Model Pengembangan Media Pembelajaran Hannafin and Peck

Penulis: Edi Elisa | Kategori: Penelitian dan Pengembangan | Tanggal Terbit: | Dilihat: 33 kali

Pendahuluan

Dalam era digital yang terus berkembang, media pembelajaran memainkan peran yang semakin penting dalam menunjang proses belajar mengajar. Media tidak lagi sekadar alat bantu visual, tetapi telah berevolusi menjadi sistem interaktif yang memungkinkan peserta didik untuk belajar secara mandiri, fleksibel, dan kontekstual. Oleh karena itu, proses pengembangan media pembelajaran memerlukan pendekatan yang terstruktur dan berbasis kebutuhan pengguna. Di sinilah model pengembangan seperti Hannafin & Peck memiliki relevansi tinggi.

Model Hannafin & Peck merupakan salah satu model pengembangan media pembelajaran yang dirancang untuk menghasilkan produk instruksional yang efektif melalui proses yang sistematis dan iteratif. Berbeda dari model desain pembelajaran yang mencakup seluruh aspek proses pembelajaran (seperti ADDIE atau Dick & Carey), model ini secara khusus dikembangkan untuk merancang produk media—baik itu perangkat lunak edukatif, aplikasi interaktif, video pembelajaran, hingga multimedia berbasis web. Fokus utamanya bukan pada perencanaan strategi instruksional secara menyeluruh, tetapi pada pembuatan dan penyempurnaan media pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar.

Kekuatan utama dari model Hannafin & Peck terletak pada pendekatannya yang berbasis kebutuhan nyata dari pengguna akhir—baik guru maupun peserta didik. Setiap tahap dalam model ini didasarkan pada hasil analisis kebutuhan yang mendalam, desain yang dirancang dengan melibatkan pengguna, serta pengembangan yang melalui berbagai siklus pengujian dan perbaikan. Dengan demikian, media yang dihasilkan tidak hanya relevan secara materi, tetapi juga mudah digunakan dan sesuai dengan karakteristik pengguna.

Dalam praktiknya, model ini banyak digunakan dalam pengembangan media pembelajaran berbasis teknologi, seperti e-learning interaktif, aplikasi mobile edukatif, hingga media pembelajaran berbasis Augmented Reality (AR) atau Virtual Reality (VR). Melalui penerapan model Hannafin & Peck, pengembang dapat memastikan bahwa media yang dirancang tidak hanya menarik secara tampilan, tetapi juga efektif dalam menyampaikan materi pembelajaran. Pendekatan ini menjadikan model Hannafin & Peck sebagai salah satu model unggulan dalam dunia pengembangan media pembelajaran modern.

Latar Belakang dan Tujuan Model Hannafin & Peck

Model Hannafin & Peck pertama kali diperkenalkan oleh Michael J. Hannafin dan William Peck pada tahun 1987 dalam bukunya yang berjudul "The Design, Development, and Evaluation of Instructional Software". Keduanya merupakan tokoh penting dalam bidang teknologi pembelajaran yang melihat adanya kebutuhan mendesak untuk model pengembangan yang khusus menangani produksi media pembelajaran berbasis komputer yang saat itu mulai berkembang. Di tengah munculnya teknologi interaktif seperti komputer dan multimedia di institusi pendidikan, Hannafin dan Peck menawarkan pendekatan baru yang menekankan keterlibatan pengguna, analisis kebutuhan, serta pengujian produk secara berkelanjutan.

Berbeda dari model desain instruksional yang umumnya memetakan keseluruhan proses belajar mengajar, model Hannafin & Peck berorientasi pada proses teknis dan evaluatif dari pengembangan produk media pembelajaran itu sendiri. Artinya, model ini tidak banyak membahas bagaimana guru menyusun strategi pembelajaran secara menyeluruh, melainkan bagaimana tim pengembang (developer, desainer, ahli materi) bekerja sama untuk menghasilkan media pembelajaran yang tepat guna dan efektif.

Tujuan utama dari model ini adalah untuk mengembangkan media yang tidak hanya sesuai dengan kebutuhan pengguna, tetapi juga fleksibel dan terbuka terhadap perubahan selama proses pengembangan berlangsung. Oleh karena itu, model ini menggunakan pendekatan iteratif, di mana hasil dari setiap tahap bisa digunakan untuk merevisi kembali tahapan sebelumnya. Hal ini menciptakan siklus pengembangan yang bersifat reflektif dan adaptif, sehingga produk akhir benar-benar mencerminkan kondisi dan kebutuhan di lapangan. Dengan latar belakang tersebut, model Hannafin & Peck sangat cocok diterapkan dalam konteks pengembangan multimedia interaktif, perangkat lunak pembelajaran, aplikasi edukatif, hingga platform digital yang memerlukan proses pengujian dan perbaikan berulang. Hingga saat ini, model ini masih banyak diadopsi oleh pengembang media edukasi karena pendekatannya yang praktis, terfokus, dan bersifat partisipatif.

Tahapan Model Hannafin & Peck

Model Hannafin & Peck terdiri dari tiga tahap utama yang bersifat iteratif, artinya proses dapat kembali ke tahap sebelumnya berdasarkan hasil evaluasi yang didapatkan. Setiap tahap saling terhubung dan berkontribusi terhadap pengembangan media pembelajaran yang efektif dan sesuai kebutuhan.

1. Tahap Analisis Kebutuhan (Needs Assessment Phase)

Tahap pertama adalah proses identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang terjadi di lingkungan pembelajaran. Analisis ini dilakukan dengan menggali informasi dari berbagai pihak seperti guru, siswa, ahli materi, hingga observasi langsung terhadap proses pembelajaran. Tujuannya adalah untuk memahami:

  1. Apa masalah pembelajaran yang sedang terjadi?
  2. Media seperti apa yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut?
  3. Bagaimana karakteristik peserta didik yang akan menggunakan media?

Dalam tahap ini, pengembang mengumpulkan data tentang konteks penggunaan, perangkat yang tersedia, hambatan teknis, dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Tahap ini sangat penting karena hasilnya menjadi fondasi bagi desain dan pengembangan media.

2. Tahap Desain (Design Phase)

Setelah kebutuhan teridentifikasi dengan jelas, langkah selanjutnya adalah menyusun rancangan atau blueprint media pembelajaran. Rancangan ini mencakup:

  1. Penyusunan tujuan instruksional khusus.
  2. Perancangan alur isi dan naskah media (naskah video, dialog, skenario interaktif).
  3. Pengembangan storyboard atau kerangka visual.
  4. Desain antarmuka pengguna (user interface) yang intuitif.

Tahap ini menekankan pentingnya perencanaan yang detail sebelum proses produksi dimulai. Desain harus mempertimbangkan gaya belajar peserta didik, prinsip multimedia, serta kesesuaian antara isi dan tampilan visual. Prototipe awal biasanya disiapkan untuk divalidasi sebelum produksi utama dimulai.

3. Tahap Pengembangan dan Implementasi (Development and Implementation Phase)

Pada tahap ini, media yang telah dirancang akan dibangun secara nyata dengan menggunakan perangkat lunak atau platform tertentu, seperti Adobe Animate, Articulate Storyline, Unity, atau platform LMS berbasis web. Proses ini mencakup:

  1. Pengembangan media digital sesuai dengan storyboard.
  2. Integrasi suara, animasi, teks, dan elemen interaktif.
  3. Pengujian awal oleh pengguna terbatas (alpha testing).
  4. Revisi berdasarkan hasil uji coba.
  5. Implementasi ke lingkungan pembelajaran (beta testing atau penerapan langsung).

Model Hannafin & Peck menekankan pentingnya evaluasi formatif selama tahap ini. Masukan dari guru, siswa, dan evaluator digunakan untuk memperbaiki media. Proses revisi bisa kembali ke tahap desain atau bahkan analisis jika ditemukan masalah mendasar.

