Diperbarui tanggal 6/Nov/2022

Citraan dalam Puisi

kategori Bahasa dan Sastra Indonesia / tanggal diterbitkan 6 November 2022 / dikunjungi: 7.41rb kali

Pengertian Citraan dalam Puisi

Puisi akan terasa lebih hidup dalam imajinasi pembaca jika pengarang atau sang penyair mampu merangsang indra pembaca. Hal ini dilakukan agar pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, merasakan, dan mengalami peristiwa sendiri yang diceritakan dalam puisi yang sedang dibaca. Dengan demikian akan lebih menambah kenikmatan dalam membaca puisi. Citraan adalah gambaran angan atau gambaran imajinasi pengarang. Kata citraan merujuk kepada pelukisan suatu hal yang merangsang penggunaan panca indra seperti penglihatan, penciuman, pendengaran, rasaan, rabaan dan gerak. Dalam puisi, citraan digunakan untuk melukiskan suatu keadaan tertentu dimana pengarang berusaha memberitahukan apa yang ada dalam pikirannya. Melalui daya imajinasinya pengarang memunculkan berbagai citraan sehingga pembaca seolah merasakan apa yang dialami pengarang. Gambaran angan yang dilukiskan pengarang itulah yang disebut dengan citraan.

Pradopo (1993:80) mengatakan bahwa gambaran angan dalam puisi disebut citra atau imaji sedangkan gambaran-gambaran pikiran dan bahasa yang menggambarkan sesuatu disebut citraan (imagery). Citraan dalam puisi berfungsi untuk memberi gambaran angan kepada pembaca tentang suatu keadaan melalui kata-kata. Lewat citraan pengarang juga mengajak pembaca untuk mendengar suara-suara yang ditulisnya di dalam puisi. Semua itu merupakan implikasi citraan yang digunakan pengarang dalam puisinya.

Waluyo (1987:78) mengatakan bahwa “Citraan merupakan ungkapan pengalaman sensoris penyair kedalam kata sehingga menjelma gambaran yang lebih konkret”. Ungkapan itulah yang menyebabkan pembaca seolah- olah melihat sesuatu, mendengar sesuatu, atau turut merasakan sesuatu. Citraan mampu memberikan gambaran yang jelas untuk menimbulkan suasana yang lebih hidup didalam puisi.

Hubungan Citraan dengan Puisi

 Citra merupakan kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam puisi (Maulana, 2012: 191). Pound (dalam Wellek dan Warren, 1989: 237), menjabarkan citra bukan sebagai gambaran fisik, melainkan sebagai sesuatu yang dalam waktu sekejap dapat menampilkan kaitan pikiran dan emosi yang rumit. Pradopo (2009: 79) menyebutkan bahwa puisi menggunakan gambaran-gambaran angan-pikiran yang disebut citraan (imagery). Citraan merupakan rangkaian kata yang mampu menghasilkan citra berupa gambaran, kesan mental yang menampilkan hubungan antara pikiran dan emosi dalam puisi.

Citraan merupakan kata atau serangkaian kata yang mampu menggugah pengalaman keindraan dalam rongga imajinasi yang seringkali merupakan gambaran dalam angan-angan (Sayuti, 2002: 170). Pencitraan kata (imagery) Berasal dari bahasa Latin imago (image) dengan bentuk verbanya imitari (to imitate). Pencitraan merupakan kumpulan citra (the collection of images), yang digunakan untuk melukiskan objek dan kualitas tanggapan indra yang digunakan dalam karya sastra, baik dengan deskripsi

secara harfiah maupun secara kias (Abrams melalui Pradopo, 2009: 78). Citraan berperan penting untuk menimbulkan pembayangan imajinatif, membentuk gambaran mental, dan dapat membangkitkan pengalaman tertentu pada pembaca. Hal-hal yang berkaitan dengan citra ataupun citraan disebut pencitraan atau pengimajian (Waluyo (1987:78) Aspek citraan mampu menggambarkan sesuatu lebih konkret, sehingga membuat bayangan terasa lebih hidup.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 286) mendefinisikan citraan sebagai cara membentuk citra mental pribadi atau gambaran sesuatu; kesan atau gambaran visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi. Citra berarti rupa, gambar; gambaran; gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk. Citraan berupa kata- kata yang mampu merangsang indra dan gambaran imajinatif yang merujuk pada suatu objek tertentu sehingga membuat lebih hidup. Pengimajian adalah kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan (Waluyo, 1987: 78). Citraaan dalam puisi merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh penyair melalui penggunaan bahasa khas yang dapat menimbulkan kesan indrawi.

