Diperbarui tanggal 3/Des/2021

Tindak Tutur

kategori Istilah / tanggal diterbitkan 3 Desember 2021 / dikunjungi: 21rb kali

Pengertian Tindak Tutur

Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang melakukan beberapa tindakan seperti melaporkan, menjanjikan, mengusulkan, menyarankan, dan lain-lain. Searle (Nadar, 2009:12) berpendapat bahwa suatu tindak tutur dapat didefinisikan sebagai unit terkecil aktivitas berbicara yang dapat dikatakan memiliki fungsi”. Searle (Nadar, 2009:12) mengembangkan hipotesa bahwa pada hakekatnya semua tuturan mengandung arti tindakan. Tuturan dapat ditafsirkan dengan berbagai cara dan si petuturlah yang menentukan penafsiran itu yang didasarkannya atas pengetahuannya tentang apa yang terjadi ketika interaksi itu terjadi (Lubis, 2015:06).

Abd. Syukur Ibrahim dalam bukunya yang berjudul Kajian Tindak Tutur (1993:109) mendefinisikan tindak tutur menurut fungsi psikologis dan sosial di luar wacana yang terjadi. Tindak tutur itu mencakup, situasi psikologis (misalnya, berterima kasih, memohon maaf) dan tindak sosial itu seperti mempengaruhi perilaku orang lain (misalnya, mengingatkan, memerintah) atau membuat kontrak (misalnya, berjanji, menamai). Austin (Ibrahim, 1993:106) seorang filsuf Inggris, adalah orang pertama yang menyatakan bahwa terdapat banyak hal yang berbeda yang bisa dilakukan dengan kata-kata. Sebagian ujaran bukanlah pernyataan atau pernyataan tentang informasi tertentu, tetapi ujaran itu merupakan tindakan (actions).

Menurut Richard (1995) mengutip pendapat seorang filsuf yang bernama Austin (1992) yang mengatakan bahwa ada ribuan kata kerja dalam bahasa inggris seperti: Ask (bertanya), request (meminta), direct (memimpin), require (membutuhkan), order (menyuruh), commend (memerintah), suggets (menyarankan), beg (memohon), plead (menuntut), yang kesemuanya menandai tindak tutur. Tapi tindak tutur itu tidak sekedar setara dengan kata kerja yang digunakan untuk menggambarkan tindak tutur itu (Suandi, 2014:85).

Tindak tutur pada mulanya dicetuskan oleh seorang filosof Inggris, Austin (1962), dalam bukunya How to Do Things With Words. Austin pada dasarnya memandang bahwa manusia dengan menggunkan bahasa dapat melakukan tindakan-tindakan yang disebut dengan tindak tutur. Austin menyatakan bahwa “Teori itu bertolak dari asumsi bahwa unit minimal suatu komunikasi manusia bukanlah kalimat atau ekspresi lainya, melainkan merupakan penampilan tindak tertentu, seperti membuat pernyataan, bertanya, memberi perintah, mendeskripsikan, meminta maaf, dan mengucapkan terima kasih”.

Sedangkan menurut Chaer dan Agustina (2010:50) berpendapat bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsunganya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya berbeda dengan peristiwa tutur yang lebih dilihat pada tujuan peristiwanya. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi. Teori tindak tutur adalah teori yang lebih cenderung meneliti struktur kalimat. Apabila seseorang ingin mengemukakan sesuatu kepada orang lain, maka apa yang dikemukakanya itu adalah makna atau maksud kalimat. Namun, untuk menyampaikan makna atau maksud itu, orang tersebut harus menuangkannya dalam wujud tindak tutur. Tindak tutur mana yang akan dipilihnya sangat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:

  1. Dengan bahasa apa ia harus bertutur,
  2. Kepada siapa ia harus menyampaikan tuturanya,
  3. Dalam situasi bagaimana tuturan itu disampaikan, dan
  4. Kemungkinan-kemungkinan struktur manakah yang ada dalam bahasa yang digunakannya.

Dengan demikian, satu maksud tuturan perlu dipertimbangkan berbagai kemungkinan tindak tutur sesuai dengan posisi penutur, situasi tutur, dan kemungkinan struktur yang ada dalam bahasa itu. Misalnya, jika seorang guru mempunyai satu maksud agar kipas anginnya dihidupkan karena ia merasa panas, maka beberapa kemungkinan, ia cukup mengatakan, “buka pintu itu” jika yang diajak bicara adalah siswanya. Tetapi, apabila yang dihadapinya adalah rekan-rekan guru, maka hampir pasti ia tidak akan memilih tindak tutur seperti itu. Ia akan memilih, “tolong Pak, pintu itu dibuka sedikit!”, atau “mungkin akan lebih segar kalau pintu dibuka, Pak!”, dan sebagainya. Tindak tutur yang diuraikan tersebut hanya mempunyai satu maksud, namun disampaikan dalam berbagai tuturan sesuai dengan posisi penutur dan situasi tuturan.

