Diperbarui tanggal 12/03/2022

Pola Asuh Orang Tua

kategori Pendidikan Anak Usia Dini / tanggal diterbitkan 12 Maret 2022 / dikunjungi: 3.15rb kali

Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Menurut Harlock (2013:98) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke tahap dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas orang tua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke fase kedewasaan dengan memberikanbimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada anakakan berbeda pada masing-masingorang tua karenasetiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluargayang satu dengan keluarga yang lain. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak dan harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap tersebut meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan dan memberikan perhatian untuk mendidik anaknya dalam keseharian. Hal ini sejalan dengan pendapat Maccoby dalam Shocib (2010:15) mengemukakan istilah “pola asuh orang tua untuk menggambarkan interaksi orang tua untuk menggambarkan interakasi orang tua dan anak yang didalamnya orang tua mengekspresikan sikap-sikap,nilai-nilai, minat-minat, dan harapan-harapannya dalam mengasuh dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Pola asuh orang tua merupakan proses interaksi antara orang tua dengan anaknya dalam pembelajaran dan pendidikan yang nantinya sangat bermanfaat, dimana orang tua mencerminkan sikap dan prilakunya dalam mengarahkan pertumbuhan perkembangan anak agar anak menjadi mendiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.

Jenis-jenis pola asuh

Masing-masing orang tua mempunyai tipe dan pola pengasuhan yang berbeda-beda. Menurut Hurlock (dalam Thoha 2013:112-113) pada dasarnya ada tiga jenis pengasuhan anak, yaitu

Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Pola pendidikan demokratis adalah suatu cara mendidik/mengasuh yang dinamis, aktif dan terarah yang berusaha mengembangkan setiap bakat yang dimiliki anak untuk kemajuan perkembangannya. Pola ini menempatkan anak sebagai faktor utama dan terpenting dalam pendidikan. Hubungan antara orang tua dan anaknya dalam proses pendidikan diwujudkan dalam bentuk human relationship yang didasari oleh prinsip saling menghargai dan saling menghormati. Hak orang tua hanya memberi tawaran dan pertimbangan dengan segala alasan dan argumentasinya, selebihnya anak sendiri yang memilih alternatif dan menentukan sikapnya.

Anak diberi kesempatan mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Selain itu anak juga dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya. Sehingga memungkinkan anak dapat belajar secara aktif dalam mengembangkan dan memajukan potensi bawaannya. Serta anak dapat kreatif dan inovatif. Akan tetapi tidak semua pendidikan yang diberikan oleh orang tua harus disajikan dengan demokratis tetapi harus dogmatis seperti penanaman akidah Islam pada anak, orang tua harus mengajarkan dengan dogmatis apalagi ketika anak masih kecil.

Menurut Prof. Dr. Abdul Aziz el-Qussy, Contoh perilaku orang tua yang demokratis dalam mendidik anaknya, yaitu orang tua mengutamakan musyawarah dalam keluarga, mengedepankan hubungan saling menghormati, menentukan aturan dan disiplin dengan mempertimbangkan keadaan, perasaan dan pendapat anak serta memberikan alasan yang dapat diterima dan dimengerti oleh anak. Adanya komunikasi dua arah, orang tua memperhatikan pendapat dan keinginan anak, serta membimbing dan mengarahkannya. Indikator dari pola asuh demokratis adalah sebagai berikut:

  1. Peraturan dari orangtua lebih luwes
    Salah satu ciri-ciri pola asuh demokratis adalah peraturan dari orangtua lebih luwes yaitu orangtua menentukan peraturan-peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan, perasaan dan pendapat si anak serta memberikan alasan-alasan yang dapat dipahami, diterima dan dimengerti anak. Selain itu semua larangan dan perintah yang disampaikan kepada anak menggunakan kata-kata yang mendidik, bukan menggunakan kata-kata kasar, seperti kata tidak boleh, wajib, harus dan kurang ajar. Dan memberikan pengarahan, perbuatan yang baik perlu dipertahankan dan yang jelek supaya ditinggalkan
  2. Menggunakan penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi dengan anak
    Indikator dari pola asuh demokratis adalah orangtua menggunakan penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi dengan anak. Artinya ketika terjadi suatu masalah dalam keluarga maka orangtua dan anak mendiskusikannya dan mencari jalan keluarnya dengan berdiskusi. Dan ketika sang anak berbuat salah maka orangtua tidak langsung menghukum anak tersebut akan tetapi menjelaskan terlebih dahulu bahwa apa yang telah dilakukannya salah dan menasehatinya supaya tidak mengulanginya lagi. Selain itu juga terjadi komunikasi dua arah yang baik sehingga antara orangtua dan anak terjalin keakraban.
  3. Adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak
    Sikap terbuka antara orangtua dan anak adalah ketika orangtua melakukan sesuatu dalam keluarga secara musyawarah dan kalau terjadi sesuatu pada anggota keluarga selalu dicarikan jalan keluarnya (secara musyawarah), juga dihadapi dengan tenang, wajar, dan terbuka.
  4. Adanya pengakuan orangtua terhadap kemampuan anak-anaknya
    Orangtua yang baik adalah orangtua yang mengakui kemampuan anak, ia memandang anak sebagai individu yang sedang berkembang sehingga memberikan kesempatan kepadanya untuk mengembangkan dirinya dengan segala kemungkinan yang dimilikinya. Orangtua seperti ini memahami hakekat perkembangan anak yakni mencapai kedewasaan fisik, mental, emosional dan sosial. Orangtua yang memahami hal ini akan menanggapi secara positif seluruh ekspresi anak dalam bentuk apapun, memberi kebebasan kepada anak untuk berkreasi, mengembangkan bakatnya, serta mendukung seluruh keinginan anak yang positif dengan terus memantau dan mengarahkan anak agar jangan menyusuri jalan hidup yang sesat.
  5. Memberi kesempatan untuk tidak tergantung dengan orangtua
    Indikator dari pola asuh demokratis berikutnya adalah orangtua memberi kesempatan kepada anak untuk tidak tergantung dengan orangtua. Dengan kata lain orangtua melatih anak untuk mandiri yaitu dengan memberi anak kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit anak berlatih untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
    Selain itu anak juga dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi mengatur hidupnya. Sehingga anak dapat belajar secara aktif dalam mengembangkan dan memajukan potensi bawaannya serta anak dapat inovatif dan kreatif.

Adapun manfaat pola demokratis bagi pembentukan pribadi anak adalah:

  1. Anak menjadi kreatif dan mempunyai daya cipta (mudah berinisiatif).
  2. Anak patuh dengan sewajarnya.
  3. Anak mudah menyesuaikan diri.
  4. Anak tumbuh percaya diri.
  5. Bertanggungjawab dan berani mengambil keputusan.

Pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang paling banyak memiliki sisi positif dibandingkan dengan pola asuh yang lain. Bahkan pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang ideal yang baik digunakan untuk mendidik anak. Akan tetapi setiap hal pasti memiliki sisi negatif, begitu juga pola asuh demokratis juga memiliki sisi negatif, yaitu jika diterapkan dalam penanaman aqidah pada anak kecil. Dikhawatirkan anak kecil tersebut akan melenceng dari aqidah karena anak kecil tersebut belum mengerti secara pasti mana yang benar dan mana yang salah tentang ketauhidan.

Pola asuh otoriter

Pola asuh ini cendrung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah dan tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturanaturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orangtua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan bertukar fikiran dengan orangtua, orangtua menganggap bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu dipertimbangkan dengan anak Dalam pola otoriter, hukuman merupakan sarana utama dalam proses pendidikan, sehingga anak melaksanakan perintah atau tugas dari orang tua atas dasar takut memperoleh hukuman dari orang tuanya. Indikator dari pola asuh otoriter adalah sebagai berikut:

  1. Peraturan dan pengaturan yang keras (kaku)
    Salah satu Indikator dari pola asuh otoriter adalah peraturan yang diberikan orangtua kepada anak sangat ketat. Kebebasan untuk bertindak atas nama dirinya dibatasi bahkan cenderung memaksa dan terkadang keras. Anak harus mematuhi segala peraturan orangtua dan tidak boleh membantah dan apabila membantah maka anak tersebut dianggap memberontak dan akan menimbulkan masalah. Orangtua yang seperti ini biasanya hanya cenderung memberikan perintah dan larangan, orangtua cenderung menentukan segala sesuatu untuk anak sehingga anak hanya sebagai pelaksana. Dengan peraturan yang kaku anak merasa terkekang di rumah sehingga bisa bersifat agresif di luar rumah.
  2. Pemegang semua kekuasaan adalah orangtua
    Indikator dari pola asuh otoriter berikutnya adalah pemegang semua kekuasaan adalah orangtua yaitu orangtua menjadikan dirinya di dalam keluarga sebagai seorang pemimpin yang absolut. Orangtua juga cenderung menentukan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana (orangtua sangat berkuasa). Semua kegiatan yang akan dilakukan oleh anak ditentukan oleh orangtua, bahkan sampai ke hal-hal yang kecil misalnya selalu mengatur jadwal kegiatan anak, cara membelanjakan uang, teman-teman bermain dan lain-lain. Anak-anak yang dibesarkan dalam suasana seperti ini, jika mereka dewasa akan memiliki sifat rendah diri dan tidak bisa memikul suatu tanggung jawab.
  3. Anak tidak mempunyai hak untuk berpendapat
    Indikator dari pola asuh otoriter lainnya adalah anak tidak mempunyai hak untuk berpendapat. orangtua merasa bahwa dirinya paling benar, sehingga orangtua sedikit atau bahkan tanpa melibatkan pendapat dan inisiatif anak. Kalau terdapat perbedaan pendapat antara orangtua dan anak, maka anak dianggap sebagai orang yang suka melawan dan membangkang.
    Sehingga anak menjadi tidak berani mengeluarkan pendapat, pasif, dan kurang sekali berinisiatif bahkan cenderung ragu-ragu dalam mengambil keputusan (tidak berani mengambil keputusan) dalam hal apa saja. Sebab anak terbiasa bertindak harus dengan persetujuan dari orangtua dan tidak terbiasa mengambil keputusan sendiri.
  4. Hukuman dijadikan alat jika anak tidak menurut
    Salah satu ciri-ciri orangtua yang otoriter adalah selalu menghukum anaknya ketika anaknya berbuat salah bahkan hukuman tersebut terkadang cenderung keras dan mayoritas hukuman tersebut sifatnya hukuman badan. Orangtua seringkali mengancam dan menghukum anaknya ketika anak tersebut tidak menurut dengan orangtua.
  5. Seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orangtua)
    Salah satu indikator orangtua yang otoriter adalah seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orangtua). Hal ini disebabkan karena orangtua merasa dirinya yang paling benar dan anak harus mencontoh (meniru) segala perilaku yang dilakukan orangtua. Walaupun terkadang perilaku orangtua salah, akan tetapi orangtua merasa hal itu benar dan anak harus menurutinya.

Perilaku orang tua otoriter, antara lain:

  1. Anak harus mematuhi peraturan orang tua dan tidak boleh membantah.
  2. Orang tua cenderung mencari kesalahan anak dan kemudian menghukumnya.
  3. Perbedaan pendapat pada anak, dianggap sebagai perlawanan dan pembangkangan pada orang tua.
  4. Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan terhadap anak, serta cenderung memaksakan disiplin pada anak tanpa memandang situasi dan kondisi.
  5. Orang tua cenderung menentukan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana perintah (orangtua sangat berkuasa).

Akibat-akibat negatif dalam pola asuh otoriter adalah:

  1. Anak pasif dan kurang berinisiatif.
  2. Anak tertekan dan merasa ketakutan, kurang pendirian dan mudah dipengaruhi.
  3. Anak ragu-ragu, bahkan tidak berani mengambil keputusan dalam hal apapun, karena dia terbiasa mengambil keputusan sendiri.
  4. Di luar lingkungan rumah, anak menjadi agresif, karena anak merasa bebas dari kekangan orang tua.
  5. Pelaksanaan perintah dari orang tua oleh anaknya, atas dasar takut pada hukuman.
  6. Anak suka menyendiri dan mengalami kemunduran kematangan.

