Realistic Mathematics Education

Penulis: Tim Editor | Kategori: Pendidikan Matematika | Tanggal Terbit: | Dilihat: 4028 kali

Pengertian Realistic Mathematics Education (RME)

Realistic Mathematics Education (RME) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Realistic Mathematics Education (RME) atau dapat yang disebut juga dengan PMR (Pendidikan Matematika Realistik) tidak dapat dipisahkan dari Institut Freudenthal. RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana peserta didik belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Freudenthal (Hadi, 2017: 7-8) Berkeyakinan bahwa peserta didik tidak boleh dipandang sebagai passive receivers of ready-made Mathematicss (penerima pasif matematika yang sudah jadi atau diolah). Menurutnya pendidikan harus mengarahkan peserta didik kepada penggunaan berbagai situasi (konteks), yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar. Model-model yang muncul dari aktivitas matematika peserta didik dapat mendorong terjadinya interaksi di kelas, sehingga mengarah pada tingkat berpikir matematika yang lebih tinggi.

RME adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata bagi peserta didik, menekankan keterampilan process of doing Mathematicss, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri strategi atau cara penyelesaian masalah (student inventing sebagai kebalikan dari teacher teaching), dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini guru berperan sebagai fasilitator, moderator dan evaluator, sementara peserta didik berpikir, mengkomunikasikan penalarannya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.

Berdasarkan urain di atas, dapat disimpulkan bahwa Realistic Mathematics Education (RME) suatu teori pembelajaran dalam pendidikan matematika yang berdasarkan pada ide bahwa metematika harus dihubungkan secara terhadap konteks kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses matematika baik harizontal maupun vertikal.

Prinsip-Prinsip Dasar dan karakteristik Realistic Mathematics Education (RME)

Menurut Gravemeijer (Dhoruri, 2010: 3-4) Pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan RME terdapat tiga prinsip utama yaitu:

  1. Penemuan kembali terbimbing (guided reivention) dan matematisasi progresif (progressive mathematization)
  2. Fenomenologi didaktis (didactical phenomenology)
  3. Mengembangkan model-model sendiri (self-developed model)

Selanjutnya Treffers merumuskan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam 5 karakteristik. Penjelasan masing-masing karakteristik adalah sebagai barikut (Wijaya, 2012: 22-23):

  1. Penggunaan Konteks
    Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Penggunaan konteks diawal pembelajaran ini digunakan untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam berlajar matematika. Penerapan pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah kontekstual, dan bersumber dari peristiwa nyata yang terdapat dalam kehidupan sebagai peristiwa. Dalam hal ini, peristiwa atau masalah kontekstual yang diberikan dapat dipahami dan dibayangkan oleh siswa, inti permasalahannya, dan apa yang harus dicari untuk menemukan solusi. Masalah kontekstual matematika dapat disajikan pada awal pembelajaran, di tengah pembelajaran, atau di akhir pembelajaran (Isro’atum & Rosmala, 2018)
  2. Penggunaan Model
    Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat konkret menuju pengetahuna matematika tingkat formal melalui proses bertahap. Selama kegiatan pembelajaran matematika realistik, siswa aktif melakukan kegiatan belajar dalam memahami simbol-simbol matematika yang abstrak. Siswa memiliki pengetahuan awal yang dijadikan sebagai dasar dalam melakukan kegiatan belajar menggunakan pola pikir yang dimiliki. Kegiatan siswa tersebut meliputi menggambar dalam pemecahan masalah, membayangkan permasalahan, dan merancang kegiatan pemecahan masalah secara mandiri. Hal ini bertujuan sebagai jembatan bagi siswa memahami sesuatu yang konkret menuju ke simbol atau konsep matematika yang abstark (model of). Selain itu, siswa diharapkan mampu memikirkan konsep matematika yang bersifat abstrak atau matematika formal (model for).
  3. Pemanfaatan Konstruksi Siswa
    Pada pemanfaatan konstruksi siswa, siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehigga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi sebagai dasar pembelajaran. Peran siswa selama pembelajaran matematika realistic dijadikan sebagai subjek belajar. Hal ini menuntut siswa untuk memberikan konstribusi dalam kegiatan belajar yang meliputi ide, gagasan, maupun argument tentang konsep matematika. Kontribusi siswa tersebut sebagai jalan untuk mengonstruksi konsep matematika secara mandiri melalui pemecahan masalah ataupun kegiatan lain yang dilakukan siswa.
  4. Interaktivitas
    Proses belajar siswa bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pada interaktivitas siswa diminta untuk berdiskusi dan membandingkan jawaban siswa pada pemanfaatan konstruksi siswa dengan teman-temannya.
    Proses pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan realistik yang dilakukan secara interaktif. Artinya, terdapat interaksi di antara siswa dan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan sarana belajar, sehingga siswa mendapatkan manfaat yang positif. Bentuk dari interaksi tersebut adalah diskusi, berargumen, memberikan saran atau penjelasan, serta mengkmunikasikan proses pemecahan masalah menggunakan bahasa matematika. Dengan demikian, aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa dapat berkembang dengan baik.
  5. Keterkaitan
    Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Sehingga konsep-konsep matematika tidak dikenalkan secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. Keterkaitan matematika meliputi keterkaitan antartopik, konsep operasi, atau keterkaitan dengan bidang lain. Dengan demikian, pembelajaran matematika dilakukan secara terstruktur. Proses mengonstruksi materi matematika memiliki prasyarat bahwa materi matematika yang dilakukan dengan mengaitkan pada bidang lain, menggunakan konsep matematika seperti bidang ekonomi, kimia, dan sebagainya.

Tahapan Realistic Mathematics Education (RME)

Yosheva, dkk (2013: 15-16) Menjelaskan empat tahapan operasional pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) sebagai berikut:

  1. Memahami masalah kontekstual; yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta peserta didik untuk memahami masalah tersebut. Jika dalam memahmai masalah peserta didik mengalami kesulitan, maka guru akan menjelaskan dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk yang seperlunya saja.
  2. Memecahkan masalah kontekstual; yaitu peserta didik secara individu atau kelompok mampu menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara merekaa masing-masing.
  3. Membandingkan dan mendiskuasikan jawaban; yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada peserta didik untuk membandingkan jawaban dari permasalah kontektuaal secara kelompok. Peserta didik dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang dimililki.
  4. Menyimpulkan; yaitu guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.