Diperbarui tanggal 21/05/2022

Kemampuan Berbicara Anak

kategori Pendidikan Anak Usia Dini / tanggal diterbitkan 21 Mei 2022 / dikunjungi: 2.94rb kali

Pengertian Kemampuan Berbicara

Hurlock (Rumilasari, 2016: 6) menyatakan, “bicara adalah bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan maksud”. Belajar berbicara pada anak usia dini dapat digunakan sebagai alat bersosialisasi dalam berteman serta melatih kemandirian anak. Sementara itu, kemampuan memiliki arti sebagai kecakapan, kesanggupan, dan kekuatan (Wigayuwiva, 2014). Kemampuan yang mendapatkan stimulus yang tepat, akan membantu anak untuk berkembang dengan optimal. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa, kemampuan berbicara merupakan kesanggupan anak untuk berkomunikasi mengungkapan pikiran, dengan menggunakan bunyi-bunyi artikulasi untuk menyampaikan informasi dan mengekspresikan pikiran kepada orang lain.

Aspek dalam berbicara mencakup tiga proses yang terpisah, namun saling berhubungan satu dengan yang lain, yakni belajar mengucapkan, membangun kosa kata, dan membentuk kalimat. Hurlock (Rumilasari, 2016: 7) menyatakan, “cara anak belajar berbicara meliputi tiga aspek yang saling berhubungan, yaitu pengucapan, pengembangan kosa kata, dan pembentukan kalimat”. Pertama, pengucapan pronunciation) yang dipelajari dengan meniru. Keseluruhan pola pengucapan anak akan berubah dengan cepat jika anak ditempatkan dalam lingkungan baru yang orang-orang di lingkungannya tersebut mengucapkan kata-kata yang berbeda. Perbedaan dalam ketepatan pengucapan sebagian bergantung pada tingkat pemerolehan mekanisme suara, tetapi sebagian besar bergantung pada bimbingan yang diterimanya dalam mengaitkan suara kedalam kata yang berarti. Suarni (2009: 67) mengenai pengucapan bunyi tertentu menemukan bahwa anak biasanya sulit mengucapkan bunyi tertentu dan kombinasi bunyi huruf mati, misalnya z, w, g, d dan s, serta kombinasi huruf mati, seperti st, str, dr, kr. Kedua, pengembangan kosa kata.

Cerita atau yang disebut dalam islam dengan istilah qashash (kisah) merupakan suatu kejadian atau peristiwa masa lalu. Selanjutnya, Quraish Shihab dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kisah adalah menyampaikan pesan-pesan materi kepada peserta didik melalui kisah-kisah masa lalu yang mangandung nilai-nilai kabaikan dalam kehidupan (Abdul Aziz, 2008: 39). Untuk mengembangkan kosa kata, anak harus belajar mengaitkan arti dengan bunyi. Anak mempelajari dua jenis kosa kata yakni (1) Kosa kata umum terdiri dari kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan, kata perangkai dan kata ganti; (2) Kosa kata khusus terdiri dari kosa kata warna, jumlah kosa kata, kosa kata waktu, kosa kata uang, kosa kata ucapan popular, kosa kata sumpah, bahasa rahasia. Dardjowidjojo (2003) mengenai dua macam kata yang dikuasai anak meliputi, kata utama dan kata fungsi. Terlebih dahulu anak mengusai kata utama, dimana kata utama terdiri dari tiga macam yaitu kata nomina (kata benda), verba (kata kerja), dan adjektiva (kata sifat).

Peningkatan jumlah kosa kata tidak hanya karena mempelajari kata-kata baru, tetapi juga karena mempelajari arti baru bagi kata-kata lama. Anak usia prasekolah yang berusia 4-5 tahun rata-rata memiliki kosa kata 1.600 sampai dengan 2.100 kata. Ketiga, pembentukan kalimat yaitu menggabungkan kata ke dalam kalimat yang tata bahasanya benar dan dapat dipahami oleh orang lain. Pada usia anak sudah menginjak 4 tahun, kalimat yang digunakan hampir lengkap dengan unsur- unsur dalam kalimat. Rata-rata panjang kalimat pada anak usia 4-5 tahun ialah empat sampai lima kata (Syaodih, 2005). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam belajar berbicara, terdapat tiga proses yang membantu anak untuk berbicara yang meliputi, pengucapan (diperoleh melalui meniru), pengembangan kosa kata, pembentukan kalimat.

