Diperbarui tanggal 21/05/2022

Gaya Belajar Anak Usia Dini

kategori Pendidikan Anak Usia Dini / tanggal diterbitkan 21 Mei 2022 / dikunjungi: 10.75rb kali

Definisi Gaya belajar Anak Usia Dini

Menurut Jensen, E (2013:55) gaya belajar adalah satu cara yang disukai untuk memikirkan, mengolah, dan memahami informasi. Otak manusia tidak memilik satu gaya belajar tunggal. Manusia jauh lebih kompleks daripada itu. Otak manusia tidak memiliki satu gaya belajar tunggal (tergantung pada lingkungan). Menurut Priyatna, A (2013:3) Gaya belajar adalah cara dimana anak-anak menerima informasi baru dan proses yang akan mereka gunakan untuk belajar. Sedangkan menurut Dariyo A, (2013:124) gaya belajar ialah suatu cara individu untuk mempelajari dan menguasai suatu materi pelajaran guna mencapai prestasi belajar.

Cara otak memproses informasi (cara otak belajar), di samping berpengaruh terhadap tingkat-tingkat berpikir sebagaimana dikemukakan dalam Taksonomi Bloom, juga berpengaruh terhadap modalitas belajar anak. Namun, dengan demikian, modalitas belajar ini berbeda dengan Taksonomi Bloom. Jika taksonomi Bloom lebih kepada keterampilan berpikir melalui tingkat-tingkat tertentu, modalitas belajar adalah “seni” berpikir melalui kecendrungan masingmasing anak. Mengingat setiap anak adalah unik dan berbeda-beda maka tidak mengherankan jika setiap anak mempunyai gaya belajar tersendiri yang berbedabeda pula, hingga saat ini baru ada tiga gaya belajar yang dapat dikenali, yakni visual, auditori, kinestetik (Suyadi, 2014: 154).

Dalam hal ini, Rita Dunn, seorang ahli gaya belajar sebagaimana dikemukakan DePorter, telah menemukan banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar seseorang. Variabel-variabel tersebut mencakup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan. Sekadar contoh, sebagian anak lebih senang bermain secara kelompok daripada sendirian, sedangkan beberapa anak lain justru lebih senang bermain sendirian daripada kelompok. Seorang anak lebih senang bermain mobil-mobilan, sedangkan anak yang lain lebih menyenangi boneka, seorang anak lebih senang bermain dengan iringan musik, dan anak yang lain lebih senang bermain dengan sunyi senyap. Anak tertentu senang bermain di kegelapan, sedangkan anak yag lain ada yang takut dengan suasana gelap dan lain sebagainya. Ini semua disebut dengan gaya bermain atau gaya belajar (Suyadi, 2014:155).

Jika setiap anak dapat mengenali dengan baik gaya bermainnya, ia akan lebih mudah meraih prestasi atau keterampilan tertentu melalui aktivitas bermainnya tersebut. Sebaliknya, jika anak tidak mengenali cara belajarnya dan hanya sekadar ikut-ikutan dengan anak-anak yang lain, ia akan menemui banyak kesulitan. Walaupun terdapat sekian banyak gaya bermain atau belajar, bahkan jumlahnya berbanding lurus dengan jumlah anak-anak yang bersangkutan, tetapi para ahli di bidang ini telah menyepakati adanya tiga gaya belajar yang umum dan lazim dimiliki setiap orang. Ketiga gaya belajar adalah visual, auditori, dan kinestetik (Suyadi, 2014:155). Menurut Priyatna A (2013) ada 3 gaya belajar paling utama visual, auditori, kinestetik.

Gaya belajar visual adalah cara belajar dengan mengandalkan penglihatannya. Gaya belajar auditori adalah cara belajar dengan mengandalkan pendengarannya. Gaya belajar kinestetik adalah cara belajar cara belajar dengan mengandalkan gerakannya. Walaupun setiap orang mempunyai ketiga gaya belajar ini sekaligus dalam dirinya, tetapi berbagai penelitian menunjukkan bahwa setiap orang hanya memiliki satu gaya belajar yang dominan. Artinya tidak ada orang yang 100% visual saja, tidak ada anak yang 100% auditorial saja, tidak ada anak yang 100% kinestetik semata. Semua anak pasti mempunyai ketiganya (visual, auditorial, dan kinestetik). Hanya saja, komposisi masing-masing gaya dalam diri seseorang berbeda-beda. Ada yang lebih dominan gaya visualnya, ada yang lebih dominan gaya auditorialnya, dan ada yang lebih dominan gaya kinestetiknya. Gaya belajar yang dominan tersebut menjadi ciri khas gaya belajar anak yang dimaksud
(Suyadi, 2014:156).

Setiap orang mempunyai gaya belajar sendiri dan belum tentu sama dengan orang lain. Banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar seseorang. Variabel tersebut mencakup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan. Cara belajar sejatinya merupakan kombinasi dari keunikan kita dalam menyerap, mengatur, dan mengelola informasi (Widiasworo, 2015).

