Diperbarui tanggal 22/05/2022

Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini

kategori Pendidikan Anak Usia Dini / tanggal diterbitkan 22 Mei 2022 / dikunjungi: 10.19rb kali

Konsep Dasar Sains pada Anak Usia Dini

Dari sudut bahasa, sains atau science berasal dari bahasa latin, yaitu kata scientia yang artinya pengetahuan. Amien (dalam Mursid, 2015:80) mendefinisikan sains sebagai bidang ilmu alamiah, dengan ruang lingkup zat dn energi baik yang terdapat dalam makhluk hidup maupun tak hidup, lebih banyak mendiskusikan alam (natural science). Sedangkan Fisher (dalam Mursid, 2015:81) mengartikan sains sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang berdasarkan pada pengamatan dengan penuh ketelitian. Kaitan sains dengan program-program pembelajaran sains usia dini, sains dapat dikembangkan menjadi tiga substansi mendasar yaitu pendidikan dan pembelajaran sains yang memfasilitassi penguasaan proses sains, penguasaan produk sains serta program yang memfasilitasi pengembangan sikap-sikap sains (Mursid, 2015:81).

Menurut Suyanto (2005:83) Pengenalan sains untuk peserta didik TK/PAUD lebih ditekankan daripada produk (fakta,. konsep, teori, prinsip, dan hukum). Proses sains dikenal dengan metode ilmiah, yang secara garis besar meliputi: 1) Observasi, 2) menemukan masalah, 3) melakukan percobaan, 4) menganalisis data dan 5) mengambil kesimpulan. Untuk anak TK/PAUD ketrampilan proses sains hendaknya dilakukan secara sederhana sambil bermain. Kegiatan sains memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda, baik benda hidup maupun benda tak hidup yang ada di sekitarnya. Anak dapat menemukan gejala benda dan gejala peristiwa dari benda-benda tersebut. Suyanto (2005:84) Pengetahuan yang diperoleh akan berguna sebagai modal berpikir. Melalui sains, peserta didik dapat melakukan percobaan sederhana. Percobaan tersebut melatih peserta didik menghubungkan sebab dan akibat dari suatu perlakuan sehingga melatih peserta didik berpikir logis. Dalam sains peserta didik juga berlatih menggunakan alat ukur non standar, seperti jengkal, depa, atau kaki. Selanjutnya peserta didik berlatih menggunakan alat ukur standar. Peserta didik secar bertahap berlatih menggunakan satuan yang memudahkan peserta didik untuk berpikir secara logis dan rasional. Dengan demikian sains juga mengembangkan kemampuan intelektual peserta didik.

Sebagai proses, sains mencakup kegiatan menelusuri, mengamati dan melakukan percobaan. Kegiatan bermain sains sangat penting diberikan untuk anak usia dini karena multi manfaat, yakni dapat mengembangkan kemampuan: eksplorasi dan investigasi, yaitu kegiatan untuk mengamati dan menyelidiki objek serta fenomena alam, mengembangkan ketrampilan proses sains dasar, seperti melakukan pengamatan, mengukur, mengkomunikasi hasil pengamatan, dan sebagainya, mengembangkan rasa ingin tahu, rasa senang dan mau melakukan kegiatan inkuiri atau penemuan, memahami pengetahuan tentang berbagai benda baik ciri, struktur maupun fungsinya. Sumaji menyatakan bahwa sains secara sempit adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), terdiri dari physical sciences dan life science. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang pokok bahasanya adalah alam dengan segala isinya. Hal yang dipelajari dalam sains adalah sebab–akibat, hubungan kausal dari kejadian– kejadian yang terjadi di alam. Menurut Powler (dalam Nugraha Ali 2005: 36), sains adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan dengan mengamati gejala– gejala kebendaan, dan didasarkan terutama atas pengamatan diskusi. Perkembangan kognitif seseorang, sebagian besar bergantung pada seberapa aktif orang tersebut memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Carin dan Sund, 1993 (dalam Nuhraha Ali 2005: 34) mendefinisikan sains sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Aktivitas dalam sains selalu berhubungan dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan dan kerajinan. Secara sederhana, sains dapat juga didefinisikan sebagai apa yang dilakukan oleh para ahli sains. Dengan demikian, sains bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah.

Tujuan Pembelajaran Sains Pada Anak Usia Dini

Pentingnya tujuan dalam pembelajaran sains memiliki setiap bidang pengembangan pembelajaran dalam pendidikan anak usia dini, suatu tujuan yang dianggap terstandar dan memilih karakteristik yang ideal, apabila tujuan yang dirumuskan memilih tingkat ketepatan (validitas), kebermaknaan (meaning fulness), fungsional dan relevansi yang tinggi dengan kebutuhan serta karakteristik sasaran. Menurut (Mursid, 2015:82) tujuan pembelajaran sains pada anak usia dini antara lain:

  1. Membantu menumbuhkan minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta kejadian dilingkungan sekitarnya.
  2. Membantu agar memahami dan mampu menerapkan berbagai konsep sains untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Membantu agar dapat mengenal dan memupuk rasa cinta kepada alam sekitar sehingga menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

