Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs)

Penulis: Tim Editor | Kategori: Pendidikan Matematika | Tanggal Terbit: | Dilihat: 2721 kali

Pengertian Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs)

Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) merupakan perluasan atau pengembangan dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Pendekatan MEAs adalah pendekatan pembelajaran yang diawali dengan penyajian situasi masalah yang memunculkan aktivitas yang menghasilkan model matematis yang digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika. Pendekatan MEAs berisi masalah-masalah matematika yang dibuat oleh para pengajar matematika, professor dan pascasarjana, melalui Amerika dan Australia, untuk digunakan oleh instruktur matematika.

Pada awalnya kegiatan memunculkan model matematika diciptakan oleh pendidik matematika pada pertengahan 1970. Para guru matematika, professor, dan mahasiswa Pasca Sarjana di Amerika dan Australia mengembangkan pendekatan pembelajaran memunculkan model untuk digunakan para guru matematika guna memenuhi kebutuhan para pengguna kurikulum.Tahun 2003, Lesh & Doerr mengembangkan Pendekatan pembelajaran memunculkan model ketika belajar dankemudianmenamakan dengansebutan Model Eliciting Activites(MEAs). Oleh Lesh & Doerr pendekatan pembelajaran pendekatan ini matematika berbasis MEAs dikembangkan dengan menyajikan masalah terbuka (open ended) sehingga siswa terbiasauntuk membuat model matematika dalam memecahkan masalah yang kompleks, pendekatan pembelajaran matematika berbasis MEAs juga menjadi sarana bagi guru untuk memahami kemampuan berpikir matematika siswa (Chamberlin & Moon, (2005) & Mart hadi putra, (2012)).

MEAs sangat bermanfaat khususnya bagi guru sebagai ujung tombak pembelajaran untuk melatih kemampuan berpikir matematis siswa. Chamberlin & Moon, (2005) mengatakan bahwa alasan terbentuknya MEAs yang pertama yakni MEAs akan mengarahkan siswa untuk membuat sebuah model matematika dalam memecahkan masalah, dan alasan kedua para peneliti dimungkinkan untuk menyelidiki kemampuan berpikir matematis siswa. Menurut Rostari (2018). Model Eliciting Activity learning bertujuan untuk mengamati kemajuan penguasaan konsep dan pertumbuhan pemahaman matematika siswa. MEAs didefenisikan oleh (Lesh, 2008) sebagai proses pembelajaran yang didasari dengan masalah nyata, siswa bekerja dalam tim kecil (3-5 orang) untuk memecahkan lebih dari satu masalah. MEAs berasal dari model pemecahan masalah, dimana nantinya siswa dituntut menghasilkan sebuah model matematika yang terstruktur dan paling efektif serta efisien dalam memecahkan masalah yang diberikan (Chamberlin & Moon, 2005). The SERC Portal For Educators mengungkapkan bahwa kegiatan dengan pendekatan pembelajaran berbasis MEAs dirancang untuk menstimulasi siswa dalam membuat model dalam memecahkan masalah yang kompleks di dunia nyata.

Menurut Lesh & Doerr, (2003); Lesh, (2008); & Chamberlin & Moon, (2005) MEAs mendukung berkembangnya pola berpikir dan memperluas caracara berpikir siswa dalam menghasilkan solusi-solusi atas masalah-masalah otentik dan dunia nyata yang dihadapi melalui proses pemodelan matematika, siswa diharuskan bekerjasama dengan teman sekelompok yang terdiri dari tiga sampai empat siswa untuk menemukan ide-ide melalui kegiatan diskusi berdasarkan dari pengalaman sendiri ataupun dari interaksi lingkungan, kemudian model yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah dikemukakan, diuji dan ditinjau kembali melalui deskripsi tertulis, penjelasan dan konstruksi. Kegiatan-kegiataan ini membuat siswa mampu memahami, menjelaskan, dan mengkomunikasikan konsep-konsep yang terkandung dalam suatu sajian masalah. Ringkasnya, MEAs adalah pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada masalah realistis, siswa bekerja dan berdiskusi dalam kelompok kecil untuk menciptakan model sebagai solusi atas masalah yang diberikan, kemudian menyajikannya.

Lesh, (2008) mengungkapkan dibalik prinsip pengembangan MEAs ada kepentingan dan kesimpulan lain tentang MEAs diantaranya eliciting yang berarti memunculkan model dan kegiatan berpikir yang menekankan pada pemberian ide dalam menyelesaikan masalah, local concept development berarti suatu kegiatan literasi kelompok yang dinyatakan, diuji, dan direvisi. Revisi model secara berulang dapat membangun stuktur kognitif baru dan pemahaman anggota tim. Kegiatan ini lebih efektif dari pada penerapan iterasi secara individual yang didapatkan dari buku pegangan, dan terakhir the solution orientation of MEAs. Eliciting berarti orientasi pemecahan masalah yang memberi perkembangan penting dari suatu proses pemberian alasan secara kompleks, dan memberi alternatif keseimbangan hasil dan proses. Kegiatan ini sangat ditekankan dalam kurikulum.