Faktor –faktor Kemampuan Berbicara Anak

Kemampuan berbicara dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor dalam dan faktor luar anak. Hurlock (Rumilasari, 2016: 8) mengenai pengaruh kemampuan berbicara menyatakan, Kemampuan berbicara dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain persiapan fisik untuk berbicara yaitu kematangan saraf dan otot mekanisme suara yang diperlukan bagi pemrosesan suara, kesiapan mental untuk berbicara bergantung pada kematangan otak, model yang baik untuk ditiru, hal ini diperlukan agar anak tahu mengucapkan kata dengan benar, kesempatan untuk berpraktik, motivasi, ketika anak mengetahui bahwa mereka dapat memperoleh apa saja yang mereka inginkan tanpa memintanya, dan jika anak tahu bahwa pengganti bicara seperti tangis dan isyarat dapat mencapai tujuan tersebut, maka motivasi anak untuk belajar berbicara akan melemah, bimbingan cara yang paling baik untuk membimbing belajar berbicara adalah menyediakan model yang baik, mengadakan kata-kata dengan jelas, serta memberikan bantuan mengikuti model.

Ungkapan lain mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara dikemukakan oleh (Rahayu, 2007:216) yang terdiri dari beberapa hal, yaitu:

  1. Gaya Berbicara, secara umum gaya bicara ditandai dengan tiga ciri, yaitu:
    1. Gaya Ekspresif, gaya bicara ekspresif ditandai dengan spontanitas, lugas, gaya ini digunakan saat mengungkapkan perasaan, bergurau, mengeluh, atau bersosialisasi.
    2. Gaya Perintah, gaya ini menunjukkan kewenangan dan bernada memberikan keputusan.
    3. Gaya Pemecahan Masalah, gaya ini bernada rasional, tanpa prasangka, dan lemah lembut.
  2. Metode Penyampaian
    Metode penyampaian ini terdiri dari:
    1. penyampaian mendadak;
    2. penyampaian tanpa persiapan;
    3. penyampaian dari naskah; dan
    4. penyampaian dari ingatan (Rahayu, 2007:217).

Berdasarkan uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara, dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara dapat dipengaruhi oleh model yang baik untuk ditiru serta adanya kesempatan yang diberikan pada anak untuk berbicara. Hal tersebut dapat dilakukan melalui bermain peran.

Indikator Keterampilan Berbicara

Kemampuan berbicara merupakan pengungkapan diri secara lisan. Unsur-unsur kebahasaan yang dapat menunjang keterampilan berbicara diungkapkan oleh Djiwandono dalam Halida (2011:67) yaitu unsur kebahasaan, unsur nonkebahasaan, dan unsur isi. Unsur kebahasaan meliputi: (1) Pengucapan lafal yang jelas, (2) Penerapan intonasi yang wajar, (3) Pilihan kata, (4) Penerapan struktur/susunan kalimat yang jelas. Sedangkan unsur nonkebahasaan meliputi:

  1. Keberanian
    Keberanian yaitu keberanian dalam mengemukakan pendapat, seperti anak mampu menceritakan pengalaman yang dialami. Selain itu, keberanian untuk berpihak terhadap gagasan yang diyakini kebenarannya.
  2. Kelancaran
    Lancar dalam berbicara sangat ditunjang oleh penguasaan materi/bahan yang baik. Penguasaan kosakata akan membantu dalam penguasaan materi pembicaraan.
  3. Ekspresi/Gerak-gerik Tubuh
    Ekspresi tubuh sangat diperlukan dalam menunjang keefektifan berbicara. Arti pembicaraan tersebut dapat dipahami melalui ekspresi tubuh yang ditunjukkan pembicara. Unsur isi dalam pembicaraan merupakan bagian yang lebih penting. Tanpa isi yang diidentifikasi secara jelas, pesan yang ingin disampaikan melalui kegiatan berbicara tidak akan tersampaikan secara jelas pula, dalam aspek isi dari berbicara terdiri dari kerincian dan kejelasan dalam menyampaikan isi dari pembicaraan.

Senada dengan pendapat Djiwandono dalam Halida (2011: 15) mengungkapkan bahwa aspek keterampilan berbicara terdiri dari aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan. Aspek kebahasaan meliputi keterampilan ucapan, penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai; pilihan kata; dan ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi sikap tubuh; kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain; kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara; relevansi, penalaran, dan penguasaan terhadap topik tertentu.
Hal serupa diungkapkan oleh Hurlock (Musfiroh, 2020: 78) bahwa keterampilan berbicara meliputi beberapa aspek, yaitu:

  1. Pengucapan
    Setiap anak berbeda-beda dalam ketepatan pengucapan dan logatnya. Perbedaan ketepatan pengucapan bergantung pada tingkat perkembangan mekanisme suara, serta
    bimbingan yang diterima dalam mengaitkan suara ke dalam kata yang berarti. Perbedaan logat disebabkan karena meniru model yang pengucapannya berbeda dengan yang biasa digunakan anak.
  2. Pengembangan Kosakata
    Anak harus belajar mengaitkan arti dengan bunyi dalam mengembangkan kosakata yang dimiliki. Peningkatan jumlah kosa kata tidak hanya karena mempelajari kata-kata baru, tetapi juga karena mempelajari arti baru bagi kata-kata lama.
  3. Pembentukan Kalimat
    Pada mulanya anak menggunakan kalimat satu kata yakni kata benda atau kata kerja. Kemudian kata tersebut digabungkan dengan isyarat untuk mengungkapkan suatu pikiran utuh yang dapat dipahami orang lain.

