnya budaya tersebut diperkenalkan pada anak usia dini.
  3. Ucapan ketika menerima pemberian
    Ucapan “terima kasih” merupakan respons padda saat menerima pemberian. Pemberian tersebut dapat berupa benda dan juga bantuan, dan bantuan yang sangat berarti hingga bantuan yang sekecil-kecilnya. Misalnya, dengan membiasakan mengucapkan “terima kasih” dari bahasa lokal tersebut, seperti kata “matur nuwun” pada masyarakat Jawa.
  4. Jawaban terhadap ucapan terima kasih
    Jawaban atas ucapan terima kasih sangatlah beragam. Untuk itu, sebagai orangtua dan guru PAUD perlu menyepakati jawaban yang akan dibiasakan pada anak. seperti “terima kasih kembali”, “sama-sama”, atau jawaban yang lain seperti jawaban yang berasal dari bahasa lokal.
  5. Kebiasaan memberi komentar positif
    Perlu disadari bahwa komentar yang positif akan sangat menyenangkan pihak yang diberi komentar dan ini sangat baik untuk membina hubungan sosial. Misalnya saja seorang anak bernama zui yang dapat bernyanyi dengan merdu, mengapa tidak kita menyatakan dengan kata seperti “wahh merdu sekali suaranya” tentunya komentar tersebut akan menjadikan zui bergembira dan biasanya ia akan mengulang kembali nyanyian yang dinyatakan merdu tersebut.
  6. Ucapan ketika melakukan kesalahan
    Hampir tidak ada orang yang dengan sengaja ingin membuat kesalahan. Sama halnya dengan kesalahan pada anak usia dini lakukan. Bahkan, kesalahan yang mereka lakukan bisa terjadi karena ketidakmampuannya. Misalnya, salah menaruh benda pada rak yang seharusnya, menjatuhkan kue temannya, lupa mengembalikan sandal yang dipinjam dari temannya, dan lain sebagainya. Dengan berbagai kesalahan yang dilakukan anak tersebut dan apapun sebab yang melatarinya, upayakan pada anak usia dini agar terbiasa untuk meminta maaf.
  7. Beberapa perilaku fisik sebagai ekspresi sopan santun
    Beberapa perilaku fisik sebagai ekspresi dari sopan santun seperti mengucapkan permisi atau dalam bahasa Jawa “nuwun sewu” pada saat anak berjalan berdekatan dengan orang yang sedang duduk, menatap wajah orang yang mengajak bicara/diajak berbicara dengan ramah, mendengarkan pada saat orang mengajak berbicara dan merespons atau menjawab lambaian teman atau orangtua.
  8. Ucapan meminta izin
    Dalam bahasa Indonesia, kata-kata seperti “permisi” tentunya sudah menjadi hal yang dianggap memenuhi sopan santun ketika memina izin. Walaupun demikian, orangtua dan guru PAUD perlu mengamati dan mempelajari apakah bahasa Indonesia tersebut sudah cukup atau belum mungkin ada sopan santun daerah yang lain untuk dikuasai anak usia dini.
  9. Bagaimana memperlakukan benda atau barang pinjaman dari teman
    Sudah cukup banyak anak usia dini (bahkan anak yang lebih dewasa) yang berperilaku “mudah untuk meminjam, namun lupa mengembalikan”. Untuk itu, harus diajarkan sejak dini bagaimana memperlakukan benda atau barang pinjaman temannya.

Sejalan dengan hal tersebut Bachtiar (dalam Hana, 2015: 22) hal yang perlu dimiliki oleh anak agar anak miliki sikap sopan santun dalam berbicara antara lain:

  1. Terimakasih
    Mengajarkannanak untuk mengucapkannterimakasihhsaat di beri pertolongan atau di beri sesuatu. Dengan begitu anak akan terbiasa untuk mengucapkan terimakasih dan terbiasa untuk menghargaiiorang lain.
  2. Tolong
    Mengajarkan kata tolong pada anak dalam penerapannya anak hanya perlu diinginkan tidak perlu dengan cara di paksa. Dengan begitu anak akan mengerti pentingnyaamengucapkan kata tolong.
  3. Maaf
    Melalui pengenalan kosa kata kesopanan dalam berkomunikasi dengan orang lain, mengajarkannya pun tidak perlu dengan paksaan anak akan dihadapkan untuk mengapresiasikan nilai-nilai positif, sehingga secara tidak lagsung anak akan belajar untuk menghargai orang lain dengan bersabar hati dan mengakui kesalahannya.

Indikator Sopan Santun

Adapun indikator sopan santun menurut Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini, (2012: 23) sebagai berikut:

  1. Melakukan kebiasaan yang baik
    Menurut Mursid (2015: 89) melakukan kebiasaan yang baik adalah cerminan kepribadian seseorang yang tampak dalam perbuatan dan interaksi terhadap orang lain dalam lingkungan sekitarnya. Selanjutnya menurut Prayitno (dalam Nurfirdaus & Risnawati 2019: 38) mengatakan bahwa kebiasaan yang baik adalah tingkah laku yang cenderung selalu ditampilkan oleh individu dalam menghadapi keadaan tertentu, kebiasaan baik terwujud dalam tingkah laku nyata seperti memberi salam, tersenyum, ataupun yang tidak nyata seperti berpikir, merakasan dan bersikap.
  2. Berpakaian yang rapi dan sopan
    Menurut Habibah (2014: 66) berpakaian yang rapi dan sopan adalah segala sesuatu yang dikenakan seseorang dalam berbagai ukuran dan modelnya berupa baju, celana, sarung, jubah, ataupun yang lain. Sesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus ataupun umum. Seperti bila di tempat umum sebaiknya berpakaian sopan, berpakaian bersih, rapi dan tidak berbau,
  3. Mendengarkan ketika orang lain berbicara
    Menurut Setiawati ( 2010: 1.9) mengatakan bahwa mendengarkan ketika orang lain berbicara merupakan kegiatan seseorang ketika mendengarkan harus ada yang mendengar, yaitu pembicaraan. Sebaliknya jika seseorang berbicara, dia akan sangat mengaharapkan dan kemungkinan akan menuntut harus ada orang yang akan mendengarkan pembicaraannya. Apabila tidak, dia tidak akan mau melakukan kegiatan berbicara.
  4. Berbicara dengan sopan
    Menurut Sa?adah, Dkk (2010: 289) berbicara dengan sopan merupakan bagaimana cara seseorang berbicara dengan orang lain, seseorang yang berbicara dengan ramah dan sopan akan lebih di senangi di bandingkan dengan orang yang berbicara kasar dan membentak.
  5. Bersabar dalam menunggu giliran berbicara
    Menurut Sulistyowati (2007: 320) sabar menunggu giliran adalah tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati), tabah, tenang, tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu. Dalam hal sabar menunggu giliran diperlukan latihan yang terus menerus dan berkelanjutan.
  6. Menghargai bantuan dari orang lain
    Menurut Ilmy (2008: 97) menghargai bantuan dari orang lain merupakan akhlak mulia atau perilaku terpuji yang dicontohkan Rasulullah saw. Setiap manusia harus mendasari hubungan sosialnya dengan saling menghargai baik menyangkut kepribadian maupun bantuan dari seseorang.
  7. Melakukan kebiasaan salam saat masuk rumah atau tempat lain.
    Menurut Muthahhari (2001: 94) islam mengeluarkan peraturan ini yaitu janganlah sekali-kali kalian memasuki rumah orang lain (sekarang kita tidak mungkindapat memasuki, karna pintu senantiasa terkunci, sekalipun pintu dalam keadaan terbuka janganlah kalian memasukinya) “dan memberi salam kepada penghuninya, ucapkanlah salam, jangan kalian memasuki rumah dengan tanpa memberi salam terlebih dahulu.
  8. Melakukan kebiasaan mengucapkan salam saat bertemu atau berpisah dengan orang lain
    Menurut Chaika (dalam Srijono 2017: 3) berpendapat bahwa kewajiban untuk menyapa seseorang sangat penting dengan asas saling menghargai. Demikian pula pada saat akan berpisah dengan seseorang, tidak sopan jika mengakhiri percakapan tanpa mengucapkan selamat tinggal. Salam dan perpisahan di bagi menjadi 2 yaitu bentuk formal dan informal. Bentuk formal memiliki beberapa ekspresi yang dapat muncul di bawah pengaruh situasi. Misalnya, saat menyapa seseorang yang telah memberikan bantuan, kita dapat mengucapkan: “terimakasih untuk bantuannya”. Secara umum, bentuk tidak resmi pada umumnya memiliki batasan mirip dengan bentuk formal. Misalnya, selain menggunakan „Apa kabar?„ pengguna juga dapat menggunakan „selamat pagi? atau lainnya.
  9. Tidak mengejek atau menghina orang lain
    Menurut kamus KBBI mengejek atau menghina merupakan perilaku yang mengolok-olok (menertawakan, menyindir) untuk menghinakan (mempermainkan dengan tingkah laku)