Citraan adalah aspek puisi yang mampu menggambarkan dan menimbulkan bayangan dalam imajinasi. Maulana (2012: 44) menyampaikan bahwa imajinasi adalah daya yang membentuk gambaran, yang dalam proses pengimajinasiannya merupakan proses membentuk gambaran itu terjadi secara mental dan di dalamnya melibatkan persoalan psikologis sehingga transformasi ide, gagasan, atau perasaan dapat terkomunikasikan dengan baik. Imaji yang tepat merupakan komunikabilitas puisi karena menimbulkan reaksi emosional pada diri pembaca (Sayuti, 2002: 241). Proses pengambaran dari kata-kata tersebut secara kontekstual dalam puisi disebut pengimajian (imagery) atau citraan.

Citraan digunakan dalam puisi untuk menyampaikan ide melalui kata- kata berdasarkan pengalaman, perasaan, dan pemikiran penyair dalam puisi. Citra atau imaji ini melahirkan aliran imajisme (Wellek dan Warren, 1989: 235). Menurut Pradopo (1995: 52), puisi-puisi imajisme menggunakan teknik pengucapan tak langsung berupa lukisan-lukisan, gambaran angan (imaji- imaji), atau juga dipergunakan cerita kiasan (alegori dan parabel). Puisi-puisi yang banyak memakai citraan sebagai ekspresi bahasa ini sering disebut puisi imajis yang melahirkan aliran imajisme.

Keberadaan unsur imaji atau citra ditegaskan oleh Swetkind (melalui Hidayati, 2006: 83), di samping lima karakteristik puisi yang lain, seperti tema, emosional, bentuk artistik-alamiah, ritma, imajinasi, dan ide atau penilaian terhadap pengalaman manusia. Sedangkan Burton (melalui Ma?ruf, 2008: 27) mengungkapkan citraan dalam puisi merupakan daya penarik indra melalui kata-kata. Alternbernd (dalam Pradopo, 2007: 80) berpendapat, biasanya citraan lebih mengingatkan kembali daripada membuat baru kesan pikiran, sehingga pembaca terlibat dalam kreasi puitis. Citraan dalam hal ini merupakan kata-kata yang mampu menarik gambaran dalam imajinasi, membuat kesan pembaca, dan melukiskan sesuatu mengenai ide atau gagasan yang hendak disampaikan.

Sayuti (2002: 170) menyatakan bahwa citraan itu merupakan gambaran pengalaman indra dalam puisi, yang tidak hanya terdiri dari gambaran mental, tetapi sesuatu yang mampu menggugah indra-indra yang lain. Menurut Alterndernd (melalui Pradopo, 2009: 79-80), gambaran pikiran ini adalah sebuah Efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata, saraf penglihatan, dan daerah-daerah otak yang berhubungan. Melalui indra tersebut emosi dan intelek pembaca dapat dikobarkan dengan cepat. Citraan dalam puisi banyak menggunakan objek secara konkret untuk menghidupkan gagasan melalui kata-kata yang mampu memberikan gambaran secara konkret.

Citraan mempunyai karakter yang diwujudkan dari penggabungan kata- kata pilihan dan bahasa kias atau konotatif. Bahasa yang dipakai telah diolah dan dibentuk dengan diksi yang diolah secara tepat dan cermat. Pembentukan citraan dapat dilakukan penyair secara ekspresif, untuk mencapai gugahan perasaan lewat dua cara, yaitu lewat deskripsi dan lewat perlambangan yang mencapai puncaknya pada metafora. Di sisi lain, aspek citraan secara ekstrem dibedakan menjadi dua hal. Pertama, citraan dibangun secara mengejutkan atau mungkin terlalu dipaksakan lewat perbandingan antara dua hal atau benda sehingga asosiasi yang timbul sering tidak puitis.

Kedua, citraan dibangun secara tertutup sedimikian rupa sehingga suatu benda atau hal melambangkan hal lain. Hubungan perlambangan ini diserahkan sepenuhnya kepada pembaca untuk menafsirkannya Sendiri (Sayuti, 2002: 173 – 174). Pengertian citraan dibatasi sebagai penggunaan bahasa secara spesifik untuk mengkomunikasikan suatu kesan indra: visual, auditory, gustatory, Olfactory, dan tactile (Swetkind dalam Hidayati, 2006: 83). Lebih lanjut, Pradopo (1993: 86) mengatakan ada beberapa macam citraan, yaitu citraan penglihatan (visual imagery), citraan pendengaran (auditory imagery), citraan perabaan (thermal imagery), citraan gerak (kinasthetic imagery). Menurut Sayuti (2002:174-175) citraan dapat dibagi sesuai dengan jenis indra atau perasaan, yaitu citra visual (penglihatan), citra auditif (pendengaran), citra kinestetik (gerak), citra termal (rabaan), citra penciuman, dan citra pencecapan.

