Perilaku Agresif

Penulis: Tim Editor | Kategori: Umum | Tanggal Terbit: | Dilihat: 1351 kali

Pengertian Perilaku Agresif

Perilaku agresif adalah perilaku fisik maupun perilaku verbal yang diniatkan untuk melukai objek yang menjadi sasaran agresi (Myers, 2010: 69). Agresif adalah kemarahan yang meluap-luap dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar (Kartono, 2000:57). Krahe (2005:16) mengemukakan agresif adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perilaku itu. Perilaku agresif adalah tingkah laku yang bertujuan melukai atau menyakiti seseorang atau sesuatu benda, baik secara verbal maupun nonverbal, yang menimbulkan permusuhan (Prastika, 2005:85). Perilaku agresi adalah tanggapan yang mampu memberikan stimulus merugikan/merusak terhadap organisme lain (Hanurawan, 2010:81).

Menurut Berkowits (dalam Sobur, 2011) agresi adalah segala bentuk perilaku menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental. Sedangkan menurut Baron agresi adalah suatu tingkah laku individu yang ditujukan untuk mencelakai individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Kecenderungannya mencangkup empat hal yaitu, tingkah laku, tujuan untuk mencelakai orang lain, individu yang menjadi pelaku dan individu yang menjadi korban (2011:432). Teori lain tentang agresi adalah teori belajar sosial. Bandura (dalam Dayaksi & Hudaniah, 2012:176) mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, perilaku agresif dipelajari dari model yang dilihat dalam keluarga, dalam lingkungan kebudayaan setempat, atau melalui media massa.

Teori belajar sosial berpendapat bahwa agresi adalah salah satu dari beberapa reaksi terhadap pengalaman frustrasi yang tidak disukai dan respons yang tidak memiliki sifat seperti dorongan, dan demikian dipengaruhi oleh konsekuensi yang diharapkan dari perilaku tersebut. Teori ini menekankan kepentingan proses belajar pengalaman orang lain (vicarious learning), yaitu belajar dari pengamatan. Menurut Bandura, teori ini menekankan peranan model dalam mentransmisikan perilaku spesifik dan respon emosional, sehingga memfokuskan pada pertanyaan seperti apa yang menjadi model yang paling efektif dan seperti apa model yang menentukan apakah perilaku yang dit iru dan dipelajari akan benar-benar dilakukan (Sobur, 2011:441).

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa agresif adalah suatu bentuk tingkah laku yang melalui proses belajar, yang cenderung mengarah kepada kekerasan seperti menyakiti diri sendiri ataupun menyakiti orang lain baik secara fisik maupun verbal, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dan dilakukan dengan segala cara.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Agresif

Perilaku agresif biasanya muncul karena kondisi-kondisi tertentu yang mempengaruhinya. Menurut Dayaksi & Hudaniah (2012:182) faktor pengaruh dan pencetus kemunculan agresi yaitu:

Deindividuasi

Merupakan suatu proses atau kondisi yang bisa mengarahkan individu kepada keleluasaan dalam melakukan agresi sehingga agresi yang dilakukan menjadi lebih intens. Khususnya efek dari penggunaan teknik-teknik dan senjata modern yang membuat tindakan agresi sebagai tindakan non-emosional sehingga agresi yang dilakukannya menjadi lebih intens.

Kekuasaan dan Kepatuhan

Peranan kekuasaan sebagai pengarah munculnya agresi tidak dapat dipisahkan dari salah satu aspek penunjang kekuasaan itu, yakni pengabdian atau kepatuhan (compliance). Kepatuhan diduga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kecenderungan dan intensitas perilaku agresif individu.

Provokasi

Provokasi bisa mencetuskan perilaku agresif karena provokasi itu oleh pelaku agresi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresif untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh ancaman itu (Moyer dalam Dayaksi & Hudaniah, 2012:182). Seperti misalnya Worfgang (Dayaksi & Hudaniah, 2012:182) mengemukanan bahwa tiga per-empat dari 600 pembunuhan yang diselidikinya terjadi karena adanya provokasi dari korban, sedangkan Beck (Dayaksi & Hudaniah, 2012:183) mencatat bahwa sebagian besar pembunuhan dilakukan terjadi dengan didahului adanya adu argumen atau perselisihan antara pelaku dan korbannya.

Alkohol dan obat-obatan terlarang (Drug Effect)

Banyak terjadinya perilaku agresif dikaitkan pada mereka yang mengkonsumsi alkohol. Menurut hasil penelitian Pihl & Ross (dalam Dayaksi & Hudaniah, 2012:183) mengkonsumsi alkohol dalam dosis yang tinggi akan meningkatkan kemungkinan respon agresif ketika seseorang diprovokasi. Sementara Lang, dkk menjelaskan bahwa pengaruh alkohol terhadap perilaku agresif tidak sematamata karena proses farmakologi, karena orang tidak terprovokasi untuk meningkatkan agresif bahkan dalam kondisi mengkonsumsi alkohol dengan dosis tinggi.

Frustasi

Menurut Gerungan (2010:190) Frustasi adalah suatu kondisi dimana individu merasa gagal atau terhambat dalam mencapai tujuannya, sehingga individu menunjukkan suatu reaksi negatif dengan kecenderungan berperilaku agresi ataupun perilaku agresif, ia mungkin menendang kursi, atau memperlihatkan kejengkelannya dengan cara lain yang merugikan orang lain.

Stres

Stres adalah stimulus yang menimbulkan gangguan terhadap keseimbangan intrapsiki yang dialami oleh individu sebagai hal yang tidak menyenagkan serta menuntut penyesuaian dan akan menghasilkan efek behavioral yang berupa kemunculan perilaku agresif. Stress sebagai reaksi, respon, atau adaptasi fisiologis terhadap stimuli eksternal atau perubahan lingkungan.

Efek senjata

Senjata memainkan peranan dalam agresi, tidak saja fungsinya mengefektifkan dan mengefesienkan pelaksanaan agresi tetapi juga karena efek kehadirannya.

Rendahnya kesadaran diri (Self Awareness)

Rendahnya kesadaran diri pribadi membimbing pada keadaan deindividuasi (tidak merasa dirinya sebagai individu yang unik), yang mengakibatkan perhatiannya menjadi lebih rendah terhdap pikiran, perasaaan, nilai-nilai, dan standar perilaku yang dimilikinya. Karena itu, rendahnya kesadaran diri baik kesadaraan diri publik maupun kesadaran diri pribadi akan meningkatkan kesempatan terjadinya perilaku agresif, yang disebabkan kendali yang dipusatkan pada agresif melemah.

Dehumanisasi

Hambatan untuk tidak menyakiti orang lain juga dapat menjadi rendah jika seseorang menganggap atau melihat target person dari tindakan agresifnya itu bukan sebagai manusia (sebagai setan dan binatang) atau melakukan dehumanisasi pada korban. Adanya dehumanisasi inimengurangi perasaan bersalah dan kecemasan sehingga pelaku agresif menjadi krang peka terhdap atau tidak empati terhadap penderitaan si korban.

The Culture of Honor

Nisbett & Coven (dalam Dayaksi & Hudaniah (2012:186) yang menemukan adanya perbedaan kultur orang-orang Amerika Selatan memiliki nilai kultur yang disebut dengan The Culture of Honor, yakni menekankan berlebihan atas kejantanan, ketanguhan, dan kesedihan/kemauan serta kemampuan untuk membalas kesalahan atau hinaan dari orang lain demi untuk mempertahankan kehormatan.

Perilaku agresif yang timbul pada diri individu dipengaruhi beberapa faktor. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif muncul akibat dari beberapa faktor pencetus yaitu kondisi frustasi, stress yang dihadapi individu akibat adaptasi dari lingkungan, provokasi terhadap peningkatan emosi negatif, suatu keadaan deindividuasi, kekuasaan yang dimiliki individu serta kepatuhan terhadap suatu kekuasaan, dan efek yang timbul dari senjata yang dimiliki individu.

Menurut Koeswara (dalam Jannah, 2013:13) ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku agresif, yaitu sebagai berikut:

  1. Kemiskinan
    Apabila seseorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresif mereka secara alami akan mengalami penguatan.
  2. Suhu udara
    Suhu udara yang tinggi memiliki dampak pada tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas.
  3. Peran belajar model kekerasan
    Anak-anak dan remaja banyak menyaksikan adegan kekerasan. Melalui televisi dan juga “games” ataupun mainan yang bertema kekerasan.Proses peniruan tersebut sangat mempengaruhi agresivitas seseorang.Tidak hanya sebatas hal tersebut, belajar model kekerasan darilingkungan keluarga, sekolah, dan teman sebaya juga dapat memicu agresivitas.
  4. Frustasi
    Terjadi apabila seseorang terhalang oleh suatu hal dalam mencapaisuatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu.
  5. Kesenjangan generasi
    Adanya kesenjangan atau jurang pemisah antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang sering tidak nyambung. Kegagalan komunikasi antara orang tuadananak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresifpada anak.
  6. Amarah
    Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem syaraf para simpatik yang memunculkan perasaan tidak suka yang sangat kuat terhadap hal yang nyata-nyata salah ataupun tidak sehingga memicu hinaan dan ancaman yang mengarah pada agresif.
  7. Proses pendisiplinan yang keliru
    Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapanyang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja.
  8. Faktor biologis
    Struktur fisik tertentu berkaitan erat dengan agresivitas,yaitu padastruktur pada otak disebutkan bahwa ada bagian tertentu pada otak yangapabila terkena stimulus akan membangkitkan agresif.

Jadi faktor-faktor penyebab perilaku agresif ini terdiri faktor internal (personal, faktor biologi dan frustasi) dan faktoreksternal (kemiskinan, sosial, kebudayaan, situasional dan media massa) yang ada didalam setiap diri individu.

Bentuk-bentuk Perilaku Agresif

Suatu perilaku agresif pada individu berbeda-beda berdasarkan bentuknya. Menurut Medinus dan Johnson Myers (dalam Dayaksi & Hudaniah, 2012:188) mengelompokkan agresi menjadi empat kategori yaitu:

  1. Menyerang fisik seperti memukul, mendorong, meludahi, menendang, mengigit, meninju, memarahi, dan merampas.
  2. Menyerang suatu objek, yang dimaksud disini adalah menyerang benda mati atau binatang.
  3. Secara verbal atau simbolis, yang termasuk di dalamnya adalah mengancam secara verbal, memburuk-burukkan orang lain, sikap mengancam, dan sikap menuntut.
  4. Pelanggaran terhadap hal milik atau menyerang daerah orang lain.

Sementara Buss dan Pery (dalam Dayaksi & Hudaniah, 2012:188) mengelompokkan agresif dalam delapan jenis, yaitu:

  1. Agresi Fisik Aktif Langsung yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yangmenjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung, seperti memukul, mendorong, menembak, dll.
  2. Agresi Fisik Pasif Langsung yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung, seperti demonstrasi, aksi mogok, dan aksi diam.
  3. Agresi Fisik Aktif Tidak Langsung yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok lain dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti merusak harta korban, membakar rumah, menyewa tukang pukul, dll.
  4. Agresi Fisik Pasif Tidak Langsung yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok lain dengan cara tidak berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara langsung, seperti tidak peduli, apatis, dan masa bodoh.
  5. Agresi Verbal Aktif Langsung yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain, seperti menghina, memaki, marah, dan mengumpat.
  6. Agresi Verbal Pasif Langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti menolak bicara, dan bungkam.
  7. Agresi Verbal Aktif Tidak Langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti menyebar fitnah, dan mengadu domba.
  8. Agresi Verbal Pasif Tidak Langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan denganindividu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti tidak memberi dukungan, dan tidak menggunakan hak suara.
    Bentuk dari perilaku agresi verbal melibatkan usaha untuk menimbulkan kerugian bagi orang lain melalui kata-kata, sedangkan bentuk fisik dari agresi melibatkan tindakkan atau aksi fisik yang dimaksudkan untuk melukai korban.

Perilaku agresif dapat berbentuk fisik maupun verbal, berdasarkan beberapa pendapat di atas, bentuk dari perilaku agresif dibagi menjadi dua bentuk yaitu agresi instrumental (Instrumental Aggression) menjadikan agresif sebagai suatu alat dalam pencapaian suatu tujuan, dan agresi benci (hostile aggression) atau yang dikenal juga dengan agresi impulsif (impulsive aggression) yang menjadikan agresif sebagai media untuk menyakiti orang lain dan bersifat desruktif.

