A. PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSI
Pendidikan inklusi adalah pendekatan yang menekankan pentingnya memberikan akses yang setara kepada setiap individu dalam sistem pendidikan. Filosofi ini mendasarkan diri pada hak dasar setiap orang untuk menerima pendidikan yang berkualitas, tanpa memandang perbedaan latar belakang, kemampuan, atau kondisi mereka. Pendidikan inklusi berkomitmen untuk menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan semua peserta didik, baik dengan atau tanpa disabilitas, kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Dalam konteks ini, setiap peserta didik diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi mereka secara maksimal.
Pendidikan inklusi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, untuk belajar bersama dalam satu lingkungan yang mendukung. Tujuan utama pendidikan inklusi adalah menciptakan lingkungan belajar yang ramah, menghargai keberagaman, dan memastikan setiap siswa mendapatkan hak pendidikan yang setara tanpa diskriminasi.
Salah satu dasar penting dari pendidikan inklusi adalah prinsip bahwa semua peserta didik berhak belajar di sekolah yang terletak di lingkungan mereka sendiri. Sekolah ini diharapkan menjadi tempat yang ramah bagi semua anak, di mana segala bentuk perbedaan dihormati dan didukung. Hal ini berbeda dengan model pendidikan segregatif yang memisahkan peserta didik berdasarkan kemampuan atau kondisi mereka. Pendidikan inklusi menekankan pentingnya merangkul keragaman di ruang kelas sebagai kekuatan, bukan hambatan. Pendidikan inklusi tidak hanya berlaku untuk siswa dengan disabilitas, tetapi juga mencakup siswa dari berbagai latar belakang sosial-ekonomi, etnis, agama, dan budaya. Ini menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih kaya, di mana siswa dapat belajar dari satu sama lain dan saling mendukung dalam mengatasi tantangan yang berbeda. Dalam lingkungan inklusif, siswa diajak untuk menghargai perbedaan dan membangun rasa kebersamaan serta empati.
Beberapa kebijakan internasional telah mendukung gerakan pendidikan inklusi seperti:
- Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB (1948)
- Konvensi PBB tentang Hak Anak (1989)
- Konvensi PBB tentang Hak Penyandang Disabilitas (2006)
- SDGs 4: Memastikan pendidikan inklusif yang adil dan berkualitas untuk semua serta mempromosikan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua (2015)
Namun, mewujudkan pendidikan inklusi bukanlah tugas yang mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi, baik dari segi kebijakan, infrastruktur, maupun sikap masyarakat. Di banyak negara, sekolah masih belum sepenuhnya dilengkapi untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dengan disabilitas. Selain itu, sikap diskriminatif atau stereotip terhadap kelompok tertentu sering kali menjadi penghalang bagi terciptanya lingkungan belajar yang benar-benar inklusif. Meskipun demikian, banyak negara telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk mengimplementasikan pendidikan inklusi. Beberapa sekolah telah beralih dari pendekatan segregatif ke inklusif, dengan menyediakan fasilitas yang lebih baik untuk peserta didik dengan disabilitas dan menawarkan program-program khusus untuk mendukung mereka. Guru juga telah dilatih untuk mengadopsi metode pengajaran yang inklusif, yang tidak hanya berfokus pada prestasi akademik, tetapi juga pengembangan karakter dan kemampuan sosial siswa.
Pendidikan inklusi juga menuntut perubahan dalam cara kita melihat evaluasi dan penilaian. Di lingkungan inklusif, penilaian tidak hanya didasarkan pada kemampuan akademik, tetapi juga pada sejauh mana seorang siswa mampu berkembang dan beradaptasi dalam lingkungan belajar yang beragam. Pendekatan ini memastikan bahwa setiap siswa dinilai berdasarkan kemajuan individu mereka, bukan dengan membandingkan mereka dengan siswa lain. Dalam pendidikan inklusi, penting untuk memberikan dukungan yang tepat kepada semua siswa. Ini bisa berupa dukungan dalam bentuk asisten belajar, materi pembelajaran yang dapat diakses oleh semua, atau program pendampingan yang dirancang untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan. Selain itu, penting juga untuk melibatkan orang tua dan komunitas dalam proses pendidikan, karena mereka memiliki peran penting dalam mendukung pembelajaran siswa di rumah.