Juariah Adang (dalam Nugraha Ali 2005: 23) fungsi dari pengajaran sains yang dapat menumbuhkan berfikir logis, berfikir rasional, berfikir analitis dan berpikir kritis dapat berkontribusi secara signifikan dalam pembentukan potensi–potensi anak. Fungsi dan tujuan pembelajaran sains pada anak usia dini:

  1. Membantu anak usia dini menguasai produk sains,
  2. Membantu anak dalam pengenalan dan penguasaan, yaitu:
    1. Fakta, yaitu hal yang merupakan kenyataan sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.
    2. Teori, yaitu pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi.
    3. Konsep, yaitu rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa konkret,
    4. Prinsip, yaitu asas kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir atau bertindak,
    5. Hukum, yaitu rangkaian tindakan, pembuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk,
    6. Istilah, yaitu gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna, konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dibidang tertentu,
    7. Proses, yaitu rangkaian tindakan, pembuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk,
    8. Problem solving, yaitu sebagai pemecah masalah yang dilakukan oleh hasil pemikiran sendiri.
  3. Membantu anak mengenali, menguasai kumpulan pengetahuan,
  4. menjelaskan yang diketahuinya itu secara memadai kepada
  5. orang lain dan menyampaikan cara-cara yang digunakannya,
  6. Membantu anak usia dini menguasai proses sains,
  7. Membantu anak dalam penguasan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam menggali sains sehingga anak menguasai cara kerja yang ditempuh dalam menyikapi alam dan menyelesaikan masalah yang terkait di dalamnya,
  8. Anak secara bertahap dan sederhana diperkenalkan dengan cara atau proses mengungkap sains yang benar, seperti proses:
    1. Mengamati, yaitu melihat dan memperhatikan dengan teliti,
    2. Menggolongkan, yaitu membagi-bagi atas beberapa golongan,
    3. Mengukur, yaitu menghitung ukurannya (panjang, besar, luas, tinggi, dsb) dengan alat tertentu,
    4. Menguraikan, yaitu melepaskan hubungan bagian-bagian dari induk atau pusatnya,
    5. Menjelaskan, yaitu menerangkan, menguraikan secara terang,
    6. Mengajukan pertamyaan-pertanyaan penting tentang alam,
    7. Merumuskan problem, yaitu menyebutkan (menyimpulkan) suatu masalah dengan ringkas dan tepat,
    8. Merumuskan hipotesis, yaitu menyebutkan (menyimpulkan) sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaran pendapat, meskipun kebenaranya masih harus dibuktikan, anggapan dasar,
    9. Merancang penyelidikan termasuk eksperimen, yaitu membuat percobaan yang bersistem dan berencana untuk membuktikan kebenaran suatu teori,
    10. Mengumpulkan dan menganalisis data, yaitu mengumpulkan dan melakukan penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya,
    11. Menarik kesimpulan, yaitu mengambil keputusan yang diperoleh berdasarkan metode berpikir induktif atau deduktif, dan sebagainya. Tujuan dalam sasaran kognitif menurut Angelo dan Cross (1993:187) yaitu:
      1. Memahami bidang khusus dari materi pelajaran.
      2. Mengembangkan ketrampilan proses sains.
      3. Mengembangkan kemampuan bertanya dan menyelesaikan masalah.
      4. Menerapkan pengetahuan dalam situsasi baru yang berbeda.
      5. Mengevaluasi dan mensintetis informasi, ide dan masalah baru.
      6. Memperkuat ketrampilan berpikir kritis.

Menurut Leeper, 1994 (dalam Nugraha Ali 2005: 64), pentingnya pengembangan pembelajaran sains adalah:

  1. Agar anak-anak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui penggunaan metode sains, sehingga anak- anak terbantu dan menjadi terampil dalam menyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya.
  2. Agar anak-anak memiliki sikap-sikap ilmiah. Sikap ilmiah sangat membantu anak dalam membuat keputusan dari berbagai sudut pandang, terbuka namun berhati-hati dengan informasi yang baru diterimanya (semua informasi dikonfirmasi kembali) sehingga anak tidak mudah terjebak dengan informasi yang salah.
  3. Agar anak mendapatkan pengetahuan dan informasi ilmiah yang dapat dipercaya berdasarkan standar keilmuan yang semestinya, karena informasi yang diperoleh merupakan hasil temuan dan rumusan yang bersifat objectif sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuannya.
  4. Menjadikan anak-anak lebih berminat untuk menghayati sains yang ada dilingkungan sekitar mereka.