Dari pengembangnya (Lesh & Doerr, 2003), MEAs disebut sebagai pendekatan pembelajaran yang didasari pada masalah nyata, bekerja dalam tim kecil, dan membuat sebuah model matematika untuk membantu siswa membangun solusi atas masalah yang diberikan dan mengharuskan siswa menerapkan konsep matematika yang telah dipelajari sebelumnya. Inilah mengapa MEAs merupakan pembelajaran bermakna karena siswa berpeluang mengendalikan pembelajaran mereka sendiri dan siswa berkemungkinan kembali menemukan konsep ataupun prosedur untuk kemudian diterapkan.

Stohlman (Baker, Galanti, & Birkhead, 2017); English, Fox, & Watters, (2005) Pendekatan MEAs memungkinkan kemampuan kolaboratif, kreatif, kritis dan komukatif siswa berkembang karena kegiatan pemodelan matematika yang dirancang guru terstruktur dengan baik, masalah yang diberikan realistis, mengandung informasi yang kurang lengkap, ambigu atau tidak terdefinisi terkait masalah yang diberikan sehingga memungkinkan para peserta didik untuk berinovasi, berkomunikasi dan beradaptasi secara efektif dalam rangka untuk mengembangkan model yang digunakan sebagai solusi masalah.

Dari pendapat-pendapat diatas maka Model Eliciting Activties (MEAs) adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (bekerja dalam kelompok) berdasarkan pada masalah nyata melalui proses pemodelan matematika yaitu proses menginterpretasikan masalah nyata dalam bentuk model matematika untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah nyata tersebut
dan mendorong siswa menerapkan pemahaman konsep matematika yang telah dipelajarinya.

Prinsip Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs)

Menurut Chamberlin dan Lesh et al. (Chamberlin & Moon, 2005), ada enam prinsip dari MEAs antara lain:The Reality Principle, The model Documentation Principle, The Model Construction Principle, The Self-Assessment Principle,The Construct Shareability and Reusability Principle, dan The Effective Prototype Principle.

  1. The Reality Principle atau prinsip Realitas artinya masalah harus bermakna dan relevan bagi siswa. Prinsip realitas mendukung situasi yang mungkin dihadapi siswa dalam kehidupan nyata mereka dan membantu siswa memahami konsep matematika abstrak dengan lebih mudah dan meningkatkan motivasi mereka.
  2. The Model Documentation Principle atau prinsip dokumentasi model artinya siswa harus mampu mengungkapkan dan mendokumentasikan proses berpikir dalam solusi mereka.
  3. The Model Construction Principle atau prinsip konstruksi model artinya masalah harus dirancang untuk memungkinkan terciptanya suatu model yang berhubungan dengan elemen, operasi antar elemen, serta pola dan aturan yang mengatur hubungan ini. Prinsip konstruksi model menyatakan perlunya mengembangkan model untuk menyelesaikan masalah dengan sukses.
  4. The Self-Assessment Principle atau prinsip penilaian diriartinya siswa harus dapat menilai diri atau mengukur kegunaan dari solusi mereka.
  5. The Construct Share ability and Reusability Principle atau prinsip kemampuan bersama dan digunakan kembali artinya solusi yang dibuat oleh siswa harus digeneralisasikan atau mudah disesuaikan dengan situasi lain dan dapat digunakan oleh orang lain.
  6. The Effective Prototype Principle. Prinsip prototipe yang efektif artinya memastikan bahwa model yang dihasilkan akan sesederhana mungkin namun tetap signifikan secara matematis.

Tahapan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs)

Tahapan dalam pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) yang dijelaskan oleh Chamberlin & Moon, (2005) yaitu:

  1. sebuah artikel koran yang mengembangkan sebuah konteks untuk siswa dibaca oleh guru,
  2. siswa siap dengan pertanyaan berdasarkan artikel tersebut,
  3. guru bersama siswa membacakan pernyataan masalah dan memastikan setiap kelompok mengerti apa yang sedang ditanyakan,
  4. siswa berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut,
  5. setelah membahas dan meninjau ulang solusi siswa mempresentasikan model matematis mereka, dan
  6. secara khusus guru menyiapkan waktu untuk menyelesaikan masalah dengan durasi satu jam, tetapi menjadi catatan bahwa beberapa tahapan MEAs membutuhkan lebih dari dua kali pertemuan.

