Definisi Dan Etiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis kerap disebut TB, merupakan infeksi paru-paru atau organ lainnya yang disebabkan oleh Mycobacilus Tuberculosis yang ditularkan melalui udara (airborn disease) saat penderita TB batuk atau bersin (Irianto, 2014). Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi pada bagian paru-paru dan bronkus yang merupakan kelompok penyakit air borne infection (penularan melalui udara) yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan menuju paru-paru dan selanjutnya menyebar ke bagian tubuh lainnya melalui sistem sirkulasi, sistem limfe, atau pun melalui bronkus dan menyebar langsung ke bagian tubuh lainnya (Triwibowo, 2013).
Kuman aerob (Mycobacterium Tuberculosis) ini merupakan jenis kuman yang tahan asam karena memiliki lemak tinggi pada membran sel nya dan tidak tahan terhadap sinar ultraviolet. Kuman ini memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat dan dapat hidup terutama di paru atau pada bagian tubuh lain dengan tekanan parsial yang tinggi (rab, 2010)
Triad Epidemiologi Tuberkulosis
- Host (Pejamu)
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang siapa saja. Namun risiko tertinggi untuk terinfeksi tuberkulosis adalah usia produktif. Selain usia, faktor sosial ekonomi turut berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis di dunia. Diperkirakan 95% kasus TB paru dan kematian akibat TB paru di dunia terjadi di negara berkembang dan berpenghasilan rendah. Berdasarkan karakteristik penduduk, prevalensi TB paru di Indonesia cenderung meningkat dengan bertambah nya umur, tingkat pendidikan yang rendah, dan tingginya angka pengangguran (Najmah, 2016).
Faktor lain yang menjadi penyebab infeksi penyakit tuberkulosis adalah faktor imunitas, penyakit HIV dan perilaku merokok. Selain itu, resiko terinfeksi tuberkulosis juga lebih tinggi pada penderita penyakit yang merusak imunitas (sistem kekebalan tubuh). Orang dengan HIV memiliki resiko 26-31 kali untuk terkena tuberkulosis. Dengan kata lain tuberkulosis merupakan pembunuh utama penderita HIV (Najmah, 2016).
Imunitas host adalah faktor protektif terinfeksi tuberkulosis. Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang baik memiliki resiko lebih kecil untuk terkena tuberkulosis. Kekebalan tubuh dapat diperoleh dari pemberian imunisasi. Pemberian imunisasi BCG pada anak dapat melindungi anak dari infeksi tuberkulosis dengan proteksi 86% (Najmah, 2016). - Agent
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang merupakan basil asam (BTA) berbentuk batang yang berukuran 1 - 4 ?? dengan ketebalan 0,3 – 0,6 ?? Basil ini hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop karena ukurannya yang sangat kecil. Basil ini berbentuk batang tipis, agak bengkok, bergranular, serta berpasangan. Basil ini dapat tumbuh dengan optimal pada suhu 37 0C dan pH 6,4 – 7,0 serta mampu membelah diri dalam waktu 14 – 20 jam (Najmah, 2016). - Environment (Lingkungan)
Penyebaran tuberkulosis erat kaitannya dengan lingkungan sosial ekonomi, kualitas rumah, dan riwayat kontak dengan penderita BTA+. Kondisi lingkungan rumah yang menjadi salah satu faktor transmisi tuberkulosis adalah Tingkat pencahayaan, ventilasi, kelembaban, suhu, dan kepadatan hunian (Najmah, 2016).
Epidemiologi Tuberkulosis
Dewasa ini, tuberkulosis masih menjadi salah satu permasalah kesehatan masyarakat di dunia meskipun sejak tahun 1995 upaya pengendalian dengan strategi DOTS sudah banyak diterapkan di berbagai negara. Berdasarkan laporan WHO tahun 2013, pada tahun 2012 di perkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB di dunia dimana 1,1 juta (13%) diantaranya merupakan pasien TB dengan HIV positif (75% diantaranya berada diwilayah Afrika). Selain itu, diperkirakan 450.000 orang menderita TB-MDR (170.000 orang diantaranya meninggal dunia). Kasus kematian akibat TB sebagian besar terjadi pada pria tetapi tidak menutup kemungkinan angka kematian wanita akibat tuberkulosis terbilang rendah. Sebab hampir sebagian dari orang yang meninggal akibat TB-HIV adalah wanita (Kemenkes, 2014)
Secara global pada tahun 2012 proporsi kejadian TB anak sebesar 6% atau 530.000 pasien TB anak/tahun. Keskipun angka kematian akibat TB masih terbilang tinggi, namun angka incidensi TB cenderung menurun setiap tahunnya dan jika dibandingkan dengan tahun 1990 angka kematian TB juga menurun sekitar 45% (Kemenkes 2014)
Beberapa penyebab meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah sebagai berikut (Kemenkes, 2014):
- Kemiskinan
- Pertumbuhan ekonomi tinggi diiringi dengan disparitas yang lebar
- Tingginya angka pengangguran serta rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan per kapita
- Kegagalan program TB
- Organisasi Pelayanan TB yang kurang memadai
- Ketidakberhasilan tatalaksana kasus
- Kesalahan pemahaman tentang imunisasi BCG
- Buruknya infrastruktur kesehatan
- Tidak tersedianya jaminan kesehatan
- Perubahan demografi
- Masalah kesehatan membengkak
- Dampak pandemi HIV
- Multidrug resistance
Klasifikasi Tuberkulosis
Penyakit TB dapat diklasifikasikan berdasarkan 4 hal yaitu lokasi atau organ tubuh yang terkena, bakteriologi, tingkat keparahan penyakit dan riwayat pengobatan TB sebelumnya. Adapun penjelasan masing-masing klasifikasi adalah sebagai berikut (Triwibowo, 2013):
- Berdasarkan organ tubuh yang terkena
- TB Paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru dan tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
- TB Ekstra Paru adalah TB yang menyerang organ tubuh selain paru seperti pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
- Berdasarkan bakteriologi
Klasifikasi bakteriologi didasarkan pada hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu:- TB Paru BTA Positif
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya positif dan foto thoraks dada memanjang gambaran TB.
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT (Obat Anti Tuberkulosis).
- TB Paru BTA Negatif
Semua kasus yang tidak memenuhi kriteria TB Paru BTA positif termasuk pada klasifikasi TB Paru BTA negatif dengan kriteria sebagai berikut.- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
- Foto Thoraks abnormal menunjukkan gambar TB
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik OAT
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
- TB Paru BTA Positif
- Berdasarkan tingkat keparahan penyakit
- Pembagian TB Paru BTA negatif dengan foto thoraks positif berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu didasarkan paada bentuk berat dan ringan. Bentuk berat digambarkan dengan foto thoraks yang memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas. Misalnya proses “far advanced” dan atau keadaan umum klien buruk.
- Sedangkan pembagian TB ekstra paru berdasarkan tingkat keparahannya yaitu
- TB ekstra paru ringan seperti TB kelenjar limfe, pleuritis eksudative unilateral, tulang kecuali tulang belakang, sendi, dan kelenjar adrenal.
- TB ekstra paru berat seperti meningitis, milier, pericarditis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
- Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
- Baru, yaitu klien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (4 minggu).
- Kambuh (relaps), yaitu klien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif melalui apusan atau kultur.
- Pengobatan setelah putus berobat, yaitu klien yang telah berobat dan putus obat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
- Gagal, yaitu klien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
- Pindahan (transfer in), yaitu klien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
- Lain-lain, yaitu semua kasus yang tidak memenuhi kriteria seperti kasus kronis yang hasil pemeriksaan BTA masih positif meskipun telah menyelesaikan pengobatan ulangan.
Penularan dan Faktor-faktor Risiko Tuberkulosis
- Penularan Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung (orang ke orang) melalui udara (airborne disease). Infeksi dapat terjadi melalui batuk, bersin, percikan ludah pada saat berbicara, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet. Resiko penularan TB tergantung pada jumlah organisme di udara. Infeksi tuberkulosis berisiko tinggi pada kelompok berikut (Wijaya, 2013):- Riwayat kontak dengan penderita TB aktif.
- Individu dengan immunosupresan (Lansia, Penderita kanker, orang dengan HIV/AIDS).
- Pengguna obat-obat IV dan Alkoholik.
- Individu yang tidak memiliki perawatan kesehatan yang adekuat
- Orang yang memiliki riwayat penyakit sebelumnya (diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, gizi buruk, bypass gastrektomi)
- Imigran dari negara dengan insiden tuberkulosis yang tinggi (Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, Karibia)
- Orang dengan sanitasi rumah yang buruk
- Petugas Kesehatan.
- Faktor Risiko Tuberkulosis
Ada beberapa faktor risiko tuberkulosis yaitu sebagai berikut (Naga, 2012)- Faktor Sosial Ekonomi
Faktor soaial ekonomi erat kaitannya dengan kondisi rumah, kepadatan hunianm lingkungan perumahan, serta lingkungan dan sanitasi tempat kerja yang buruk. Selain itu, pendapatan keluarga juga memiliki kaitan yang erat dengan kejadian tuberkulosis. Dengan pendapatan yang kecil kemampuan untuk memenuhi syarat-syarat kesehatan menjadi rendah - Status Gizi
Daya tahan tubuh seseorang dipengaruhi oleh keadaan nutrisi. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah lebih rentan untuk terkena tuberkulosis - Umur
Kejadian tuberkulosis banyak ditemukan pada usia produktif 15 – 50 tahun. Lansia juga berisiko tinggi untuk terkena tuberkulosis karena pada usia lanjut terjadi penurunan sistem immunologis sehingga sangat rentan terinfeksi penyakit. - Jenis Kelamin
Jika dilihat dari survei prevalensi tuberkulosis Indonesia, prevalensi tuberkulosis pada perempuan 3 kali lebih rendah. Besar kemungkinan hal tersebut terjadi karena tingginya paparan kelompok laki-laki terhadap faktor risiko tuberkulosis seperti merokok dan rendahnya kepatuhan minum obat (Depkes, 2018).
- Faktor Sosial Ekonomi
Riwayat Alamiah Penyakit Tuberkulosis
Riwayat alamiah penyakit tuberkulosis adalh sebagai berikut (Irwan, 2017)
- Tahap Pre-pathogenesis
Pada tahap pre-pathogenesis telah terjadi interaksi antara host dan agent. Pada tahap ini terjadi interaksi diluar tubuh manusia dan agent belum masuk ke dalam tubuh. Keadaan ini tidak menunjukkan adanya tanda-tanda penyakit. Dengan kata lain host masih dalam keadaan sehat. - Masa Inkubasi
Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara host dan agent penyakit tetapi belum menunjukkan adanya gejala penyakit dan belum menunjukkan adanya gangguan fungsi organ. Pada penyakit tuberkulosis tahap ini terjadi pada saat penderita tuberkulosis mengeluarkan droplet ke udara lalu terhirup oleh orang sehat. Pada saat orang sehat tersebut terhirup udara yang mengandung droplet sampai pada saat orang sehat tersebut menunjukkan gejala sakit disebut dengan masa inkubasi. - Tahap Kilinis
Tahap ini terjadi ketika seseorang yang terinfeksi suatu agent penyakit mengalami perubahan fungsi organ dan telah menunjukkan gejala sakit. Gejala penyakit tuberkulosis dibagi menjadi dua, yaitu gejala umum dan gejala khusus.- Gejala Umum
- Batuk lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
- Demam
- Keringat di malam hari
- Penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan
- Malaise dan lemah
- Gejala Khusus
Gejala khusus yang dirasakan tergantung pada organ tubuh yang terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis.
- Gejala Umum
- Tahap Lanjut
Pada tahap ini akibat dari penyakit mulai terlihat. Keadaan penderita tuberkulosis semakin memburuk dan aktivitas mulai terganggu sehingga memerlukan perawatan (badrest). - Tahap terminal
Tahap ini merupakan tahap akhir perjalanan penyakit. Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima keadaan, yaitu:- Sembuh sempurna
- Sembuh dengan cacat
- Karier
- Kronik
- Kematian
Manifestasi Klinis Tuberkulosis
TB Paru ditandai dengan batuk berdahak selama 2 sampai 3 minggu atau lebih yang diikuti oleh gejala tambahan misalnya dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, lemas, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, malaise, keringat dimalam hari tanpa aktifitas fisik, serta meriang lebih dari satu bulan (Triwibowo, 2013)
Diagnosis Penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis dicurigai jika mengalami batuk lebih dari 2 minggu dan sebelumnya diduga terjadi kontak dengan pasien tuberkulosis. Kemudian dilakukan pemeriksaan foto torack, tes kulit, dan pemeriksaan basil tahan asam (BTA) pada sputum atau bilasan lambung pada anak-anak.
- Radiologi
- Infiltrasi atau nodular, terutama pada bagian atas paru
- Kavitas
- Kalsifikasi
- Efek ghon
- Atelektasis
- Miliar
- Tuberkuloma (bayangan seperti coin lesion)
Pemeriksaan tuberkulosis tidak hanya berdasarkan pada pemeriksaan radiologisaja etapi juga berdasarkan pada pemeriksaan bakteriologi. Infiltrat pada paru-paru unilateral dilanjutkan dengan pembesaran kelenjar limfe pada bagian infiltrat tersebut berada merupak gambaran radiologi dari Tuberkulosis Primer. Jika paru letah sembuh gambaran radiologinya berupa Fibrosis dan atelektasi.
