Servant Leadership

Penulis: Tim Editor | Kategori: Umum | Tanggal Terbit: | Dilihat: 1304 kali

Pengertian Servant Leadership

Servant Leadership model pertama kali diusulkan pada tahun 1977 oleh Greenleaf. Dia percaya bahwa untuk menjadi seorang pemimpin, seseorang harus menjadi seorang pelayan pertama dan yang paling utama adalah kesadaran memberikan pelayanan tersebut. Sudut pandangnya membuka halaman baru dalam sejarah teori kepemimpinan, dan memenangkan lebih banyak kesepakatan-kesepakatan dari pada kepemimpinan transformasional dan transaksional, yang telah lazim di abad ke-20, 1970-an. Presentasi dari kepemimpinan Servant Leadership mencakup orientasi pada pelayanan, visi global dan memperhatikan rohani serta moral. Dibandingkan dengan kepemimpinan transformasional, Servant Leadership menunjukkan esensi dari kecenderungan untuk melayani karyawan pada lini depan. Selanjutnya Barbuto dan Wheeler (2006) mengatakan, kepemimpinan Servant Leadership adalah untuk melayani staf, tetapi sebaliknya, kepemimpinan transformasional adalah untuk memotivasi staf guna mencapai tujuan organisasi pada tujuan akhirnya. Dibandingkan dengan kepemimpinan otentik, Avolio dan Gardner (2005) menjelaskan bahwa keduanya menyadari pentingnya pandangan moral yang positif, persepsi diri, menahan diri dan citra positif, dan keduanya peduli terhadap pengembangan karir staf. Tetapi berbeda dari kepemimpinan yang otentik, roh merupakan sumber motivasi yang penting bagi para pemimpin Servant Leadership (Stone, 2004). Konsep kepemimpinan Servant Leadership adalah diluar kepemimpinan spiritual. Perilaku kepemimpinan model ini adalah atas nama bentuk tertinggi komitmen pemimpin kepada staf

Greenleaf didalam Dierendonck dan Patterson (2010: 13) mengatakan bahwa servant-leader adalah seorang pelayan pertama. Secara detil Greenleaf mendeskripsikan karakteristik servant-leader antara lain dimulai dengan perasaan alami bahwa seseorang (pemimpin) tersebut ingin melayani, untuk melayani terlebih dahulu. Kemudian dengan secara sadar bercita-cita untuk memimpin. Perbedaan ini yang mewujudkannya sebagai pelayan pertama untuk memastikan bahwa orang lain memiliki prioritas tertinggi untuk perlu dilayani. Tes yang terbaik adalah: bijaksana, lebih bebas, lebih otonom, saat mendapatkan pelayanan, lebih mungkin diri mereka untuk menjadi pelayan? dan, apa efek yang paling tidak istimewa dalam masyarakat? Apakah mereka akan mendapatkan keuntungan atau setidaknya tidak akan lebih lanjut dicabut? Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Greenleaf (2002) meyakini bahwa model kepemimpinan Servant Leadership hendaknya meletakkan sebuah prioritas pada pelayanan kepada orang lain. Pelayanan tersebut hendaknya berasal dari dorongan alami individu untuk melayani orang lain, dan seorang pemimpin harus secara sadar bercita-cita untuk memimpin orang lain dan melangkah maju untuk memimpin orang lain menuju suatu tujuan.

Chang dkk (2016: 1254) mengutip definisi Servant Leadership dari the Greenleaf Center For Servant Leadership, menurut mereka Servant Leadership merupakan sebuah filosofi tindakan yang mengajarkan para pegawai atau karyawan hendaknya memprioritaskan layanan kepada orang lain, dan hendaknya mereka menyebar luaskan layanan pendekatan tersebut kepada setiap individu atau organisasi. Lebih lanjut, mereka menjelaskan bahwa Servant Leadership memotivasi kolaborasi, kepercayaan, visi jangka panjang, mendengarkan, hak untuk menggunakan etika dan pemberdayaan. Berbeda dengan berbagai jenis model kepemimpinan yang lain dimana pimpinan organisasi atau institusi harus membuat keputusan bersama dengan orang lain, menunjukkan kasih, kepedulian, dan empati kepada bawahan, menjadi pendengar yang baik untuk bawahan, memfasilitasi para bawahan untuk belajar dan berkembang, serta menghormati prestasi kerja para bawahannnya. Lebih lanjut, Servant Leadership menekankan bahwa para anggota dalam sebuah lembaga pendidikan harus saling menghargai, menghargai nilai keberadaan individu, dan pemimpin harus menyentuh jiwa anggotanya sehingga membangkitkan bakat dan keterampilan para anggota dalam suasana yang menguntungkan (Chang dkk, 2016: 1255). Servant Leadership dipandang sebagai gaya kepemimpinan yang bermanfaat bagi organisasi dengan membangun, menarik, dan mengembangkan karyawan, serta bermanfaat bagi pengikut atau karyawan dengan melibatkan orang sebagai seluruh individu dengan hati, pikiran dan jiwa Dierendonck dan Patterson (2010: 5). Dalam teori kepemimpinan Servant Leadership terdapat penekanan pada pengikut individu di luar organisasi dan pengembangan spiritual individu, diantara yang lainnya (Van Dierendonck, 2011).

Hubungan Servant Leadership Dengan Kinerja

Servant Leadership adalah seorang pelayan (dalam konteks penelitian ini adalah pegawai/karyawan) yang mengelola organisasi kepercayaan publik tersebut melayani, sementara tetap selaras dengan kebutuhan dan situasi mereka yang bekerja didalam organisasi dan secara tulus berkomitmen untuk memberdayakan orang lain agar dapat berhasil secara profesional dan personal (Reinke, 2004). Menurut studi Parker dkk (2010) variable-variabel seperti kepemimpinan dapat memotivasi para karyawan “mampu melakukan”, “beralasan untuk”, dan “menggerakkan untuk”, keadaan-keadaan yang memotivasi guna mendorong tujuan-tujuan generasi proaktif dan tujuan perjuangan yang berkelanjutan. Serta berbagai ciri-ciri Servant Leadership dapat memaksa tiga keadaan para karyawan yang bersifat memotivasi.

Spears (1996) mempercayai bahwa Servant Leadership adalah model yang menempatkan 'melayani orang lain ' sebagai prioritas utama. Kepemimpinan model ini memiliki kerangka kerja sebagai berikut. Pertama, menekankan pada peningkatan pelayanan kepada orang lain. Pemimpin memposisikan dirinya sebagai pelayan dalam interaksinya dengan para pengikutnya. Awalnya, legitimasi seorang pemimpin tidak dibangun melalui pelaksanaan kekuasaan yang besar, tetapi dari keinginan untuk membantu orang lain. Dengan demikian, fakta itu adalah kunci dalam membangun kemenangan seorang pemimpin (Greenleaf, 1970). Kedua, pendekatan holistik dalam pekerjaan. Greenleaf (1996) memiliki istilah "Pekerjaan ada untuk orang sebanyak orang yang ada untuk pekerjaan" yang dapat ditafsirkan sebagai orang yang lebih aktif dalam lingkungan kerja maka pekerjaan tersebut juga akan berkelanjutan. Istilah ini mengkritik teori individualis bahwa seseorang harus menjadi dirinya sendiri tanpa harus berinteraksi dengan organisasi dan lingkungan sosial secara keseluruhan. Ketiga, mempromosikan kepekaan sosial. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan lingkungan sosial modern, kondisi ini memberikan hasil dalam erosi dari makna 'sosial'. Dalam perspektif Servant Leadership, dia dituntut untuk menyediakan pelayanan sosial. Sebuah layanan murni dalam seseorang tidak berasal dari kelompok atau masyarakat. Dengan demikian, pemimpin akan menentukan keberhasilan sebuah organisasi yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi (Greenleaf, 1970). Keempat, pembagian kewenangan dalam pengambilan keputusan. Membuka kesempatan bagi para pengikutnya untuk berpartisipasi dan memberi lebih banyak wewenang kepada para pengikutnya, Servant Leadership dapat menciptakan efektivitas organisasi dan motivasi karyawan.

Russell (2001) sendiri berpendapat jika seorang pemimpin ingin memberdayakan pengikutnya, perlu untuk mendistribusikan kewenangan, tidak menolaknya. Jadi, Servant Leadership sering kali dideskripsikan sebagai “piramida terbalik” dari teori “piramida organisasi klasik”, dengan menempatkan pengikut, klien, dan stakeholder (pemegang saham) pada posisi puncak dan seorang pimpinan berada diposisi bawah. Oleh karenanya, Servant Leadership menuntun sebagai sebuah model yang fleksibel dalam aplikasinya disebuah organisasi (Lee & Zemke, 1993; Biberman & Whitty, 1997).

Pengukuran Servant Leadership

Eva dkk (2019: 111) menjelaskan bahwa penelitian Servant Leadership dapat dikategorikan menjadi tiga fase. Yang pertama difokuskan pada pengembangan konseptual Servant Leadership, yang berfokus pada karya Greenleaf (1977) dan Spears (1996). Kedua, tahap pengukuran dimana penelitian difokuskan dengan mengembangkan ukuran Servant Leadership dan menguji hubungan antara Servant Leadership dan hasil-hasilnya melalui penelitian lintas sektor (cross-sectional research). Sedangkan fase ketiga dalam Servant Leadership merupakan tahap pengembangan model dengan menggunakan desain penelitian yang lebih canggih untuk menganalisa hasil-hasil hubungan yang jauh lebih sederhana guna memahami hal ihwal yang terjadi sebelumnya, mekanisme mediasi, dan kondisi batas Servant Leadership.

Para peneliti menggunakan kerangka model mereka sendiri untuk mengukur Servant Leadership. Di antara penelitian tersebut dilakukan oleh, Sendjaya dkk (2008) mengusulkan model enam dimensi dari Servant Leadership, yaitu: kedudukan bawahan yang sukarela, diri yang dapat dipercaya, hubungan perjanjian, moralitas yang bertanggung jawab, spiritualitas (jiwa religius) yang luar biasa, pengaruh transformasi. Lebih lanjut, ada model pengukuran Servant Leadership yang terdiri dari tujuh dimensi yang dideskripsikan oleh Liden dkk (2008) yaitu pemberdayaan, membantu bawahan untuk berkembang dan berhasil, menempatkan bawahan sebagai yang pertama, pemulihan emosional, keterampilan konseptual, menciptakan nilai bagi masyarakat, dan berperilaku secara etis.

Barbuto and Wheeler (2006) mengkalrifikasi bahwa Servant Leadership dibangun dengan sebuah kritik kajian pustaka (literature) dan dikembangkan suatu ukuran guna merevisi sebuah konstruksi dan mengidentifikasi lima dimensi Servant Leadership: panggilan yang bersifat mendahulukan kepentingan orang lain, penyembuhan emosi, kebijaksanaan, pemetaan secara persuasive, dan pengelolaan organisasi.