Chamberlin menjelaskan dua tahapan pertama bertujuan untuk membangun pemahaman siswa tentang konteks-konteks dan parameter masalah, dan dua tahapan terakhir bertujuan menemukan pemecahan masalah. Sementara, terdapat beberapa langkah pembelajaran dengan pendekatan MEAs menurut Ahn dan Leavitt(Hanifah, 2016)yaitu: Group selection yaitu pembentukan kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari peserta didik yang bervariasi, MEAs relevancy yaitu permasalahan matematika yang diberikan dalam pembelajaran merupakan masalah kehidupan sehari-hari peserta didik, Teacher’s roles throughout the MEAs yaitu guru mendengarkan dan menyimak saat peserta didik menjelaskan model matematika yang ditawarkan peserta didik,dan Group presentation and individual write-ups suggestions yaitu perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan mendokumentasikan hasil diskusi mereka.

Terkait dengan proses pemodelan dalam penelitian ini, Ang, (2001)menyatakan bahwaProses pemodelan matematika adalah siklus yang dimulai dengan masalah (biasanya didasarkan pada kenyataan) yang membutuhkan model untuk menggambarkan, menjelaskan, atau memprediksi perilaku sistem atau proses. Pemodelan matematika merupakan penyederhanaan atau abstraksi dari masalah kompleks atau situasi dunia nyata ke dalam bentuk matematika. Masalah matematika dapat diselesaikan dengan menggunakan teknik apa pun yang diketahui agar mendapatkan solusi, solusi ini kemudian ditafsirkan dan diterjemahkan ke dalam arti riil.

Lesh & Doerr, (2003) mendefinisikan proses pemodelan sebagai serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan eksplorasi dan penemuan siswa, dan kegiatan ini termasuk mengubah masalah kehidupan nyata menjadi masalah matematika dan membuat keputusan mengenai bagaimana masalah diselesaikan, bagaimana ide direncanakan dan dikembangkan,
apakah ide perlu direvisi atau pemikiran yang lebih komprehensif, dan apakah ide-ide termasuk kondisi dan asumsi yang disediakan dalam masalah. Menurut Lesh & Doerr, (2003) ada empat langkah pemodelan dalam MEAs antara lain:

  1. Description yaitu membentuk hubungan antara kehidupan nyata dan modelnya. Dalam langkah pertama ini siswa dituntut untuk mencermati masalah yang diberikan sehingga siswa mengetahui dengan benar informasi apa saja yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan masalah.
  2. Manipulation yaitu menghasilkan solusi untuk masalah terkait dan membuat prediksi. Pada langkah ini, siswa mulai berpikir bagaimana membuat model yang tepat, membuat prediksi-prediksi dan menghasilkan solusi atas masalah yang diberikan.
  3. Prediction yaitu mengubah hasil yang diperoleh kembali ke situasi kehidupan nyata. Siswa dapat menilai kegunaan solusi yang didapatkan dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Verification yaitu memeriksa keakuratan hasil.Pada tahap ini siswa dituntut untuk berpikir kritis atas hasil yang disampikan oleh temannya juga atas hasil yang ditemukannya sendiri.

Lesh & Doerr, (2003) mendasarkan studi pemodelan matematika mereka pada Model Eliciting Activities (MEAs). Mode lEliciting Activities (MEAs) termasuk proses pemodelan dengan tujuan untuk membuat model pada akhir proses yang dapat dibagikan dengan orang lain, digunakan dalam situasi yang serupa dan dapat diubah untuk tujuan lain.

Dalam penelitian ini tahapan pembelajaran akan disesuaikan dengan prinsip dan langkah-langkah pemodelan yang dikemukan oleh Lesh & Doerr, (2003). Semua prinsip-prinsip MEAs yang dikemukan membantu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, hal ini terlihat dari tuntutan kemampuan yang harus dimiliki siswa di setiap prinsip dan langkah-langkah pendekatan MEAs. Contohnya pada prinsip Model Construction, prinsip ini menuntut siswa mengkaji model yang relevan.Pendekatan MEAs membuat siswa perlu mengembangkan model untuk menganalisis situasi kehidupan nyata, fokus pada tujuan, hubungan, tindakan dan pola, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari cara berpikir alternatif dan menghilangkan model yang tidak pantas dan kurang fungsional(Chamberlin & Moon, (2005); Lesh, Caylor, & Gupta, (2007); Lesh & Doerr, (2003)). Hal ini menunjukkan bahwa sikap kritis siswa sangat diperlukan dalam membuat model sehingga dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah.

Prinsip self-assessment menuntut kemampuan siswa dalam mengkaji ulang hasil yang mereka dapatkan.Sementaraprinsip construct share ability and reusability dan prinsip effective prototype menuntut siswa membuat generalisasi dan memeriksa hasil yang diberikan agar dapat disesuaikan dengan situasi lain dan dapat digunakan oleh orang lain. Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan MEAs dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis.