1. Pengertian Cyber bullying
Cyber bullying dapat di artikan sebagai bentuk intimidasi yang pelaku lakukan untuk melecehkan korban nya melalui perangkat teknologi (Rifauddin 2016:38). sedangkan menurut willard (dalam Alfiasari 2018:146) juga mengungkapkan bahwa cyber bullying merupakan kegiatan mengirim atau mengunggah materi yang berbahaya dan melakukan agresi sosial dengan penguna internet lainnya. Cyber bullying merupakan hal yang baru dari perilaku bullying dengan karakteristik dan akibat yang sama (Narpaduhita & suminar dalam alfiasari 2018:146). Cyber bullying yang terjadi di dunia internet tentu nya memiliki jangkauan yang luas tanpa batas, biasanya di dukung dengan program dan sistem yang kekinian yaang biasa disebut dengan media sosial, menurut boyd (dalam Setiadi 2018:02) mengatakan bahwa media sosial adalah sekumpulan perangkat lunak yang memungkinkan individu maupun komunitas untuk berkumpul, berbagi, berkomunikasi dan dalam kasus tertentu saling berkalaborasi atau bermain. Media sosial merupakan sebuah revolusi besar yang mampu mengubah perilaku manusia dimasa ini dimana pertemanan dilakukan melalui dunia digital atau internet yang di operasikan melalui situs-situs jejaring sosial, sandra & soerparno (dalam Mulawarman dkk,. 2017:37). Karena itu tidak mengherankan, kehadiran media sosial mejadi penomenal seperti kehadiran aplikasi faceebook, twitter, youtube, instagram hingga path adalah adalah bebarapa media sosial yang diminati banyak orang (Mulawarman dkk,. 2017:37).
Menurut Hidajat, dkk (2015) dalam (Sakban, A & Sahrul, 2019: 21) cyber bullying merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang melalui text, gambar/foto, atau video yang cenderung merendahkan dan meleceh. Sejalan dengan itu cyberbullying terjadi jika ada anak yang diancam, ditakut – takuti, dipermalukan, atau dijadikan “bulan-bulan an” oleh anak lain melalui media internet, teknologi digital dan interaktif atau telepon seluler (Prayitna, A. 2010: 32). Dari beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan cyberbullying salah satu jenis bullying yang dilakukan menggunakan media internet, media sosial untuk melakukan menakuti, mengolok – olok atau bahkan intimidasi seperti menyebarkan kata-kata yang tidak pantas, menyebarkan gambar atau video dengan tujuan menjatuhkan orang lain.
Cyber bullying adalah perilaku menyakiti secara berulang-ulang yang disertai intimidasi mengirim dan meungunggah sesuatu yang berbahaya memafaatkan teknologi dan terjadi di dunia internet dengan menggunakan media sosial. Priyatna (dalam let’s and bullying, 2010: 80) perilaku agresi bullying dicirikan oleh adanya kesengajaan untuk menyakiti korbannya, adanya pengulangan, tidak terjadi secara kebetulan atau cuma sekali saja, adanya ketidak seimbangan kekuatan antara pelaku dan korbannya. Perilaku bullying memiliki karakteristik yang unik. Rigby (Dalam Astuti,2008:8) berpendapat bahwa perilaku bullying memilki 3 karakteristik yaitu:
- Ada perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti korbannya.
- Tindakan bullying dilakukan secara tidak seimbang sehingga menimbulkan perasaan tersakiti pada diri korban.
- Perilaku bullying terus dilakukan secara berulang.
Perilaku bullying adalah suatu bentuk kekerasan yang dilakukan seseorang maupun sekelompok orang terhadap orang lain, yang dilakukan secara sengaja dan terus menerus dengan maksud mengintimidasi korban melalui berbagai bentuk prilaku, yaitu secara fisik, verbal, maupun secara mental.
2. Bentuk-bentuk Perilaku Cyber Bullying
Adapun bentuk-bentuk dari perilaku cyber bullying itu sendiri adalah harrasement, flaiming, denigration, impersonation, exclusion, outing dan trickery (Ningrum, 2019:03). Sedangkan dalam kajian lain menurut willard (dalam saripah dkk,2017:182) bahwa bentuk-bentuk cyber bullying seperti mengirimkan pesan teks dengan penuh amarah, gangguan yang dilakukan terus menerus, merusak reputasi melalui jejaring sosial, menggangu dan mencemarkan nama baik seseorang secara intens, berpura-puran menjadi orang lain, membuat akun-akun fake untuk meneror, mengumbar kejelekan di kolom komentar, serta mengasingkan teman disosial media.