Prinsip Pembelajaran Sains Pada Anak Usia Dini

Menurut Yuliyanti (2010:24), pendekatan pembelajaran sains pada anak Taman Kanak-Kanak hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip yang berorientasi pada kebutuhan anak dengan memperhatikan hal-hal berikut:

  1. Berorientasi pada Kebutuhan dan Perkembangan Anak
    Salah satu kebutuhan perkembangan anak adalah rasa aman. Oleh karena itu jika kebutuhan fisik anak terpenuhi dan merasa aman secara psikologis, maka anak akan belajar dengan baik. Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang disesuaikan dengan berbagai aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing anak. Tak terkecuali dalam pembelajaran sains, minat sains anak dapat dibangkitkan melalui bermain sains yang dirancang agar anak bisa bersosialisasi dengan teman, membangkitkan motivasi dan rasa ingin tahu.
  2. Bermain Sambil Belajar
    Melalui kegiatan bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan obyek-obyek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Bermain bagi anak juga merupakan suatu proses kreatif untuk bereksplorasi, mempelajari ketrampilan yang baru dan bermain dapat menggunakan symbol untuk menggambarkan dunianya.
  3. Selektif, Kreatif, dan Inovatif
    Materi sains yang disajikan dipilih sedemikian rupa sehingga dapat disajikan melalui bermain. Proses pembelajaran dilakukan melalui bermain. Proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu, memotivasi anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan pembelajaran hendaknya juga dilakukan secara dinamis. Artinya anak tidak hanya dijadikan sebagai obyek, tetapi juga subyek dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dibutuhkan kreativitas dan inovasi guru dalam menyusun kegiatan pembelajaran sains. Kegiatan belajar di Taman Kanak-kanak dirancang untuk membentuk perilaku dan mengembangkan kemampuan dasar yang ada pada diri anak usia Taman Kanak-Kanak, dalam pelaksanaan pembelajaran sains harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak.

Menurut Sujiono (2008:12) Tahapan usia dalam pengembangan sains, pendekatan yang digunakan dalamn kegiatan belajar sains pada peserta didik sangat tergantung pada pengalaman, usia dan tingkat perkembangnnya. Untuk itu perhatikan beberapa indikator berdasarkan kelompok atau usia seperti dibawah ini:

  1. Usia 3-4 tahun: Mulai menjelajah dan melakukan penelitian terhadap apa yang ia lihat sekitarnya, Mulai menyukai ilmu pengetahuan dan mau bekerja sama dengan orang dewasa, Mulai berkembangnya kemampuan berbahasa. Mereka mulai berhubungan dan melakukan diskusi, tetapi masih sulit dalam pengucapan kata-kata. Mereka memerlukan orang dewasa untuk selalu mendengarkan dan “mengerti” apa yang mereka ucapkan, Belajar jadi lebih mudah karena mereka sudah mulai mengerti aktivitas yang akan dia kerjakan dan mulai percaya pada guru, orang tua atau pengasuhnya.
  2. Usia 4-5 tahun: Mulai menggunakan gambaran untuk mewakili dan mengungkapkan ide-ide, Suka memikirkan penjelasan dari apa yang mereka teliti, baik itu fakta ataupun imajinasi/fantasi, Mulai mampu menyeleksi aktivitas yang dilakukan. Pada awalnya anak bereksperimen dengan bekerja di laboratorium baru kemudian dipraktekan ditempat yang sesungguhnya. Sebagai contoh menanam biji dalam gelas plastik bekas yang sudah diberi kapas dan air, kemudian peserta didik akan menanam biji tersebut di tanah.
  3. Usia 5-6 tahun: Tertarik pada buku-buku yang berhubungan dengan aktivitas dari praktek sains dengan beberapa ilustrasi-ilustrasi berupa gambar, Mulai memahami konsep sains yang bersifat abstrak, tetapi tetap dengan contoh-contoh nyata yang konkret dan praktek langsung, Memiliki perhatian yang intens untuk berbagai aktivitas sains, mereka mulai dapat menikmati kegiatan yang dilakukan dalam kurun waktu beberapa hari misalnya, saat anak mengamati dan mengukur panjang batang tumbuhan tanaman dari hari pertama, kedua, ketiga dan setelah lewat dari seminggu, Dapat mengikuti tiga tahap tujuan dan menikmati bebrapa penelitian langsung dari guru.

Menurut Mursid (2015:83) Berikut prinsip pembelajaran sains bagi anak usia dini:

  1. Konkret dan dapat dilihat langsung. Anak dapat dilatih untuk membuat hubungan sebab akibat jika dapat dilihat secara langsung.
  2. Bersifat pengalaman. Pembelajaran hendaknya menekankan pada proses mengenalkan anak dengan berbagai benda, fenomena alam.
  3. Seimbang antara keadaan fisik dan mental. Dalam pembelajran sains kegiatan anak berinteraksi dengan benda dikenal dengan hand on science. Anak dapat menggunakan kelima indranya untuk melakukan observasi terhadap berbagai benda, gejala benda dan gejala peristiwa.
  4. Sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pembelajaran untuk anak usia dini harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, baik usia maupun dengan kebutuhan individual anak.
  5. Sesuai kebutuhan individual. Selain disesuaikan kelompok usia anak, pembelajaran anak usia dini perlu meperhatikan keperluan individual.
  6. Mengembangkan kecerdasan. Pembelajaran anak usia dini hendaknya tidak menjejali anak dengan hafalan, tetapi mengembangkan kecerdasannya.
  7. Sesuai langgam belajar anak. Tipe kecerdasan dan modalitas belajar yang berbeda menyebabkan anak-anak belajar degan cara yang berbeda.
  8. Kontektual dan multi konteks. Pembelajaran anak usia dini harus kontektual dan menggunakan banyak konteks.
  9. Terpadu. Pembelajaran anak usia dini sebaiknya bersifat terpadu atau terintegrasi.
  10. Menggunakan esensi bermain. Pembelajaran anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain dan bernyanyi.
  11. Belajar kecakapan hidup. Pendidikan anak usia dini mengembangkan diri anak secara menyeluruh.
  12. Belajar dari benda konkret. Mengajarkan angka 1,2 dan 3 akan lebih baik jika berkoresponden dengan benda, misalnya 1 dengan 1 biji, 2 biji dan dengan 3 biji.

