Pengertian Partisipasi Politik
Secara umum, partisipasi politik dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh warga negara sebagai upaya untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah (Aminah, 2014:235). Ini berarti partisipasi politik bukanlah sekedar kegiatan biasa yang dilakukan oleh masyarakat, tetapi partisipasi adalah kegiatan yang terstruktur yang di dalamnya terdapat tujuan untuk mempengaruhi pemerintah dalam proses pengambilan kebijakan yang menyangkut hidup masyarakat luas. Huntington dan Nelson (yang diterjemahkan oleh Sahat Simamora, 1990:6) juga mengungkapkan pendapat yang sama, mereka juga berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan warga negara (private citizen) yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Berkaitan dengan tujuan partisipasi politik sebagai upaya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah, Surbakti (2010:180) mendefinisikan partisipasi politik sebagai bentuk peran serta warga negara dalam mempengaruhi proses pembuatan dan implementasi keputusan politik. Namun untuk dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah masyarakat dituntut untuk berperan aktif dalam kehidupan politik, yang nantinya baik secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi pemerintah dalam mengambil kebijakan publik.
Peran serta masyarakat dapat dilakukan secara individu maupun secara berkelompok, hal ini sesuai dengan pendapat Budiardjo (2008:367) mendefinisikan partisipasi politik sebagai perbuatan seseorang atau sekelompok orang untuk berperan serta secara aktif dalam dunia politik seperti memilih seorang pemimpin, yang secara langsung atau tidak langsung perbuatan tersebut dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Pendapat ini didukung oleh ahli ilmu politik lainnya, yaitu McClosky (dalam Damsar, 2010:180) yang berpendapat bahwa partisipasi partisipasi politik adalah kegiatan masyarakat, dimana masyarakat berperan serta secara aktif dalam pemilihan pemerintah, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kebijakan publik (public policy). Kegiatan itu mencakup tindakan politik seperti menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum, menghadiri kampanye politik, mengadakan diskusi (lobby) dengan politisi atau pemerintah. Partisipasi politik sangat erat kaitannya dengan upaya-upaya yang dilakukan masyarakat, baik yang dilakukan secara individu maupun secara berkelompok untuk memperjuangkan haknya, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah. Berdasarkan pengertian partisipasi politik yang telah disampaikan oleh beberapa ahli di atas, maka partisipasi politik adalah kegiatan masyarakat yang dilakukan secara sadar terhadap pemerintah, baik secara individu maupun secara kelompok, sebagai upaya untuk mempengaruhi proses-proses pembentukan kebijakan umum (public policy).
Bentuk Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan hak setiap warga negara di negara yang menganut sistem demokrasi, tetapi dalam kenyataannya, persentase masyarakat yang turut berpartisipasi berbeda-beda disetiap negara. Hal ini dapat memberikan sebuah kesimpulan bahwa tidak semua warga negara ikut serta dalam proses politik (Surbakti, 2010:184). Memang tidak bisa dipungkiri, meskipun partisipasi politik adalah hak setiap warga negara, namun sejatinya tidak setiap warga negara mengerti dengan hak yang satu ini, terutama pada negara-negara yang sedang berkembang yang bisa jadi masyarakatnya kurang memiliki kesadaran terhadap politik, jadi hal yang wajar jika terjadi perbedaan persentase masyarakat yang turut berpartisipasi dalam politik antara negara yang satu dengan negara lainnya. Di negara-negara demokrasi, konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang yang memegang tampuk kepemimpinan. Jadi, partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang bebas oleh rakyat (Budiardjo, 2008:368).
Bentuk partisipasi politik yang paling mudah ditemukan dalam masyarakat adalah berperan serta dalam pemelihan pemerintah, melakukan lobby dengan pemerintah, hingga partisipasi yang dilakukan dengan jalan kekerasan. Sehingga Huntington dan Nelson (1990:16-18) menyebutkan lima bentuk partisipasi politik sebagai berikut:
- Kegiatan pemilihan, merupakan kegiatan-kegiatan masyarakat yang mencakup pemberian suara (voting), memberikan sumbangan untuk kampanye, bekerja sebagai panitia pemilihan umum, mencari dukungan bagi seorang calon atau kandidat, dan setiap tindakan yang memengaruhi proses pemilihan umum.