Suhartono (2005: 161) menjabarkan bahwa lingkup pengembangan bicara anak meliputi peniruan bunyi bahasa, pengenalan kata, pengenalan kalimat, dan penggunaan bahasa sesuai dengan konteksnya. Berikut adalah penjelasan tentang lingkup pengembangan bicara anak:

  1. Strategi Peniruan Bunyi Bahasa
    Mengembangkan bicara anak diawali dengan pengenalan bunyi bahasa yang sebaiknya dimulai dari bunyi bahasa yang mudah diucapkan lalu dilanjutkan ke yang sulit. Artinya pengenalan bunyi bahasa dapat dimulai dari strategi pengenalan bunyi vokal lalu ke strategi pengenalan bunyi konsonan.
    1. Strategi pengenalan bunyi vokal
      Strategi dapat dilakukan dengan jalan anak disuruh menirukan bunyi bahasa yang diucapkan oleh guru atau orang tua.
    2. Strategi pengenalan bunyi konsonan
      Tidak semua konsonan diperkenalkan kepada anak usia dini. Hal ini disebabkan karena konsonan tersebut berasal dari bahasa asing dan kata-kata yang ada juga tidak tepat bila diberikan pada anak usia dini. Misalnya konsonan f, q, v, dan z. Konsonan yang diperkenalkan anak usia dini adalah konsonan bilabial (p, b, m), konsonan dental (t, d, s, n, r, l), konsonan palatal (c, j, sy, ny, y), konsonan velar (k, g, x, ng), dan konsonan glotal (h).
  2. Strategi Pengenalan Kata
    Strategi yang dapat ditempuh untuk memperkenalkan kosakata bahasa Indonesia anak, dapat dilakukan dengan beberapa langkah. Langkah pertama guru harus menentukan jenis kata yang akan dikenalkan kepada anak. Sebaiknya kata yang pertama kali diperkenalkan adalah kata benda, lalu dilanjutkan ke jenis kata yang lain yaitu kata kerja, kata sifat, atau kata tugas. Langkah kedua yaitu guru harus mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan. Langkah ketiga yaitu guru melakukan kegiatan pengenalan kata. Saat guru melakukan kegiatan pengenalan kata, guru harus memberi contoh terlebih dahulu tentang pengucapan kata-kata yang diperkenalkan itu. Langkah keempat guru mengecek kembali ingatan anak. Kegiatan ini dilakukan untuk melihat apakah anak masih ingat dan mengenal kata-kata yang diperkenalkan tadi.
  3. Strategi Pengenalan Kalimat
    Kalimat adalah suatu satuan kumpulan kata terkecil yang mengandung pikiran yang lengkap. Kelengkapan sebuah kalimat sekurang-kurangnya terdapat dua konsep yaitu adanya subjek dan predikat dan boleh dilengkapi dengan objek. Kalimat yang tidak lengkap terjadi apabila ide lebih luas dari pada bentuk. Untuk menentukan pola sempurna tidaknya sebuah kalimat ditentukan oleh unsur-unsur berikut: Subjek (S)-Predikat (P)-Objek (O).

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkup pengembangan bicara anak meliputi tiga hal yaitu strategi peniruan bunyi bahasa, strategi pengenalan kata, dan strategi pengenalan kalimat.

Daftar Pustaka

Bambang Sujiono. 2013. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta

Catron dan Allen. 2009. Bahasa dan Pikiran. Diterjemahkan oleh Widyamartaya. Yogyakarta: penerbit kanisius 

Haimunah. 2013. Metode Pegembangan Anak Usia Dini. Pekanbaru : Cendikia Insani

Moeslichatoen. 2006. Metode Pengajaran di taman kanak-kanak. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.

Montolalu, 2008. Bermain dan Permainan Anak. Jakarta. Universitas Terbuka.

Musfiroh, 2010. Cerita Untuk Perkembangan Anak, Jogjakarta :Navila

Rumilasari, 2016. Pendampingan Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas

Suhartono. 2005. Pengembangan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.