Ahli-ahli psikologi dan estetika menyusun berbagai macam pencitraan. Ada pencitraan yang berkaitan denga cita rasa pencicipan, ada yang berkaitan dengan penciuman. Perbedaan penting antara pencitraan yang berkaitan dengan warna bisa bermakna simbolik sesuai dengan tradisi atau sesuai dengan makna pribadi pengarangnya. Pencitraan sinaesthetic (yang diakibatkan oleh keadaan jiwa pengarangnya, atau sekadar Konvensi sastra biasa) memindahkan uraian satu indra ke uraian indra yang lain, Misalnya bunyi menjadi warna (Wellek dan Warren, 1989: 236). Oleh karena itu, dalam kajian ini penentuan kriteria citraan alam berdasarkan atas sumber indra yang menghasilkannya, yaitu:

1. Citraan Penglihatan (Visual Imagery)

Citraan penglihatan adalah citraan yang timbul oleh indra penglihatan. Dalam karya sastra, citraan penglihatan sangat produktif dipakai oleh pengarang untuk melukiskan keadaan tempat, pemandangan, atau bangunan (Al-Ma?ruf, 2009: 79). Citraan penglihatan merupakan citraan yang digunakan oleh pengarang untuk menghasilkan efek yang lebih puitis dengan mengajak pembaca untuk berimajinasi seolah-olah melihat apa yang digambarkan dalam baris tersebut. Citraan penglihatan memberi rangsangan kepada indra penglihatan, sehingga seringkali hal-hal yang tidak terlihat seolah-olah jadi terlihat.

2. Citraan Pendengaran (Auditory Imagery)

Citraan pendengaran adalah citraan yang timbul oleh pendengaran. Citra pendengaran juga sangat sering digunakan oleh pengarang (Al-Ma?ruf, 2009: 80). Citra pendengaran dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara. Melalui citraan pendengaran akan mampu membawa imajinasi misalnya mendengar nyanyian burung di hutan atau mendengar suara gesekan daun.

3. Citraan Gerakan (Movement Imagery/ Kinaesthetic)

Citraan gerakan melukiskan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak ataupun gambaran gera pada umumnya. Citraan gerak juga sangat produktif dipakai dalam karya sastra karena mampu membangkitkan imaji pembaca (Al-Ma?ruf, 2009:82). Citraan gerak menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak, tapi dilukiskan sebagai dapat bergerak, ataupun gambaran gerak pada umumnya. Citraan gerak membuat hidup dan gambaran jadi dinamis (Pradopo, 1987: 86- 87).

4. Citraan Perabaan (Tactile/ Thermal Imagery

Menurut Al-Ma?ruf (2009: 83), citraan rabaan adalah citraan yang timbul melalui perabaan. Lebih lanjut menurut Nurgiantoro (2000: 306), Citraan rabaan memberikan rangsangan kepada pembaca mengenai hal-hal yang tidak bisa diraba seolah-olah bisa diraba dengan tangan. Pembaca dapat seolah-olah merasakan melalui kulit mengenai sifat-sifat dan bentuk benda yang disentuh. Dalam citra perabaan, kata “menggenggam belati tajam” mampu membuat gambaran dan merasakan bentuk belati yang keras dan tajam.

5. Citraan Penciuman (Smell Imagery)

Citraan penciuman adalah pelukisan imajinasi yang diperoleh melalui pengalaman indra penciuman. Citraaan penciuman dipakai untuk membangkitkan imaji pembaca dalam hal memperoleh pemahaman yang utuh atas teks yang dibaca melalui indra penciuman (Al-Ma?ruf, 2009: 84). Melalui indra penciuman, aroma wangi dan aroma yang lain dapat dicium melalui hidung. Hidung yang berfungsi sebagai indra pembau manusia melalui kata-kata “bangkai tikus”, misalnya dapat membuat pembaca membaui sekaligus merasakan aroma busuk.

6. Citraan Pencecapan (Taste Imagery)

Citraan pencecapan adalah pelukisan imajinasi yang ditimbulkan oleh pengalaman indra pencecapan dalam hal ini lidah. Jenis citraan pencecapan dalam karya sastra dipergunakan untuk menghidupkan imajinasi pembaca dalam hal yang berkaitan dengan rasa lidah (Al-Ma?ruf, 2009: 85). Rasa yang dicecap diantaranya adalah makanan, minuman, dan lainnya. Berbagai rasa yang bisa dicecap oleh lidah yang terdapat dalam mulut antara lain rasa manis, asin, pahit, dan gurih.