Tindak tutur lebih ditekankan pada arti tindakan dalam tuturannya. Hal ini sesuai dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, yang bertujuan untuk merumuskan maksud dan melahirkan perasaan penutur.

Jenis Tindak Tutur

Berkaitan dengan jenis tindak tutur, Searle (Rahardi 2005:35) membagi jenis tindak tutur menjadi tiga macam tindakan yang berbeda yaitu:

  1. Tindak lokusi
    Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu; tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu di dalam kamus dan makna kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya (Gunarwan dalam Rustono, 1999:37). Fokus lokusi adalah makna tuturan yang diucapkan, bukan mempermasalahkan maksud atau fungsi tuturan itu. Lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat itu. Lokusi dapat dikatakan sebagai the act of saying something. Tindak lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diidentifikasi karena dalam pengidentifikasiannya tidak memperhitungkan konteks tuturan (Rohmadi, 2004:30).

    Contoh tindak tutur lokusi adalah ketika seseorang berkata “badan saya lelah sekali”. Penutur tuturan ini tidak merujuk kepada maksud tertentu kepada mitra tutur. Tuturan ini bermakna bahwa si penutur sedang dalam keadaan lelah yang teramat sangat, tanpa bermaksud meminta untuk diperhatikan dengan cara misalnya dipijit oleh si mitra tutur. Penutur hanya mengungkapkan keadannya yang tengah dialami saat itu. Contoh lain misalnya kalimat “Sandy bermain gitar”. Kalimat ini dituturkan semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu apalagi untuk memengaruhi lawan tuturnya.
  2. Tindak ilokusi
    Bila tata bahasa menganggap bahwa kesatuan-kesatuan statis yang abstrak seperti kalimat-kalimat dalam sintaksis dan proposisi-proposisi dalam semantik, maka pragmatik menganggap tindak-tindak verbal atau performansi-performansi yang berlangsung di dalam situasi-situasi khusus dan waktu tertentu. Pragmatik menganggap bahasa dalam tingkatan yang lebih konkret daripada tata bahasa. Singkatnya, ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan: suatu tindak ujar (Tarigan, 1986:36). Menurut pendapat Austin (Rustono, 1999:37) ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu Ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan. Pertanyaan yang diajukan berkenaan dengan tindak ilokusi adalah “untuk apa ujaran itu dilakukan” dan sudah bukan lagi dalam tataran “apa makna tuturan itu?”. Tindak ilokusi (ilocutionary acts) adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula, Searle (Rahardi 2005:35). Rohmadi (2004:31) mengungkapkan bahwa tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Contoh tindak tutur ilokusi adalah “udara panas”. Tuturan ini mengandung maksud bahwa si penutur meminta agar pintu atau jendela segear dibuka, atau meminta kepada mitra tutur untuk menghidupkan kipas angin. Jadi jelas bahwa tuturan itu mengandung maksud tertentu yang ditujukan kepada mitra tutur. Contoh lain, kalimat “Suseno sedang sakit”. Jika kalimat ini diutarakan kepada mitra tutur yang sedang menyalakan televisi dengan volume yang sangat tinggi, berarti tuturan ini tidak hanya dimaksudkan untuk memberikan informasi, tetapi juga menyuruh agar mengecilkan volume atau bahkan mematikan televisi.

    Searle (Rohmadi, 2004:52; Rustono, 1999:39). Kelima jenis itu adalah tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi. Berikut penjelasan kelimanya.
    1. Representatif
      Representatif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya. Tindak tutur jenis ini juga disebut dengan tindak tutur asertif. Yang termasuk tindak tutur jenis ini adalah tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian, menuntut, mengakui, menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi. Contoh jenis tuturan ini adalah: “Adik selalu unggul di kelasnya”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur representatif sebab berisi informasi yang penuturnya terikat oleh kebenaran isi tuturan tersebut. Penutur bertanggung jawab bahwa tuturan yang diucapkan itu memang fakta dan dapat dibuktikan di lapangan bahwa si adik rajin belajar dan selalu mendapatkan peringkat pertama di kelasnya. Contoh yang lain adalah: “Tim sepak bola andalanku menang telak”. “Bapak gubernur meresmikan gedung baru ini”.
    2. Direktif
      Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tindak tutur direktif disebut juga dengan tindak tutur impositif. Yang termasuk ke dalam tindak tutur jenis ini antara lain tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih, memerintah, mendesak, memohon, menantang, memberi aba-aba. Contohnya adalah “Bantu aku memperbaiki tugas ini”. Contoh tersebut termasuk ke dalam tindak tutur jenis direktif sebab tuturan itu dituturkan dimaksudkan penuturnya yakni membantu memperbaiki tugas. Indikator dari tuturan direktif adalah adanya suatu tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur setelah mendengar tuturan tersebut.
    3. Ekspresif
      Tindak tutur ini disebut juga dengan tindak tutur evaluatif. Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu, meliputi tuturan mengucapkan terima kasih, mengeluh, mengucapkan selamat, menyanjung, memuji, meyalahkan, dan mengkritik. Tuturan “sudah kerja keras mencari uang, tetap saja hasilnya tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga”. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur ekspresif mengeluh yang dapat diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang diutarakannya, yaitu usaha mencari uang yang hasilnya selalu tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Contoh tuturan lain adalah “Pertanyaanmu bagus sekali” (memuji), “Gara-gara kecerobohan kamu, kelompok kita didiskualifikasi dari kompetisi ini” (menyalahkan), “Selamat ya, Bu, anak Anda perempuan” (mengucapkan selamat).
    4. Komisif
      Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya, misalnya bersumpah, berjanji, mengancam, menyatakan kesanggupan, berkaul. Contoh tindak tutur komisif kesanggupan adalah „Saya sanggup melaksanakan amanah ini dengan baik”. Tuturan itu mengikat penuturnya untuk melaksanakan amanah ini dengan baik”. Tuturan itu mengikat penuturnya untuk melakasanakan amanah dengan sebaik-baiknya. Hal ini membawa konsekuensi bagi dirinya untuk memenuhi apa yang telah dituturkannya. Contoh tuturan yang lain adalah “Besok saya akan datang ke pameran lukisan Anda”, “Jika sore nanti hujan, aku tidak jadi berangkat ke Solo”.
    5. Deklarasi
      Tindak tutur deklarasi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Tindak tutur ini disebut juga dengan maksud mengesankan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengabulkan, mengizinkan, menggolongkan, mengangkat, mengampuni, memaafkan. Tindak tutur deklarasi dapat dilihat dari contoh berikut ini. 
      a) “Ibu tidak jadi membelikan adik mainan.” (membatalkan)
      b) “Bapak memaafkan kesalahanmu.” (memaafkan)
      c) “Saya memutuskan untuk mengajar di SMA almamater saya.” (memutuskan)
  3. Tindak perlokusi
    Tuturan yang diucapkan penutur sering memiliki efek atau daya pengaruh (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu itulah yang oleh Austin (1962:101) dinamakan perlokusi. Efek atau daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja, dapat pula secara tidak sengaja. Tindak tutur yang pengujaran dimaksudkan untuk memengaruhi mitra tutur inilah merupakan tindak perlokusi.

    Ada beberapa verba yang dapat menandai tindak perlokusi. Beberapa verba itu antara lain membujuk, menipu, mendorong, membuat jengkel, menakut-nakuti, menyenangkan, mempermalukan, menarik perhatian, dan lain sebagainya (Leech, 1983). Contoh tuturan yang merupakan tindak perlokusi:
    1. “ada hantu!”
    2. “sikat saja!”
    3. “dia selamat, Bu.”
    Tiga kalimat tersebut masing-masing memiliki daya pengaruh yaitu menakut-nakuti, mendorong, dan melegakan (Rustono, 1999).