Manfaat Pembelajaran Sains

Menurut Mursid (2015:83) pembelajaran sains padda anak usia dini sangat penting untuk memberikan bekal ilmu pengetahuan kepaa anak tentang alam dan segala isinya yang memberikan makna terhadap kehidupan dimasa yang akan datang. Menurut Zulfah (2015:1) manfaat belajar sains yaitu:

  1. Eksplorasi dan investigasi, yaitu kegiatan untuk mengamati dan menyelidiki objek serta fenomena alam.
  2. Mengembangkan ketrampilan proses sains dasar, seperti melakukan pengamatan, mengukur, mengkomunikasikan hasil pengamatan, dan sebagainya.
  3. Mengembangkan rasa ingin tahu, rasa senang dan mau melakukan kegiatan inkuiri atau penemuan.
  4. Memahami pengetahuan tentang berbagai benda baik ciri, struktur maupun fungsinya.

Penempatan Sains pada kurikulum pendidikan anak usia dini menurut Conezio dan Perancis, 2003 (dalam Zulfah, 2018:1) sebagai berikut:

  1. Ilmu menanggapi kebutuhan anak-anak untuk belajar tentang dunia di sekitar mereka.
  2. Pengalaman sehari-hari anak-anak adalah dasar untuk ilmu pengetahuan.
  3. Ilmu kegiatan terbuka melibatkan anak-anak pada berbagai tingkat perkembangan.
  4. Tangan-atas kegiatan sains membiarkan guru mengamati dan respon terhadap kekuatan individu dan kebutuhan anak-anak.
  5. Pendekatan ilmiah " trial and error " menyambut kesalahan - menafsirkannya sebagai informasi berharga , bukan sebagai kegagalan.
  6. Ilmu sangat mendukung bahasa dan keaksaraan.
  7. Keterampilan pemecahan masalah ilmu pengetahuan dengan mudah generalisasi ke situasi sosial.
  8. Demonstrasi ilmu membantu anak-anak menjadi nyaman dalam percakapan kelompok besar.
  9. Ilmu mudah menghubungkan ke daerah lain, termasuk bermain berbasis pusat, matematika, ekspresi seni, dan ilmu sosial.

Selain itu Pembelajaran sains selain bermanfaat bagi anak juga memiliki manfaat yang baik bagi guru yaitu sebagai berikut:

  1. Membantu guru dan orang tua dalam memahami manfaat dari kegiatan yang nyata.
  2. Membuka wawasan guru dan orang tua tentang pentingnya peranan mereka.
  3. Menyadarkan guru dan orang tua bahwa mereka sebagai motivator bagi anak. (Nurani, 2006:124)

Tahapan dalam Pembelajaran Sains

Menurut Nurani (2006:12) adapun tahapan dalam pembelajaran sains adalah sebagai berikut: (a) Observasi (b) Klasifikasi (c) Mengukur (d) Perkiraan (e) Eksperimen (f) Komunikasi (g) Observasi. Observasi merupakan kunci bagi semua aktivitas ilmu pengetahuan, anak dapat menjadi pengamat yang baik jika kita mampu menolong mereka memanfaatkan kemampuannya, tanyakan pada anak apa yang mereka lihat, dengar, cium dan rasakan! Fokuskan pengamatan dengan mengajak mereka untuk mengidentifikasi objek yang spesifik. Lalu bantu mereka melihat berbagai bentuk. Karakteristik dari objek tersebut, seperti ukuran, bentuk tekstur, warna dan sebagainya.