- Mikrobiologi
Pada pemeriksaan bakteriologi, sputum di pagi hari, bilasan lambung dan cairan pleura, serta biakan dari cairan bronskopi digunakan untuk diagnosis dan tes resistensi. Diagnosis bisa ditegakkan apabla pemeriksaan klinis dan radiologi serta basil tahan asam (BTA) menunjukkan hasil yang positif. - Tes Tuberkulosis
Tes Mantoux dilakukan dengan cara menginjeksi 0,1 cc PPD secara intradermal. Diameter indurasi yang timbul dibaca 48 – 72 jam kemudian. Jika diameter indurasi > 10 mm maka hasil tes dinyatakan positif. Tes Heal digunakan secara luas untuk survei. Satu tetes dari 100.000 IU tuberkulosis/cc melalui 6 jarum, difungsikan ke kulit. Hasilnya dibaca setelah 3 – 7 hari maka didapat gradasi tes sebagai berikut:- Gradasi I : 1 – 6 indurasi papula yang halus
- Gradasi II : adanya cincin indurasi yang dibentuk oleh sekelompok papula
- Gradasi III : Indurasi dengan diameter 5 – 10 mm
- Gradasi IV : Indurasi dengan lebar lebih dari 10 mm
Hasilnya adalah:- Gradasi II - IV tanpa BCG menunjukkan adanya infeksi atau
- gradasi III - IV dengan vaksinasi BCG menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis
- Vaksinasi BCG sebelumnya hanya akan menghasilkan gradasi I – II
- Anergi terjadi pada sarkoidosis, infeksi HIV, imunosupresi, atau beberapa minggu setelah kena campak
- Tuberkulosis miliar atau tuberkulosis usia tua menunjukkan reaksi yang lemah atau mungkin sama sekali tidak terjadi reaksi.
Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi:- Tes positif bila ditemukan indurasi dan bukan eritema dengan ukuran lebih dari 10 mm
- Tes dengan hasil indurasi yang kurang dari 10 00 masih dapat mempunyai kemungkinan terkena tuberkulosis, yakni pada keadaan :
- Dalam keadaan umum yang buruk
- Tuberkulosis miliar )50% tes negatif)
- Tuberkulosis pleura (lebih dari 33% tes negatif)
- Tuberkulosis dengan HIV positif (diameter indurasi berukuran antara 5-10 mm)
- Kasus tuberkulosis yang baru (lebih dari 20% negatif)
Selain dari tes dengan 5 TU masih terdapat tes dengan 250 TU dan 1 TU akan tetapi bukan merupakan suatu standar klinis.
- Biopsi Jaringan
Biopsi dilakukan terutama pada tuberkulosis kelenjar leher dan di bagian lainnya, akan tetapi dapat juga dilakukan biopsi paru. Terdapatnya gambaran perkejuan dengan sel Langharis bukanlah merupakan suatu diagnosis dari tuberkulosis oleh karena dasar dari diagnosis yang positif adalah ditemukannya kuman Mycobacterium Tuberculosa. - Bronkoskopi
Bilasan transbronkial dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis, baik melalui pemeriksaan langsung maupun melalui biakan. Hasil dari biopsi pleura dapat memperlihatkan suatu gambaran tuberkulosis dan dapat digunakan untuk bahan pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam).
Penanggulangan Tuberkulosis
Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kejadian tuberkulosis (Padila, 2013)
- Terhadap penderita yang telah menjalani pengobatan secara teratur
- Pemeriksaan kembali paduan obat, dosis, dan cara pemberian
- Test resistensi kuman terhadap obat yang diberikan
- Terhadap penderita yang tidak menjalani pengobatan secara teratu
- Pengobatan tetap diteruskan ± 3 bulan dan dilakukan evaluasi setiap bulan
- Test resistensi kuman terhadap obat
- Jika resisten, ganti paduan obat yang masih sensitif
- Terhadap penderita kambuh
- Diberikan pengobatan yang sama dengan sebelumnya
- Melakukan pemeriksaan BTA mikroskopik 3 kali biakan dan resistensi
- Evaluasi melalui roentgen paru
- Identifikasi riwayat penyakit penyerta
- Test resistensi
- Evaluasi ulang setiap bulan
Pencegahan Tuberulosis
Berikut ini merupakan pencegahan primer, sekunder, dan tersier penyakit tuberkulosis (Najmah, 2016):
- Pencegahan Primer
- Kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan
- Petugas kesehatan yang secara aktif mensosialisasikan tentang TB
- Menutup mulut pada saat batuk dan tidak membuang dahak sembarangan
- Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Pemberian Imunisasi
- Kepadatan hunian sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
- Mengeliminasi ternak sapi yang terinfeksi TB Bovinum
- Mencegah silikosi pada pekerja pabrik dan tambang
- Pencegahan Sekunder
- Pengobatan preventif
- Isolasi
- Pemeriksaan bakteriologi dahak pada orang dengan gejala TB Paru
- Melakukan screening dengan tes tuberkulin pada kelompok beresiko tinggi
- Pemeriksaan foto rontgen pada orang dengan hasil tes tuberkulin positif
- Pengobatan khusus
- Pencegahan Tersier
- Mencegah bahaya penyakit paru kronik
- Rehabilitasi