Diperbarui tanggal 10/Des/2022

Otonomi Daerah

kategori Ekonomi Pembangunan / tanggal diterbitkan 10 Desember 2022 / dikunjungi: 614 kali

Pengertian Otonomi

Daerah Di dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 tepatnya pasal 1, dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah memiliki makna sebagai pemberian kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Sedangkan di dalam negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi, dikenal adanya struktur pemerintah pusat (central government) dan daerah-daerah tersebut memiliki hak dan kewajiban, wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yang juga disebut dengan otonomi. Kata otonomi sendiri berasal dari bahasa Yunani, Autos yang berarti sendiri dan Nomos yang berarti aturan. Adisubrata mengatakan, bahwa otonomi daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada negara kesatuan maupun pada negara federasi.

Di negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas daripada di negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangga daerah di negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh pemerintahan pusat seperti:

  1. Hubungan Luar Negeri,
  2. Pengadilan,
  3. Moneter dan Keuangan,
  4. Pertahanan dan Keamanan.

Pernyataan di atas disebut otonomi luas, sedangkan di negara federal negara bagian melaksanakan otonomi yang lebih luas karena negara bagian dapat mengurus peradilan dan keamanan sendiri. Dalam literatur pemerintahan dikenal 3 sistem otonomi yaitu:

  1. Otonomi formil yaitu suatu sistem otonomi dimana yang diatur adalah kewenangan- kewenangan pemerintah pusat yang dipegang oleh pemerintah pusat, seperti pertahanan dan keamanan, politik luar negeri, peradilan dan moneter fiskal dan kewenangan lainnya. Sedangkan kewenangan daerah otonom adalah kewenangan yang diluar kewenangan pemerintah pusat tersebut.
  2. Otonomi materiil yaitu kewenangan-kewenangan daerah otonom yang dilimpahkan oleh eksplisit disebutkan satu persatu (diatur dalam UU Pembentukan Daerah Otonom). Sedangkan kewenangan daerah otonom adalah kewenangan yang di luar kewenangan pemerintah tersebut.
  3. Otonomi riil yaitu kewenangan-kewenangan daerah otonom yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat, disesuaikan dengan kemampuan nyata dari daerah otonom yang bersangkutan seperti SDM. pendapatan daerah, PDRB dll. Jadi kewenangan daerah otonom yang satu dengan daerah otonom lainnya tidak sama.

Pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan pusat dan daerah serta potensi dan keanekaragamannya. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem negara kesatuan republik indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Disamping itu, perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan persaingan global dengan pemanfaatan perkembangan IPTEK. Agar mampu menjalankan perannya tersebut daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu, diberikan standar pemantauan dan evaluasi. Selain itu pemerintah juga wajib memberikan fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan bantuan dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan perundang-undangan (penjelasan umum UU No. 32 tahun 2004).

Landasan Hukum Otonomi Daerah

Otonomi daerah sebagai perwujudan sistem penyelenggaraan pemerintah yang berdasarkan asas desentralisasi yang diwujudkan agar otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab dilaksanakan dalam NKRI yang telah diatur dalam kerangka landasannya di dalam UUD 1945 antara lain:

  1. Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”.
  2. Pasal 18 yang menyatakan: “Pemerintahan daerah dibentuk atas dasar pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunannya ditetapkan dengan UU, dengan memandang dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintah negara dan hak-hak, asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa.” (Bachrul Elmi, 2002).

Jadi UUD 1945 adalah landasan yang paling kuat tentang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan SDM yang berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam kerangka NKRI. Penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serat memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Hal-hal yang mendasar dalam UU ini adalah mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Daerah (Winarna Surya Adisubrata, 2002). Prinsip-prinsip dasar otonomi daerah yang juga dijadikan sebagai pedoman dalam UU 22/1999 antara lain:

  1. Penyelenggaraan otonomi daerah berlandaskan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
  2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
  3. Pelaksanaan otonomi daerah tersebut terletak pada daerah Kabupaten dan daerah Kota, sedang otonomi daerah Provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
  4. Kemandirian daerah otonom.
  5. Peningkatan peranan dan fungsi Badan Legislatif Daerah.
  6. Dekonsentrasi terletak pada Pemerintah Daerah Provinsi.

Dari sisi sejarah perkembangannya penyelenggaraan pemerintah di daerah, telah dikeluarkan berbagai aturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan UU tentang pemerintah daerah yang hanya mengatur pelaksanaan asas desentralisasi ini dibuat pertama kali tahun 1948. Sejalan perlunya dilakukan reformasi di sektor publik, saat ini telah dikeluarkan juga peraturan pemerintah untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi antara lain:

  1. Peraturan Pemerintah No. 104 tahun 2000 tentang Dana Perimbangan yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
  2. Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
  3. Peraturan Pemerintah No. 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi Tugas Pembantuan.
  4. Peraturan Pemerintah No. 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
  5. Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah.
  6. Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
  7. Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 8. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.

Maksud dan Tujuan Otonomi Daerah

Menurut UUD negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi yang berwujud desentralisasi dan tugas pembantuan. Asas desentralisasi pemberian otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serat potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem NKRI.

Dalam hal untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah menurut UU No, 33 Tahun 2004 melalui penyediaan sumber-sumber pembiayaan berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara pusat dan daerah berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat pemerintahan. Ada 2 alasan yang mendasari pemberian otonomi luas dan desentralisasi (Mardiasmo, 2002) yaitu:

  1. Intervensi pemerintah pusat pada masa lalu yang terlalu besar telah menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah.
  2. Tuntutan ekonomi muncul sebagai jawaban memasuki era new game yang membawa new rules pada semua aspek kehidupan di masa mendatang.