- Lobbying, mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud memengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang.
- Kegiatan organisasi, menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang tujuan utamanya adalah memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.
- Contacting, merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah yang bertujuan untuk memperoleh manfaat bagi satu atau segelintir orang saja.
- Tindak kekerasan (violence), adalah upaya-upaya untuk memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda.
Dalam kaitannya dengan partisipasi politik, sebagian masyarakat dapat berperan secara aktif dalam kegiatan-kegiatan yang berbau politik, selalu berusaha untuk mempengaruhi setiap proses pengambilan kebijakan umum yang dilakukan oleh pemerintah, namun tak sedikit pula masyarakat yang hanya diam, menerima setiap kebijakan yang telah ditetapkan. Namun keduanya dapat dikatakan sebagai partisipasi politik, maka dari itu Surbakti (2010:182) membedakan partisipasi politik menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai partisipasi aktif apabila masyarakat secara aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang nyata seperti mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan kebijakan alternatif apabila tidak sependapat dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan. Sedangkan yang dikatakan sebagai partisipasi secara pasif adalah apabila masyarakat hanya diam dan menerima setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah, baik kebijakan itu menguntungkan atau malah justru merugikan masyarakat. Dengan kata lain, partisipasi aktif adalah kegiatan yang tidak hanya berorientasi pada proses input tetapi juga memikirkan output politik yang akan dihasilkan, sedangkan partisipasi pasif merupakan kegiatan yang hanya berorientasi pada proses output politik saja.
Disamping itu, menurut Surbakti (2010:182) juga terdapat sejumlah anggota masyarakat yang tidak termasuk dalam kategori partisipasi aktif maupun partisipasi pasif, karena mereka menganggap masyarakat dan sistem politik telah menyimpang dari apa yang mereka harapkan. Kelompok ini disebut sebagai kelompok apatis atau golongan putih (golput). Partisipasi politik tidak hanya berupa kegiatan yang secara aktif maupun pasif yang dilakukan oleh masyarakat dalam upaya mempengaruhi pemerintah, tetapi partisipasi politik juga dapat berupa kegiatan yang turut mengawasi jalannya sistem politik. Oleh karena itu, Rosenau (Arifin, 2015:80) membagi partisipasi politik terdiri atas dua bentuk. Pertama para pengamat yang memperhatikan politik yang tidak hanya selama pemilihan umum berlangsung, tetapi di antara pemilihan umum yang satu dengan pemilihan umum yang lainnya. Mereka pada umumnya adalah khalayak media (pembaca surat kabar, pendengar radio, dan pemirsa televisi), serta aktif dalam diskusi politik, seminar, dan memberikan komentar melalui media massa, namun mereka tidak ikut berperan serta dalam kegiatan-kegiatan politik. Kedua, adalah khalayak yang bukan saja mengamati, tetapi giat melakukan komunikasi (lobby) dengan para pemimpin politik, baik di pemerintahan maupun di parlemen dan di luar parlemen.
Sejalan dengan pendapat Rosenau tersebut, Arifin (2015:81) juga membagi partisipasi politik dalam dua bentuk, yaitu partisipan pengamat dan partisipan mitra. Partisipan pengamat adalah kalangan akademisi yang memiliki minat, pengetahuan dan kompetensi, secara rajin mengikuti perkembangan politik secara kritis melalui media massa. Mereka juga sering menyampaikan kritikan, pendapat atau komentar melalui media massa, tetapi tidak mau terlibat di dalam kegiatan politik praktis. Sedangkan partisipan mitra pada umumnya adalah aktivis atau orang-orang yang ingin menjadi aktivis sehingga mereka melibatkan diri kedalam kegiatan politik sebagai mitra politik.