Jenis-Jenis Gaya Belajar Anak

Menurut Setiabudi T dan Maruta J, (2012:68) gaya belajar secara umum dapat dibagi dalam tiga jenis yaitu:

  1. Gaya belajar visual merupakan belajar melalui melihat. Mereka yang memiliki gaya belajar ini suka melihat gambar-gambar atau diagramdiagram. Mereka senang melihat peragaan atau menonton video.
  2. Gaya belajar auditori merupakan belajar melalui mendengarkan. Seperti mendengarkan rekaman tape, ceramah, diskusi, dan perintah-perintah lisan (verbal).
  3. Gaya belajar kinestetik merupakan belajar melalui kegiatan-kegiatan fisik dan melibatkan diri secara langsung. mereka yang memiliki gaya belajar ini lebih suka untuk langsung berpartisipasi, bergerak, menyentuh, dan mengalami sendiri.

Dengan menggunakan ketiga gaya belajar tersebut, pada umumnya seseorang menunjukkan kecenderungan (preferensi) untuk belajar dengan dengan salah satu gaya belajar tersebut. Menurut Dariyo A, ( 2013:124) gaya belajar memiliki 3 tipe yaitu gaya belajar auditif, visual dan kinestetik. Gaya belajar auditif ialah suatu gaya belajar yang menekankan kemampuan mendengar informasi yang disampaikan secara lisan. Kemampuan daya ingat pada individu yang auditif akan bisa efektif, bila ia mendengarkan suara informasi pengetahuan tersebut secara langsung atau tidak langsung. Kemampuan mendengar langsung artinya individu harus mendapatkan stimulus suara yang didengar pada saat itu. Mendengar tidak langsung, bila individu mendengarkan stimulus suara dari rekaman tape recorder.

Gaya belajar visual ialah suatu cara belajar yang dipengaruhi oleh kemampuan melihat (menyaksikan langsung) dengan mata sendiri terhadap informasi yang dipelajarinya. Tipe pembelajar visual akan mudah merekam informasi setelah proses mengamati. Sedangkan gaya belajar kinestetik ialah cara belajar yang disertai dengan upaya menggerakkan organ tubuhnya. Pilihan seseorang terhadap gaya belajar bersifat individual, artinya setiap orang memiliki gaya belajar yang unik, khas dan tidak bisa disamaratakan dengan individu yang lain. Semua tipe gaya belajar memiliki kelebihan dan kelemahan, dan semua tipe tersebut adalah baik, sejauh individu merasa cocok dengan pilihan gaya belajar tersebut (Dariyo A, 2013:124).

Ciri-Ciri Bahasa Tubuh Yang Menunjukkan Gaya Belajar

Khanifatul (2013:98) menyatakan setiap orang memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Penting bagi kita mengetahui gaya belajar diri sendiri juga gaya belajar orang lain.
Berikut ciri-ciri bahasa tubuh yang menunjukkan gaya belajar adalah:

  1. Seorang pelajar visual biasanya duduk tegak dan mengikuti penyaji dengan matanya.
  2. Seorang pelajar auditorial sering mengulang dengan lembut kata-kata yang diucapkan penyaji atau sering menganggukkan kepalanya saat fasilitator menyajikan informasi lisan.
  3. Seorang pelajar kinestetis sering menunduk saat ia mendengarkan.

Gaya Belajar Visual

Dalam buku Sujiono YN, (2013:177) orang dengan modalitas visual belajar melalui apa mereka lihat. Modalitas ini mengakses citra visual yang diciptakan maupun diingat. Individu yang memiliki modalitas belajar visual dicirikan dengan suka akan keteraturan, memperhatikan sesuatu secara detil, selalu menjaga penampilan, mengingat dengan gambar atau dari membaca dan mengingat apa yang dilihat. Menurut Setiabudi T dan Maruta J, (2012:74) mengatakan bahwa jika anak memiliki gaya belajar visual, anak akan lebih banyak mengakses citra visual yang diciptakan maupun diingat. Apa yang menonjol dalam gaya belajar ini adalah hubungan ruang, potret mental, dan gambar. Anak dengan gaya belajar visual memiliki karakter sebagai berikut:

  1. Teratur, memperhatikan segala sesuatu, menjaga penampilan
  2. Mengingat dengan gambar, lebih suka membaca daripada dibacakan
  3. Membutuhkan gambaran dan tujuan menyeluruh dan menangkap detail, mengingat apa yang dilihat.

Suyadi, (2014:156) mengatakan bahwa gaya belajar visual adalah model belajar dengan penampakan, gambar, atau visualisasi. Dalam konteks anak usia dini, gaya belajar visual sama dengan gaya bermain visual. Secara umum, anak-anak visual selalu bermain melalui hubungan visual. Jika mengangkat telepon, misalnya tangan anak visual biasanya tidak bisa diam. Mereka cenderung membuat coret-coretan dan bicaranya relatif cepat. Jika bermain, anak visual selalu menggunakan media, seperti gambar, pensil, puzzle, balok, pasak, dan lainlain. Jika berbicara, anak-anak visual sering menggunakan kata-kata yang berkaitan dengan penglihatan.

1. Ciri Perilaku Gaya Belajar Tipe Visual

Dalam buku Sujiono YN, (2013:177) ciri-ciri perilaku individu yang cenderung memiliki gaya belajar antara lain: Selalu meletakkan sesuatu secara rapi, dan teratur, berbicara dengan cepat dan sering menjawab dengan singkat, pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka, biasanya tidak terganggu dengan keributan, serta lebih suka membaca dari pada dibacakan, lebih suka suatu karya seni tiga dimensi daripada musik Menurut Widiasworo, E (2015:53) ciri-ciri gaya belajar tipe visual adalah: rapi dan teratur, berbicara dengan tepat, dapat merencanakan dan mengatur jangka panjang dengan baik, mengingat apa yang dilihat daripada didengar, tidak terganggu oleh keributan, lebih suka membaca daripada dibacakan, mementingkan penampilan, baik dalam hal berpakaian, pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka mempunyai masalah untuk mengingat intruksi verbal kecuali jika ditulis, lebih menyukai seni visual daripada musik.

