Diperbarui tanggal 28/04/2024

Permainan Konstruktif

kategori Pendidikan Anak Usia Dini / tanggal diterbitkan 28 April 2024 / dikunjungi: 227 kali

Pengertian Permainan Konstruktif

Menurut Tedjasaputra (2001: 53) yang dimaksud bermain konstruktif yaitu kegiatan yang menggunakan berbagai benda yang ada untuk menciptakan suatu hasil karya tertentu. Berbagai manfaat bisa diperoleh melalui kegiatan bermain ini, antara lain mengembangkan kemampuan anak untuk berdaya cipta (kreatif), melatih keterampilan motorik halus, melatih konsentrasi, ketekunan, daya tahan. Kalau ia berhasil, akan menimbulkan rasa puas, mendapat penghargaan sosial (pujian dari orang lain) yang akan meningkatkan keinginan anak bekerja lebih baik lagi.
Menurut Hurlock (2005: 330) bermain konstruktif adalah bentuk bermain dimana anak-anak menggunakan bahan untuk membuat sesuatu yang bukan untuk tujuan bermanfaat melainkan lebih ditujukan bagi kegembiraan yang diperolehnya dari membuatnya. Pada mulanya, kebanyakan bermain konstruktif adalah reproduktif. Anak mereproduksi obyek yang dilihatnya kedalam kehidupan sehari-hari atau dalam media massa ke dalam bentuk konstruksinya.

Selanjutnya menurut Montolalu (2008: 2.22) menyebutkan bahwa bermain konstruktif merupakan bentuk permainan aktif di mana anak membangun sesuatu dengan mempergunakan bahan atau alat permainan yang ada. Selain itu Mutiah (2010: 155) juga mengemukakan bahwa bentuk permainan yang sangat dikenal dari permainan yang konstruktif adalah membuat benda-benda. Pada masa-masa awal permainan konstruktif, anak-anak membuat benda-benda dari tanah, pasir, balok-balok kayu, tanah liat, kertas, lilin, dan cat.

Sedangkan menurut Yuliani Nurani Sujiono dan Bambang Sujiono (2010: 144), bermain konstruktif adalah cara bermain yang bersifat membangun, membina, memperbaiki, dimana anak-anak menggunakan bahan untuk membuat sesuatu yang bukan untuk bertujuan bermanfaat, melainkan ditujukan bagi kegembiraan yang diperolehnya dari membuatnya. Yang dimaksud konstruktif adalah bahwasanya anak-anak membuat bentuk-bentuk dengan balok-balok, pasir, lumpur, tanah liat, manik-manik, cat, pasta, gunting dan krayon. Sebagian besar konstruksi yang dibuat merupakan tiruan dari apa yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari atau dari layar bioskop atau televisi.

Berdasarkan uraian beberapa pendapat tentang bermain konstruktif di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa bermain konstruktif adalah suatu bentuk kegiatan yang bertujuan untuk membangun dan menciptakan suatu karya nyata yang ada dalam pikiran anak dengan menggunakan berbagai alat dan bahan seperti, lego, puzzle, geometri dan sebagainya tanpa memikirkan manfaat, melainkan mendapatkan kesenangan yang di peroleh dari membuatnya.

Ciri-ciri Permainan Konstruktif

Menurut Hurlock (dalam Inovia Nurul Vebianti, 2013: 24-25) mengemukakan ciri-ciri bermain konstruktif, yaitu:

  1. Reproduktif
    Anak memproduksi objek yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari atau media masa ke dalam bentuk konstruksinya, misalnya membuat menara dari pasir atau tanah liat yang dilihatnya di televisi.
  2. Produktif
    Melalui bermain konstruktif anak akan menghasilkan suatu karya dengan menggunakan bahan mainan yang dipergunakannya. Anak menunjuk orisinilitas dalam konstruksi yang mereka hasilkan, dengan kata lain anak memproduksi atau membentuk melalui bahan mainan yang mereka pergunakan.
  3. Memperoleh Kegembiraan
    Melalui bermain konstruktif anak membuat suatu bentuk tertentu, anak akan memperoleh kegembiraan umumnya terutama pada saat sendirian. Anak belajar menghibur diri apabila tidak ada teman bermain. Anak juga belajar bersikap sosial jika anak membangun sesuatu dengan teman bermainnya dengan bekerja sama dan menghargai prestasinya.