Pelaksanaan partisipasi politik tidak selamanya hanya dilakukan dengan cara-cara yang baik, sesuai dengan prosedur, dan hukum yang berlaku, tetapi pada masanya partisipasi politik juga dapat dilakukan dengan cara-cara ekstrim di luar nalar dan logika sehingga dapat menyebabkan akibat yang tidak diinginkan. Partisipasi politik yang dilakukan secara normal, sesuai dengan peraturan dan hukum disebut dengan partisipasi yang dilakukan secara konvensional, kegiatan ini dapat berupa kegiatan seperti menghadiri pemungutan suara pada pemilihan umum, terlibat dalam diskusi (lobby) politik, menghadiri kegiatan kampanye politik, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan, ataupun cara-cara lain sepanjang kegiatan itu masih dapat dikatakan normal, dan tidak menyalahi aturan. Sementara partisipasi politik yang dilakukan secara ekstrim dan dapat menyalahi aturan dapat dikatakan sebagai partisipasi politik secara nonkonvensional, kegiatan yang tergolong partisipasi ini dapat berupa pengajuan petisi kepada pemerintah, demonstrasi secara anarkis, konfrontasi massa, tindak kekerasan politik terhadap benda (perusakan, pengeboman, pembakaran), tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan), perang gerilya dan revolusi, maupun kegiatan lain yang sifatnya membahayakan orang banyak dan menyalahi aturan (Almond dalam Damsar, 2010:186).
Faulks (dalam Handoyo, 2008:216) memberi batasan partisipasi politik sebagai keterlibatan aktif individu maupun kelompok dalam proses pemerintahan yang berdampak pada kehidupan mereka. Hal ini mencakupi keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik, langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah. Partisipasi politik ini merupakan proses aktif, dimana seseorang dapat saja menjadi anggota sebuah partai atau kelompok penekan (pressure group), namun tidak memainkan peran aktif dalam organisasi. Untuk menentukan apakah suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai partisipasi politik atau tidak, Surbekti (2010:180-181) memberikan rambu-rambu sebagai kriteria untuk menentukan apakah suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk partisipai politik atau tidak. Rambu-rambu tersebut setidaknya adalah:
- Partisipasi politik yang dimaksudkan berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan orientasi.
- Kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Termasuk didalamnya seperti kegiatan mengajukan alternatif kebijakan umum, alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik, dan kegiatan mendukung atau menentang keputusan politik yang telah dibuat oleh pemerintah.
- Baik kegiatan yang berhasil atau yang gagal dalam mempengaruhi pemerintah, termasuk kedalam partisipasi politik.
- Kegiatan mempengaruhi pemerintah tanpa menggunakan perantara, dapat dilakukan secara langsung ataupun secara tidak langsung.
Fungsi Partisipasi Politik
Partisipasi politik sangat urgen dalam konteks dinamika perpolitikan suatu masyarakat. Melalui partisipasi politik yang dilakukan baik oleh setiap individu maupun oleh setiap kelompok masyarakat, maka segala yang menyangkut kebutuhan pokok masyarakat akan dapat diwujudkan. Keikutsertaan seseorang baik secara individu maupun secara berkelompok dianggap sebagai faktor penting dalam mewujudkan kepentingan umum. Yang paling ditekankan dalam hal ini terutama sikap dan perilaku masyarakat dalam kegiatan politik yang ada. Artinya setiap individu harus menyadari peranan mereka dalam memberikan kontribusi sebagai warga politik (Setiadi dan Kolip, 2013:127). Berkaitan dengan fungsi partisipasi politik untuk tercapainya kesejahteraan bersama, Lane (dalam Handoyo, 2008:221) menyebutkan empat fungsi partisipasi politik, yaitu:
- Sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomi. Partisipasi politik seringkali muncul dalam bentuk upaya-upaya menjadikan arena politik untuk memperlancar usaha ekonominya, ataupun sebagai sarana untuk mencari keuntungan material.