  1. Klasifikasi
    Klasifikasi merupakan kemampuan yang sangat penting untuk mengerti dan memahami tentang isi dunia baik tumbuhan maupun teknologi, anak belajar mengklasifikasi dengan cara yang mudah, seperti saat mengamati persamaan dan perbedaan, kebanyakan anak kecil bisa mencocokkan benda yang sama dari suatu objek atau gambar, bahkan mereka hanya mempelajari objek sederhana yang sama tetapi tidak identik, contohnya adalah benda dengan bentuk atau warna yang sama, ketika anak mulai berpikir, mereka mulai mengerti bahwa setiap objek memiliki lebih dari satu kategori.
  2. Mengukur
    Keterampilan mengukur dapat diperoleh anak melalui aktivitas saat mereka berekplorasi, beri kesempatan pada anak untuk melakukan kegiatan mengukur seperti mengidentifikasi mana yang lebih besar dan lebih kecil, mana yang lebih panjang dan lebih pendek, mana yang lebih tinggi dan lebih rendah.
  3. Perkiraan
    Merupakan kemampuan memprediksi suatu objek berdasarkan pengalaman yang dialami anak, dimulai dari kegiatan-kegiatan yang sederhana seperti “apa yang dapat terjadi jika saya menyentuh gelembung“ atau juga membuat dugaan-dugaan seperti “ apa yang akan terjadi bila balon ditiup secara terus menerus? Selanjutnya pada tingkat kemajuan ynag lebih tinggi anak akan dapat memilah-milah objek yang berbeda.
  4. Eksperimen
    Merupakan keterampilan yang banyak dihubungkan dengan sains, eksperimen dilakukan melalui berbagai percobaan yang dilakukan anak bersama guru dan pada akhirnya anak dapat melakukannya secara mandiri tanpa diperintahkan oleh guru, kegiatan eksperimen dapat dilakukan dengan apa dan atau tanpa alat khusus, sebagai contoh eksperimen yang dilakukan dengan alat bantu adalah kegiatan mencampur warna.
  5. Komunikasi
    Merupakan kemampuan menggunakan kata-kata untuk menggambarkan, menerangkan atau menyimpulkan hasil diskusi tentang aktivitas sains yang telah mereka lakukan, perkenalkan berbagai kosa kata sains yang sesuai untuk mengungkapkan pengalaman mereka.

Menurut Zulfah (2015:1) Anak-anak menemukan konten ilmu dengan menerapkan proses ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan ilmiah, diskusi kelas, membaca, dan berbagai strategi pengajaran lainnya. Ini adalah keterampilan berpikir diperlukan untuk belajar ilmu pengetahuan. Keterampilan proses adalah mereka yang memungkinkan anak untuk memproses informasi baru melalui eksperimen. Keterampilan yang paling sesuai untuk anak usia dini adalah mengamati, mengklasifikasi, membandingkan, mengukur, mengkomunikasikan, dan eksperimen. Mengasah keterampilan ini sangat penting untuk menghadapi kehidupan sehari-hari serta untuk studi masa depan dalam ilmu pengetahuan dan matematika anak.

Kegiatan Bermain Rasa dan Bau dalam Pembelajaran Sains

Kegiatan Bermain

Dunia anak adalah dunia bermain, yang merupakan fenomena sangat menarik perhatian bagi para pendidik, psikolog dan ahli filsafat sejak zaman dahulu. Menurut pendidik dan ahli psikologi, bermain merupakan pekerjaan masa kanak-kanak dan cermin pertumbuhan anak (Gordon & Browne, 1985:266). Bermain merupakan kegiatan yang memberikan kepuasan bagi diri sendiri. Kegiatan bermain adalah yang paling disukai oleh anak-anak. Ketika bermain anak-anak merasa gembira, tidak ada beban apapun dalam pikiran. Suasana hati senantiasa ceria. Dalam keceriaan inilah guru bisa menyelipkan ajaran-ajarannya. Ahli psikologi dan pedidikan berpendapat (dalam Mursid, 2015:18) bahwa bermain merupakan pekerjaan anak-anak dan cermin pertumbuhan anak. Melalui bermain, seluruh potensi kecerdasan yang dimiliki anak dapat dikembangkan. Ada sebelas pengaruh kegiatan bermain bagi perkembangan anak yaitu: 1) perkembangan fisik; 2) dorongan berkomunikasi; 3) penyaluran bagi energi emosional yang terpendam; 4) penyaluran bagi keinginan dan kebutuhan; 5) sumber belajar; 6) ransangan bagi kreativitas; 7) perkembangan wawasan diri; 8) belajar bermasyarakat; 9) standar moral; 10) belajara bermain sesuai dengan peran jenis kelamin; 11) perkembangan ciri kepribadian yang di inginkan. Bermain dapat dipilih untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis anak. Kegiatan bermain dapat memuaskan rasa ingin tahu anak terhadap hal-hal yang terjadi disekitarnya, misal ingin mengetahui berapa lebar ruang kelasnya, berapa tinggi tubuhnya, berapa tinggi sepatunya dan sebagianya (Yulianti, 2010:66).

Melalui kegiatan bermain anak dapat melakukan koordinasi otot kasar, bermacam cara dan teknik dapat digunakan dalam kegiatan bermain, seperti merayap, merangkak, berjalan, berlari, melompat, menendang, melempar, dan lain sebagainya. Menurut Mursid (2015:27) dengan bermain anak dapat berlatih menggunakan kemampuan kognitifnya, dapat mengembangkan kreativitas, dapat melatih kemampuan bahasa, dapat meningkatkan kepekaan emosinya. Dengan bermian anak memperoleh kesempatan memilih kegiatan yang disukainya, berekperimen dengan bermacam-macam bahan dan alat, berimajinasi, memecahkan masalah dan bercakap-cakap secara bebas, berperan dalam kelompok, bekerja sama dalam kelompok dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan.

Pengertian Rasa

Membedakan rasa dan bau merupakan salah satu indikator pada bidang pengembangan kemampuan dasar kelompok B (usia 5-6 tahun) dengan tuntutan anak mampu mengenal berbagai konsep sains dan matematika dalam kehidupan sehari-hari yaitu Anak mampu berpikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab-akibat di kurikulum TK. Rasa adalah tanggapan indera terhadap ransangan. Seperti manis, pahit, asin, asam, panas, dingin dan lain-lain. Bau adalah apa yang dapat ditangkap oleh indera penciuman baik berupa bau enak ataupun bau tidak enak. Misalnya bau masakan, bau permen dan lain-lain. Rasa dan bau bergantung pada kemoreseptor. Sensasi rasa di terima oleh sel-sel rambut ditunas kecap lidah. Sel-sel tersebut terletek di syaraf sensorik dan menstimulasinya. Syaraf-syaraf sensoris sebenarnya mengangkut impuls ke otak walaupun ada empat tipe rasa dasar asin, manis, pahit dan asam yang masing-masing terletak di daerah terpisah pada lidah, berbagai makanan dapat menstimulasi beberapa rasa tersebut secara bersamaan, dan pada intensitas yang berbeda-beda. Sehingga menciptakan pencampuran rasa. Organ-organ penciuman terletak di epitel olfaktoris hidung. Tak seperti mekanisme pengecapan, organ sensoris penciuman adalah sebuah neuron, yang dendrit-dendritnya tertanam dalam epitel tersebut (Fried dan Hademenos, 2005:261). Bau adalah zat kimia yang tercampur di udara, umumnya dengan konsentrasi yang sangat rendah, yang manusia terima dengan indra penciuman. Bau dapat berupa bau enak maupun tak enak. Rasa sendiri merupakan hasil kerja pengecap rasa (taste buds) yang terletak di lidah, pipi, kerongkongan, atap mulut, yang merupakan bagian dari cita rasa (Wikipedia, 2017:1). Menurut Gul (2007:25) rasa berbagai macam makanan dirasakan oleh sensor yang disebut kuncup pengecap yang berada diatas lidah. Jumlah kuncup-kuncup pengecap ini kira-kira 9-10 ribu. Seperti pada indra pembau, indra pengecap juga dapat menangkap molekul-molekul. Molekul-molekul makanan akan diserap oleh kuncup pengecap sehingga kita dapat merasakan rasa masakan yang kita makan.

Kegunaan Bermain Rasa dan Bau

Menurut Jane M. Harley (dalam Sudono, 2000:4) menyatakan bahwa jaringan serabut syaraf akan terbentuk apabila ada kegiatan mental yang aktif dan menyenangkan bagi anak. Setiap respon terhadap penglihatan, bunyi, perasaan, bau dan pengecapan akan memperlancar hubungan antar neuron (pusat syaraf). Makin sering otak bekerja, maka ia akan semakin mahir dan terampil. Kualitas otak tergantung pada pola pengembangan minat, keterlibatan aktif dari anak dan ransangan yang beragam. Penggunaan seluruh panca inderanya: penglihatan, pendengaran, rasa, pengecapan, dan penciuman mempercepat hubungan-hubungan yang ada di antara simpul syaraf. Jadi kegunaan bermain rasa dan bau yang melibatkan panca indera rasa dan pengecapan berguna untuk melatih kemampuan berpikir kritis anak berupa kemampuan menentukan penyebab, menggunakan alternatif, membuat keputusan, dan menemukan kemungkinan serta keterlibatan aktif anak.

Menurut Gul (2007:24) membedakan rasa sangatlah mudah bagi kita. Bahkan, saat mata kita tertutup sekali pun, kita masih bisa membedakan biskuit rasa keju dan biskuit rasa kacang. Berpuluh-puluh jenis yang berbeda dapat kita bedakan tanpa merasa kesulitan. Nah rahasia kemampuan ini tersembunyi dalam sel-sel yang berada di indra pengecap yaitu lidah kita. Untuk bisa memahami rasa semua makanan yang kita makan, maka kita juga memerlukan indra pembau. Dengan kata lain tanpa mencium baunya, kita tidak bisa mengetahui rasa makanan dengan tepat. Suatu makanan akan terasa anak karena bersatunya rasa dan bau dalam pikiran kita.

Dari penjelasan diatas, bermain adalah kegiatan yang menyenangkan dan menarik untuk dilakukan. Dengan bermain kita juga bisa memperoleh pengetahuan secara santai dan menyenangkan. Rasa adalah tanggapan indera terhadap ransangan. Seperti manis, pahit, asin, asam, panas, dingin dll dan bau adalah apa yang dapat ditangkap oleh indera penciuman baik berupa bau enak ataupun bau tidak enak. Misalnya bau masakan, bau permen dll.

1. Melatih Dan Megembangkan Indera Penciuman Pada Anak Usia Dini

Ketika mendampingi anak, sering kali kita hanya sibuk mengembangkan dan mengasah kemampuan dua dari panca indra anak, yaitu penglihatan dan, melalui baca tulis, serta berbicara dan mendengar. Padahal, dengan mengasah indera penciuman, kemampuan anak pasti akan meningkat dan tumbuh kembangnya pun menjadi lebih baik. Sejak lahir, bayi sudah memiliki indra penciuman yang kuat, bukan hanya untuk merasakan, tapi juga mengenali keluarga dan lingkungan sekitarnya. Menginjak usia 3 tahun, ia mulai bisa membedakan aroma yang enak dan tidak enak. Kemampuan itu terus berkembang sampai usia 6 atau 7 tahun, dan mencapai puncaknya di usia 8 tahun. Bayi, balita dan anak-anak memang memiliki kepekaan indra yang lebih kuat ketimbang orang dewasa. “Referensi suatu aroma dalam memori anak memang berbeda dengan orang dewasa”, ujar Rina Poerwadi, seorang Pakar Aromaterapi dari Holistic Aromatherapy Center, Jakarta. Jadi, tak heran jika anak suka membaui benda-benda di sekitarnya, karena itu salah satu cara ia memahami lingkungannya (Anonim, 2018:1).

Salah satu hal yang terpenting dalam PAUD adalah bagaimana membangun pengetahuan pada anak. Sangat perlu jika kita bisa mengkaji lebih jauh tentang cara anak dalam membangun pengetahuannya. Ssalah satu latihan yang cukup penting untuk anak adalah latihan indera penciuman. Indera penciuman juga memberi banyak informasi mengenai lingkungan sekitar anak. Dengan indera penciuman membuat mereka dapat membedakan bau-bauan, baik bau yang enak dan bau yang tidak enak. Berikut ini adalah kegiatan yang dapat memperkuat kesadaran anak dan menambah pengetahuannya terhadap lingkungan melalui indera penciuman mereka.

  1. Membuat buklet hidung
    Latihan ini adalah untuk keterampilan dan konsep yang dipelajari: memahami bau yang enak dan tidak enak.
    • Untuk batita (2-3 tahun). Potong fgambar benda-benda yang berbau enak dan yang berbau tidak enak. Buatlah buklet dari kertas biasa dan tempelkan gambar tersebut disalah satu sisi kertas dengan menggunakan selotip atau lem. Minta si kecil menempelkan gambar pada setiap halaman. Beri label setiap halaman dengan bau enak atau bau tidak enak.
    • Untuk anak yang lebih besar (5-6 tahun). Sebagai variasi dari langkah diatas. Anda dapat membuat poster dengan dua kolom bau enak dan bau tidak enak. Minta sikecil melihat-lihat majalah dan menggunting gambar benda-benda berbau enak dan tidak enak dan menempelkan pada kolom tersebut.
  2. Berjalan-jalan di taman
    Latihan ini adalah untuk keterampilan dan konsep mempelajari: memahami berbagai bau pada benda yang berbeda, memperkaya kosa-kata berdasarkan benda yang ditemuinya, keterampilan klasifikasi dan perkembangan otot motorik kassar anak.
    • Untuk balita (1-3 tahun). Buat tour kecil mengelilingi taman dan minta sikecil mengidentifikasi benda yang lihatnya.
    • Untuk yang lebih besar (4-6 tahun). Mintalah mereka membuat tabel bau enak dan bau tidak enak dari benda yang mereka lihat.
  3. Tabung pembau
    Latihan ini adalah untuk keterampilan dan konsep yang dipelajari: meningkatkan indera penciuman. Indentifikasi objek berdasarkan ingatan dan memperkaya kosakata.
    • Untuk balita (1-3 tahun). Gunakan tabung film bekas atau botol kecil yang tidak terpakai lagi kemudian ditambahkan bau-bauan yang anda pilih ke dalam tiap tabung.
    • Untuk anak yang lebih besar (4-6 tahun). Tutup tabung dengan kertas berwarna sehingga si kecil tidak dapat melihat benda apa yang ada di dalamnya. Mintalah dia menebak isi tabung berdasarkan apa yang ia cium.
  4. Campur dan cium
    Latihan berikutnya ini adalah untuk keterampilan dan konsep yang dipelajari: sebagai variasi dari tabung penciuman. Anda juga dapat menempatkan dua benda dalam dua tabung berbeda. Campur tabung tersebut secara acak dan minta si kecil mengambil dan menyamakan wadah yang memiliki benda berbau sama. Saat ia yakin dengan pilihannya. Buka tabung tersebut dan lihat seberapa jauh kemampuan si kecil menyamakan bau.

2. Melatih Dan Megembangkan Indera Pengecap Pada Anak Usia Dini

Seperti spons yang menghisap air di sekitarnya sampai habis, begitulah otak si kecil dalam masa perkembangannya. Masuk usia satu tahun, semakin banyak lagi obyek di sekeliling yang bisa Anda perkenalkan padanya. Langkah ini sekaligus akan menstimulasi panca indranya (penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba). Indra pengecap/perasa: Perkenalkan rasa manis, asin, pahit, asam dari beragam makanan atau minuman pada anak dengan meneteskan sedikit rasa tersebut di ujung lidahnya. Bila ia menolak, ulangi lagi beberapa kali sampai akhirnya ia terbiasa. Anak akan mengetahui rasa – rasa dari buah, umbi, batang, bunga, dengan langsung melihat tanaman yang tumbuh di alam (Anonim, 2018:1)

Prinsip Kerja Indera Pembau Dan Indera Pengecap

Cara kerja indera pembau adalah ransangan berupa gas diterima oleh sel saraf pembau pada hidung. Ransangan ini lalu dibawah oleh saraf ke pusat pembau primer yang dihubngkan ke pusat lain misalnya pusat muntah, pusat nikmat,dan lain-lain. Kemudian dibawa ke efektor sehingga muncul tanggapan. Cara kerja pengecap ialah pada saat kita makan, ransangan cita rasa makanan akan diterima oleh rambut yang terdapat pada pengecap yang terdapat pada sensorik saraf otak VII dan IX ke otak. Kemudian tanggapan akan diberikan pada psensorik saraf otak VII dan Ixke lidah sehingga lidah bereaksi atau mempersepsikan sebagai rasa manis, pahit, asam atau yang lainnya (Agustiana, 2014:324).

Pengaruh Kegiatan Bermain rasa dan Bau dalam Pembelajaran Sains Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia 5-6 Tahun

Melalui pengenalan dan pengembangan aspek sains pada anak akan menumbuhkan rasa ingin tahu yang amat tinggi. Lingkungan belajar sains yang disediakan akan meransang anak untuk memunculkan pertanyaan-pertanyaan menakjubkan dan tidak terduga. Dan itulah wujud dari berpikir dan belajar kreatif yang nyata. Kemampuan berpikir kritis pada anak harus dikemas dengan pembelajaran sains yang kondusif, anak-anak akan mengenali objek dan lingkungan yang dipelajarinya. Pembelajaran seperti itu akan membantu anak mengenali secara langsung berbagai hal. Ia akan mengenal tantangan kehidupan dan peluang-peluangnya. Dengan penyediaan pengalaman langsung melalui pembelajaran sains. Kekuatan intelektual anak akan terlatih secara simultan dan terus-menerus. Dengan sering mengamati, maka keterampilan berpikir kritis akan berkembang (Samatowa, 2018:17).

Berbagai cara praktis yang dianjurkan untuk dapat mempercepat berpikir kritis pada anak. Misalnya dengan menciptakan berbagai situasi yang dapat dikritisi, meminta anak untuk menelusuri sebab-sebab dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat meransangnya seputar kehidupan anak. Pembelajaran sains dengan kegiatan bermain sambil belajar dapat melatih kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa. Jika kemampuan berpikir berkembang, anak dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan macam-macam alternatif pemecahan masalah, membantu anak mengembangkan kemampuan logika matematikanya dan mengembangkan pengetahuan akan ruang dan waktu. Selain itu anak akan mempunyai kemampuan memilah-milah, mengelompokkan serta mempersiapkan pengembangan kemampuan berpikir teliti. Aspek tersebut dapat dicapai melaui pendidikan sains sederhana pada anak, karena dalam proses pembelajaran sains diantaranya siswa melakukan observasi, eksplorasi, dan memecahkan masalah sesuai tahap perkembangan berpikir anak (Mursid, 2015:84).

Horn berpendapat (dalam Mursid, 2015:86) bahwa kegiatan bermain memiliki peran penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan imajinatif. Anak memahami pengetahuan melalui interaksi dengan objek yang ada di lingkungan sekitarnya. Pada saat anak bermain sambil belajar sains anak memiliki kesempatan untuk mengetahui sifat-sifat dengan cara mengamati, menyentuh, mencium, dan mendengarkan. Dari pengindraan tersebut, anak memperoleh fakta, konsep, dan informasi-informasi baru yang akan disusun menjadi struktur pengetahuan dan digunakan sebagai dasaruntuk berpikir. Oleh karena itu, dengan kegiatan bermain rasa dan bau nantinya akan memicu rasa ingin tahu sehingga dapat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis anak.

Daftar Pustaka

Kriswidyantari,. 2006. Penerapan Permainan Sains untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Anak Kelompok A1 TK Negeri Pembina Denpasar. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. 4(2):10.

Maftukhin, M., 2013. Keefektifan model pembelajaran CPS berbantuan CD pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kritis materi pokok geometri kelas X. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Mursid. 2015., Pengembangan Pembelajaran PAUD. Bandung : Rosda Karya.

Natalina, D., 2005. Menumbuhkan Perilaku Berpikir Kritis Sejak Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan: 5(1).

Nugraha, Ali., 2005. Pengembangan Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini. JIL: SI Fondation.

Nurani., dkk., 2006. Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan. Jakarta: PT Indeks.

Pratisti, D. W dan Yuwono, S., 2018. Psikologi Eksperimen: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Surakarta: Muhammadiyah University Press. 

Samatowa, Usman.2018. Metodologi Pembelajaran Sains untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Tangerang : Tira Smart.

Sudono, A., 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan (untuk Pendidikan Anak Usia Dini). Jakarta: PT Grasindo.

Sujiono, dkk., 2008. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas Terbuka.

Slavin, R.E., 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik : Jakarta: Indeks.

Surya, Hendra., 2011. Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar. Jakarta: Gramedia. 

Yulianti, Dwi., 2010. Bermain Sambil Belajar Sains di Taman Kanak-kanak. Jakarta: PT Indeks.

Yulianti, D dkk., 2008. Model Pembelajaran Sains di Taman Kanak-Kanak dengan Bermain Sambil Belajar. Jurnal Ilmu Pendidikan 17(6).