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara pusat dan daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah.

Pada dasarnya terkandung 3 misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal (Mardiasmo, 2002), yaitu:

  1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
  2. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
  3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat atau publik untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Titik Berat Otonomi Daerah

Titik berat otonomi daerah yang bertujuan meningkatkan pelayanan publik dan pelaksanaan pembangunan daerah diletakkan pada daerah tingkat II atau kabupaten, dengan pertimbangan sebagai berikut:

  1. Dari dimensi politik, dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme dari dimensi politik, dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga resiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim.
  2. Dari dimensi administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif.
  3. Dati II adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga dati II lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.

Atas dasar itulah prinsip otonomi yang dianut, yaitu otonomi yang nyata, bertanggung jawab dan dinamis diharapkan dapat lebih mudah direalisasikan. “Nyata” berarti otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi objektif di daerah, “Bertanggung jawab” mengandung arti pemberian otonomi diselaraskan atau diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air. “Dinamis” berarti pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju (Mudrajad Kuncoro, 2004). Penyelenggaraan otonomi daerah dengan menitik beratkan pada daerah kabupaten adalah merupakan suatu kebutuhan yang harus didukung artinya daerah kabupaten akan menjadi basis penyelenggaraan otonomi daerah. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah kebijakan ini apakah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

Ada beberapa pertimbangan sebagai dasar penetapan daerah Kabupaten/Kota sebagai titik berat pelaksanaan otonomi daerah (Mudrajad Kuncoro 1995).

  1. Dari dimensi politik, daerah kabupaten/kota kurang punya fanatisme kedaerahan sehingga resiko separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi masyarakat federasi secara relatif bisa merugikan.
  2. Dari dimensi administratif, penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif.
  3. Daerah kabupaten/kota merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan pembangunan sehingga daerah kabupaten/kota yang lebih mengetahui potensi rakyat di daerahnya.

Otonomi daerah dengan titik berat pada daerah Kabupaten atau Kota mempunyai beberapa tujuan, yaitu:

  1. Untuk memungkinkan daerah mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sehingga daerah secara kreatif dapat membina dan mengembangkan kemampuan organisasi, aparatur dan sumber-sumber keuangannya secara optimal.
  2. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan melalui perluasan jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan publik.
  3. Untuk menumbuhkan kemandirian daerah. Pemerintah dan masyarakat perlu membangun usaha bersama yang mampu memberikan daya saing bagi daerah dalam pertumbuhannya yang secara nyata berjalan bersama-sama dengan daerah-daerah lain.
  4. Untuk dapat mengembangkan mekanisme demokrasi di tingkat daerah, dengan menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
  5. Untuk mendukung pengembangan perekonomian daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki dan perluasan kewenangan birokrasi lokal.

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah seperti yang dijelaskan pada penjelasan UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai sub sistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.

Hakikat suatu negara dalam menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat dan pembangunan yaitu mengemban 3 fungsi, fungsi alokasi yang meliputi sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat, fungsi distribusi meliputi pendapatan dan kekayaan masyarakat, pemerataan pembangunan dan fungsi stabilisasi yang meliputi pertahanan-keamanan, ekonomi dan moneter. Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh pemerintah pusat sedangkan fungsi alokasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh pemerintah daerah, karena daerah pada umumnya lebih mengetahui kebutuhan serta standar pelayanan masyarakat (Winarna Surya Adisubrata, 2002). Sesuai dengan ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 bahwa ada urusan pemerintahan yang menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan, urusan tersebut meliputi politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter, yustisi dan agama, urusan tertentu pemerintah yang berskala nasional yang tidak diserahkan kepada daerah.

Keserasian hubungan yang disebut juga pengelolaan bagian urusan pemerintahan yang dikerjakan oleh tingkat pemerintah yang berbeda, bersifat saling berhubungan (interkoneksi), saling ketergantungan (interdependensi) dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem dengan memperlihatkan cakupan kemanfaatannya. Urusan yang menjadi kewenangan daerah ada 2 urusan yaitu:

  1. Urusan wajib adalah suatu urusan pemerintah yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar.
  2. Urusan pilihan adalah urusan pemerintah daerah yang bersifat berkaitan dengan potensi daerah dan kekhasan daerah.

Dalam pelaksanaannya tidak semua urusan pemerintah dapat diserahkan kepada daerah. Pemerintah pusat berat untuk menyelenggarakan semua urusan pemerintah di daerah yang masih menjadi wewenang dan tanggung jawabnya itu atas dasar asas dekonsentrasi mengingat terbatasnya kemampuan aparatur pemerintah pusat. Maka dari itu urusan pemerintah daerah dapat dilakukan menurut asas tugas pembantuan yang pada dasarnya merupakan keikutsertaan daerah atas penugasan dari pemerintah pusat atau daerah dalam melaksanakan urusan pemerintah di bidang tertentu. Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dengan daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent selalu ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah, ada yang diserahkan kepada provinsi, dan ada yang diserahkan kepada kabupaten kota. Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara proporsional antara pemerintah, daerah provinsi, daerah kabupaten kota maka, disusunlah tiga kriteria dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan yang meliputi (Baban Sobandi et. Al, 2006):