- Sebagai sarana untuk memuaskan suatu kebutuhan penyesuaian sosial. Orang akan merasa terhormat karena dapat bergaul dengan pejabat-pejabat terkemuka dan penting. Pergaulan yang luas dan bersama pejabat-pejabat itu pula yang mendorong partisipasi seseorang untuk terlibat dalam aktivitas politik orang-orang yang demikian itu merasa puas karena beranggapan bahwa politik dapat memenuhi kebutuhan terhadap penyesuaian sosial.
- Sebagai sarana untuk mengejar nilai-nilai khusus. Orang berpartisipasi dalam politik karena politik dapat dijadikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu seperti untuk mendapatkan pekerjaan, mendapatkan proyek-proyek, dan melicinkan karir bagi jabatannya.
- Sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan bawah sadar dan kebutuhan psikologis tertentu. Kebutuhan bawah sadar dan kebutuhan psikologis yang dimaksud adalah kebutuhan seperti kepuasan batin, perasaan terhormat, menjadi sosok yang penting dan dihargai orang lain dan kepuasan-kepuasan atas target yang telah ditetapkan.
Partisipasi politik selain berfungsi untuk mencapai kebutuhan pribadi maupun kelompok masyarakat, partisipasi politik juga berfungsi bagi pemerintah. Sastroatmodjo (1995:86) menyebutkan bahwa partisipasi politik warga negara dapat dikemukakan dalam beberapa fungsi. Fungsi pertama partisipasi politik masyarakat untuk mendukung program-program pemerintah. Hal itu berarti bahwa peran masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan program pembangunan. Fungsi yang kedua partisipasi masyarakat berfungsi sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan. Selain itu partisipasi dapat digunakan sebagai sarana untuk memberikan masukan, kritik, dan saran terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan-pelaksanaan pembangunan. Fungsi kontrol sebenarnya dimiliki oleh masyarakat luas baik itu lembaga legislatif, pers, ataupun individu. Dengan demikian partisipasi politik merupakan sebuah mekanisme pelaksanaan fungsi kontrol terhadap pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan.
Tujuan Partisipasi Politik
Politik merupakan salah satu bagian dari interaksi sosial yang di dalamnya terdapat aktivitas-aktivitas politik, diantaranya:
- aktivitas yang berupa hubungan antara pemerintah dengan rakyat yang di dalam suatu struktur politik yang dalam hal ini bisa negara, bisa pemerintah yang berkaitan dengan proses pembuatan kebijakan umum (public policy) yang menyangkut kepentingan umum; dan;
- aktivitas warga negara yang saling memperebutkan kekuasaan dan kewenangan di dalam suatu struktur politik untuk dapat menempati posisi sebagai pemegang kekuasaan di dalam sistem pemerintahan (Setiadi dan Kolip, 2013:131).
Interaksi sosial yang saling berkaitan antara masyarakat dan pemerintah tentunya mempunyai tujuan tertentu, tujuan-tujuan inilah yang oleh masyarakat diupayakan sekuat tenaga agar apa yang menjadi tujuannya dapat tercapai. Partisipasi politik memiliki tujuan yang tak kalah penting yaitu untuk mempengaruhi kebijakan politik atau kebijakan publik (public policy) dalam segala segi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Arifin, 2015:86). Tujuan partisipasi politik dalam mempengaruhi penguasa memiliki arti memperkuat atau menekan penguasa dalam mempengaruhi pengambilan kebijakan politik atau kebijakan publik (public policy), sehingga penguasa memperhatikan atau memenuhi kepentingan pelaku partisipasi. Tujuan tersebut sangat beralasan karena sasaran partisipasi politik adalah lembaga-lembaga politik atau pemerintah yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan politik.
Sebenarnya jika kita melihat pengertian partisipasi politik yang disampaikan oleh ahli ilmu politik, sesungguhnya di dalam pengertian tersebut sudah tersirat apa yang menjadi tujuan dari partisipasi politik itu sendiri. Seperti halnya Siti Aminah (2014:235) yang menganggap partisipasi politik sebagai kegiatan yang dilakukan oleh warga negara sebagai upaya untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah. Di dalam pengertian tersebut sudah disebutkan bahwa tujuan partisipasi politik adalah untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara umum tujuan seseorang turut berpartisipasi dalam politik adalah untuk mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh pemerintah.
Namun secara khusus, berkaitan dengan partisipasi politik di Indonesia, Sanit (dalam Sastroatmodjo 1995:85) membagi partisipasi politik di Indonesia menjadi tiga tujuan. Pertama memberikan dukungan kepada penguasa dan pemerintah yang dibentuknya beserta sistem politik yang dibentuknya. Partisipasi politik ini sering terwujud dalam bentuk pengiriman wakil-wakil atau utusan pendukung kepusat pemerintahan, pembuatan pernyataan yang isinya memberikan dukungan terhadap pemerintah, dan pemilihan calon yang diusulkan oleh organisasi politik yang telah dibina dan dilembagakan oleh penguasa tersebut. Kedua, partisipasi yang dimaksudkan sebagai usaha untuk menunjukkan kelemahan dan kekurangan pemerintah. Langkah itu dilakukan dengan harapan agar pemerintah meninjau kembali, memperbaiki, atau mengubah kelemahan-kelemahan tersebut. Partisipasi ini dapat terlihat dalam membuat petisi, resolusi, aksi pemogokan, demonstrasi, dan aksi protes. Ketiga, partisipasi sebagai tantangan terhadap penguasa dengan maksud menjatuhkannya sehingga diharapkan terjadi perubahan struktural dalam pemerintahan dan dalam sistem politik. Untuk mencapai tujuan seperti itu seringkali dilakukan pemogokan, pembangkangan politik, huru-hara, dan kudeta bersenjata.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan hak setiap warga negara di negara yang menganut sistem demokrasi. Bahkan ciri negara demokrasi salah satunya adanya aktivitas politik yang dilakukan oleh warga negaranya, oleh karena itu negara wajib melindungi hak setiap warga negara untuk berperan aktif dalam berpartisipasi politik. Di dalam negara-negara yang menganut sistem demokrasi menganggap bahwa semakin banyak masyarakat yang berpartisipasi dalam politik, itu menunjukkan sesuatu hal yang baik. Karena partisipasi politik menunjukkan bahwa warga negara mengikuti dan memahami masalah politik dan memiliki kecenderungan untuk melibatkan diri dalam hal-hal itu. Namun sebaliknya, partisipasi yang rendah dianggap sebagai pertanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa masyarakat kurang memiliki perhatian terhadap urusan politik dan kenegaraan (Budiardjo, 2008:369).
Namun dalam kenyataannya tidak semua masyarakat mau berperan aktif dalam kegiatan politik, sehingga menyebabkan perbedaan persentase partisipasi politik yang dilakukan oleh warga negara antara negara demokrasi yang satu dengan negara demokrasi yang lainnya. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa tingkat partisipasi seseorang dalam politik sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, karena pada dasarnya tidak semua orang mau turut berperan aktif dalam politik, dan tingkatan partisipasi seseorang yang berperan aktif pun berbeda-beda pula. Banyak ilmuwan yang telah mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik, dan pada dasarnya terdapat perbedaan- perbedaan antara ilmuwan yang satu dengan yang lainnya dalam menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik. Berkaitan dengan tinggi rendahnya partisipasi politik suatu masyarakat di negara yang menganut sistem demokrasi, Surbakti (2010:184) menyatakan terdapat dua variabel penting yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik, faktor tersebut adalah kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah. Kesadaran politik adalah kesadaran setiap orang terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara, baik hak-hak politik, hak ekonomi, maupun hak-hak mendapat jaminan sosial dan hukum, selain itu kewajiban sebagai warga negara meliputi kewajiban dalam sistem politik dan dalam kehidupan sosial.
Sementara sikap dan kepercayaan terhadap pemerintah adalah penilaian seseorang terhadap pemerintah, baik terhadap kebijakan-kebijakan maupun terhadap pelaksanaan pemerintahannya. Namun kedua faktor tersebut bukanlah faktor determinan yang mempengaruhi partisipasi politik, artinya terdapat faktor lain yang mampu mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik masyarakat. Menurut Andriyus (2013:28-34) faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri sehingga mampu mempengaruhi partisipasi masyarakat. Faktor internal ini meliputi: tingkat pendidikan, tingkat kehidupan ekonomi, kesadaran politik. Sementara faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri pribadi, atau berdasarkan rangsangan dari berbagai pihak sehingga dapat mempengaruhi tingkat partisipasi politik seseorang. Faktor eksternal ini meliputi: peranan pemerintah, peranan partai politik, peranan media massa, perilaku kontestan politik. Dari kedua faktor di atas, tidak semua faktor memberikan pengaruh yang dominan terhadap tingkat partisipasi masyarakat, dari kedua faktor di atas, terdapat sub-faktor yang berperan paling dominan dalam mempengaruhi partisipasi politik, sub-faktor tersebut adalah kesadaran politik dan perilaku dari kontestan politik itu sendiri. Perilaku politik individu sebagai bagian dalam partisipasi politik muncul karena interaksi dari sikap-sikap sosial dan sikap-sikap individu yang mendasar dan oleh situasi khusus yang dihadapinya. Sikap-sikap sosial individu terhadap permasalahan-permasalahan sosial sering kali mendorong warga negara untuk berpartisipasi dalam politik. Dengan demikian partisipasi politik tidak dapat terlepas dari sosialisasi politik sebagai suatu proses kesadaran politik kearah partisipasi politik yang lebih luas selanjutnya (Sastroatmodjo, 1995:94).
Berdasarkan uraian pendapat oleh para ahli tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi politik pada masyarakat, pada dasarnya terdapat perbedaan antara ahli yang satu dengan yang lainnya mengenai faktor-faktor tersebut. Namun dalam penelitian ini penulis memilih pendapat dari Surbakti, yang menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam dunia politik adalah kesadaran politik masyarakat itu sendiri.
Indikator Partisipasi Politik
Untuk mengukur partisipasi politik masyarakat, diperlukan sebuah indikator yang dapat digunakan sebagai acuan pengukuran partisipasi politik. Menurut Rush dan Althoff (dalam Damsar. 2010:180) indikator yang dapat digunakan untuk mengukur partisipasi politik adalah sebagai berikut:
- Berwujud keterlibatan individu dalam sistem politik. Keikutsertaan individu dalam kegiatan-kegiatan politik baik secara langsung maupun tidak langsung guna mempengaruhi kebijakan umum.
- Memiliki tingkatan-tingkatan partisipasi. Partisipasi seseorang dalam kegiatan politik memiliki beberapa tingkatan-tingkatan partisipasi:
- Sebagai aktivis politik yaitu seseorang individu yang menjadi pejabat partai dan dengan sepenuh waktu memimpin partai atau kelompok kepentingan
- Partisipan yaitu individu yang berperan sebagai petugas kampanye, menjadi anggota aktif dari partai atau kelompok kepentingan dan aktif dalam proyek-proyek sosial
- Sebagai pengamat yaitu individu yang selalu menghadiri rapat umum, menjadi anggota aktif dari partai atau kelompok kepentingan, membicarakan masalah politik, selalu mengikuti perkembangan politik melalui media massa dan memberikan suara dalam pemilihan umum
- Orang apolitis yaitu orang yang tidak ikut dalam pemilihan umum dan bersikap acuh tak acuh terhadap dunia politik.
Dari uraian mengenai partisipasi politik diatas maka dapat disintesiskan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang dalam berbagai kegiatan politik baik disadari ataupun tidak guna untuk mempengaruhi proses-proses politik dalam pemilihan kepala daerah. Adapun indikator yang terdapat dalam partisipasi politik tersebut adalah:
- Berwujud keterlibatan individu dalam sistem politik:
- Kegiatan-kegiatan atau aktivitas politik yang diikuti;
- Keikutsertaan dan partisipasi dalam kegiatan politik.
- Tingkatan-tingkatan seseorang dalam berpartisipasi:
- Sebagai aktivis politik;
- Sebagai partisipan politik;
- Sebagai pengamat politik;
- Sebagai apolitis.