Fungsi Tindak Tutur

Bahasa mempunyai fungsi yang penting bagi manusia, terutama fungsi komunikatif. Halliday dalam bukunya yang berjudul Explorations in the Functions of Language (Tarigan, 2015:05) mendeskripsikan tujuh fungsi bahasa. Ketujuh fungsi tindak tutur tersebut dipaparkan secara ringkas berikut ini:

  1. Fungsi Instrumental (The Instrumental Function)
    Fungsi instrumental melayani pengelolaan lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi.
  2. Fungsi Regulasi (The Regulatory Function)
    Fungsi tuturan sebagai alat untuk mengaturkan tingkah laku orang. Misalnya persetujuan, celaan, dan ketidaksetujuan.
  3. Fungsi Representasional (The Representational Functions)
    Fungsi tuturan untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan melaporkan, dengan perkataan lain “menggambarkan” realitas yang sebenarnya, seperti yang dilihat seseorang.
  4. Fungsi Interaksional (The Interactional Functions)
    Fungsi tuturan dalam menjalin dan memantapkan hubungan antara penutur dan petutur.
  5. Fungsi Personal (The Personal Functions)
    Fungsi tuturan dalam mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksi yang dalam.
  6. Fungsi Heuristik (The Heuristic Functions)
    Fungsi heuristik digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mempelajari seluk beluk lingkungan dan seringkali disampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang menuntut jawaban.
  7. Fungsi Imajinatif (The Imajinative Functions)
    Fungsi tuturan dalam menciptakan sistem-sistem atau gagasan-gagasan yang bersifat imajinatif.

Tindak Tutur Direktif

Menurut Ibrahim (1993:27) “Tindak tutur direktif merupakan pengekspresian sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur”. Tindak tutur direktif merupakan konstatif dengan batasan pada isi dan proposisinya (tindakan yang akan dilakukan ditunjukan kepada mitra tuturnya). Tetapi tindak tutur direktif juga bisa mengekspresikan maksud penutur (keinginan, harapan) sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh mitra tutur.

Sedangkan menurut Searle (Tarigan 2015:43) mengatakan bahwa “Tindak tutur direktif dimaksudkan untuk memberikan beberapa efek melalui tindakan sang penyimak, misalnya: memesan, memerintahkan, memohon, meminta atau menuntut, dan menyarankan atau menasihati”. Jenis ilokusi ini seringkali termasuk ke dalam kategori kompetitif, dan terdiri atas suatu kategori ilokusi-ilokusi di mana kesopansantunan yang negatif menjadi penting. Namun, di pihak lain terdapat juga beberapa ilokusi direktif (seperti mengundang) yang secara intrinsik memang sopan. Indikator dari tuturan direktif digunakan untuk memberikan beberapa efek melalui tindakan sang penyimak.

  1. Tindak tutur direktif memerintah
    Tindak tutur direktif memerintah adalah tindak tutur yang dituturkan untuk memerintah penutur melakukan apa yang diucapkan penutur. Rahardi (2005:96) menyatakan bahwa kalimat yang bermakna memerintah itu, digunakan bersama penanda kesantunan “coba” seperti dapat dilihat pada contoh berikut:
    - “Coba hapus papan tulisnya”
    Jenis tindak tutur yang dituturkan oleh guru kepada salah seorang anak didiknya adalah jenis tindak tutur direktif memerintah. Sebab guru mengharapkan kerjasama anak didiknya agar segera melakukan tindakan untuk menghapus papan tulis.
  2. Tindak tutur direktif memohon
    Tindak tutur direktif memohon adalah tindak tutur yang meminta dengan sopan, mitra tutur melakukan sesuatu yang diinginkan penutur. Rahardi (2005:99) menyatakan kalimat yang bermakna memohon itu, biasanya ditandai dengan penanda kesantunan “mohon” seperti pada contoh berikut:
    - “Mohon perhatiannya anak-anak!”
    Tuturan ini dituturkan oleh seorang guru kepada anak didiknya ketika kondisi kelas terlihat sangat ribut. Jenis tuturan ini termasuk jenis tindak tutur direktif memohon. Sebab guru meminta agar anak didiknya tidak ribut dan memperhatikan apa yang sedang dijelaskan oleh guru. Hal ini merupakan cara guru mengalihkan perhatian siswanya.
  3. Tindak tutur direktif menasihati
    Tindak tutur direktif menasihati adalah tindak tutur yang menasihati mitra tutur untuk mengerjakan sesuatu yang baik menurut penutur itu sendiri. Menurut Rahardi (2005:114-115), kalimat yang bermakna menasihati biasanya ditandai denan penanda kesantunan kata “hendaknya” dan “sebaiknya” seperti contoh berikut:
    - “Ketika ada kegiatan ada baiknya kita mulai dengan bissmilah”
    Tuturan ini dituturkan oleh guru kepada anak didiknya, guru menasihati kepada anak didiknya jika ingin melakukan kegitan hendaknya membaca bismillah. Jenis tuturan tersebut termasuk jenis tindak tutur direktif menasihati, karena guru menasihati kepada anak didiknya untuk membaca bismillah sebelum melakukan kegiatan.
  4. Tindak tutur direktif menuntut
    Tindak tutur direktif menuntut adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk menuntut apa yang diperlukannya seperti contoh berikut:
    - “Pindah duduk ke depan”
    Tuturan ini dituturkan oleh guru kepada salah seorang anak didiknya. Fungsinya adalah menuntut agar anak didiknya segera pindah ke depan seperti apa yang diinginkan oleh sang guru. Jenis tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif menantang. Sebab guru menantang anak didiknya untuk maju ke depan menuliskan angka yang telah diberikan oleh guru dan menuliskannya di papan tulis. Fungsinya menantang anak didiknya agar anak didiknya berlomba-lomba mengerjakan apa yang telah diperintahkan oleh guru, dan memancing siswa aktif di kelas. Sesuai dengan pendapat Rahardi (2005:37), bahwa suatu maksud atau fungsi dinyatakan dengan bentuk tuturan yang bermacam-macam.
  5. Tindak tutur direktif memesan
    Berikut ini adalah contoh tindak tutur direktif memesan.
    - “Nanti bersihkan toilet saya!”
    Contoh tuturan diatas tidak santun karena penutur bersifat memaksa kepada lawan tutur untuk melakukan apa yang disebutkan di dalam tuturannya itu.
    Dari penjelasan beberapa ahli di atas penulis sependapat dengan Searle (Tarigan 1990:47) yang mengatakan bahwa tindak tutur direktif dimaksudkan untuk memberikan beberapa efek melalui tindakan sang penyimak. Dalam tindak tutur direktif ini terbagi atas lima macam tindak tutur direktif yaitu, memesan, memerintah, memohon, menuntut, dan menasihati.

