Pengertian Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah suatu pendekatan dalam pendidikan matematika di Indonesia yang menggunakan pendekatan relistik dalam penerapannya. PMRI merupakan pendekatan yang diadopsi dari RME (Realistic Mathematics Education) yang dikembangkan oleh Freudenthal (1997) yang menurutnya matematika harus dihubungkan dengan kenyataan, berada dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan masyarakat agar memiliki nilai manusiawi atau sering disebut realistic. Dalam hal ini, realistik yang dimaksudkan tidak hanya berhubungan dengan dunia nyata saja, akan tetapi juga menekankan pada masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa (to imagine). Kata “to imagine” dalam bahasa Belanda disebut sebagai “zich Realiseren” yang menyatakan penekanan pada membuat suatu masalah itu menjadi nyata dalam pikiran siswa.
Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan PMRI adalah pendekatan pembelajaran yang dilakukan mulai dari permasalahan yang nyata bagi siswa. Pendekatan PMRI menekankan keterampilan proses dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari PMRI. Setiap materi yang dipelajari harus bermakna bagi siswa agar pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dipelajari siswa bisa diingat dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Treffers (dalam Wijaya, 2012:21-23) merumuskan lima karakteristik PMRI yaitu: “1) penggunaan konteks; 2) penggunaan model untuk matematisasi progresif; 3) pemanfaatan hasil konstruksi siswa; 4) interaktivitas; dan 5) keterkaitan”.
1. Penggunaan konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran Matematika. Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Artinya disini bahwa Matematika dipandang sebagai kegiatan sehari-hari manusia. Dengan adanya Matematika diharapkan dapat memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi atau dialami oleh siswa. Masalah tersebut merupakan masalah kontekstual yang realistik bagi kehidupan siswa. Manfaat lain dari penggunaan masalah kontekstual di awal pembelajaran untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam belajar Matematika.
2. Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan matematika tingkat konkret menuju pengetahuan matematika tingkat formal. Model disini maksudnya adalah suatu alat vertikal dalam matematika yang tidak bisa dilepaskan dari proses matematisasi (yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal) karena model merupakan tahapan proses transisi level informal menuju level matematika formal.
3. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Dalam kegiatan pembelajaran, siswa diberi kesempatan oleh guru untuk menemukan konsep-konsep matematis dengan caranya sendiri. Siswa di bawah bimbingan guru diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri di dalam menemukan konsep-konsep Matematika.
4. Interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.
5. Keterkaitan
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Pendidikan matematika realistik menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI diawali dengan penggunaan konteks. Konteks tidak selalu berupa masalah dunia nyata. Namun, bisa dalam bentuk cerita, permainan, dan penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa. Selanjutnya pembelajaran diberikan dengan menggunakan model untuk mematematikakan konsep yang ada dalam pikiran siswa. Dengan demikian, siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan strategi yang bervariasi. Strategi yang bervariasi mempermudah terjadinya saling mengomunikasikan hasil kerja dan gagasan siswa. Semua kerja siswa jauh lebih mudah jika dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa atau dengan mata pelajaran lain.
Zulkardi (Fadlilah:2014) menyebutkan ada tiga karakteristik PMRI:
- menemukan kembali dengan bimbingan dan fenomena yang bersifat didaktik (guided reinvention and didactical phenomenology), hal ini berarti siswa diharapkan menemukan kembali konsep matematika dengan pembelajaran yang dimulai dengan masalah kontekstual dan situasi yang diberikan mempertimbangkan kemungkinan aplikasi dalam pembelajaran dan sebagai titik tolak matematisasi;
- matematisasi progresif (progressive matematization), siswa diberi kesempatan mengalami proses bagaimana konsep matematika ditemukan;
- mengembangkan Pendekatan sendiri (self develop Pendekatans), Pendekatan dibuat sendiri oleh siswa selama pemecahan masalah.
Langkah-Langkah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Menurut Syafri (2016:95-96) langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PRMI), sebagai berikut:
- Memahami Masalah Kontekstual
Yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. - Menjelaskan Masalah Kontekstual
Yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk- petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami. - Menyelesaikan Masalah Kontekstual
Yaitu siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri. - Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban
Yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran. - Menyimpulkan
Yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur. (Syafri, 2016:95-96)
Kelebihan dan Kelemahan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Menurut Suwarsono dalam Fatmahanik (2016:23) kelebihan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) yaitu:
- Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari.
- Memberikan pengertian kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa.
- Memberikan pengertian kepada siswa bahwa cara menyelesaikan suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan orang yang lain. Setiap siswa berhak menemukan atau menggunakan solusi dengan caranya sendiri.
- Memberikan pengertian kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika harus melalui proses pembelajaran dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika.
- Siswa lebih berani mengungkapkan idea atau pendapat serta bertanya atau memberi bantuan kepada temannya.
- Dalam menjawab soal siswa terbiasa untuk memberi alasan dari jawabannya. (Suwarsono dalam Fatmahanik, 2016:23)
Sedangkan menurut Suwarsono dalam Fatmahanik (2016:23) kekurangan pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) yaitu:
- Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan yang sangat mendasarmengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk dipraktekkan.
- Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika.
- Proses matematisasi horizontal dan vertikal sulit untuk dilakukan karena proses dan berfikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap konsep matematika tersebut.
- Proses pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui soal-soal kontekstual bukan hal yang mudah untuk dilakukan.
- Proses pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui Pendekatan soal-soal kontekstual bukan hal yang mudah untuk dilakukan.
- Guru matematika yang belum paham tentang PMR akan mengalami kesulitan dalam mempersiapkan sumber pembelajaran yang memenuhi prinsip dan karakteristik PMR. (Suwarsono dalam Fatmahanik, 2016:23)
Berdasarkan uraian mengenai kelebihan dan kekurangan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME), menjadi acuan dalam pembelajaran untuk melaksanakan pembelajaran dengan baik untuk meminimalisir kekurangan penerapan pendekatan RME.