Manfaat Permainan Konstruktif

Seto Mulyadi dalam Inovia Nurul Vebianti, 2013: 25-27, mengemukakan ada beberapa manfaat yang diperoleh dari permainan konstruktif ini, yaitu:

  1. Manfaat fisik
    Bermain konstruktif membantu anak mematangkan otot-otot dan melatih keterampilan anggota tubuhnya. Bermain konstruktif juga bermanfaat sebagai penyalur energi yang berlebihan. Anak TK mempunyai kecenderungan bermain aktif misalnya bermain bebas, bermain konstruktif, bermain peran yang semuanya masih tetap memiliki kegembiraan.
  2. Manfaat terapi
    Dalam kehidupan sehari-hari anak butuh penyaluran bagi ketegangan sebagai akibat dari batasan lingkungan. Bermain konstruktif juga memberikan peluang bagi anak untuk mengekspresikan keinginan dan hasratnya yang tidak dapat diperoleh melalui cara lain.
  3. Manfaat edukatif
    Melalui permainan dengan alat-alat anak dapat mempelajari hal-hal baru yang berhubungan dengan bentuk-bentuk, warna, ukuran, dan tekstur suatu benda. Semakin besar anak, anak mengembangkan banyak keterampilan baru di dalam bermain, hal ini dapat membantu pengembangan diri anak.
  4. Manfaat kreatif
    Bermain konstruktif memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kreativitasnya. Anak dapat bereksperimen dengan gagasan-gagasan barunya baik dengan menggunakan alat bermain ataupun tidak. Sekali anak merasa mampu menciptakan sesuatu yang baru dan unik, ia akan melakukannya kembali dalam situasi yang lain.
  5. Pembentukan konsep diri
    Melalui bermain konstruktif anak belajar mengenali dirinya dan hubungannya dengan orang lain. Anak menjadi tahu apa saja kemampuannya dan bagaimana perbandingannya dengan kemampuan anak-anak lain. Hal ini memungkinkan anak membentuk konsep diri yang jelas dan realistik.
  6. Manfaat sosial
    Bermain dengan teman-teman sebaya membuat anak belajar membangun suatu hubungan sosial dengan anak-anak lain yang belum dikenalnya dan mengatasi berbagai persoalan yang ditimbulkan oleh hubungan tersebut.
  7. Manfaat moral
    Bermain memberikan sumbangan yang paling penting bagi upaya memperkenalkan moral kepada anak. Di rumah maupun di sekolah anak belajar mengenal norma-norma kelompok, mana yang benar mana yang salah, bagaimana bersikap adil dan jujur.

Jenis-jenis Permainan Konstruktif

Permainan konstruktif terdiri dari beberapa macam, diataranya yang dikemukakan oleh Hurlock, (1980: 122) yaitu “Pada masa kanak-kanak awal anak-anak membuat bentuk dengan balok-balok, pasir, lumpur, tanah liat, manik-manik, cat, pasta, gunting dan krayon. Sebagian konstruksi yang dilihat merupakan tiruan dari apa yang diliharnya dalam kehidupan sehari-hari atau dari layar bioskop atau televisi. Menjelang berakhirnya masa kanak-kanak, anak-anak sering menambahkan kreativitasnya ke dalam konstruksi-konstruksi yang dibuat berdasarkan pengamatannya dalam kehidupan sehari-hari”.