2. Kemampuan Yang Dimiliki Anak Visual

Retno S, (2013:94) mengatakan bahwa setiap anak memiliki potensi visual sebagai kemampuan untuk melihat dan mengamati suatu benda sehingga memperoleh informasi tentang benda tersebut. Kemampuan visual yang dimiliki anak meliputi: Visual attention adalah kemampuan mata mengamati sesuatu. visual recognition merupakan kemampuan untuk mengenali bentuk,warna dan jumlah. Visuospatia adalah kemampuan vital yaitu kemampuan mata mengingat letak suatu benda atau terhadap lainnya (anggota tubuh). Visual for action berupa kemampuan mata untuk melihat benda yang bergerak dan action for visual adalah kemampuan mata untuk mengikuti benda yang bergerak. Anak yang gaya belajarnya bersifat visual, memanfaatkan potensi visual tersebut secara maksimal dalam kegiatan belajarnya. Pada saat anak bermain, matanya lebih banyak dimanfaatkan untuk mengamati benda, gambar atau simbol yang ada disekitarnya sehingga ia lebih mudah memperoleh informasi dari hasil pengamatannya tersebut.

Anak yang bergaya belajar visual akan lebih cepat mengerti jika dapat melihat langsung benda yang dijelaskan oleh guru, ataupun gambar-gambar serta dengan cara membaca (meskipun pada anak TK, membaca bukan sebagai kegiatan utama). Anak yang langgam belajarnya secara visual akan sangat mudah diperkenalkan sesuatu melalui simbol atau gambar-gambar. Jika anak didik anda memiliki ciri tersebut maka anda dapat memilih strategi pembelajaran yang mengundang perhatian anak melalui gambar-gambar atau simbol yang menarik sehingga anak dengan mudah mengenal dan mengingat sesuatu sekaitan dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan. Berikut ini strategi yang dapat dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran terhadap anak yang berlanggam belajar visual. Siapkanlah gambar-gambar seri yang menarik untuk mintalah anak untuk mengamati lalu menceritakan gambar yang telah diamati.

Untuk mengajarkan anak pengenalan konsep bilangan, anda dapat menggunakan simbol-simbol yang menarik yang menggambarkan keterkaitannya dengan bilangan, mintalalah anak untuk mengamati sehingga anak mampu mengenal dan mengingat bilangan-bilangan yang dimaksud. Demikian pula terhadap kegiatan membaca permulaan, siapkan gambar dan simbol yang melambangkan huruf atau kata yang dihadapi anak, sehinga anak lebih mudah mengenal huruf dari kata yang telah dikenalnya (Retno S, 2013:94).

3. Kiat Mengajar Anak Visual

Menurut Setiabudi T dan Maruta J, (2012:74) Kiat mengajar anak visual adalah:

  1. Gunakan lebih banyak kertas tulis dengan tulisan berwarna ketimbang papan tulis.
  2. Gantungkan grafik berisi informasi penting di sekeliling ruangan pada saat guru menyajikannya, dan rujuklah kembali grafik itu nanti.
  3. Dukunglah anak untuk menggambarkan informasi dengan menggunakan peta, diagram, dan warna.
  4. Berilah kode warna untuk bahan pelajaran dan perlengkapan.
  5. Gunakan bahasa simbol visual.

4. Alat Permainan Edukatif Untuk Anak Visual

Suyadi, (2014:157) mengatakan bahwa dalam konteks anak-anak, biasanya anak-anak visual sangat senang bermain dengan menggunakan alat permainan edukatif seperti berikut:

  1. Buku dengan gambar full color
  2. Balok susun beraneka bentuk dan warna
  3. Puzzle beraneka bentuk dan warna
  4. Papan pasak
  5. Mencampur warna
  6. Computer kids
  7. Permainan bongkar pasang
  8. Benda-benda geometri.
  9. Aktivitas Membantu Meningkatkan Penglihatan Anak

Gellens SR, (2014:21) mengatakan bahwa anak-anak membutuhkan kemampuan tersendiri untuk membedakan ruang, garis, dan bentuk, untuk dapat mengenali huruf. Mereka harus fokus pada perbedaan huruf-huruf yang serupa seperti “p” dan “b” sehingga mereka dapat membedakan pengucapan saat membaca kalimat. Mereka harus mempelajari perbedaan warna biru pastel dan biru laut. Semua petunjuk visual ini harus dipelajari oleh anak. Aktivitas yang dilakukan anak yang dapat membantu meningkatkan penglihatan adalah:

  1. Deskripsikan apa yang dilihat anak, baik benda nyata atau sebuah gambar
  2. Jelaskan bentuk, warna dan objek di sekitar anak. Bantu mereka mengenali variasi warna yang dapat merepresentasikan benda-benda tertentu, seperti biru, topi, anjing.
  3. Ajari anak-anak untuk mengenali bahasa tubuh serta mengaitkannya dengan perasaan mereka. Pelajari wajah, gestur tangan, serta ancang-ancang tertentu.