Ciri-Ciri Perilaku Agresif

Menurut Anantasari (2014:32), ciri-ciri perilaku agresif sebagai berikut:

  1. Perilaku menyerang yaitu, perilaku menyerang lebih menekankan pada suatu perilaku untuk menyakiti hati, atau merusak barang orang lain, dan secara sosial tidak dapat diterima. Contohnya sikap anak yang mempertahankan barang miliknya dengan memukul.
  2. Perilaku menyakiti atau merusak diri sendiri, orang lain, atau objek-objek penggantinya. Perilaku agresif ini termasuk yang hampir sering dilakukan anak yang sudah pasti menimbulkan adanya bahaya berupa kesakitan yang dapat dialami oleh dirinya sendiri atau orang lain. Contohnya ketika anak memukul-mukul meja dengan tangannya sendiri saat marah.
  3. Perilaku yang melanggar norma sosial, perilaku agresif biasanya selalu dikait-kaitkan dengan pelanggaran terhadap norma-norma sosial.
  4. Sikap permusuhan terhadap orang lain, perilaku agresif yang mengacu kepada sikap permusuhan sebagai tindakan yang ditujukan untuk melukai orang lain. Contohnya memukul teman.
  5. Perilaku agresif yang dipelajari, perilaku agresif yang dipelajari melalui pengalamannya dimasa lalu dalam proses pembelajaran perilaku agresif, terlibat pula beberapa kondisi sosial yang medorong perwujudan perilaku agresif. Contohnya kekerasan dalam keluarga.

Dilihat dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri perilaku agresif yaitu perilaku atau tindakan menyerang, kekejaman, seringkali marah-marah, perilaku menyakiti atau merusak diri sendiri atau orang lain atau objek-objek penggantinya, dan perilaku melanggar normasosial sehingga menjadi sikap bermusuhan terhadap orang lain, dan kerugian pihak yang menjadi korban perilaku agresif.

Aspek-aspek Perilaku Agresif

Setiap orang memiliki dorongan untuk berperilaku agresif dalam usaha pencapaian tujuannya. Perilaku agresif yang muncul pada diri individu dapat digolongkan menjadi beberapa aspek. Menurut Buss dan Pery (dalam Dayaksi & Hudaniah, 2012:188) aspek perilaku agresi dibagi dalam empat aspek yaitu:

  1. Fisik
    Faktor ini merupakan komponen motorik seperti melukai dan menyakiti orang lain secara fisik, misalnya dengan menyerang, memukul, merusak, dan berkelahi.
  2. Verbal
    Faktor ini merupakan komponen motorik seperti melukai dan menyakiti orang lain dengan menggunakan verbalisasi, misalnya bertengkar, menunjukkan ketidaksetujuan pada orang lain, menghina, mengejek, dan memaki.
  3. Rasa Marah (anger)
    Faktor ini merupakan emosi atau efektif seperti keterbangkitan dan kesiapan psikologis untuk bertindak agresif, misalkan mudah kesal, hilang kesabaran, dan tidak mampu mengontrol perasaan marah.
  4. Rasa Permusuhan (hostility)
    Adalah perasaan benci dan curiga pada orang lain, merasa kehidupan yang dialami tidak adil dan iri hati.
    Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa agresif yang muncul pada individu digolongkan menjadi empat aspek yaitu fisik, verbal, rasa marah, serta rasa permusuhan.

Teknik dalam Mengontrol Agresif

Menurut Koeswara (dalam Kulsum dan Jauhar, 2014), cara atau teknik untuk mencegah timbulnya agresif adalah:

Penanaman moral

Penanaman moral merupakan langkah yang paling tepat untuk mencegah kemunculan tingkah laku agresi. Penanaman moral ini akan berhasil apabiladilaksanakan secara berkesinambungan dan konsisten sejak usia dini di berbagai lingkungan dengan melibatkan segenap pihak yang memikul tanggung jawab dalam proses sosialisasi.

Pengembangan tingkah laku non agresi

Untuk mencegah berkembangnya tingkah laku agresi yang perlu dilakukan adalah mengembangkan nilai-nilai yang mendukung perkembangan tingkah laku non agresi, dan menghapus atau setidaknya mengurangi nilai-nilai yang mendorong perkembangan tingkah laku agresi.

Pengembangan kemampuan memberikan empati

Pencegahan tingkah laku agresi bisa dan perlu menyertakan pengembangan kemampuan mencintai pada individu-individu. Adapun kemampuan mencintai itu sendiri dapat berkembang dengan baik apabila individu-individu dilatih dan melatih diri untuk mampu menempatkan diri dan mampu memahami apa yang dirasakan atau yang dialami dan yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan sesamanya. Pengembangan kemampuan dengan memberikan empati merupakan langkah yang perlu diambil dalam rangka mencegah berkembangnya tingkah laku agresi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan cara untuk mencegah timbulnya agresi adalah dengan penanaman moral sejak kecil, mengembangkan nilai-nilai tentang tingkah laku non agresi, dan meningkatkan rasa empati.