Pendidikan kejuruan memiliki tujuan untuk pengembangan pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan pembentukan kompetensi seseorang. Hal ini telah dijelaskan oleh “Bapak Pendidikan Kejuruan Dunia” Prosser dan Quigley (1952) yang menyatakan bahwa pendidikan kejuruan menjadi bagian dari total pengalaman individu untuk belajar dengan sukses agar dapat melakukan pekerjaan yang menguntungkan.
Pendidikan kejuruan juga diarahkan untuk meningkatkan kemandirian individu dalam berwirausaha sesuai dengan kompetensi yang dimiliki (Kennedy, 2011). Penyiapan beberapa kompetensi harus dilakukan karena pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu (Sudira, 2012) dan menyiapkan lulusannya yang mampu dan mau bekerja sesuai dengan bidang keahliannya (Usman, 2016; Yahya, 2015).
Pendidikan kejuruan diselenggarakan pada suatu lembaga berupa institusi bidang pendidikan baik sekunder, pos sekunder perguruan tinggi teknik yang dikendalikan pemerintah atau masyarakat industri (Kuswana, 2013). Pendidikan kejuruan difokuskan pada penyediaan tenaga kerja terampil pada berbagai sektor seperti perindustiran, pertanian dan teknologi untuk meningkatkan pembangunan ekonomi (Afwan, 2013).
Berdasarkan asumsi-asumsi yang ada, pendidikan kejuruan merupakan jenis pendidikan yang unik karena bertujuan untuk mengembangkan pemahaman, sikap dan kebiasaan kerja yang berguna bagi individu sehingga dapat memenuhi kebutuhan sosial, politik, dan ekonomi sesuai dengan ciri yang dimiliki. Pendidikan dan pelatihan kejuruan merupakan pendekatan pendidikan yang menekankan pada kebutuhan industri sehingga peningkatan dan pengembangan individu dapat dilakukan di industri. Berdasar teori yang ada, pendidikan kejuruan berpeluang untuk menjawab tantangan industri 4.0.
Tantangan tersebut harus dijawab dengan cepat dan tepat agar tidak berkontribusi terhadap peningkatan pengangguran. Pemerintah berupaya merespon tantangan industri 4.0, ancaman pengangguran, dan bonus demografi dengan fokus meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan kejuruan di tahun 2018. Pemerintah melalui kebijakan lintas kementerian dan lembaga mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan pemerintah adalah revitalisasi pendidikan kejuruan Indonesia. Dukungan dari pemerintah harus mencakup: 1) sistem pembelajaran, 2) satuan pendidikan, 3) peserta didik, dan 4) pendidik dan tenaga kependidikan juga dibutuhkan.
Revitalisasi sistem pembelajaran meliputi, 1) kurikulum dan pendidikan karakter, 2) bahan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, 3) kewirausahaan, 4) penyelarasan, dan 5) evaluasi. Satuan pendidikan meliputi, 1) unit sekolah baru dan ruang kelas baru, 2) ruang belajar lainnya, 3) rehabilitasi ruang kelas, 4) asrama siswa dan guru, 5) peralatan, dan 6) manajemen dan kultur sekolah. Elemen peserta didik meliputi, 1) pemberian beasiswa dan 2) pengembangan bakat minat. Elemen pendidik dan tenaga kependidikan meliputi, 1) penyediaan, 2) distribusi, 3) kualifikasi, 4) sertifikasi, 5) pelatihan, 6) karir dan kesejahteraan, dan 7) penghargaan dan perlindungan.
Penguatan empat elemen yang ada dalam sistem pendidikan membutuhkan gerakan kebaruan untuk merespon era industri 4.0. Salah satu gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah adalah gerakan literasi baru sebagai penguat bahkan menggeser gerakan literasi lama. Gerakan literasi baru yang dimaksudkan terfokus pada tiga literasi utama yaitu, 1) literasi digital, 2) literasi teknologi, dan 3) literasi manusia (Aoun, 2017). Tiga keterampilan ini diprediksi menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan di masa depan atau di era industri 4.0.
Literasi digital diarahkan pada tujuan peningkatan kemampuan membaca, menganalisis, dan menggunakan informasi di dunia digital (Big Data), literasi teknologi bertujuan untuk memberikan pemahaman pada cara kerja mesin dan aplikasi teknologi, dan literasi manusia diarahkan pada peningkatan kemampuan berkomunikasi dan penguasaan ilmu desain (Aoun, 2017). Literasi baru yang diberikan diharapkan menciptakan lulusan yang kompetitif dengan menyempurnakan gerakan literasi lama yang hanya fokus pada peningkatan kemampuan membaca, menulis, dan matematika.
Adaptasi gerakan literasi baru dapat diintegrasi dengan melakukan penyesuaian kurikulum dan sistem pembelajaran sebagai respon terhadap era industri 4.0. Respon pembelajaran yang perlu dikembangkan untuk SMK adalah pembelajaran abad 21. Menurut Trillling dan Fadel (2009), pembelajaran abad 21 berorientasi pada gaya hidup digital, alat berpikir, penelitian pembelajaran dan cara kerja pengetahuan. Tiga dari empat orientasi pembelajaran abad 21 sangat dekat dengan pendidikan kejuruan yaitu cara kerja pengetahuan, penguatan alat berpikir, dan gaya hidup digital. Cara kerja pengetahuan merupakan kemampuan berkolaborasi dalam tim dengan lokasi yang berbeda dan dengan alat yang berbeda, penguatan alat berpikir merupakan kemampuan menggunakan teknologi, alat digital, dan layanan, dan gaya hidup digital merupakan kemampuan untuk menggunakan dan menyesuaikan dengan era digital.
Forum ekonomi dunia melansir, struktur keterampilan abad 21 akan mengalami perubahan. Pada tahun 2015, struktur keterampilan sebagai berikut; 1) pemecahan masalah yang kompleks; 2) kerjasama dengan orang lain; 3) manajemen orang; 4) berpikir kritis; 5) negosiasi; 6) kontrol kualitas; 7) orientasi layanan; 8) penilaian dan pengambilan keputusan; 9) mendengarkan secara aktif; dan 10); kreativitas. Pada tahun 2020 struktur kerja berubah menjadi; 1) pemecahan masalah yang kompleks; 2) berpikir kritis; 3) kreativitas; 4) manajemen orang; 5) kerjasama dengan orang lain 6) kecerdasan emosional; 7) penilaian dan pengambilan keputusan; 8) orientasi layanan; 9) negosiasi; dan 10) fleksibilitas kognitif Seluruh bentuk kecakapan dan keterampilan di abad 21 dan era industri 4.0 yang dibutuhkan harus diintegrasikan ke dalam elemen pendidikan kejuruan. Mulai dari sistem pembelajaran, satuan pendidikan, peserta didik, hingga ke pendidik dan tenaga kependidikan.