Hubungkan emosi dan perasaan dengan gerakan, sehingga mereka dapat membedakan gerakan atau bahasa tubuh mana yang menunjukkan ekspresi marah, dan mana yang bahagia. Penampilan tetap ceria dan positif penting untuk dipertahankan, dalam rangka memberi rasa aman kepada anak ketika melihat ekspresi berbagai emosi tersebut. Sediakan poster atau gambar yang bervariasi posisikan sesuai dengan jarak pandang dan tinggi anak-anak.

Tunjukkan gambar anggota keluarga atau tenaga pengajar/pengasuh, deskripsikan kepada anak apa yang mereka lihat pada gambar itu. Cocokkan pada struktur kalimat yang anda gunakan dengan tahap pertumbuhan anakanak. Seringlah membaca buku atau materi bergambar. Semakin sering mereka melihat cetakan gambar dengan makna gambar tertentu, semakin siap diri mereka membaca. Bacakan sebuah cerita didekat mereka, proses membaca yang menyenangkan akan menciptakan rasa nyaman dan ketertarikan dalam membaca. Berikan kejutan-kejutan visual di lingkungan sehari-hari anak, seperti meletakkan kertas berwarna di atas akuarium, atau meletakkan batu berwarna di kotak pasir. Tambahkan juga pewarna makanan ke dalam lem atau benda-benda aktivitas lainnya. Campurkan pewarna makanan ke dalam adonan maianan lilin atau tanah liat, warnanya akan terlihat ketika anak memainkannya.

5. Masa Kecil Sang Pembelajar Visual

Pembelajar visual spasial prasekolah tertarik pada teka-teki, bangunan, dan tugas-tugas seni. Ada anak berbakat usia 18 bulan yang sudah bisa mengerjakan 4 sampai 6 puzzle sekaligus. Ada pula anak berbakat usia 3 tahun, usia yang bisa menyelesaikan 300 keping puzzle. Pembelajar visual spasial terbangun secara alamiah. Mereka mungin saja mengesampingkan hadiah-hadiah yang ditawarkan, dan malah asyik membangun sesuatu yang lebih menarik di luar kotak mainan yang telah kita sediakan. Mereka cenderung gatal ingin membongkar sesuatu demi mengetahui bagaimana cara benda tersebut bekerja. Mereka mencintai segala sesuatu yang kompleks. Imajinasi dan kreativitas dapat dilihat sebelum usia sekolah dan anak visual spasial bisa mengubah hal yang biasa menjadi sesuatu yang lain. Dia bisa membuat apa saja hanya dengan melihat gambar atau menciptakan sesuatu dari hasil imajinasinya. Dia juga bisa membangun dari sesuatu yang ada di sekitarnya. Anak visual-spasial sering kali tertarik pada hewan-hewan dan boleh jadi mereka bisa berkomunikasi dengan mereka.

Hebatnya, mereka tampak sangat menyadari keadaan emosi semua orang dan dengan siapa mereka sedang melakukan kontak. Mereka mencintai gerak, semua jenis musik, tari, drama, dan keindahan seni lainnya. Dunia mereka penuh dengan keajaiban, sihir, imajinasi, dan gambar-gambar sejernih kristal yang bisa menjadikan mereka putus asa jika disuruh untuk menceritakan kembali dengan kata-kata (Priyatna A, 2013).

6. Tip Belajar Untuk Anak Visual

Berikut cara belajar untuk anak visual menurut Priyatna A (2013) adalah:

  1. Menempelkan huruf pada puzzle dan meminta anak untuk menyusun sebuah kata dari huruf-huruf yang tersedia.
  2. Setelah berhasil menyusun kata, kita bisa meminta anak untuk belajar menyusun sebuah kalimat sederhana dari kata-kata yang telah berhasil disusunnya.
  3. Setelah berhasil menyusun kalimat, kita bisa meminta anak untuk menyusun kalimat tersebut pada kertas bergaris untuk belajar sekuensi dan paragraf.
  4. Menggunakan sarana-sarana visual sebagai alat bantu mengajar. Misal: gambar, chart, outline, grafik, peta cerita, dan diagram.
  5. Gunakan isyarat warna, framing, dan simbol-simbol untuk menyorot informasi kunci.
  6. Menyediakan aktivitas-aktivitas visual, termasuk: peta, video, model, puzzle, aktivitas mencocokkan, dan mencari kata.

Gaya Belajar Auditori

Gaya belajar auditori adalah model belajar dengan menggunakan indera pendengaran. Biasanya anak-anak auditori cenderung bermain interpenden dan mengandalkan kecerdasan interpersonalnya. Ketika bermain, ia sangat senang diiringi dengan musik. Anak auditori sangat bosan dengan kesunyian dan keheningan. Ketika ia bicara sering menggunakan kata-kata auditori, seperti “kedengarannya” contoh: “wah…kedengarannya, ceritanya sangat menarik!” dan lain-lain (Suyadi, 2014:158). Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar pada anak, dimana anak lebih senang belajar dengan mendengar suara atau musik. Pada anak dengan gaya belajar ini, sangat aktif dan mudah memperoleh informasi melalui indra pendengarannya. Jika guru melihat ciri tersebut pada anak, maka anak dapat diajak belajar dengan cara bernyanyi atau mendengarkan musik yang berkaitan dengan tema. Oleh sebab itu anda diharapkan lebih kreatif untuk menciptakan
lagu atau mampu memilih lagu yang menarik bagi anak yang berhubungan dengan tema pembelajaran (Retno S, 2013).