Macam-macam permainan konstruktif menurut Yeni Rachmawati (2005:155) sebagai berikut:

Play Dough

Alat dan bahan yang digunakan:

  1. Guru menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat play dough yaitu: tepung terigu (1 kg), minyak sayur (250 gr), serbuk pewarna makanan (berwarna-warni), garam dan air secukupnya.
  2. Anak-anak diperkenankan untuk mengumpulkan bahan-bahan lain untuk hiasan dalam membuat hiasan seperti bulu ayam, kancing, batu,daun dan lain sebagainya, sehingga dapat membantu mereka lebih mengekspresikan dirinya dalam bermain melalui kegiatan ini.

Kegiatan yang dilakukan:

  1. Untuk memudahkan pengawasan, guru dapat memudahkan dalam pengawasan. Dengan kelompok kecil ini anak juga dapat merasakan pengalaman langsung dengan terlibat aktif dalam kegiatan ini.
  2. Guru membagikan bahan-bahan secara proporsional untuk setiap kelompok.
  3. Untuk membuat play dough, anak-anak dapat mencampur semua bahan menjadi satu (terigu, minyak, garam, air) diaduk sehingga tidak lengket dan menjadi berwarna. Jika menginginkan play dough yang berwarna-warni, adonan yang belum diwarnai dapat dibagi menjadi
    beberapa bagian terlebih dahulu kemudian baru diberi warna sesuai dengan keinginan anak.
  4. Setelah itu, setiap anak diperkenankan membentuk benda-benda yang diinginkannya dengan menggunakan bahan play dough tadi. Misalnya membuat binatang, membuat bunga, rumah dan lain sebagainya.
  5. Setelah anak selesai membuat benda tersebut, mereka diminta menceritakan hasil karyanya kepada teman-temannya.
  6. Sementara itu teman yang lainnya menyimak dan dapat mengajukan pertanyaan berkenan dengan benda yang dibuat oleh temannya.
  7. Guru bersama anak lainnya memberikan penghargaan atas hasil karya yang telah dibuat anak, dengan cara memberikan tepuk tangan atau pun pujian.
    Dalam kegiatan ini sangat erat kaitannya dengan kerjasama antara anak satu dengan anak yang lain, dimana dalam kegiatan ini kerjasama anak satu dengan yang lainnya diperlukan, misalnya ketika guru menyuruh anak dalam suatu kelompok untuk membuat rumah-rumahan dari playdough disitulah terdapat kerjasama antara anak satu dengan yang lain.

Plastisin

Bahan yang dibutuhkan:

  1. Plastisin berwarna atau bahan-bahan lain yang liat dan aman bagi anak.
  2. Cetakan dalam berbagai bentuk dan motif (bulat, segitiga, segi empat).

Tugas yang harus dilakukan anak dan guru adalah:

  1. Anak dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri 3-5 anak.
  2. Berikan masing-masing bahan tanah liat/plastisin/ lilin ( malam) dengan beberapa warna. Berikan juga beberapa cetakan dengan ragam bentuk atau motif yang berlainan.
  3. Mintalah kepada anak untuk membentuk tanah liat ke dalam dua bentuk, satu bentuk wajib dan satu bentuk bebas.

Catatan:

  1. Pilihlah bahan tanah liat/plastisin/adonan dan cetakan yang aman bagi anak, misalnya cetakan yang tidak tajam.
  2. Anak disusun sedimikian rupa sehingga tidak saling berdesakan dalam kelompoknya.
  3. Anak didorong untuk selalu berkelompok, tujuan agar mereka saling melihat dan belajar menghargai gagasan orang lain serta saling terinspirasi dari hasil karyanya.
  4. Guru perlu untuk secara merata memberi perhatian dengan berkeliling, mengamati, berkomunikasi, membantu anak yang mengalami kesulitan.
  5. Guru dapat mengajak mereka berdialog meminta menjelaskan karya mereka.
  6. Berikan penguatan seperti pujian, sebut namanya, berikan tepukan dibahunya dan senyuman, anggukan dan lain-lain.