Sekolah inklusif juga berperan dalam membentuk masyarakat yang lebih adil dan harmonis. Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua anak untuk belajar bersama, sekolah inklusif membantu mengurangi kesenjangan sosial dan mempromosikan rasa saling pengertian di antara kelompok yang berbeda. Dalam jangka panjang, pendidikan inklusi dapat berkontribusi pada penciptaan masyarakat yang lebih inklusif, di mana setiap individu dihargai tanpa memandang perbedaan.
Di sisi lain, penting juga untuk diingat bahwa pendidikan inklusi bukan hanya tentang kebijakan dan regulasi. Ini adalah tentang mengubah cara pandang kita terhadap pendidikan itu sendiri. Pendidikan inklusi menantang kita untuk berpikir secara kritis tentang apa yang kita anggap sebagai "normal" dalam pembelajaran, dan bagaimana kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil bagi semua siswa. Pendidikan inklusi juga merupakan investasi jangka panjang bagi perkembangan ekonomi dan sosial. Dengan memberikan akses yang setara kepada semua orang, kita menciptakan sumber daya manusia yang lebih beragam dan kompeten. Dalam dunia yang semakin global, kemampuan untuk bekerja dan berkolaborasi dengan orang dari berbagai latar belakang adalah keterampilan yang sangat berharga.
Secara keseluruhan, pendidikan inklusi adalah bagian penting dari pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Ini adalah upaya untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun anak yang tertinggal dalam mendapatkan hak mereka atas pendidikan. Meskipun tantangan yang ada tidak sedikit, komitmen yang kuat dari pemerintah, pendidik, dan masyarakat akan membawa kita lebih dekat pada tujuan ini. Melalui pendidikan inklusi, kita dapat membangun masa depan di mana setiap orang, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar, berkembang, dan berkontribusi pada masyarakat. Hanya dengan cara inilah kita dapat mewujudkan masyarakat yang benar-benar inklusif dan adil bagi semua.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas (UNCRPD) adalah perjanjian internasional pertama yang mengikat secara hukum dan mewajibkan negara-negara untuk melaksanakan pendidikan inklusif. Pasal 24 dari UNCRPD secara tegas menyatakan bahwa negara-negara yang meratifikasi konvensi ini mengakui hak penyandang disabilitas untuk memperoleh pendidikan. Negara-negara tersebut wajib memastikan agar penyandang disabilitas memiliki akses penuh terhadap pendidikan tinggi umum, pelatihan kejuruan, pendidikan orang dewasa, serta pembelajaran sepanjang hayat, tanpa diskriminasi dan setara dengan orang lain. Hal ini berarti negara bertanggung jawab menyediakan fasilitas, kebijakan, serta dukungan yang memadai untuk menghilangkan hambatan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas dalam mengakses berbagai jenjang pendidikan. Dengan demikian, pendidikan inklusif bukan hanya merupakan pilihan, tetapi merupakan kewajiban yang harus diwujudkan oleh setiap negara demi menciptakan kesetaraan kesempatan dalam pendidikan.
Perjanjian dalam UNCRPD mencakup hal-hal berikut:
- Memastikan akses pendidikan dasar dan menengah yang inklusif, berkualitas, dan bebas biaya secara setara dengan individu lainnya, serta di lingkungan tempat tinggal mereka.
- Memastikan bahwa penyandang disabilitas tidak mengalami pengucilan atau pengecualian dalam berbagai bentuk.
- Menjamin bahwa penyandang disabilitas menerima dukungan yang diperlukan sesuai kebutuhannya.
- Menyediakan akomodasi yang wajar sesuai dengan kebutuhan individu. Menurut UNCRPD, akomodasi yang wajar adalah modifikasi dan penyesuaian yang diperlukan dan tepat, yang tidak menimbulkan beban yang berlebihan atau tidak proporsional, untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas dapat menikmati dan menggunakan semua hak asasi manusia serta kebebasan dasar secara setara dengan individu lainnya.
- Menyediakan langkah-langkah dukungan yang bersifat individual dalam lingkungan yang dapat memaksimalkan perkembangan akademik dan sosial, sesuai dengan tujuan inklusi.
Implementasi Pendidikan Inclusi pada TVET
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO, 2017) merekomendasikan tindakan berikut untuk secara efektif mendorong inklusi dalam Pendidikan dan Pelatihan Teknik dan Kejuruan (TVET):
- Kebijakan atau strategi yang mendukung inklusi harus tersedia;
- Asumsi keliru tentang kemampuan dan potensi penyandang disabilitas perlu diluruskan;
- Kriteria masuk, metode pengajaran, materi, serta metode evaluasi harus ditinjau dan disesuaikan;
- Kapasitas tenaga pengajar TVET dalam mengajar siswa dengan disabilitas harus diperkuat;
- Kemitraan dengan organisasi dan pemangku kepentingan lain perlu dibentuk;
- Sistem dukungan inklusi yang berkelanjutan, termasuk akomodasi yang wajar, harus dikembangkan;
- Efektivitas kebijakan atau strategi tersebut harus dipantau dan dievaluasi secara rutin;
- Sumber daya harus dialokasikan untuk memungkinkan perubahan tersebut.
Ketersediaan kebijakan atau strategi inklusif yang jelas merupakan dasar utama dalam memastikan pelaksanaan pendidikan inklusif di TVET. Kebijakan ini harus memberikan panduan detail tentang pelaksanaan inklusi sehingga institusi pendidikan memiliki acuan yang jelas dalam mengimplementasikannya. Perlunya meluruskan asumsi yang keliru tentang kemampuan penyandang disabilitas sangat penting untuk menghapus stigma dan prasangka negatif. Hal ini akan membantu dalam menciptakan lingkungan yang lebih mendukung dan terbuka terhadap potensi semua siswa. Penyesuaian kriteria masuk, metode pengajaran, materi, serta metode evaluasi sangat penting untuk memastikan bahwa proses pembelajaran dapat diikuti oleh semua siswa secara efektif. Ini memungkinkan siswa dengan disabilitas mendapatkan akses pendidikan secara penuh dan setara. Penguatan kapasitas tenaga pengajar merupakan faktor penting lainnya. Tenaga pengajar yang terlatih dan kompeten dalam praktik inklusif dapat membantu menciptakan proses belajar mengajar yang lebih efektif bagi siswa berkebutuhan khusus.
Kemitraan dengan berbagai pihak seperti organisasi penyandang disabilitas, LSM, dan sektor industri sangat diperlukan. Kemitraan ini akan memperluas akses terhadap sumber daya serta mendukung implementasi inklusi secara lebih luas dan efektif. Sistem dukungan yang berkelanjutan, termasuk akomodasi yang wajar, sangat diperlukan dalam menjamin keberhasilan siswa dengan kebutuhan khusus. Dukungan ini meliputi penyediaan sarana fisik, teknologi bantuan, dan layanan pendampingan. Pemantauan dan evaluasi rutin terhadap efektivitas kebijakan inklusi sangat penting untuk menilai keberhasilan program serta mengidentifikasi hambatan yang dihadapi. Proses ini memungkinkan perbaikan berkelanjutan agar kebijakan dapat berjalan secara optimal. Alokasi sumber daya yang memadai menjadi kunci dalam mendukung implementasi pendidikan inklusif. Tanpa dukungan finansial dan sumber daya yang tepat, upaya menuju inklusi tidak akan berjalan efektif.
