Diperbarui tanggal 10/01/2022

Instrumen Penilaian Sikap

kategori Asesmen dan Evaluasi Pembelajaran / tanggal diterbitkan 10 Januari 2022 / dikunjungi: 12.91rb kali

Pengertian Penilaian Sikap

Kusaeri dan Suprananto (2012) mengatakan bahwa, “Penilaian merupakan suatu prosedur sistematis dan mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menginterpretasikan informasi yang dapat digunakan untuk membuat kesimpulan tentang karakteristik seseorang atau objek”. Penilaian adalah suatu proses yang dilalui untuk memberikan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sudjana, 2014). Jadi penilaian merupakan suatu cara untuk mengetahui karakteristik dari seseorang atau objek berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Dari penilaian tersebut dapat diketahui kelemahan ataupun kelebihan dari seseorang atau objek. Seorang guru dapat mendiagnosis kebaikan atau kelemahan siswanya melalui penilaian (Arikunto, 2013).

Penilaian sikap merupakan suatu proses yang sistematis untuk membuat kesimpulan sikap dari seseorang terhadap sesuatu atau objek. Uni dan Koni (2014) mengatakan bahwa objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut.

  1. Sikap terhadap materi pelajaran
  2. Sikap terhadap guru/pengajar
  3. Sikap terhadap proses pembelajaran
  4. Sikap berkaitan dengan nilai-nilai atau norma-norma tertentu berhubungan dengan suatu materi pelajaran
  5. Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran

Sikap merupakan sesuatu hal yang dapat menggambarkan perasaan seseorang. Oleh karena itu tidak mudah untuk menilai sikap seseorang. Untuk itu diperlukan tehnik-tehnik yang pas dalam melakukan penilaian. Adapun teknik yang dapat dilakukan antara lain observasi perilaku, laporan pribadi, dan pertanyaan langsung (Uno dan Koni, 2014). Salah satu tehnik yang paling mungkin digunakan untuk mengetahui gambaran sikap seseorang terhadap sesuatu atau objek adalah dengan teknik pertanyaan langsung.

Pertanyaan langsung merupakan penilaian sikap seseorang dengan cara menanyakan secara langsung kepada seseorang tentang sikap nya terhadap sesuatu atau objek. Pertanyaan langsung ini dapat dilakukan dengan wawancara, yaitu pertanyaan yang diajukan dijawab secara lisan (Sudjana, 2014:68). Selain itu, pertanyaan langsung dapat juga dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan dan dijawab secara tertulis yang disebut kuesioner (Sudjana, 2014:68).

Instrumen Penilaian Sikap

Penilaian sikap dapat dilakukan dengan pertanyaan langsung, yaitu menanyakan secara langsung atau wawancara tentang sikap seseorang berkaitan dengan sesuatu hal (Jihad dan Haris, 2013). Selain itu penilaian sikap dapat juga dilakukan dengan menyebarkan angket untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu hal. Dengan angket memungkin untuk mengetahui sikap dengan jumlah subjek yang banyak. Untuk mendapatkan jawaban tentang sikap sering digunakan tipe skala Likert (Bennet, 2003).

Karakteristik Instrumen Penilaian Sikap

Data yang baik dan benar diperoleh dari instrumen pengumpulan data yang baik (Sudaryono dkk, 2013). Begitupun dengan sikap, untuk memperoleh data sikap yang baik dan benar harus menggunakan instrumen penilaian sikap yang baik. Menurut Arikunto (2010), “Instrumen yang baik harus memenuhi persyaratan penting yaitu valid dan reliabel”. Arifin (2014) juga mengatakan bahwa karakteristik instrumen evaluasi yang baik adalah sebagai berikut.

  1. Valid, artinya suatu instrumen dapat dikatakan valid jika betul-betul mengukur apa yang hendak diukur secara tepat.
  2. Reliabel, artinya suatu instrumen dapat dikatakan reliabel atau handal jika ia mempunyai hasil yang taat asas (consistent).
  3. Relevan, artinya instrumen yang digunakan harus sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang telah ditetapkan.
  4. Representatif, artinya materi instrumen harus betul-betul mewakili seluruh materi yang disampaikan.
  5. Praktis, artinya mudah digunakan.
  6. Deskriminatif, artinya instrumen itu harus disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menunjukkan perbedaan-perbedaan yang sekecil apapun.
  7. Spesifik, artinya suatu instrumen disusun dan digunakan khusus untuk objek yang dievaluasi.
  8. Proporsional, artinya suatu instrumen harus memiliki tingkat kesulitan yang proporsional antara sulit, sedang, dan mudah.

Valid sering juga disebut dengan sahih, tepat. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2013). Misalnya angket dan lembar wawancara penilaian sikap dapat mengukur sikap. Sedangkan reliabel sering disebut dengan keajegan. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2013).

Pengembangan Instrumen Penilaian Sikap

Instrumen penilaian sikap yang digunakan pada penelitian ini merupakan instrumen nontes. Djaali dan Muljono dalam Sudaryono dkk (2013) menyebutkan langkah-langkah penyusunan dan pengembangan instrumen yaitu:

  1. Sintesa teori-teori yang sesuai dengan konsep variabel yang akan diukur dan membuat konstruk variabel.
  2. Mengembangkan dimensi sikap dan indikator variabel sesuai dengan rumusan konstruk variabel.
  3. Membuat kisi-kisi instrumen dalam bentuk tabel spesifikasi yang memuat dimensi, indikator, nomor butir dan jumlah butir untuk setiap dimensi dan indikator.
  4. Menetapkan besaran atau parameter yang bergerak dalam suatu rentangan kontinum dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan.
  5. Menulis butir-butir instrumen baik dalam bentuk pertanyaan ataupun pernyataan.
  6. Butir yang ditulis divalidasi secara teoritik dan empirik.
  7. Validasi pertama yaitu validasi teoritik ditempuh melalui pemeriksaan pakar atau panelis yang menilai seberapa jauh ketepatan dimensi sebagai jabaran dari konstruk, indikator sebagai jabaran dimensi dan butir sebagai jabaran indikator.
  8. Revisi instrumen berdasarkan saran pakar atau penilaian panelis.
  9. Setelah konsep instrumen dianggap valid secara teoritik dilanjutkan penggandaan instrumen secara terbatas untuk keperluan uji coba.
  10. Validasi kedua adalah uji coba instrumen di lapangan yang merupakan bagian dari proses validasi empirik.
  11. Pengujian validitas kriteria atau validitas empiris dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria internal maupun criteria eksternal.
  12. Berdasarkan kriteria tersebut dapat diperoleh butir mana yang valid dan butir yang tidak valid.
  13. Untuk validitas kriteria internal, berdasarkan hasil analisis butir yang tidak valid dikeluarkan atau direvisi untuk diuji cobakan kembali sehingga menghasilkan semua butir valid.
  14. Dihitung keofisien reliabilitas yang memiliki rentangan 0-1, makin tinggi koefisien reliabilitas instrumen berarti semakin baik kualitas instrumen.
  15. Merakit semua butir yang telah dibuat menjadi instrumen yang final.