Dalam kegiatan ini juga dituntut adanya kerjasama antar anak satu dengan yang lainnya, selain itu dalam kegiatan ini anak dituntut untuk kreatif, kreatif sendiri merupakan manfaat dari permainan konstruktif. Di dalam permainan ini juga termasuk keadalam poin dari keterampilan sosial yaitu kemurahan hati atau kedermawanan dimana anak mau berbagi jika ada temannya yang membutuhkan alat permainan yang kurang dan berbagi itu sendiri juga termasuk ke dalam indikator kemampuan kerjasama.

Menggambar

Alat yang digunakan untuk permainan ini adalah buku gambar dan pensil
Cara Bermain:

  1. Berikanlah buku gambar dan pensil
  2. Biarkan ia menggambar sesukahatinya di buku
  3. Temanilah anak ketika menggambar sesekali tanyakanlah gambar apa yang sedang ia gambar
  4. Berikanlah pujian terhadap gambar yang sedang dibuat.

Menggambar merupakan kegiatan yang sangat disukai anak-anak, hampir setiap anak melakukan kegiatan menggambar disekolah maupun dirumah. Dalam kegiatan menggambar ini sangat berkaitan dengan keterampilan sosial yaitu memberi bantuan banyak dijumpai terkadang anak-anak ada yang memberikan bantuan kepada temannya ketika temannya tidak membawa krayon.

Balok

Menurut Montolalu (2009: 6.27) “Balok mempunyai tempat di hati anak serta menjadi pilihan favorit sepanjang tahun, bahkan sampai tahun ajaran berakhir. Ketika bermain balok banyak temuan-temuan terjadi”.Demikian pula pemecahan masalah terjadi secara alamiah.Bentuk konstruksi mereka dari yang sederhana sampai yang rumit dapat menunjukkan adanya peningkatan perkembangan berpikir mereka. Daya penalaran anak akan mulai bekerja secara aktif. Konsep pengetahuan matematika akan mereka temukan sendiri, seperti nama bentuk, ukuran, warna, pengertian sama/tidak sama, seimbang. Sosialisasi juga terjadi pada anak saat anak membagi tugas, menentukan pilihan, berbagi pengalaman, tenggang rasa dan berkomunikasi dengan baik.

Saat bermain balok anak-anak bebas mengeluarkan dan menggunakan imajinasi serta keinginannya untuk menemukan agar dapat bermain dengan kreatif. Di TK hendaknya disediakan beberapa set dan jenis balok, seperti balok-balok ukuran besar , ukuran kecil dan balok yang dapat dimainkan di meja (table blocks). Balok meja bisanya terdiri dari balok-balok bujur sangkar berwarna atau polos, yang dapat dimainkan secara individual atau berpasangan sambil duduk mengelilingi meja. Dapat pula ditambahkan bentuk-bentuk untuk lebih menstimulasi daya cipta dan daya eksplorasi anak.

Tahap-tahap yang dilalui anak dalam bermain balok menurut Apelman dalam Montolalu (2009: 7.11) ada tujuh tahapan bermain balok yang dibuat oleh Harriet Johnson (1982) adalah sebagai berikut:

  1. Tahap pertama balok-balok dibawa anak-anak ke mana-mana, tetapi tidak digunakan untuk membangun sesuatu. Tahap ini dilakukan anak-anak usia 1-2 tahun.
  2. Tahap kedua, anak-anak mulai membangun. Balok-balok dijejerkan secara horizontal maupun vertikal yang dilakukan secara berulang-ulang (usia 2 atau 3 tahun)
  3. Tahap ketiga, membangun jembatan (usia 3 tahun)
  4. Tahap keempat, membuat pagar untuk memagari suatu ruang ( usia 2,3 atau 4 tahun)
  5. Tahap kelima, membangun bentuk-bentuk yang dekoratif. Bangunan belum diberi nama, tetapi bentuk-bentuk simetris sudah tampak. Kadang juga nama yang diberikan, namun tak ada hubungannya dengan fungsi bangunan tersebut (usia 4 tahun)
  6. Tahap keenam, sudah mulai memberi nama pada bangunan. Khususnya untuk permainan dramatisasi bebas (usia 4 sampai 6 tahun)
  7. Tahap ketujuh, bangunan-bangunan yang dibuat anak-anak sering menirukan atau melambangkan bangunan yang sebenarnya mereka ketahui.

Dalam bermain balok ini sangat dituntut kerjasama dari anak satu dengan anak yang lainnya, karena dalam bermain balok anak dibagi menjadi beberapa kelompok untuk membangun suatu bangunan, sehingga dalam suatu kelompok anak-anak akan bekerjasama untuk menyelesaikan bangunan tersebut, kerjasama disini termasuk kedalan perilaku keterampilan sosial.
Sedangkan menurut Mayke S. Tedjasaputra ( 2001: 57) yang termasuk dalam kegiatan bermain konstruktif adalah menggambar, mencipta bentuk tertentu dari lilin mainan, menggunting dan menempel kertas atau kain, merakit kepingan kayu atau plastik menjadi bentuk tertentu dan masih banyak lagi kegiatan lain yang bisa digolongkan pada bermain konstruktif.

Analisis Kemampuan Kerjasama Anak Usia Dini melalui Permainan Konstruktif

Hurlock (2005: 330) “yang menyatakan, bermain konstruktif adalah bentuk bermain dimana anak-anak menggunakan bahan untuk membuat sesuatu yang bukan untuk tujuan bermanfaat melainkan lebih ditujukan bagi kegembiraan yang diperolehnya dari membuatnya. Bermain konstruktif turut menyumbangkan bagi swadaya dan sosialisasi, karena anak memperoleh kegembiraan dari membuat sesuatu pada saat sendirian. Kemudian anak juga belajar bersikap sosial jika mereka membangun sesuatu dengan teman bermainnya dengan bekerja sama dan menghargai prestasinya”.

Menurut Masfiroh (2010: 7.3) adalah “bekerja sama merupakan komponen inti dari kecerdasan interpersonal. Di dalam bermain konstruktif dibutuhkan bekerja sama dengan temannya, jadi melalui bermain konstruktif anak mampu bekerja sama dengan temannya”. Selanjutnya menurut Hildayani dalam Citra Dewi dkk (dalam jurnal, volume 4 No. 1 Tahun 2016: 3) “bermain konstruktif adalah kegiatan bermain yang menggunakan objek atau bahan tertentu untuk membentuk sesuatu, misalnya membangun rumah-rumahan dari balok-balok atau kardus bekas, menggambar, melukis, membentuk lilin mainan ataupun playdough dan sebagainya”. Melalui bermain konstruktif anak mampu untuk bersosialisai serta dapat meningkatkan kecerdasan interpersonal pada anak.

Menurut Tedjasaputra dalam Putri Purnama (2020: 46) manfaat bermain konstruktif untuk kemampuan kerjasama, antara lain:

  1. Berkembang kemampuan fisik anak
    Kemampuan fisik anak melibatkan gerakan tubuh sehingga membuat tubuh anak menjadi sehat, dan sisi yang lain anak dapat menyalurkan tenaga yang berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah bosan dan tertekan.
  2. Berkembang kemampuan sosial,
    Dimana ketika anak bermain, anak akan belajar tentang aturan yang sudah dibuat, kebiasaan-kebiasaan bermain sesuai budaya yang ada
  3. Berkembang kemampuan emosi
    Kepribadian pada aktivitas bermain yang dilakukan. Anak dapat merasa enjoy sekaligus adanya pemenuhan kebutuhan dasar yang membentuk motivasi anak, serta membentuk kepercayaan diri yang positif.
  4. Berkembang kemampuan kognisi,
    Bahwa melalui bermain konstruktif anak mempelajari sesuatu yang baru sebagai dasar untuk pengembangan membaca, menulis, dan berhitung, serta pengetahuan lain yang terkait.