Dalam buku Setiabudi, T dan Maruta, J (2012:67) adalah setiap anak berbedabeda baik dari kemampuannya masing-masing atau dari pertumbuhan perkembangannya. Termasuk dalam hal belajar, anak memiliki kemampuan belajar yang berbeda-beda. Ada anak belajar lebih cepat memahami dengan gambar, dengan mendengarkan, atau hanya membaca buku. Jika anak belajar auditori, anak akan cenderung lebih peka terhadap segala bunyi dan kata yang diciptakan maupun diingat. Yang menonjol dalam gaya belajar ini adalah musik, nada, irama, rima, dialog, internal, dan suara.

Menurut Sujiono YN, (2013:177) gaya belajar auditorial belajar melalui apa yang mereka dengar. Individu dengan gaya belajar ini biasanya memiliki perhatian yang mudah terpecah, berbicara dengan pola berirama, belajar dengan mendengarkan, menggerakkan bibir dan bersuara saat membaca, senang berdialog secara internal dan eksternal.

1. Ciri Perilaku Gaya Belajar Auditorial

Menurut Sujiono YN, (2013:177) ciri perilaku individu yang cenderung memiliki gaya belajar auditorial antara lain: mudah terganggu oleh keributan, dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara, mereka sulit untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita, lebih pandai mengejadengan keras daripada menuliskannya, lebih suka gurauan daripada membaca komik. Setiabudi, T dan Maruta, J (2012:75) mengatakan bahwa anak dengan gaya belajar auditori memiliki karakter sebagai berikut:

  1. Perhatiannya mudah pecah
  2. Berbicara dengan pola berirama
  3. Belajar dengan cara mendengarkan, menggerakkan bibir saat membaca
  4. Berdialog secara internal dan eksternal
  5. Kiat Mengajar Anak Auditori

Menurut Setiabudi, T dan Maruta, J (2012:75) ada beberapa kiat mengajar anak auditori antara lain :

  1. Menggunakan variasi vokal (perubahan nada, kecepatan, dan volume)
  2. Mengajarkan pelajaran dengan cara yang menarik
  3. Menggunakan pengulangan, dengan meminta anak untuk menyebutkan kembali konsep kunci dan petunjuk.
  4. Mengajarkan anak untuk mengarang lagu mengenai konsep tersebut.
  5. Setiap kali segmen pengajaran diajarkan, mintalah anak untuk memberitahu teman di sebelahnya satu hal yang telah dia pelajari.
  6. Mengembangkan dan mendorong anak untuk memikirkan konsep.
  7. Pakai musik sebagai aba-aba untuk kegiatan rutin

2. Karakteristik pembelajar auditori

Pembelajar auditori adalah individu yang biasa mengumpulkan informasi lebih baik melalui suara, musik, pidato, dan komunikasi verbal. Individu ini sering kali megalami kesulitan bila harus mengikuti petunjuk yang ditulis. Memiliki kekuatan auditori (mendengar) yang baik, sehingga bisa mengikuti perintah lisan dengan baik (Priyatna A, 2013). Menurut Priyatna, A (2013) jika anak kita termasuk anak pembelajar auditori, maka dia akan mendapat keuntungan dari teknik belajar tradisional, dimana dalam teknik ini lebih banyak mengutamakan pemberian pelajaran secara lisan. Ada banyak cara untuk memupuk kekuatan pembelajar auditori. Berikut ini langkahlangkah yang dapat kita lakukan:

  1. Ketika masih kecil, biasakan membaca keras-keras untuknya.
  2. Saat dia sudah bisa membaca sendiri, kita pun dapat mendorong dia untuk membaca dengan suara keras.
  3. Menyuruhnya mengikuti teks yang yang sedanag di baca dengan jari telunjuk.
  4. Anak perlu mendengar dengan jelas setiap kali kita memberikan perintah termasuk saat menjelaskan konsep-konsep baru dan tugas-tugas.
  5. Membantu anak untuk membentuk kelompok belajar dengan anak-anak dari kelasnya.
  6. Permainan Yang Disenangi Anak Auditori

Suyadi, (2014:159) mengatakan bahwa dalam konteks anak-anak, biasanya anak-anak auditori senang bermain hal-hal seperti berikut:

  1. Membaca (jika telah mampu) dengan suara keras
  2. Banyak bertanya kepada guru, tetapi senang menjawab pertanyaan temannya
  3. Lebih senang dibacakan dongeng atau cerita daripada membacanya
  4. Senang dialog atau diskusi dengan teman-temannya
  5. Bermain dengan diiringi musik
  6. Bermain teka-teki kata, seperti mengulang-ulang kalimat
  7. Aktivitas Membantu Meningkatkan Pendengaran Anak

Dalam buku Gellens SR, (2014:20) mengatakan bahwa pada usia prasekolah, pendengaran menjadi semakin sempurna. Kemampuan untuk mendengar bahasa/percakapan sangat penting. Kosakata dan pengucapan sangat bergantung pada pendengaran. Kemampuan membaca anak juga berbentuk dari fonem dan suku kata yang didengarnya. Penyakit atau infeksi dapat mengganggu pendengaran, maka penting untuk memeriksa pendengaran anak secara teratur.

Aktivitas yang dapat membantu meningkatkan pendengaran anak adalah:

  1. Biasakan untuk menjelaskan aktivitas sehari-hari anak dengan menggunakan task-centered talking (mengajak anak berbicara dalam setiap kegiatan yang sedang berlangsung).
  2. Manfaatkan intonasi nada untuk mengenalkan penekanan emosi dalam percakapan sehari-hari pada mereka.
  3. Jadikan musik bagian penting dalam dalam keseharian mereka.
  4. Sediakan aktivitas yang mengandalkan anak pada variasi bunyi-bunyian. Gunakan kata-kata yang tak hanya mengidentifikasikan bunyi di sekitar mereka.
  5. Hindari membiarkan anak berlama-lama dalam lingkungan yang berisik.
  6. Selalu sediakan periode-periode sunyi dan tenang di tenga-tengah aktivitas pendengaran, kesunyian mampu membantu relaksasi.
  7. Pancing ketertarikan anak terhadap mainan-mainan yang mengeluarkan suara, seperti bola dan mobil-mobilan. Bantu mereka meniru suara mainan.
  8. Asah kemampuan mendengar anak dengan memainkan musik dan kaset cerita lisan (audiobooks)
  9. Ketika menyanyikan lagu anak-anak, berilah elemen kreatif serta menarik dengan mengubah suara anda sesuai dengan lirik lagu yang dinyanyikan.

3. Tip Belajar Untuk Anak Auditori

Berikut cara belajar untuk anak visual menurut Priyatna A (2013):

  1. Pendekatan fonetik dengan mengunakan poster alphabet yang dilengkapi dengan contoh gambar yang diawali dengan huruf yang tampil. Misal: A= apel, B= bangau, dan seterusnya.
  2. Menggunakan permainan kata-kata berirama
  3. Membaca dengan suara keras, bahkan saat mereka sedang membaca sendirian.

Gaya Belajar Kinestetik

Gaya belajar kinestetik adalah model belajar dengan gerakan. Biasanya anak-anak kinestetik perlu bergerak ke sana kemari untuk dapat menerima informasi. Anak-anak kinestetik biasanya sangat sulit diajak duduk manis di kelas bersama teman-temannya. Di samping itu, mereka sangat senang berbuat “usil” dengan cara menyentuh atau memanipulasi objek permainan. Lebih dari itu, mereka juga senang belajar atau bermain sambil berjalan, ingin mengalami sendiri apa yang dijelaskan guru dan orang tua, dan cenderung field-dependent. Di samping itu, dalam berkomunikasi anak-anak kinestetik banyak menggunakan kata-kata fisik, seperti pengalaman, praktik, kerjakan, dan lain-lain. Contoh: “saya ingin yahu bagaimana rasanya menangkap bola”, saya ingin mengerjakan permainan ini dengan tangan saya sendiri” (Suyadi, (2014:159).

Anak yang memiliki gaya belajar kinestetik, akan belajar secara optimal dengan cara menyentuh, membongkar-pasang dan melakukan sendiri (Learning by doing). Sebagai seorang guru anda hendaknya mengenal anak didik yang memiliki gaya belajar seperti ini. Sebenarnya sebagian besar anak didik kita memiliki gaya belajar seperti ini. Ciri yang nampak pada anak yang gaya belajarnya bersifat kinestetik adalah perilaku anak yang selalu ingin mencoba sesuatu. Anak ini cenderung kelihatan agresif, dan senantiasa membongkar mainan yang dimilikinya. Bila melihat mainan, anak tersebut tidak tahan hanya dengan memandang atau mengamatinya saja, akan tetapi akan segera membongkar mainan tersebut seperti mencari sesuatu. Kemudian berusaha memasang kembali. Anak demikian juga senantiasa bergerak untuk menjangkau sesuatu yang menarik perhatiannya. Dia tidak bisa diam hanya memandang mainan tersebut (Retno Susilowati. 2013).

Menurut Sujiono NY, (2013:117) gaya belajar kinestetik belajar lewat gerakan dan sentuhan. Individu dengan gaya belajar ini biasanya senang menyentuh orang dan berdiri berdekatan, banyak bergerak, belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan saat membaca, mengingat sambil berjalan dan melihat. Menurut Setiabudi, T dan Maruta, J (2012:77) mengatakan bahwa gaya belajar kinestetik pada anak akan lebih banyak mengakses segala jenis gerak dan emosi yang diciptakan maupun diingat. Yang menonjol dalam gaya belajar
kinestetik adalah gerakan, koordinasi, irama, tanggapan emosional, dan kenyamanan fisik. Anak yang memiliki karakter sebagai berikut:

  1. Menyentuh orang dan berdiri berdekatan, banyak bergerak
  2. Belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan, saat membaca, menanggapi secara fisik
  3. Mengingat sambil berjalan dan melihat

1. Ciri Perilaku Gaya Belajar Kinestetik

Dalam Sujiono YN, (2013:117) ciri perilaku individu yang cenderung memiliki gaya belajar kinestetik antara lain: berbicara dengan perlahan, menyentuh orang mendapatkan perhatian , selalu berorientasi pada fisik dan banyak gerak, menghafal dengan cara berjalan dan melihat, menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca, banyak menggunakan isyarat tubuh.