Menurut Chadwick, (2014: 4-5) ada delapan aspek dari perilaku cyberbullying, yaitu:
- Harassment, merupakan perilaku mengirim pesan-pesan dengan kata-kata tidak sopan, yang ditujukan kepada seseorang yang berupa gangguan yang dikirimkan melalui e-mail, sms, maupun pesan teks, di jejaring sosial secara terus menerus.
- Denigration, merupakan perilaku mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang yang dituju. Seperti seseorang yang mengirimkan gambar-gambar seseorang yang sudah diubah sebelumnya menjadi lebih sensual agar korban diolok-olok dan mendapat penilaian buruk dari orang lain.
- Flaming, merupakan perilaku yang berupa mengirim pesan teks dengan kata-kata kasar, dan frontal. Perlakuan ini biasanya dilakukan di dalam chat group di media sosial seperti mengirimkan gambar-gambar yang dimaksudkan untuk menghina orang yang dituju.
- Impersionation, merupakan perilaku berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik.
- Masquerading, merupakan tindakan berpura-pura menjadi orang lain dengan menciptakan alamat e-mail palsu, atau juga dapat menggunakan ponsel orang lain sehingga akan muncul seolah-olah ancaman yang dikirim oleh orang lain.
- Pseudonyms, merupakan perilaku menggunakan nama alias atau nama online untuk menutupi identitas mereka. Secara online orang lain hanya dikenal dengan nama samaran, dan hal ini mungkin akan menjadi berbahaya dan bermaksud untuk menghina.
- Outing dan trickery, Outing merupakan perilaku menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto pribadi milik orang lain. Sedangkan trickery merupakan perilaku membujuk sesorang dengan tipu daya agar mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut.
- Cyberstalking, merupakan perilaku mengganggu dan mencemarkan nama baik seseorang secara intens sehingga membuat ketakutan besar pada orang tersebut.
3. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Cyber Bullying
Cowie (2009:16) berpenapat bahwa individu melihat pengalaman masa lalu sebagai pengalaman yang negatif dapat berperan sebagai pelaku bullying terhadap orang lain. Astuti (2008:4) berpendapat bahwa salah satu penyebab perilku bullying adalah karakter dari dalam diri individu itu sendiri, seperti dendam dan iri hati. Kartono (2006:120), hal-hal yang mempengaruhi anak menjadi pelaku bullying yang berasal dari masalah keluarga antara lain: pertama rumah tangga yang berantakan (konflik internal sampai perceraian orang tua) perlindungan lebih dari orang tua; penolakan dari orang tua; ke-empat pengaruh buruk dari orang tua.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying bisa terjadi dikarenakan pengalaman di masa lalu atau pernah di bullyiing, faktor dendam dan iri hati, serta konflik yang berawal dari masalah keluarga seperti pola asuh yang diterapkan dan pengaruh buruk dari keluarga itu sendiri.
4. Elemen Cyberbullying
Pada umumnya terdapat 3 elemen baik dalam setiap praktek bullying dan cyberbullying pelaku (cyberbullies), korban (victims), dan saksi (bystander).
4.1. Pelaku (Cyberbullies)
Cenderung lebih cepat temperamental, impulsive dan mudah frustasi dengan keadaan yang sedang dialaminya. Lebih sering melakukan kekerasan terhadap orang lain dan sikap agresif kepada orang dewasa dibandingkan dengan anak lainya. Sulit dalam menaati peraturan. Terlihat kuat dan menunjukkan rendahnya rasa empati pada orang yang dia bully. Pandai memanipulasi dan berkelit pada situasi sulit yang di hadapi. Sering terlibat dalam agresi proaktif, agresi yang disengaja untuk tujuan tertentu dan agresi reaktif, reaksi defensive ketika diprovokasi.
4.2. Korban (victims)
Menurut Marden (2010) dalam Karyati & Aminudin (2019) karakteristik remaja yang menjadi target atau korban cyberbullying adalah sesitif, menarik diri dari lingkungan sosial, pasif, mengalami masalah dengan keterbelakangan mental, sering membiarkan orang lain mengendalikan dirinya, dan cenderung depresi. Dalam beberapa penelitian korban cyberbullying cenderung memiliki self-esteem yang lebih rendah dibandingkan teman sebayanya. Hal tersebut yang membuat dirinya mengalami kecemasan sosial dan cenderung menghindari kontak sosial.
4.3. Saksi (bystander)
Saksi peristiwa adalah seseorang yang menyaksiskan penyerangan perilaku bully pada korbanya. Saksi peristiwa dapat dengan bergabung dalam web dan meninggalkan komentar yang menyakitkan, atau tanpa melakukan apapun kecuali, mengamati perilaku bullying (Marden, 2010) dalam Karyati & Aminudin (2019).
5. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Cyberbullying
Menurut Li (2010) faktor-faktor yang mepengaruhi prilaku cyberbulliying yaitu:
- Bullying Tradisional
Terdapat hubungan antara bullying yang terjadi secara langsung dengan dunia maya. Maka memungkinkan bullying yang dimulai secara langsung menjalar kedunia maya. Hal tersebut memberikan lahan baru bagi pelaku bullying untuk menghina orang lain. - Jenis Kelamin
Banyak penelitian yang telah menujukkan bahwa laki-laki lebih memungkinkan melakukan tindakan cyberbullying dibandingkan perempuan. - Budaya
Budaya merupakan prediktor yang kuat dalam cyberbullying yang sejalan dan mengenai bullying yang memainkan peran penting dalam terjadinya bullying dan cyberbullying. - Pengguna Internet
Besarnya kebutuhan pengunaan internet bagi manusia memberikan dampak yang positif, tetap memberikan dampak resiko yang mungkin terjadi. Dalam hal kehidupan sosial, salah satu ancaman yang serius adalah cyberbullying. Cyberbullying yang terjadi pada dunia maya, menjadi masuk akal untuk berasumsi intensitas penggunaan seseorang dalam penggunaan internet dapat menjadikan sebagai pelaku atau korban dari dampak buruk yang dapat diakibatkan dari interaksi pada dunia maya.
Menurut Jenero, Flores & Frias (2018) dalam Smith. P. K, Bauman. S & Wong. D (2019: 5) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi faktor pribadi, dan lingkungan, dengan kecerdasan emosinal (dalam diri individu) dan dukungan sosial (di lingkungan sekolah dan masyarakat) menjadi variabel yang paling berpengaruh. Sejalan dengan itu menurut Sakban, A & Sahrul (2019: 34-36) mengemukan beberapa-beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku cyberbullying sebagai berikut:
- Iri
Iri, ini adalah alasan yang cukup kuat mengapa bully terjadi, korban sering sekali jadi rasa iri dari pem-bully. Pelampiasannya ialah pada sejumlah media sosial korban, bisa saja kata-kata sindiran, meremehkan, hingga penghinaan. - Tidak punya pencapaian
Di dinia maya alasan orang melakukan bully secara sepihak akibat rasa iri hati. Iri yang paling besar ialah karena tidak punya karya atau prestasi serupa. Caranya dengan menjelekkan hasil orang lain secara sepihak. Tujuannya beragam dan yang pasti korban tertekan saat membacanya. Misalnya saja korban punya prestasi mentereng, bisa saja pelaku mem-bully setiap posting-annya atau bahkan mengancam melalui instan messaging korban. Alhasil korban sedikit tertekan melanjutkan pencapaian atau karya yang dimiliki. - Iseng
Pem-bully kadang ingin menguji diri Anda dengan iseng mengganggu dan menunggu respons yang Anda berikan. Bila Anda menanggapi dengan serius, maka pelakunya makin merajalela. Sudah cukup membuat harimu buruk sepanjang hari. Sebaiknya tak perlu menggubris sesuatu yang terlihat tidak penting karena itu menguras pikiran dan perasaan. - Mempermalukan tanpa ketahuan
Media sosial punya kemampuan ajaib salah satunya mem-bully orang lain tanpa sepengetahuan siapa pelakunya. Bisa dengan menggunakan akun media sosial palsu atau dengan menggunakan akun anonim. Jelas itu sangat mengganggu terutama hasil postingan-an Anda yang dipenuhi komentar miring dan menjatuhkan.
Berdasarkan beberapa faktor yang dijelaskan di atas maka dapat ditarik sebuah kesimpulkan bahwa faktor–faktor yang dapat mempengaruhi perilaku cyberbullying yakni penggunaan internet yang saat ini sangat berkembang pesat dan dibantu dengan adanya media sosial, selain itu budaya dari bullying yang terjadinya, rasa iri terhadap orang lain, menganggu seseorang dengan niat hanya iseng.