Berdasarkan pengertian jenis citraan di atas, Pradopo (1993: 81) mengemukakan, bahwa jenis citraan tersebut tidak dipergunakan secara terpisah oleh penyair, tetapi dapat pula dipergunakan bersama, saling memperkuat, dan saling menambah nilai puitis. Perbedaan pencitraan yang berguna bagi pembaca puisi, yaitu pencitraan terikat yang berkaitan dengan penglihatan dan otot, dan efeknya hampir sama bagi semua pembaca puisi. Pencitraan bebas bersifat visual dan efeknya berbeda bagi pembaca (Wellek dan Warren, 1990: 237). Menurut Coombes (melalui Pradopo, 2009: 133), dalam tangan seorang penyair yang bagus, imaji itu segar dan hidup, berada dalam puncak keindahannya untuk mengintensifkan, menjernihkan, dan memperkaya pemahaman.

Sedangkan menurut Sayuti (2002: 170), aspek citraan dapat dan sering dipahami dalam pemahaman reseptif, dari sisi pembaca yang merupakan pengalaman indra yang terbentuk dalam rongga imajinasi pembaca melalui kata-kata. Pemahaman secara ekspresif, dari sisi penyair yakni ketika citraan merupakan bentuk bahasa (kata atau rangkaian kata) untuk membangun komunikasi estetik atau menyampaikan pengalaman indranya. Pemanfaatan citraan dalam puisi mampu menghidupkan imaji pembaca dalam merasakan apa yang dirasakan, menghayati pengalaman penyair. Citraan berguna untuk memberi gambaran yang jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat hidup gambaran dalam pikiran dan pengindraan, menarik perhatian, memberikan kesan mental atau bayangan visual penyair menggunakan gambaran-gambaran angan. Kesan yang disampaikan dalam puisi membuat pembaca dapat memperoleh makna yang mendalam dan relevan dengan kehidupannya.

Citraan merupakan sarana berpikir yang terdapat dalam puisi melalui gambaran-gambaran yang ditimbulkan sehingga akan tercapai fungsi puitik. Fungsi puitik tersebut adalah tersampaikannya pesan atau makna puisi kepada pembaca. Citraan dalam puisi berfungsi untuk menggugah perasaan, merangsang imajinasi, dan menggugah pikiran di balik sentuhan indra (Sayuti, 2002: 173). Penyair menggunakan citraan melalui kata-kata pilihan untuk menyampaikan pesan melalui bahasa yang mengacu pada sesuatu di luar puisi. Dalam hal ini, dilihat dari sumber yang membentuk citraan tersebut menunjukkan adanya hubungan yang berkaitan antara gagasan, ingatan, pengalaman, atau kesan indra yang dihadirkan.

Citraan membuat puisi menjadi lebih hidup dan tampak jelas menyatakan suatu penggambaran konteks yang diwujudkan atau digambarkan. Pradopo (1987: 89) menjelaskan, penyair menggunakan kesatuan citra-citra (gambaran-gambaran) yang satu lingkungan untuk memberi suasana khusus, kejelasan, dan memberi warna setempat (local colour). Eliot (melalui Heraty, 2000: 24) mengatakan dalam bahasa puisi, penyair tidak mempunyai suatu kepribadian untuk diungkapkan untuk diungkapkan, tetapi menjadi medium yang khas yaitu kesan, pengalaman, dan perasaan terkombinasi di sekitar emosi struktural. Dengan demikian, citraan dapat diartikan sebagai bentuk atau cara untuk mengungkapkan sekaligus menyatakan kesan mental berdasarkan persepsi dan imajinasi.

Aminudin (1991: 134) menambahkan dalam puisi tercipta dunia tersendiri berisi pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batin. Sayuti (2002: 174) menjelaskan, berkenaan dengan citraan dari sumber inspirasi kreatif dikenal istilah, seperti puisi referensif, puisi alusif, puisi himnal, penyair ikonoklastik, penyair alam, dan puisi imajis. Aspek citraan dengan demikian mempunyai kedudukan penting dalam puisi. Aspek citraan dalam puisi menunjukkan hubungan kuat antara citra, proses pembentukan citraan, jenis citraan, fungsi citraan, hingga sumber citraan yang mempengaruhi karakter citraan.

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan citraan berpengaruh kuat terhadap puisi. Aspek citraan merupakan salah satu bentuk atau cara pengungkapan bahasa puisi sebagai cara berpikir, komunikasi estetik, dan sarana penafsiran. Aspek citraan merupakan perwujudan karakteristik yang dimanfaatkan oleh penyair di dalam puisi-puisinya. Fungsi citraan yang digunakan oleh penyair mengandung nilai estetik yang untuk mencapai nilai puitik. Oleh sebab itu, sesuai dengan ini, perlu dibicarakan mengenai aspek alam dalam citraan dan hubungannya dengan penggunaan bahasa dalam puisi.