Eufemisme
Eufemisme merupakan salah satu gaya bahasa yang dipergunakan dalam kehidupan bermasyarakat. Kata eufimisme atau eufimismus diturunkan dari bahasa Yunani yang berarti “Mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan yang baik”. Eufemisme dipandang lebih sopan, dengan menggantikan kata-kata yang dianggap kasar menjadi lebih halus sehingga dapat menciptakan situasi yang baik pula di dalam suatu percakapan. Tarigan (1989: 238) menyatakan eufemisme adalah gaya bahasa yang berupa ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan, atau yang tidak menyenangkan.
Kridalaksana (1993:52) juga menambahkan “Eufemisme (eufhimism) adalah pemakaian kata atau bentuk lain untuk menghindari bentuk larangan atau tabu”. Eufemisme adalah bagian adat bahasa, ada disemua kebudayaan, dan merupakan bagian tata krama atau santun pergaulan antarpribadi, baik pada poros kekuasaan (sosial, jabatan, usia) maupun solidaritas (khususnya dalam hubungan tidak dekat). Selain itu, Chaer (1994:144) juga mengatakan bahwa “Eufemisme adalah gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki
makna yang lebih halus, atau lebih sopan daripada yang akan digantikan”.
Eufemisme adalah salah satu gaya bahasa yang digunakan untuk memperluas kata atau ungkapan yang pada awalnya dirasakan kasar menjadi lebih halus sehingga menciptakan situasi yang baik. Berdasarkan hal tersebut, jelaslah kiranya bahwa suatu kata atau ungkapan yang mengandung eufemisme sudah pasti memiliki makna dan tujuan tertentu.
Misalnya kata penjara atau bui diganti dengan ungkapan makna yang lebih halus yaitu lembaga permasyarakatan. Kata bisu atau tidak bisa bicara digantikan menjadi tunawicara, dan lain sebagainya. Eufemisme tersebut masuk ke dalam perubahan makna. Menurut Chaer, perubahan makna dapat disebabkan oleh faktor-faktor yakni, perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan sosial budaya, perbedaan bidang pemakaian, pertukaran penangkapan indera, perbedaan tanggapan, adanya proses gramatikal, dan adanya pengembangan istilah.
Bentuk Eufemisme
Berdasarkan unsur sintaksisnya eufemisme terbagi atas beberapa bentuk yaitu, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan lagi ke dalam beberapa bagian. Bentuk-bentuk tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Bentuk Kata
Keraf (2007: 21) menyatakan “Kata adalah suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas posisional, yang berarti ia memiliki komposisi tertentu (baik itu fonologis maupun morfologis) dan relatif memiliki distribusi yang bebas”. Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan wujud kesatuan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Menurut Arifin dkk (2009: 2) “Kata adalah satuan gramatikal yang diujarkan, bersifat berulang-ulang dan secara potensial ujaran itu dapat berdiri sendiri”. Finoza (2009:91) mengelompokkan kata menjadi enam jenis, yaitu (1) kata benda (nomina), (2) kata kerja (verba), (3) kata sifat (adjektiva), (4) kata keterangan (adverbia), (5) kata tugas.
- Kata Benda (Nomina)
Dari segi semantisnya, dapat dikatakan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Finoza (2009:91) menyatakan “kata benda atau nomina adalah kata yang mengacu kepada sesuatu benda baik konkret maupun abstrak”. Contohnya: buku, jenazah, sepatu, komputer, baju, kuda, meja, dan sebagainya. - Kata Kerja (Verba)
Finoza (2009:83) menyatakan “kata kerja adalah kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan, proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat atau kualitas. Kata kerja pada umumnya berfungsi sebagai predikat dalam kalimat”.
Contohnya: mandi, membaca, memprovokasi, memukul, dan sebagainya. - Kata Sifat (Adjektiva)
Adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Finoza (2009:86) menyatakan “kata sifat atau adjektiva adalah kata yang berfungsi sebagai atribut bagi nomina (orang, binatang, atau benda lainnya). Atribut berarti tanda atau ciri”.
Contohnya: baik, buruk, indah, kecil, mahal, dan sebagainya. - Kata Keterangan (Adverbia)
Dalam tataran frasa, adverbia adalah kata yang menjelaskan verba, adjektiva, atau adverbia lain. Finoza (2009:89) menyatakan “kata keterangan atau adverbia adalah kata yang menerangkan verba, adjektiva, nomina, adverbia lain, frasa preposisional, dan juga seluruh kalimat”. Contohnya: sangat, selalu, hampir, dan sebagainya. - Kata Tugas
Berbeda dengan kata dalam keempat kelas kata di atas, kata tugas hanya mempunyai arti gramatikal dan tidak memiliki arti leksikal. Finoza (2009:94) menyatakan “selain tidak mempunyai arti leksikal, sebagian besar kata tugas tidak dapat berubah bentuknya dari kata dasar menjadi kata turunan”. Contohnya: ke, dari, dan, karena, dan sebagainya.
Bentuk Frasa
Arifin dan Junaiyah (2008: 18) menyatakan “Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau satu kontruksi kebahasaan yang terdiri atas dua kata atau lebih”. Sejalan dengan Arifin dan Junaiyah, Chaer (1998: 301) menyatakan “Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan, dan menjadi satu unsur atau fungsi kalimat (subjek, predikat, objek, keterangan)”. Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya sebagai subjek, predikat, objek, pelengkap, ataupun keterangan maka masih bisa disebut frasa. Keraf (1978: 77) mengatakan bahwa pada prinsipnya frasa adalah satuan yang terdiri dari dua buah kata atau lebih yang secara gramatikal bernilai sama dengan sebuah kata yang tidak bisa berfungsi sebagai subjek atau predikat dalam kontruksi itu. Sebaliknya, bila satuan itu yang termasuk dalam sebuah kalimat memiliki subjek dan predikat maka disebut klausa. Ramlan (1986:142) menyatakan “ frasa mempunyai dua sifat, yaitu:
- frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih,
- frasa merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi, maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi, ialah dalam S, P, O. PEL, atau KET”. Dari beberapa definisi mengenai frasa di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai ciri-ciri sebuah frasa yaitu sebagai berikut: (1) frasa terdiri dari dua kata atau lebih, (2) frasa mengisi salah satu fungsi sintaksis, (3) frasa bersifat nonpredikatif. Berdasarkan persamaan distribusi dengan golongan atau kategori kata, frasa dapat digolongkan menjadi tujuh golongan, yaitu (1) frasa nominal, (2) frasa verbal, (3) frasa adjektival, (4) frasa numeralia, (5) frasa adverbial, (6) frasa preposisional, dan (7) frasa Pronominal.
- Frasa Nominal
Ramlan (1986:149) menyatakan “frasa nominal ialah frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan kata nomina”. Persamaan distribusi itu dapat diketahui dengan jelas dari jajaran:
Ia membeli baju baru
Ia membeli baju
Frasa baju baru dalam klausa di atas mempunyai distribusi yang sama dengan kata baju. Kata baju termasuk kata nomina, kata karena itu frasa baju baru termasuk golongan frasa nominal. - Frasa Verbal
Ramlan (1986:158) menyatakan “frasa verbal ialah frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata verba”. Persamaan distribusi itu dapat diketahui dengan jelas dari adanya jajaran:
Dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di perpustakaan
Dua orang mahasiswa - membaca buku baru di perpustakaan
Frasa sedang membaca dalam klausa di atas mempunyai distribusi yang sama dengan kata membaca. Kata membaca termasuk golongan verba, karena itu frasa sedang membaca juga termasuk golongan frasa verbal. - Frasa Adjektival
Finoza (2009:109) menyatakan “frasa adjektival atau frasa sifat adalah kelompok kata yang menyatakan sifat atau keadaan. Kata sifat yang menjadi inti frasa adjektival dapat diberi pewatas depan atau pewatas belakang”. Beberapa contoh diantaranya: cukup biijak, cepat sekali, layak terbang, salah urus, dan sebagainya. - Frasa Numeralia
Ramlan (1986:166) menyatakan “frasa numeralia ialah frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan”. Misalnya frasa dua buah dalam dua buah rumah yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata dua. Persamaan distribusi ini dapat diketahui dengan jelas dari jajaran:
dua buah rumah
dua - rumah
kata dua termasuk golongan kata bilangan; karena itu, frasa dua buah juga termasuk golongan frasa bilangan. - Frasa Adverbial
Ramlan (1986:167) menyatakan “frasa adverbial atau frasa keterangan ialah frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan”. Misalnya frasa besok pagi yang mempunyai persamaan distribusi dengan kata besok. Persamaan distribusi itu dapat diketahui dari jajaran:
Besok pagi Rina mengikuti pelatihan kerja
Besok - Rina mengikuti pelatihan kerja
Kata besok termasuk golongan adverbia, karena itu frasa besok pagi juga termasuk golongan frasa adverbial. - Frasa Preposisional
Ramlan (1986:168) menyatakan “frasa preposisional atau frasa depan ialah frasa yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata/frasa
golongan N, V, Bil, atau Ket sebagai petanda atau aksisnya. Misalnya:
di sebuah rumah
dengan sangat tenang
dari lima
sejak tadi pagi
frasa di sebuah rumah terdiri dati kata depan di sebagai penanda, diikuti frasa nominal sebagai petanda; frasa dengan sangat tenang terdiri dari kata depan dengan sebagai penanda, diikuti frasa verbal sebagai petanda; frasa dari lima terdiri dari dari kata depan dari sebagai penanda, diikuti kata bilangan sebagai petanda; dan frasa sejak tadi pagi terdiri dari kata depan sejak sebagai penanda, diikuti frasa keterangan sebagai petanda. - Frasa Pronominal
Frasa Pronominal ialah frasa yang dibentuk dengan kata ganti, frasa ini terdiri atas 3 jenis yaitu :- Modifikatif, misal kalian semua, anda semua, mereka semua, mereka itu, mereka berdua.
- Koordinatif, misal engkau dan aku, kami dan mereka, saya dan dia.
- Apositif, misal : Kami, putra-putri Indonesia, menyatakan perang
melawan narkotika.
- Frasa Nominal
Bentuk Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata atau sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Menurut Kridalaksana dkk (1984:208) klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurangkurangnya terdiri dari subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Sebenarnya unsur inti klausa adalah subjek dan predikat. Namun demikian, subjek sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat penggabungan klausa dan kalimat jawaban. Selanjutnya, Keraf (dalam Abdullah dkk, 1990:39) menyatakan bahwa “Klausa adalah suatu kontruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional yang dalam tata bahasa lama dikenal dengan pengertian subjek, predikat, objek, pelengkap, ataupun keterangan”. Berdasarkan defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap, keterangan atau tidak merupakan bagian dari kalimat. Klausa belum mempunyai intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah mempunyai intonasi akhir.
Berdasarkan golongan atau kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi, klausa dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu: (1) klausa nominal, (2) klausa verbal, (3) klausa numeral, dan (4) klausa preposisional.
- Klausa Nominal
Ramlan (1986:135) menyatakan “klausa nominal ialah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frasa golongan nomina atau benda”.
Misalnya: ia guru yang dibeli orang itu motor - Klausa Verbal
Ramlan (1986:135) menyatakan “klausa verbal ialah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frasa golongan verba atau kerja”.
Misalnya: Roni mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik Dengan rajin bapak guru memeriksa karangan murid - Klausa Numeral
Ramlan (1986:140) menyatakan “klausa numeral ialah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frasa golongan bilangan”.
Misalnya: Roda truk itu enam Kerbau petani itu hanya tiga ekor
Kata bilangan adalah kata-kata yang dapat diikuti oleh kata penunjuk satuan, ialah kata-kata orang, ekor, batang, keping, buah, kodi, helai, meter, kilogram, kota, botol, bungkus, dan masih banyak lagi. - Klausa Preposisional
Ramlan (1986:141) menyatakan “klausa preposisional ialah klausa yang P-nya terdiri dari frasa depan, ialah frasa yang diawali oleh kata depan sebagai penanda.
Misalnya:
Salak itu dari Medan
Sembako itu untuk para keluarga prasejahtera
Bentuk kalimat
Menurut Arifin dan Junaiyah (2008:5) menyatakan bahwa “Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa”. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan atau asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan kalimat diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!).
Sementara itu di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Kalimat merupakan gabungan dari dua buah kata atau lebih yang menghasilkan suatu pengertian dan pola intinasi akhir. Kalimat terdiri dari berbagai unsur seperti subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Sebuah kalimat dikatakan sempurna bila memiliki minimal dua unsur, yaitu subjek dan predikat. Adanya unsur-unsur inilah yang menggabungkan kata-kata menjadi sebuah kalimat. Sebagai contoh dari bentuk kalimat yaitu: masuk kuping kiri keluar kuping kanan (tidak mau mendengarkan, tidak mengindahkan).