Tindak Tutur Asertif

Wiryotinoyo, (2006:155) “Membedakan adanya jenis tindak tutur yakni, lokusi, ilokusi, dan perlokusi, ketiganya terjadi serentak”. Lokusi mengaitkan suatu topik dengan suatu keterangan dalam ungkapan (subjek-predikat). Ilokusi yaitu tindakan mengucapkan suatu pernyataan, tawaran, pertanyaan, dan sebagainya. Tindak ilokusi merupakan unit terkecil dari komunikasi linguistik dan membentuk tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis, yaitu; (1) asertif; (2) direktif; (3) ekspresif; (4) komisif; (5) deklaratif. Menurut Searle (Suyono 1990:5), tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya. Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini antara lain tuturan yang menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan, kesaksian, berspekualsi, dan sebagainya. Contoh tindak tutur representatif terdapat dalam tuturan berikut ini.

  1. Saya suka makan ikan asin
  2. Besok peringatan hari pahlawan
  3. R.A Kartini lahir di Jepara

Tuturan (1) merupakan tindak tutur representatif/asertif karena penutur mengakui bahwa dirinya suka ikan asin, hal tersebut mengikat penuturnya akan kebenaran isi tuturan tersebut. Demikian pula dengan tuturan (1) dan (2), tuturan (1) merupakan tuturan pernyataan bahwa besok akan diadakan peringatan hari pahlawan, sedangkan tuturan (2) merupakan tuturan menyebutkan bahwa R.A Kartini lahir di Jepara. Kreidler(blog.student.uny.ac.id/purwoharyono/jenis-jenis-Tindak_Tutur.doc)menyatakan bahwa “Pada tindak tutur asertif para penutur dan penulis memakai bahasa untuk menyatakan bahwa mereka mengetahui atau mempercayai sesuatu. Bahasa asertif berkaiatan dngan fakta”. Tujuannya adalah memberikan informasi. Tindak tutur ini berkaitan dengan pengetahuan, data, apa yang ada atau diadakan, atau telah terjadi atau tidak terjadi. Dengan demikian, tindak tutur asertif bisa benar bisa salah dan biasanya dapat diverifikasi atau disalahkan.

“Tindak tutur asertif dibagi menjadi dua, yaitu tindak tutur asertif langsung diawali dengan kata saya atau kami dan diikuti dengan verba asertif. Contoh tindak tutur asertif langsung adalah “Saya suka makannnasi goreng”. Sedangkan tindak tutur asertif tak langsung juga diikuti dengan verba asertif yang merupakan tuturan yang dituturkan kembali oleh penutur. Yang termasuk verba asertif antara lain mengatakan, mengumumkan, menjelaskan, menunjukkan, menyebutkan, melaporkan, dan sebagainya. Contohnya yaitu “Sudah malam, besok saya akan ke sini lagi”.