Pendidikan inklusif tidak boleh melibatkan segregasi atau pemisahan siswa dengan disabilitas dalam unit khusus atau sekolah khusus. Semua siswa harus belajar bersama dalam lingkungan yang sama agar inklusi benar-benar dapat diwujudkan. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya inklusi perlu terus ditingkatkan. Edukasi publik tentang manfaat pendidikan inklusif dapat meningkatkan dukungan dari berbagai pihak, khususnya orang tua dan masyarakat umum. Pendekatan individual dalam proses pembelajaran sangat penting agar kebutuhan setiap siswa terpenuhi secara optimal. Ini berarti pengajar perlu mengenali dan memahami kebutuhan khusus setiap siswa sehingga mereka dapat mengembangkan potensinya secara maksimal.
Pengadopsian teknologi inklusif sangat penting dalam mengatasi hambatan fisik maupun komunikasi. Teknologi ini menjadi alat bantu yang efektif dalam mendukung partisipasi siswa disabilitas dalam pembelajaran. Dukungan terhadap penelitian dan inovasi dalam metode pengajaran inklusif akan memberikan wawasan baru yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan inklusif secara berkelanjutan. Menciptakan lingkungan belajar yang ramah, aman, dan mendukung akan meningkatkan motivasi serta kepercayaan diri siswa, termasuk siswa dengan disabilitas. Kolaborasi erat antar pemangku kepentingan sangat penting untuk keberhasilan pendidikan inklusif. Komitmen dari semua pihak menjadi dasar utama dalam mewujudkan inklusi yang berkelanjutan di lembaga TVET.
B. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusif bukanlah konsep yang netral, melainkan berlandaskan pada nilai-nilai inklusif yang kuat dan jelas. Konsep ini dibangun atas keyakinan bahwa setiap siswa, tanpa terkecuali, berhak mendapatkan pendidikan berkualitas secara inklusif bersama rekan-rekan sebayanya di lingkungan tempat mereka tinggal. Nilai-nilai inklusif seperti kesetaraan, penerimaan terhadap perbedaan, serta penghormatan terhadap keberagaman menjadi fondasi utama dalam praktik pendidikan inklusif.
Jika implementasi pendidikan inklusif tidak mencerminkan nilai-nilai inklusif yang sesungguhnya, maka ada risiko bahwa pelaksanaannya hanya akan bersifat sementara dan tidak berkelanjutan. Hal ini bisa terjadi karena tanpa adanya keyakinan dan komitmen kuat terhadap nilai-nilai tersebut, dukungan yang diberikan hanya bersifat formalitas atau administratif belaka. Oleh karena itu, penting bagi lembaga pendidikan, tenaga pendidik, siswa, orang tua, serta komunitas secara keseluruhan untuk memahami dan menghayati nilai-nilai inklusif tersebut secara mendalam, sehingga pendidikan inklusif benar-benar mampu menciptakan lingkungan belajar yang adil, setara, serta berkelanjutan bagi semua siswa.
Setiap individu memiliki keunikan masing-masing. Laporan Pemantauan Pendidikan Global 2020 tentang inklusi dan pendidikan menegaskan bahwa pendidikan akan lebih kuat jika mampu menerima dan merangkul keberagaman. Dalam konteks pendidikan inklusif, siswa seharusnya tidak perlu menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan, melainkan sistem pendidikanlah yang harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Ketika siswa tidak merasa diterima atau disambut dengan baik di sekolah, semangat belajar mereka akan menurun, yang pada akhirnya merupakan kerugian bagi semua pihak. Sayangnya, di banyak negara—baik negara kaya maupun miskin—praktik pemisahan atau segregasi dalam pendidikan masih sering terjadi. Kelompok anak-anak tertentu seperti penyandang disabilitas, anak-anak yang mengalami perpindahan tempat tinggal (pengungsi), mereka yang menggunakan bahasa berbeda, atau berasal dari keluarga miskin dan terpinggirkan sering menghadapi hambatan besar dalam mendapatkan pendidikan berkualitas. Struktur sekolah yang tidak inklusif sering kali memberikan keuntungan lebih bagi beberapa siswa dibanding yang lain.