Ciri gaya belajar auditorial menurut Retno S, (2013:96) adalah:

  1. Anak tidak akan bisa berdiam diri dan cenderung lebih menyukai gerak
  2. Tangannya selalu aktif
  3. Anak kinestetik akan memiliki koordinasi tubuh yang cukup baik
  4. Anak kinestetik cenderung lebih sulit untuk memahami dan mempelajari yang sifatnya abstrak. Misalnya mengenai simbol matematika, melihat peta, rumus kimia dan lain-lain.
  5. Anak lebih suka menyentuh dan memegang benda yang dijumpainya.
  6. Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika sedang membaca.
  7. Suka mengekspresikan dengan gerakan

2. Kiat Mengajar Anak Kinestetik

Menurut Setiabudi, T dan Maruta, J (2012:77), kiat mengajar anak kinestetik adalah:

  1. Menciptakan simulasi konsep agar anak mengalaminya.
  2. Jika bekerja dengan anak secara perorangan, berikanlah bimbingan pararel dengan duduk di sebelah mereka, bukan di depan atau belakang mereka.
  3. Cobalah berbicara dengan setiap anak secara pribadi setiap hari, sekalipun hanya memberi salam saat mereka masuk atau keluar kelas.
  4. Peragakan konsep sambil memberikan kesempatan kepada anak untuk mempelajarinya langkah demi langkah.
  5. Izinkanlah anak-anak berjalan-jalan.

3. Teknik Mengoptimalkan Kemampuan Kinestetik Anak

Guru yang menemukan anak dengan gaya belajar kinestetik hendaknya dapat memilih teknik untuk dapat mengoptimalkan kemampuan anak didiknya. Hendaknya menyediakan alat bermain yang semakin merangsang anak untuk dapat melakukan kegiatan yang dapat membantu anak menemukan informasi melalui kegiatan langsung oleh anak. Misalnya menyiapkan berbagai macam puzzel sesuai dengan tema.

Mengajak anak untuk bermain pembangunan, melakukan berbagai kegiatan eksperimen yang dapat melibatkan anak secara langsung (Retno Susilowati. 2013).

4. Ciri-Ciri Mengenali Gaya Belajar Kinestetik

Suyadi, (2014:160) Mengenali gaya belajar kinestetik dengan ciri-ciri secara umum sebagai berikut:

  1. Jika berbicara sangat pelan
  2. Mampu merespons dengan gerak refleks
  3. Sering kali menyentuh orang untuk mendengarkan apa yang dikatakan
  4. Mendekat kepada lawan bicara jika ingin berkomunikasi
  5. Sering menggerak-gerakkan tangannya sendiri ketika sedang sendirian
  6. Lebih menikmati belajar dengan cara berjalan-jalan daripada duduk terdiam
  7. Banyak menggunakan bahasa verbal atau bahasa tubuh daripada bahasa tulis
  8. Sulit duduk terdiam dalam jangka waktu yang agak lama

Suyadi, (2014: 160) dalam konteks anak-anak, biasanya anak-anak kinestetik bermain atau belajar dengan hal-hal seperti berikut ini:

  1. Bermain lari, lompat, loncat, dan berjalan dengan satu kaki
  2. Membuat alat permainan edukatif sendiri
  3. Bermain memanjat
  4. Senang melakukan gerakan akrobat (koprol/jungkir balik)
  5. Senang berolahraga
  6. Mengagumi beberapa olahragawan ternama

5. Aktivitas Membantu Meningkatkan Indera Kinestetik Anak

Indera kinestetik membantu anak-anak usia prasekolah untu berlomba lari di taman bermain, berpartipasi dalam senam, dan menari. Mereka belajar untuk menyeimbangkan tubuh mereka, serta mengetahui posisi tubuh mereka. Anak-anak kecil cenderung menikmati menggerakkan tubuh mereka dan sulit untuk diam. Bergerak membuat mereka nyaman dan senang. Ketika anak-anak telah
mampu mengendalikan lengan, kaki, tangan, dan jari mereka, pemahaman mereka mengenai posisi tubuh mereka dengan lingkungan sekitarnya juga bertambah. Memberi mereka kebebasan, dan kurangi waktu yang dihabiskan untuk duduk dikursi. Bantu mereka untuk merasa nyaman bergerak. Anak-anak belajar lebih baik ketika mereka bebas bergerak dan berinteraksi dengan manusia serta benda disekitarya (Gellens SR, 2014:20). Aktivitas yang dapat membantu meningkatkan indera kinestetik adalah:

  1. Gabungkan pergerakan dengan lagu, tambahkan ketukan dan irama ke dalam gerakan. Melambai, gerakan tangan, dan gerakan kreatif lainnya menstimulasi berbagai bagian di otak secara bersamaan.
  2. Sediakan kesempatan untuk meningkatkan keseimbangan, seperti kegiatan memakai baju, atau berjalan di papan atau tiang. Mainkan permainan yang mengharuskan anak-anak berdiri di atas satu kaki, atau meletakkan satu tangan di lantai, serta aktivitas lainnya yang mengandalkan keseimbangan tubuh.

Sediakan kesempatan untuk berayun dan meluncur di area permainann. Aktivitas ini dapat membantu meningkatkan kendali anak terhadap tubuh mereka sendiri selagi bergerak. Anda juga bisa mencoba memegang tangan anak serta dengan berhati-hati mengayunkan mereka dengan tangan anda. Ajak mereka meloncat, membungkuk, berputar-putar dengan pelan, atau sekedar mengangkat tangan sambil bergerak-gerak, seperti sedang bermain pesawat-pesawatan.

  1. Gunakan gerakan kreatif secara bebas, gunakan video dan lagu-lagu dengan gerakan untuk membantu anak-anak memahami posisi tubuh mereka dengan ruang sekitanya.
  2. Gunakan alasnyang empuk untuk bermain jungkir-balik atau berguling. Anda bisa melakukan kegiatan senam atau acrobat ketika di luar sedang hujan.
  3. Berlarilah sambil menarik layangan. Mainkan olahraga yang menggunakan tongkat pemukul, menendang bola, atau berlari
  4. Tantang anak untuk membentuk huruf atau angka dengan menggunakan tubuh mereka.

6. Karakteristik pembelajar kinestetik

Menurut Priyatna A (2013) karakteristik pembelajar kinestetik yaitu:

  1. Anak kinestetik dikenal banyak bergerak tak bisa diam
  2. Sangat menikmati kegiatan fisikal
  3. Jarang mampu menghabiskan banyak waktu untuk membaca
  4. Senang mencoba hal-hal yang baru
  5. Terkoordinasi dan lincah, sampai sering dianggap hiperaktif
  6. Suka mengekspresikan perasaan mereka secara fisikal (misal, memeluk atau memukul) atau suka menggerakkan tanngan ketika sedang berbicara
  7. Dalam berpakaian mereka memilih semata untuk kenyamanan.
  8. Lebih suka berbaring di lantai atau tempat tidur ketika sedang belajar buka duduk manis di meja belajar yang telah di sediakan
  9. Menonjol dalam bidang atletik atau seni pertunjukan

Pembelajar fisikal pada umumnya menyukai:

  1. Menyentuh, merasakan, dan menangani sesuatu
  2. Menjadi orang pertama saat mencoba sesuatu (mereka tidak puas jika hanya melihat demonstrasi).
  3. Memindahkan posisi atau menggerakkan tubuh saat belajar sesuatu yang baru.
  4. Lebih senang disuruh menunjukkan langsung daripada disuruh bercerita.

Gardner (1993) dalam Priyatna A (2013) mendefinisikan beberapa karakteristik kecerdasan tubuh/ kinestetik antara lain:

  1. Mampu menggunakan anggota badan dengan cara yang sangat berbeda dan terampil, untuk mencapai tujuan-tujuan ekspresif dan tujuan yang diperintahkan kepadanya.
  2. Mampu terampil bekerja dengan benda-benda, baik yang melibatkan gerak motorik halus jemari dan tangan dan mereka pun bisa mengeksploitasi gerak motorik kasar tubuhnya.
  3. Mampu mengontrol gerak dan kapasitas tubuhnya dalam menangani sebuah objek

7. Perhatian Pada Kecerdasan Kinestetik Sejak Usia Dini

Menurut Priyatna, A (2013) Perhatian pada kurikulum prasekolah terkait kecerdasan kinestetik sejak usia dini adalah:

  1. Permainan luar ruangan
    Bermain di luar ruangan secara tradisional di berikan pada saat istirahat dari pelajaran kelas, sekitar dua puluh sampai tiga puluh menit, dimana waktu ini anak bebas bermain di luar kelas. Pada waktu ini anak-anak bisa melakukan aktivitas motorik, bermain tidak terstruktur, atau berolahraga secara konvensional. Pengawasan yang dilakukan guru tidak boleh menggangu permainan yang sedang dilakukan anak. Program prasekolah biasanya menyediakan arena bermain du luar kelas. Anak prasekolah membutuhkan lebih banyak waktu untuk mencari pengalaman bermain di luar ruangan, memperhatikan hewan dan serangga, dan terlibat dalam aneka permainan tidak terstruktur. Dengan menyediakan waktu yang cukup, kecerdasan tubuh/kinestetik pun dapat berkembang dengan baik.
  2. Area bermain motorik kasar
    Prasekolah biasanya menyediakan area outdoor yang didedikasikan khusus untuk permainan motorik kasar. Papan luncur (slide) arena panjat dinding yang dilengkapi jaring pengaman, ayunan, sepeda roda tiga, balok berongga besar, bola, hoop bola basket, lompat tali dll, akan mengajak anak terlibat dalam aktivitas permainan motorik kasar.

8. Modalitas Kinestetik Tubuh/ Kinetetik

Kecerdasan tubuh/ kinestetik menampilkan dirinya dalam banyak dominan pada anak usia dini. Penting untuk diingat bahwa kecerdasan tubuh/kinestetik itu memanifestasikan dirinya dalam berbagai bentuk. Anak-anak usia dini pun mungkin sudah memiliki preferensi, minat, atau kemampuan dalam satu bentuk ekspresi.

Daftar Pustaka

Morrison. 2012. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT INDEKS 

Priyatna, A. 2013. Pahami Gaya Belajar Anak. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Retno Susilowati. 2013. Pemahaman Gaya Belajar Pada Anak Usia Dini. Jurusan Tarbiyah, STAIN Kudus Volume 1. Nomor 1. 

Sofyan, H. 2014. Perkembangan Anak Usia Dini Dan Cara Praktis Peningkatannya. Jakarta: CV.INFOMEDIKA

Sudono, A. 2010. Sumber Belajar Dan Alat Permainan, Jakarta: PT. Grasindo 

Sujiono. 2012. Konep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks

Sujiono, YN dan Sujiono, B. 2010. Bermain Kreatif Berbasis kecerdasan jamak. Jakarta: PT Indeks

Sujiono, YN. 2013. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks

Suyadi. 2014. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: REMAJA ROSAKARYA

Suyadi dan Ulfah M. 2013. Konsep Dasar PAUD. Bandung: REMAJA ROSAKARYA

Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja