Diperbarui tanggal 3/Des/2021

Dongeng

kategori Bahasa dan Sastra Indonesia / tanggal diterbitkan 3 Desember 2021 / dikunjungi: 1.45rb kali

Pengertian Dongeng

Dongeng adalah cerita rakyat yang terdapat di masyarakat sejak zaman dahulu, berasal dari generasi terdahulu”. Sementara menurut Nurgiantoro (2013: 198) “Dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi dan dalam banyak hal sering tidak masuk akal”. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran, Danandjadja (2007: 83). Sementara itu sejak zaman dahulu dongeng sudah dikenal oleh nenek moyang kita. Dongeng dijadikan sebagai media dalam menanamkan nilai-nilai sosial maupun nilai kemanusiaan. Melalui dongeng tersebut diharapkan anak-anak dapat menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka. Sampai sekarangpun dongeng juga dijadikan sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Agus (2009: 12) mengemukakan bahwa sekalipun dongeng bercerita tentang hal-hal yang bersifat khayal, tetapi mengandung nilai-nilai luhur. Bahkan ada pula dongeng berisi ajaran moral, melukiskan kebenaran dan yang mengandung sindiran.

Menurut Danandjadja (2002: 83) “Dongeng merupakan salah satu bentuk prosa lama (cerita). Dongeng bukanlah berasal dari cerita sungguhan. Dongeng hanya berupa cerita rekaan (fiktif). Isinya pun terkadang tidak masuk akal. Namun demikian, sebuah dongeng telah menjadi bacaan yang digemari secara turun-temurun karena dianggap banyak manfaatnya”. Banyak unsur di dalam dongeng yang dapat kita cermati, bisa unsur tokohnya, latarnya, atau isi ceritanya sendiri. Unsur-unsur dalam dongeng tersebut bisa dianggap sebagai hal menarik atau juga bisa diangap sebagai hal yang tidak menarik. Hal ini berkaitan dengan sifat karya sastra multiinterpretasi. Oleh karena itu, menarik tidaknya unsur-unsur tersebut sifatnya sangat relatif antar satu orang dengan orang yang lainnya. Saat kita menyatakan suatu hal itu menarik atau tidak, kita harus menyertakan alasan logis untuk mendukungnya. Dengan demikian, orang yang mendengar alasan kita dapat memahami alasan kita dalam menyatakan menarik atau tidaknya dongeng tersebut.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi yang berisi tentang petualangan penuh imajinasi dan terkadang tidak masuk akal dengan situasi sekarang namun tetap memiliki nilai-nilai luhur yang melukiskan kebenaran dan mengandung sindiran.

Ciri-ciri Dongeng

Menurut Danandjadja (2002: 3-5) dongeng mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan dari mulut ke mulut, melalui kata-kata dari generasi ke generasi berikutnya.
  2. Disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama.
  3. Ada dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh cara penyebarannya yang dilakukan dari mulut ke mulut (lisan).
  4. Bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi.
  5. Biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola seperti kata klise, kata-kata pembukaan dan penutup baku.
  6. Mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif, sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial dan proyeksi keinginan yang terpendam.
  7. Bersifat prologis, yaitu memiliki logika tersendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.
  8. Menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini disebabkan penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif merasa memilikinya.
  9. Bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan.

Dalam sebuah dongeng terdapat unsur-unsur yang membangun sebuah dongeng. Karena unsur tersebut dapat diungkapkan ke dalam sebuah bahasa. Unsur itu adalah unsur intrinsik dan unsur ektrinsik.

Unsur Intrinsik Dongeng

Menurut Nurgiantoro (2013: 23) unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Menurut Lukman Ali (Sukada 1985: 55) “Unsur-unsur penting struktur dalam intrinsik dongeng yakni tema, amanat, tokoh, alur, dan latar”.

  1. Tema
    Tema menurut Nurgiyantoro (2013: 114) adalah makna dalam sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.

    Tema cerita akan senantiasa mewarnai cerita secara keseluruhan. Untuk menentukan tema sebuah cerita diperlukan pemahaman dan kepekaan yang tinggi terhadap cerita yang bersangkutan. Tema jarang dituliskan secara tersirat oleh pengarangnya. Untuk dapat mengetahui tema suatu dongeng, seorang pembaca terlebih dahulu harus mengenali unsur-unsur intrinsik yang dipakai oleh pengarang untuk mengembangkan cerita fiksinya. Beberapa unsur intrinsik yang dipergunakan pengarang utuk menyalurkan tema cerita yaitu sebagai berikut:
    1. Melalui Alur Cerita
      Alur cerita kerapkalidipakai oleh pegarang untuk membimbing pembaca mengenali tema dalam cerita yang ditulisnya. Jika anda mendaftar peristiwa yang ada dalam cerita yang kita baca, anda akan menemukan peristiwa-peristiwa yang diurutkan atas dasar sebab akibat, yaitu peristiwa A mengakibatkan peristiwa B, peristiwa B merupakan akibat dari peristiwa A. Rangkaian peristiwa dalam suatu cerita yang berhubungan atas dasar sebab dan akibat itu disebut alur.
    2. Melalui Tokoh Cerita
      Selain alur, penokohan juga biasa dipakai oleh pengarang untuk menyalurkan tema. Penokohan meliputi peran dan sifat-sifat tokoh yang diciptakan oleh pengarang. Tokoh cerita dengan bermacam-macam sifat dan wataknya sengaja diciptakan oleh pengarang untuk dimuati tema. Tokoh jahat (antagonis) biasanya dipertentangkan dengan tokoh baik (protagonis). Jika pengarang hendak menunjukkan kepada pembaca, bahwa kebaikan tidak selamanya benar, pengarang dapat saja mengalahkan pemain dengan watak baik. Akan tetapi, jika pengarang bertujuan menyatakan bahwa kejahatan pasti punah, pengarang tentu akan memenangkan tokoh protagonis.
    3. Melalui Perkataan yang Digunakan Pengarang
      Perkataan dapat dipakai untuk menentukan tema. Melalui kalimat-kalimat, dialog yang diucapkan oleh tokoh-tokoh cerita, dan juga komentar pengarang terhadap peristiwa-peristiwa, pengarang dapat menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat kita jadikan rumusan tema” (Kosasih, 2012: 40)

      Sejalan dengan hal tersebut, Aminuddin (2011: 92) menjelaskan beberapa langkah yang ditempuh dalam upaya memahami tema, yaitu sebagai berikut:
      1. Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.
      2. Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.
      3. Memahami suatu peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.
      4. Memahami plot atau alur cerita dalam prosa yang dibaca.
      5. Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.
      6. Menentukan sikap penyair terhadap tokoh-tokoh pikiran yang disampaikan.
      7. Mengidentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran yang ditampilkan.
      8. Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan yang merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya.
  2. Amanat
    Amanat merupakan nilai-nilai sosial atau nilai-nilai moral yang merupakan pesan bermanfaat yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Dalam sebuah karya sastra, pengarang pasti ingin menyampaikan amanat. Amanat dalam dongeng bisa diungkakan secara langsung (tersurat), bisa juga tidak langsung atau memerlukan pemahaman lebih lanjut (tersirat).

    Sumardjo (1988: 66) menyatakan bahwa “Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan”. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir. Sedangkan menurut Nurgiyantoro (2013: 324) amanat adalah “Wujud pesan yang ingin disampaikan penulis dilibatkan ke dalam beberapa persoalan diantaranya hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan lingkungan alam dan hubungan manusia dengan tuhan”.

    Amanat adalah suatu unsur intrinsik yang sangat erat kaitannya dengan tema. Sudjiman (1991: 51) menyatakan “Dari karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang akan disampaikan oleh pengarang. Jika permasalahan yang diajukan dalam cerita juga diberi jalan keluar oleh pengarang, maka jalan keluarnya disebut amanat”. Menentukan amanat pada dasarnya sejalan dengan cara menentukan tema. Oleh sebab itu amanat juga merupakan kristalisasi dari berbagai peristiwa, perilaku tokoh dan latar cerita. Kosasih (2012: 41) menyatakan: “Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yag hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Karena itu, amanat selalu berhubungan dengan tema cerita. Misalnya, tema suatu cerita tentang hidup bertetangga, maka amanat ceritanya tidak akan jauh dari tema itu: pentingnya menghargai tetangga, pentingnya menyantuni tetangga yang miskin dan sebagainya”.
  3. Tokoh
    Tokoh adalah pelaku-pelaku dalam cerita. Pelaku dalam cerita meliputi pelaku utama, pelaku kedua, pelaku pembantu dan pelaku piguran. Adapun terwujudnya suatu cerita dibentuk oleh rangkaian peristiwa yang dihadirkan oleh para pelaku yang terlibat dalam peristiwa itu. Menurut Nurgiyantoro (2013: 246) “Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Aminudin (2011: 81) memaparkan “Cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Mungkin pengarang memunculkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup di alam mimpi, atau pelaku yang meimiliki perjuangan dalam hidupnya, pelaku memiliki sifat egois dan sebagainya”.

    Cara menggambarkan watak tokoh dikatakan analitis apabila pengarang menerangkan secara langsung sifat-sifat watak itu baik yang bersifat batiniah maupun lahiriah. Pengarang menggambarkan secara langsung kondisi badannya, umurnya, kesukaannya, kesopanannya dan sebagainya. Sebaliknya penggambaran dikatakan dramatik yaitu apabila penggambaran perwatakan yang tidak diceritakan secara langsung, tetapi hal itu disampaikan melalui (1) pilihan nama tokoh, (2) melalui penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungannya dan sebagainya dan (3) melalui dialog, baik dialog tokoh yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan tokoh lain.
  4. Alur
    Alur cerita ialah peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan atau hubungan tertentu. Sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan sebab akibat. Jalin-menjalinnya berbagai peristiwa, baik secara linear atau lurus maupun secara kausalitas, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh, padu, dan bulat dalam suatu prosa fiksi (Nurgiyantoro, 2013: 164). Menurut Kosasih (2012: 63) “Alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat. Pola pengembangan cerita suatu dongeng tidaklah seragam. Pola-pola pengembangan cerita yang dapat kita jumpai antara lain, jalan cerita yang kadang berbelit dan penuh kejutan, juga kadang-kadang sederhana”.

    Alur atau plot buka sekedar mengemukakan rentetan peristiwa dalam cerita tetapi lebih pokok adalah menjelaskan mengapa peristiwa-peristiwa itu terjadi. Pada umumnya Alur terdiri dari 4 bagian yaitu:
    1. Alur buka, yaitu situasi mulai terbentang sebagai suatu kondisi permulaan yang akan dilanjutkan dengan kondisi berikutnya,
    2. Alur tengah, yaitu kondisi mulai bergerak ke arah kondisi yang memuncak,
    3. Alur puncak, yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa,
    4. Alur tutup, yaitu kondisi memuncak sebelumnya mulai menampakkan pecahan atau penyelesaian.
  5. Latar
    Latar adalah pemilihan ruang dan waktu berlangsungnya cerita. Menurut Abrams dalam (Nurgiyantoro: 2013: 302) latar ialah penempatan waktu, tempat dan lingkungan sosial terjadainya peristiwa-peristiwa. Nurgiyantoro (2013: 314-316) mengatakan bahwa unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, antara lain sebagai berikut:
    1. Latar Tempat
      Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.
    2. Latar Waktu
      Latar waktu berhubungan dengan masalah “Kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “Kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu.
    3. Latar Sosial
      Latar sosial mengacau pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mecakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup cara berpikir dan bersikap. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.

      Aminuddin (2011:69) menyatakan “ Latar merupakan suatu peristiwa dalam kehidupan yang pada dasarnya juga berlangsung di tempat-tempat tertentu yang berhubungan dengan daerah, misalnya kota atau desa, misalnya rumah atau pasar, sampai ke tempat-tempat spesifik ataupun benda-benda tertentu seperti papan tulis, tembok, meja, bunga-bungaan, dan lain-lainnya”.