Selain itu, banyak peraturan, kebijakan, bahkan desain lingkungan sekolah secara tidak langsung cenderung memihak pada kelompok tertentu dan mengabaikan kebutuhan siswa yang beragam. Kondisi ini diperparah dengan kenyataan bahwa para guru seringkali belum memiliki keterampilan dan persiapan memadai untuk menghadapi kebutuhan siswa yang sangat beragam. Di sisi lain, materi pelajaran dalam buku teks juga sering tidak merepresentasikan seluruh siswa secara merata. Beberapa siswa bahkan tidak menemukan identitas atau representasi mereka dalam buku-buku tersebut, sehingga mereka merasa tidak termasuk dan tidak diakui keberadaannya di sekolah. Hal ini memberikan pesan kuat bahwa mereka tidak memiliki tempat dalam sistem pendidikan yang ada.
Metode pengujian atau evaluasi yang cenderung sempit juga berdampak negatif terhadap siswa, terutama mereka yang memiliki gaya belajar atau kebutuhan yang berbeda. Akibatnya, banyak siswa yang akhirnya meninggalkan pendidikan lebih awal dibanding seharusnya. Tantangan ini memang kompleks, namun meyakini hak setiap anak atas pendidikan berarti meyakini prinsip inklusi. Siswa memiliki kebutuhan belajar serta kecepatan belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan kurikulum yang fleksibel, kreatif, dan relevan yang dapat menyesuaikan dengan kondisi siswa. Penting juga untuk memastikan guru dipersiapkan dengan baik agar mampu memberikan pembelajaran yang efektif sesuai visi reformasi pendidikan inklusif.
Guru harus dilengkapi dengan alat bantu dan pelatihan yang tepat agar mampu menangani tantangan keberagaman dalam kelas. Di samping itu, sumber daya seperti tenaga pendidik khusus, staf pendukung, dan perlengkapan pendukung harus didistribusikan secara adil agar manfaatnya dapat dirasakan oleh semua pihak. Data akurat mengenai siswa yang terpinggirkan atau tertinggal sangat penting untuk menjangkau mereka dengan efektif. Kita juga harus menyadari bahwa ketertinggalan atau keterbatasan sering kali saling terkait dan bertumpuk, sehingga tidak efektif jika menangani inklusi secara parsial atau satu kelompok saja.
Mengatasi tantangan inklusi memerlukan alokasi dana yang adil, proporsional, dan tepat sasaran sesuai kebutuhan individu siswa. Dalam proses ini, kolaborasi antar kementerian pemerintah, baik pusat maupun daerah, serta peran aktif masyarakat sipil menjadi faktor penting dalam mendukung pemerintah dan lembaga pendidikan dalam membuka akses pendidikan secara luas. Pada akhirnya, inklusi pendidikan memerlukan perubahan pola pikir dalam masyarakat, yakni meyakini bahwa pendidikan untuk semua benar-benar berarti pendidikan untuk setiap orang tanpa kecuali. Keberhasilan inklusi pendidikan menjadi tanggung jawab bersama—bukan hanya pemerintah, pendidik, atau lembaga pendidikan, tetapi juga seluruh elemen masyarakat, termasuk Anda.
Daftar Referensi
- Aggarwal, A. (2015). Recognition of prior learning: Key success factors and the building blocks of an effective system.
- Booth, T., & Ainscow, M. (2016). The Index for Inclusion: A guide to school development led by inclusive values, 4th edition. Cambridge: Index for Inclusion Network.
- Brigden, S., & Ahluwalia, K. (2020). Towards more inclusive practices: A Disability, Gender and Age Intersectional Resource. Burns, M. (2014, November 26). Five Models of Teacher-Centred Professional Development.
- Opgeroepen op January 2021, van Global Partnership: https://www.globalpartnership.org/blog/five-models-teacher-centred-professional-development.
- CAST. (2018, November 13). CAST. Opgehaald Top 10 UDL tips for assessment: https://www.cast.org/.
- CAST. (2018). Universal Design for Learning Guidelines version 2.2. Retrieved from http://udlguidelines.cast.org.
- CAST. (2023). About CAST Professional Learning. Retrieved November 2023 from https://www.cast.org/learn/about Committee on the Rights of Persons with Disabilities. (2016). General Comment No. 4.