6. Dampak Perilaku Cyber Bullying bagi Pelaku
Bullying memiliki dampak yang negatif bagi perkembangan karakter anak, terutama bagi pelaku. Jika tidak diatasi, perilaku bullying akan menyebabkan agresi yang lebih jauh. Apabila bullying dibiarkan, pelaku bullying akan belajar bahwa tidak ada resiko apapun bagi mereka bila mereka melakukan kekerasan, agresi ataupun mengancam anak lain. Ketika dewasa, pelaku bullying akan memiliki potensi yang besar untuk menjadi seorang yang kriminal dan akan bermasalah dalam fungsi sosial maupun hukumnya (Sejiwa, 2008: 10). Ohsako ( dalam arya 2018:27) mengemukakan bahwa dampak bagi pelaku kekerasan diantaranya, dikeluarkan dari sekolah, memperluas kekerasan hingga mengenai guru dan kepala sekolah, vandalisme (perbuatan merusak dan menghancurkan secara kasar dan ganas), membuat grup konflik, menyalurkan perilaku kekerasan di lingkungan rumah dan keluarga, dan kecenderungan individu untuk terlibat kenakalan remaja (juvenile deliquent) dan kriminal.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying tidak bisa di abaikan karena apapila pelaku bullying tidak di tindak lanjuti maka pelaku bullying akan beranggapan bahwa tindakan mereka di benarkan karena tidak adanya konsekuensi yang mereka dapat, jika terus berkelanjut seorang yang suka mem-bullying bisa menjadi seorang yang kriminal di masa depannya, terus menyalurkan perilaku bullying ke kelompok yang lain, membuat resah dilingkungan rumah dan keluarga serta memperluas kekerasan di tempat ia berada.
7. Media Perantara Perilaku Cyberbullying
Beberapa alat yang digunakan sebagai perantara perilaku cyberbullying menurut Marpuahjian (2018) dalam Sakban, A & Sahrul (2019: 38-39) adalah sebagai berikut:
- Instan massage (IM)
Ini meliputi email dan akun tertentu di internet yang memungkinkan penggunanya mengirimkan pesan atau teks ke pengirim lainnya yang memiliki ID website tersebut. - Chatroom
Masih berhubugan dengan instan massage (IM) sebelumnya, chatroom merupakan salah satu fasilitas website tertentu dimana pengguna memiliki ID di sana dapat bergabung dalam satu kelompok Chatting. Di sini pelaku cyber bullying dapat mengirimkan kata-kata gertakan dimana orang lain dalam grup chatting tersebut dapat membaca dengan mudah, dan korban merasa tersudut. - Trash polling site
Mugkin ini masing jarang di Indonesia, ada beberapa pelaku cyberbullying yang membuat poling tertentu dengan tema yang diniatkan untuk merusak reputasi seseorang. - Blog
Blog merupaka website pribadi bisa dijadikan seperti buku harian atau diary. Di sini pelaku bullying bebas mem-posting apa saja termasuk konten yang mengintimidasi seseorang. - Bluootooth Bullying
Praktiknya dengan mengirim gambar atau pesan mengganggu kepada seseorang melalui koneksi Bluetooth yang sedang aktif. - Situs jejeraing sosial
Ini yang paling marak di Indonesia, situs jejraing sosial yang berisi fitur banyak disalah gunakan pelaku bullying dengan mem-posting status, posting dinding, testimony, foto, dan lain-lain yang mengganggu, mengintimidasi, menyinggung, dan merusak citra seseorang. - Game online
Cyber bullying juga banyak ditemukan pada game online. Cyber bullying dapat terjadi pada software game di PC dengan koneksi internet. Cyberbullying ini dilakukan pada pemain yang kalah yang biasanya pemain baru dan muda. - Mobile phone
Fitur yang digunakan dalam mengintimidasi adalah mengirim pesan teks atau sms, gambar, ataupun video yang menggangu korban.
8. Karateristik Perilaku Cyberbullying
Menurut Safira, dkk (2016: 40) terdapat empat kriteria perilaku cyberbullying yaitu sebagai berikut:
- Perilaku cyberbullying dilakukan secara berulang-ulang tidak hanya terjadi satu kali, tapi dilakukan berulang kali kecuali jika itu adalah ancaman pembunuhan terhadap seseorang.
- Menyiksa secara psikologis, biasanya korban mendapatkan perlakuan seperti difitnah, digosipkan, menyebarkan foto atau video dengan tujuan mempermalukan korban.
- Cyberbullying dilakukan dengan tujuan, seperti untuk mempermalukan, balas dendam atau hanya sekedar iseng.
- terjadi di dunia maya perilaku cyberbullying ini terjadi dengan menggunakan sarana teknologi informasi seperti pesan melalui SMS, media sosial dan lain-lain.