Diperbarui tanggal 9/Des/2022

Inflasi

kategori Ekonomi Pembangunan / tanggal diterbitkan 9 Desember 2022 / dikunjungi: 1.67rb kali

Pengertian Inflasi

Inflasi dapat didefinisikan sebagai kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara keseluruhan dalam waktu tertentu.pengertian lainya dari inflasi yaitu mengarah kepada seluruh harga untuk membuatnya naik dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Harga yang naik dari beberapa barang saja belum dapat dikatakan inflasi, melainkan ketika kenaikan tersebut menyeluruh terhadap (atau mengakibatkan) keseluruhan dari harga barang-barang lain dalam Septiatin dkk (2016).

Menurut Septiatin dkk (2016), Inflasi datang dikarenakan adanya tekanan dari sisi permintaan demand-pull inflation dan Cost- push inflation yang diakibatkan oleh penurunan produksi karena biaya produksi yang sedang naik (kenaikan biaya produksi dapat terjadi karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh, kenaikan harga bahan baku industri, adanya tuntutan naiknya upah dari serikat buruh yang kuat, dan sebagainya). Demand-pull inflation dapat disebabkan oleh adanya kenaikan permintaan agregat (AD) yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran produksi agregat.

Adapun dampak inflasi dalam negeri terhadap masuknya Modal Asing oleh suatu negara dapat dijelaskan melalui Fisher Effect dalam Mahyus (2015). Suku bunga nominal dan suku bunga riil dalam teori tersebut dibedakan oleh para ekonom.Rate yang dapat diamati di pasar disebut dengan suku bunga nominal, sedangkan konsep yang mengukur tingkat kembalian setelah dikurangi dengan inflasi disebut dengan suku bunga riil dalam Sugiartiningsih (2017). Efek ekspektasi inflasi terhadap suku bunga nominal disebut dengan efek Fisher (Fisher effect) dan hubungan antara inflasi dan suku bunga digambarkan dalam persamaan Fisher dalam Sugiartiningsih (2017). Rumusan ini berasal dari penurunan rumus:

i = [(1+ir)(1+πe)] – 1, dengan operasi distributive diperoleh
i = ir + πe + irπe , perkalian irπe terlalu kecil, sehingga : i = ir + πe (Sugiartiningsih, 2017)

Dari persamaan di atas menunjukan bahwa tingkat suku bunga nominal (i) sama dengan tingkat suku bunga riil (ir) ditambah dengan ekspektasi inflasi (πe). Dengan demikian persamaan tersebut juga menggambarkan bahwa tingkat suku bunga dapat berubah karena dua hal, perubahan pertama dikarenakan tingkat suku bunga riil (ir) dan perubahan kedua, dikarenakan ekspektasi inflasi (πe). Hal tersebut dapat diartikan, meningkatnya ekspektasi inflasi akan mendorong peningkatan suku bunga nominal. Oleh karena itu pada suku bunga nominal akan cenderung mengandung ekspektasi inflasi untuk memberikan tingkat kembalian riil atas penggunaan uang (Sugiartningsih, 2017).

Sesuai teori Fisher apabila inflasi suatu negara mengalami peningkatan maka suku bunga dalam negeri juga mengalami peningkatan. Disisi lain keputusan investor asing dalam menanamkan modalnya sangat dipengaruhi oleh kondisi suku bunga suatu negara. Berarti secara tidak langsung pengaruh inflasi terhadap Penanaman Modal Asing di suatu negara dapat terjadi melalui pengaruhnya pada bunga domestik (Sugiartiningsih, 2017).

Berdasarkan pernyataan diatas, semakin tinggi inflasi suatu negara maka semakin tinggi pula suku bunga dalam negeri.Kondisi seperti ini mengakibatkan penerimaan investasi suatu negara mengalami penurunan.Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam teori Klasik bahwa antara suku bunga dalam negeri dan besarnya penerimaan investasi suatu negara memiliki hubungan terbalik (Sadono Sukirno, 2010). Dengan demikian meningkatnya inflasi suatu negara maka akan diikuti oleh kenaikan suku bunganya yang selanjutnya mengakibatkan turunya jumlah investasi yang diterima oleh negara.