- Christoffel Blinden Mission (CBM). (2018). Digital Accessibility Toolkit. https://www.cbm.org/article/downloads/54741/CBM-Digital-Accessibility-Toolkit.pdf.
- Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ). (2011). Digital Accessibility Toolkit – Short Guideline – Program Reform of TVET in Viet Nam. https://www.tvet-vietnam.org/
- DuFour, R., Eaker, R., & Many T. (2006). Learning by Doing: A Handbook for Professional Learning Communities at Work http://www.allthingsplc.info.about.
- Field, S., & Guez, A. (2018). Pathways of progression: linking technical and vocational education and training with post-secondary education.
- Fleming, N. (2020, October 1). Edutopia. Opgehaald van 7 ways to do formative assessments in your virtual classrooms: https://www.edutopia.org/article/7-ways-do-formative-assessments-your-virtual-classroom.
- Government of Vanuatu Ministry of Education and Training. (2015). National Disability Inclusion Policy for the TVET Sector 2016-2020.
- Grimes, P., & Stevens, M. (2014). Teachers, Inclusive, Child-Centred Teaching and Pedagogy. New York: United Nations Children’s Fund. Human Rights Campaign Foundation. (2020). Advocating for LGBTQ Students with Disabilities. H. R. C. Foundation. https://www.nclrights.org/get-help/resource/advocating-for-lgbtq-students-with-disabilities/
- ILO. (2016). “Promoting Diversity and Inclusion through Workplace Adjustments: A Practical Guide.” Geneva, 2016.
- ILO. (2017). Making TVET and skills systems inclusive of persons with disabilities. Geneva, Switzerland: International Labour Organization.
- International Labour Organization. (2021). Digitalization of national TVET and skills system: Harnessing technology to support LLL.
- ILO. (2022). Recognition of Prior Learning (RPL) framework, policies, processes, and procedures for the TVET sector. Final Report. https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---africa/---ro-abidjan/---sro-addis_ababa/documents/publication/wcms_863423.pdf
- INEE. (2019). INEE Guidance Note on Gender. I.-a. N. f. E. i. Emergencies. https://inee.org/resources/inee-guidance-note-gender
- ISTR (2020, March 23). ISTE. Retrieved from 7 ways to make remote learning accessible to all students: https://www.iste.org/explore/learninh-during-covid-19/.7-ways-make-remote-learningaccessible-all-students
- Lange, R., Hoffman, C., & Di Cara, M. (2020). Guide on making TVET and skills development inclusive for all. Geneva: International Labour Organization. https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_emp/---emp_ent/documents/publication/wcms_755869.pdf
- Loewenstein, S. (2015, January 12). Edutopia. Opgehaald van What’s the point of assessment? https://edutopia.org/blog/whats-the-point-of-assessment-shira-loewenstein
- Martinson, Karin. (2010). “Partnering with Employers to Promote Job Advancement for Low- Skill Individuals.” Washington, D.C.: The National Institute for Literacy.
- Marzano, R.J., et. al. (2012) Becoming a Reflective Teacher: The Classroom Strategies Series.
- Bloomington: Marzano Research. Ministry of Education Government of Peoples Republic of Bangladesh. (2011). National Skills Development Policy – 2011. Dhaka, Bangladesh.
- UNICEF. (2014). Webinar 1, Conceptualizing Inclusive Education and Contextualizing it withing the UNICEF Mission. Companion Technical Booklet.
- UNICEF. (2014). Webinar 11, Access to School and the Learning Environment II - Universal Design for Learning. Companion Technical Booklet. Retrieved from New York:
- UN. (2006). Convention on the Rights of Persons with Disabilities and Optional Protocol. Retrieved from: http//www.un.org/disabilities/documents/convention/convoptprot-e.pdf. USAID. (n.d.). Introduction to Gender-Responsive Teaching Methods. https://www.ungei.org/sites/default/files/Introduction-to-Gender-Responsive-Teaching-Methods-2018-eng.pdf