Menurut Yusuf (2013), menolong anak dalam memenuhi kehidupan mereka merupakan kewajiban setiap orangtua, akan tetapi tidak boleh berlebih-lebihan dalam menolong anak sehingga anak tidak kehilangan kemampuan untuk berdiri sendiri nanti. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ada orangtua yang suka mencampuri urusan anak sampai masalah yang kecil-kecil. Misalnya mengatur jadwal perbuatan anak, jam istirahat, cara membelanjakan uang, warna pakaian yang cocok, memilihkan teman untuk bermain, macam sekolah yang harus dimasuki. Anak yang dibesarkan dalam suasana semacam ini akan besar dengan sifat yang ragu-ragu, lemah kepribadian dan tidak sanggup mengambil keputusan tentang apa saja.

Walaupun pola asuh otoriter cenderung banyak yang berdampak negatif, akan tetapi pola asuh otoriter juga mempunyai dampak positif dalam hal penanaman aqidah pada anak kecil. Sebab apabila penanaman aqidah kepada anak kecil dilakukan dengan pola asuh demokratis atau permisif maka dikhawatirkan anak kecil tersebut dapat melenceng dari agama. Demikian pula terhadap hal-hal yang sangat prinsip mengenai pilihan agama, pilihan nilai hidup yang bersifat universal dan absolut, orangtua dapat memaksakan kehendaknya terhadap anak karena anak belum memiliki alasan cukup mengenai hal itu. Karena itu tidak semua materi pelajaran agama seluruhnya diajarkan secara demokratis terhadap anak.

Pola asuh permisif

Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar, memberikan kesempatan pada anaknya tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orang tua cenderung tidak menegur atau tidak memperingatkan anaknya apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan dari mereka. Namun, orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat sehingga disukai oleh anaknya. Pola permisif diartikan sebagai cara mendidik dengan membiarkan anak berbuat sekehendaknya, jadi orang tua tidak memberi pimpinan, nasehat maupun teguran terhadap anaknya.

Orang tua tidak memperdulikan perkembangan psikis anak tetapi memprioritaskan kepentingan dirinya dan anak diabaikan serta dibiarkan berkembang dengan sendirinyaPermisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati dengan sedikit kekangan, sehingga menciptakan suatu rumah tangga yang berpusat pada anak. Orang tua dalam keluarga hanyalah sebagai orang tua yang tidak memiliki kewajiban atau tanggung jawab mendidik anak. Pola pendidikan ini ditandai dengan pemberian kebebasan tanpa batas pada anak, anak berbuat menurut kemauannya sendiri, tidak terarah dan tidak teratur sehingga keluarga sebagai lembaga pendidikan informal tidak memiliki fungsi edukatif.

Cara mendidik ini tidak tepat jika dilaksanakan secara murni di lingkungan keluarga karena dapat mengakibatkan anak berkepribadian buruk. Bentuk perilaku permisif, antara lain membiarkan anak bertindak sendiri tanpa monitor (mengawasi) dan membimbingnya, mendidik anak secara acuh tak acuh, bersifat pasif atau bersifat masa bodoh, dan orang tua hanya mengutamakan pemberian materi semata bagi anak. Indikator dari pola asuh permisif adalah sebagai berikut:

  1. Orangtua tidak memberikan aturan atau pengarahan kepada anak
    Salah satu indikator pola asuh permisif adalah tidak memberikan aturan atau pengarahan kepada anak dengan membiarkan apa saja yang dilakukan anak. Dengan kata lain orangtua terlalu memberikan kebebasan kepada anak untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-norma yang digariskan oleh orangtua.
  2. Kontrol orangtua sangat lemah
    Maksud dari kontrol orangtua sangat lemah adalah orangtua membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan membimbimbingnya. Seperti orangtua membiarkan anak bermain sampailarut malam tanpa pengawasan. Sikap orangtua yang seperti ini sangat berbahaya dan menjadikan anak bersikap sesuka hati.
  3. Orangtua mendidik anak secara bebas
    Pola asuh permisif juga ditandai dengan orangtua mendidik anaknya secara bebas yaitu dengan mendidik acuh tak acuh, bersifat pasif atau bersifat masa bodoh. Hal tersebut menyebabkan kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga. Sehingga anak merasa kurang menikmati kasih sayang orangtua.
  4. Orangtua tidak memberikan bimbingan yang cukup
    Pola asuh permisif juga ditandai dengan orangtua tidak memberikan bimbingan yang cukup kepada anaknya, sehingga anak merasa kurang mendapat perhatian yang cukup dari orangtuanya. Oleh karena itu, pertumbuhan jasmani, rohani dan sosial sangat jauh berbeda atau bahkan di bawah rata-rata jika dibandingkan dengan anak-anak yang diperhatikan orangtuanya. Biasanya orangtua bersikap demikian karena orangtua terlalu sibuk dengan pekerjaan, karir dan urusan sosial. Oleh karena itu walaupun sibuk, orangtua harus memberi perhatian dan bimbingan yang cukup kepada anak agar anak tersebut merasa mendapat kasih sayang dan tumbuh berkembang menjadi anak yang baik.
  5. Semua yang dilakukan anak sudah benar tidak perlu diberikan teguran
    Indikator dari pola asuh permisif berikutnya adalah orangtua menganggap semua yang dilakukan anak sudah benar dan tidak perlu diberikan teguran. Biasanya orangtua bersikap demikian karena menganggap bahwa anak tersebut sudah dewasa sehingga sudah bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Akan tetapi sikap demikian tidak cocok diterapkan pada anak-anak, karena kalau diterapkan pada anak-anak atau remaja maka anak tersebut akan bertindak sesuka hati dan sangat berbahaya sekali terhadap perkembangan anak.

Dampak negatif pola permisif bagi pembentukan pribadi anak, adalah:

  1. Anak merasa kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya.
  2. Anak sering mogok bicara dan tidak mau belajar, serta bertingkah laku menentang.
  3. Anak mudah berontak dan keras kepala.
  4. Anak kurang memperhatikan disiplin, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun dalam pergaulan di masyarakat.
    Walaupun pola asuh permisif memiliki banyak dampak negatif, khususnya bagi anak, akan tetapi pola asuh permisif juga memiliki dampak positif khususnya jika diterapkan dengan anak yang sudah dewasa dan sudah matang pemikirannya. Sebab dengan pola asuh permisif itu akan melatih anak yang sudah dewasa dan sudah matang pemikirannya menjadi insan yang mandiri. Selain itu anak tersebut juga akan merasa hidupnya tidak terkekang oleh aturanaturan dari orangtua.

Akan tetapi, apabila pola asuh permisif tidak sesuai jika diterapkan pada remaja, apalagi pada anak kecil sangat tidak sesuai. Hal ini dikarenakan apabila pola asuh permisif diterapkan pada remaja atau anak kecil maka dikhawatirkan dapat mengakibatkan anak berkepribadian buruk. Dari ketiga pola asuh yang telah diterangkan tadi, dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang paling baik dan paling ideal digunakan untuk mendidik anak adalah pola demokratis. Akan tetapi tidak semua pendidikan yang diberikan oleh orang tua harus disajikan dengan demokratis tetapi harus dogmatis seperti penanaman akidah Islam pada anak, orang tua harus mengajarkan dengan dogmatis apalagi ketika anak masih kecil.

Dimensi-dimensi Pola Asuh

Dimensi-dimensi besar yang menjadi dasar dari kecenderungan macam pola asuh orang tua ada dua, yaitu:

  1. Tanggapan atau responsiveness
    Dimensi ini menurut Baumrind (Papalia 2009) berkenaan dengan sikap orang tua yang menerima, penuh kasih sayang, memahami, mau mendengarkan, berorientasi pada kebutuhan anak, menentramkan dan sering memberikan pujian. Orang tua yang menerima dan tanggap dengan anak-anak, maka memungkinkan untuk terjadi diskusi terbuka, memberi dan menerima secara verbal diantara kedua belah pihak. Contohnya mengekspresikan kasih sayang dan simpati.

    Baumrind (santrock 2013) mengemukakan bahwa parental responsiveness refers to “the extent to which parents intentionally foster individuality, self-regulation, and acquiescent to childern’s special needs and demands”. Kalimat tersebut memiliki arti bahwa respon orang tua mengacu pada sejauh mana orang tua mengasuh seorang anak, sirkulasi diri serta khususnya kebutuhan anak dan tuntutan.
  2. Tuntutan atau demandingness
    Dimensi demandingness menurut Baumrind (Hurlock 2013) yaitu “the claims parents make on childern to become integrated into the family whole, by their maturity demands, supervision, disciplinary efforts and willingness to confront the child who disobeys”. Kalimat tersebut memiliki maksud tuntutan orang tua kepada anak untuk menjadikan kesatuan ke seluruh keluarga, melalui tuntutan mereka, pengawasan, upaya disiplin dan kesediaan untuk menghadapi anak yang melanggar.

    Kontrol orang tua dibutuhkan untuk mengembangkan anak menjadi individu kompeten, baik secara sosial maupun intelektual. Beberapa orang tua membuat standar yang tinggi dan mereka menuntut anaknya untuk memenuhi standar tersebut. Namun, ada juga orang tua yang sangat sedikit memberikan tuntutan kepada anak. Tuntutan-tuntutan orang tua yang ekstrim cenderung menghambat tingkah laku sosial, kreativitas, inisatif, dan fleksibilitas dalam pendekatan masalah-masalah pendidikan maupun praktis.
    Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua dimensi yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu tanggapan atau responsiveness dan tuntutan atau demandingness.

Kelebihan dan Kekurangan Pola Asuh Orang Tua

Baumrind (Desmita,2013:97) mengatakan bahwa setiap pola asuh yang diterapkan memiliki akibat positif dan negatif. Berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan pada pola asuh otoriter, maka akibat negatif yang timbul pada pola asuh ini akan cenderung lebih dominan. Hal yang senada juga disampaikan oleh Bjorklund dan Bjorklund (Yusuf, 2013) yang mengatakan bahwa pola asuh otoriter menjadikan seorang anak menarik diri dari pergaulan serta tidak puas dan tidak percaya terhadap orang lain. Namun, tidak hanya akibat negatif yang ditimbulkan, tetapi juga terdapat akibat positif atau kelebihan dari pola asuh otoriter yaitu anak yang dididik akan menjadi disiplin yakni menaati peraturan. Meskipun, anak cenderung disiplin hanya di hadapan orang tua.

Pola asuh otoritatif atau pola asuh yang bersifat demokratis memiliki kelebihan yaitu menjadikan anak sebagai seorang individu yang mempercayai orang lain, bertanggungjawab terhadap tindakannya, tidak munafik, dan jujur. Pendapat Papalia Diane, (2009) memperkuat pendapat Baumrind bahwa pola asuh otoritatif juga menjadikan anak mandiri, memiliki kendali diri, bersifat eksploratif, dan penuh dengan rasa percaya diri. Namun, terdapat kekurangan dari pola asuh otoritatif yaitu menjadikan anak cenderung mendorong kewibawaan otoritas orang tua, bahwa segala sesuatu harus dipertimbangkan antara anak dan orang tua.

Pada pola asuh permisif, orang tua memberikan kebebasan yang sebebas-bebasnya kepada anak. Sehingga dapat dikatakan bahwa kelebihan pola asuh ini adalah memberikan kebebasan yang tinggi pada anak dan jika kebebasan tersebut dapat digunakan secara bertanggung jawab, maka akan menjadikan anak sebagai individu yang mandiri, kreatif, inisiatif, dan mampu mewujudkan aktualisasinya. Di samping kelebihan tersebut, akibat negatif juga ditimbulkan dari penerapan pola asuh ini yaitu dapat menjadikan anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Sejalan dengan Santrock (2013) juga menyampaikan bahwa pola asuh permisif menjadikan anak kurang dalam harga diri, kendali diri dan kecenderungan untuk bereksplorasi.

Setiap pola asuh yang diterapkan orang tua memiliki dampak positif dan negatif terhadap perilaku dan kondisi emosi seorang anak. Agar anak berkembang dengan baik, maka setiap orang tua perlu memilih jenis pola asuh yang sesuai dengan karakteristik anak.