Penggolongan Inflansi

Inflasi dalam teori ekonomi dapat dibedakan menjadi beberapa macam dalam pengelompokkan tertentu yaitu:

  1. Penggolongan inflasi berdasarkan besarnya ada empat macam, yaitu (Yuliadi, 2008):
    1. Inflasi rendah adalah inflasi dengan laju dibawah dari 10 % per tahun, inflasi ini juga disebut dengan inflasi di bawah dua digit. Inflasi ini tidak memiliki pengaruh yang merusak pada perekonomian.
    2. Inflasi sedang adalah inflasi yang berada antara 10 % sampai 30 % per tahun. Dampak yang diberikan cukup dirasakan oleh masyarakat yang penghasilanya tetap.
    3. Inflasi tinggi adalah inflasi yang berada antara 30 % sampai 100 % per tahun. Terjadiya inflasi tinggi ini karena tidak stabilnya kondisi politik dan menghadapi krisis yang berkepanjangan. Pada inflasi ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga ekonomi seperti perbankan.
    4. Hyperinflation adalah inflasi yang berada diatas 100 % per tahun dan dapat mengakibatkan krisis perekonomian yang panjang. Situasi ini ditandai dengan adanya pergantian pemerintahan atau rezim dan pergolakan politik. Perekonomianmelemah dikarenakan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mata uang yang beredar.
  2. Penggolongan inflasi berdasarkan sifatnya ada tiga macam, yaitu (Yuliadi, 2008):
    1. Inflasi merayap (creeping inflation), adalah inflasi dengan laju yang relatif rendah yaitu dibawah 10% per tahun. Pergerakan inflasi berjalan secara lambat dan dalam waktu yang tidak singkat. Menurut sifatnya tersebut, inflasi merayap tidak menimbulkan pengaruh yang besar terhadap perekonomian.
    2. Inflasi menengah (galloping inflation), adalah inflasi yang ditandai dengan kenaikan yang relatif cukup besar biasanya berada antara dua digit atau di atas 10%. Sifat inflasi ini berjalan dengan tempo yang singkat serta berdampak akseleratif dan akumulatif artinya inflasi bergerak dengan laju yang semakin besar.
    3. Inflasi tinggi (hyper inflation), adalah inflasi dengan tingkat yang sangat tinggi dan dapat mengakibatkan efek yang merusak perekonomian karena menimbulkan ketidak percayaan masyarakat terhadap nilai uang. Dalam jangka pendek harga barang naik berkali-kali lipat.
  3. Penggolongan inflasi berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi dua (Boediono, 2001), yaitu:
    1. Demand inflation, adalah inflasi yang datang karena permintaan masyarakat akan bebagai barang yang terlalu besar.
    2. Cost inflation, adalah inflasi yang timbul karena ongkos produksi yang sedang naik.
  4. Penggolongan inflasi berdasarkan asalnya dibedakan menjadi dua (Boediono, 2001), yaitu:
    1. Domestic inflation, adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga (inflasi) di luar negeri atau di negara-negara yang berlangganan di negara kita. Inflasi dari dalam negeri ini timbul misalnya karena defisitt anggaran belanja yang di biayai dengan pencetakan uang baru, panen yang gagal dan lain sebagainya.
    2. Imported inflation, adalah penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri di akibatkan misalnya karena ada kenaikan barang-barang ekspor, dan saluran-saluranya sedikit berbeda dengan penularan lewat kenaikan harga barang-barang impor.