Daftar Pustaka

  1. Arikunto, Suharsimi.(2008). Manajemen Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta.
  2. Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
  3. Asmawati, L. (2014). Perencanaan Pembelajara PAUD. Bandung: PT. RemajaRosda Karya.
  4. Anonim. (2015). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No 137 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini.
  5. Darmadi, Hamid, (2015). Desain dan Implementasi Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Bandung, Alfabeta, CV.
  6. Endah, Prayuanti. (2014). Peningkatan Kemampuan Bekerjasama Melalui Metode Bermain Pada Kelompok B Di TK PKK 54 Pucung Pendowoharjo Sewon Bantul.
  7. Hurlock, Elizabeth. B. (2005). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
  8. Ismail, A. (2006). Education games: Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan Edukatif. Yogyakarta: Pilar Media.
  9. Inovia, Nurul. (2013). Meningkatkan Kreativitas Anak Melalui Permainan Konstruktif Pada Siswa Kelompok B2 Di Ra Sunan Pandaran Tahun Ajaran 2012/2013.
  10. Mulyadi. Seto. (2004). Bermain dan Kreativitas. Upaya Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Kegiatan Bermain. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.
  11. Masitoh, dkk.(2007). Strategi PembelajaranTk. Jakarta: Universitas Terbuka.
  12. Montolalu, B.E.F. (2008). Bermain dan Permainan Anak. Jakarta:Universitas Terbuka.
  13. Muhaimin, Akhmad. (2010). Mengembangkan Kecerdasan Sosial Bagi Anak. Jogyakarta: Katahati.
  14. Mutiah, Diana. (2010). Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta:Kencana.
  15. Musfiroh, T. (2010).Pengembangan Kecerdasan Majemuk. Jakarta: Universitas Terbuka.
  16. Morrison, G.S. (2012). Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. (Alih bahasa: Suci Romadhona dan Apri Widiastuti). Jakarta: PT. Indeks.
  17. Mulyasa. (2014). Manajemen PAUD. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
  18. Nugraha, Ali & Rachmawati, Leni.(2008). Metode Pengembangan Sosial Emosional.Edisi 1.Jakarta: Universitas Terbuka.
  19. Ni Komang Ari Citra Dewi dkk.(2016). “Penerapan Permainan Konstruktif untuk Meningkatkan Kecerdasan Anak Taman Kanak-Kanak”. E-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha, Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini ( Volume 4 No.1).
  20. Poerwadarminta, W.J.S. (1985). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai pustaka.
  21. Rachmawati, Yeni dan Anis Kurniati. (2005). Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
  22. Suardiman, S.P. (2003). Metode Pengembangan Daya Pikir dan Daya Cipta Untuk Anak Usia Tk . Yogyakarta: UNY Press.
  23. Safaria, T. (2005). Metode Pengembangan Kecerdasan Interpersonal. Yogyakarta: Amara books.
  24. Saputra, Y.M. & Rudyanto.(2005). Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Anak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
  25. Suyanto, S. (2005).Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
  26. Sujiono, Y. Nurani. & Bambang Sujiono (2010). Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta:PT Indeks.
  27. Samani, M. & Hariyanto. (2013). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
  28. Sukmadinata, Nana Syaodih. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
  29. Sriwilujeng, D. (2017). Panduan Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter. Penerbit Erlangga.
  30. Tedjasaputra, Mayke. (2001). Bermain, Mainan, dan Permainan untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Grasindo.
  31. Taniredja, Tukuran, Pujiati, Nyata. (2013). Penelitain Tindakan Kelas untuk Mengembangkan Propesi Guru Praktik, Praktis, dan Mudah. Bandung. Alfabeta, CV.
  32. Tampubolon, Saur & Suryadi. (2014). Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Pendidik dan Keilmuan. Erlangga.