Teori Inflansi

Secara umum ada 3 teori mengenai inflasi, dari masing-masing teori ini menggambarkan aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing bukan teori inflasi yang lengkap yang mencakup seuruh aspek penting dari proses kenaikan harga. Menurut Boediono (2001), teori tersebut diantaranya yaitu:

Teori Kuantitas

Teori kuantitas mengenai inflasi menyebutkan bahwa penyebab utama terjadinya inflasi yaitu pertambahan jumlah uang beredar dan “psikologi” masyarakat tentang tentang kenaikan harga-harga di masa mendatang. Tambahan jumlah uang beredar 1% dapat menumbuhkan inflasi kurang dari 1%, sama dengan 1% atau lebih besar dari 1%, tergantung kepada apakah masyarakat tidak mengharapkan harga naik lagi, akan naik tetapi tidak lebih buruk daripada sekarang atau masa-masa lampau, atau akan naik lebih cepat dari sekarang, atau masa- masa lampau.

Basuki dan Prawoto (2014) menyimpulkan bahwa teori kuantitas membedakan sumber terjadinya inflasi yang dibagi menjadi dua, yaitu inflasi tarikan permintaan dan inflasi dorongan biaya, artinya inflasi bisa disebabkan oleh sisi permintaan dan sisi penawaran, yaitu sebagai berikut:

  1. Inflasi Tarikan Permintaan
    Inflasi yang diakibatkan karena banyaknya permintaan masyarakat akan berbagai barang, hal ini mengakibatkan tingkat harga naik secara umum (misalnya karena pengeluaran masyarakat/perusahaan bertambah). Berdasarkan gambar 1, perekonomian terjadi ketika P1 dan tingkat output riil dimana (P1,Q1) berada pada perpotongan antara kurva permintaan D1 dan kurva penawaran S. Kurva permintaan bergeser keluar D2, pergeseran tersebut dapat dikarenakan adanya faktor kelebihan pengeluaran permintaan.
    Terjadinya Demand pull Inflation
    Gambar 1. Terjadinya Demand pull Inflation (Basuki dan Prawoto, 2014)

    Pergeseran kurva permintaan menaikan output riil (dari Q1 ke Q2) dan tingkat harga (dari P1 ke P2), hal inilah yang dinamakan demand pull inflation (inflasi tarikan permintaan) yang diakibatkan pergeseran kurva permintaan menarik ke atas tingkat harga dan menyebabkan inflasi. Contoh terjadinya kenaikan permintaan barang dapat disebabkan adanya kenaikan gaji/upah pegawai secara nasional, kondisi menjelang lebaran dan lain sebagainya.
  2. Inflasi Dorongan Penawaran
    Inflasi yang terjadi akibat kenaikan biaya produksi biasanya ditandai dengan kenaikkan harga barang serta penurunan produksi (seperti kenaikan harga barang baku yang didatangkan dari luar negeri, kenaikkan harga BBM). Berdasarkan gambar 2, telah disajikan kurva penawaran yang bergeser dari S1 ke S2 dan harga tertentu naik dan menyebabkan inflasi dorongan biaya. Kenaikan harga dan penurunan output ini disebut “stagnasi inflasi”.

    Terjadinya Cost Push Inflation
    Gambar 2. Terjadinya Cost Push Inflation (Basuki dan Prawoto, 2014)

Teori Keynes

Teori Keynes mengatakan bahwa terjadinya inflasi diakibatkan karena masyarakat hidup diluar batvs kemempuan ekonomisnya.Teori ini memandang bagaimana perebutan rezeki antara golonga-golongan masyarakat dapat menimbulkan permintaan agregat yang lebih besar daripada jumlah barang yang tersedia (yaitu, ketika timbul “inflationary gap”). Selama inflationary gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi berlajutkan.

Teori strukturalis

Teori strukturalis yaitu teori inflasi “jangka panjang” karena memandang sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya ketegaran supai bahan makanan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab “structural” pertambahan prosuksi barang-barang ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhanya, sehingga menaikan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya yaitu terjadinya kenaikan harga-harga lain, sehingga inflasi terjadi. Inflasi seperti ini tidak dapat dicegah haya dengan mengurangi jumlah uang beredar, tetapi harus dicegah dengan pembangunan sektor bahan makanan dan ekspor.