Catatan penting: Ketiga tahap ini tidak berlangsung secara linear. Model Hannafin & Peck dirancang untuk bersifat reflektif dan siklikal, di mana setiap hasil evaluasi dapat memicu perbaikan di tahap sebelumnya.

Kelebihan dan Kekurangan Model Hannafin & Peck

Dalam pengembangan media pembelajaran, pemilihan model yang tepat sangat menentukan kualitas dan relevansi produk yang dihasilkan. Model Hannafin & Peck memiliki sejumlah kelebihan yang membuatnya unggul dalam konteks teknologi pendidikan modern. Namun, seperti model lainnya, ia juga memiliki keterbatasan yang perlu diperhatikan.

 
1. Kelebihan Model Hannafin & Peck

  1. Berorientasi pada kebutuhan nyata pengguna
    Model ini mengutamakan analisis kebutuhan yang mendalam, sehingga media yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan masalah dan karakteristik pengguna akhir.
  2. Pendekatan yang iteratif dan reflektif
    Setiap tahap dapat dievaluasi dan direvisi secara terus-menerus, sehingga produk akhir lebih matang dan sesuai harapan.
  3. Fleksibel untuk berbagai jenis media
    Cocok digunakan dalam pengembangan media berbasis teknologi seperti video interaktif, aplikasi mobile, multimedia pembelajaran, dan konten digital lainnya.
  4. Melibatkan pengguna dalam proses pengembangan
    Model ini memungkinkan keterlibatan guru, siswa, dan ahli materi dalam setiap tahapan, sehingga media lebih kontekstual dan aplikatif.
  5. Mendorong pengujian formatif yang aktif
    Adanya uji coba dan evaluasi berulang menjamin kualitas dan kesesuaian media sebelum diimplementasikan secara luas.

2. Kekurangan Model Hannafin & Peck

  1. Memerlukan waktu dan sumber daya yang besar
    Proses iteratif dan keterlibatan banyak pihak bisa memperpanjang waktu pengembangan dan meningkatkan biaya.
  2. Kurang cocok untuk pengembangan kurikulum atau strategi pembelajaran menyeluruh
    Karena fokusnya pada produk media, model ini tidak dirancang untuk mengelola aspek strategis pembelajaran secara holistik.
  3. Evaluasi sumatif tidak dijelaskan secara eksplisit
    Berbeda dengan model desain instruksional lainnya, evaluasi akhir terhadap dampak media terhadap hasil belajar tidak menjadi fokus utama.
  4. Memerlukan keahlian teknis tertentu
    Tahap desain dan pengembangan sering kali membutuhkan kemampuan dalam desain grafis, pemrograman, atau penggunaan alat pengembangan media khusus.

Kesimpulan

  1. Model Hannafin & Peck merupakan pendekatan sistematis yang dirancang khusus untuk pengembangan media pembelajaran berbasis teknologi. Tidak seperti model desain pembelajaran umum yang mencakup keseluruhan proses instruksional, model ini lebih fokus pada penciptaan produk media yang efektif, relevan, dan kontekstual. Dengan tiga tahap utama—analisis kebutuhan, desain, serta pengembangan dan implementasi—model ini memungkinkan pengembang untuk bekerja secara iteratif, responsif terhadap kebutuhan pengguna, dan terbuka terhadap revisi di setiap tahap.
  2. Keunggulan utama dari model ini terletak pada kemampuannya untuk mengakomodasi evaluasi formatif yang terus menerus, melibatkan pengguna secara langsung, dan menghasilkan media yang benar-benar sesuai dengan permasalahan pembelajaran yang dihadapi. Namun, perlu disadari bahwa model ini menuntut waktu, sumber daya, dan keahlian teknis yang memadai, serta tidak dirancang untuk menyusun strategi pembelajaran secara holistik.
  3. Dalam dunia pendidikan yang kini semakin terdigitalisasi, model Hannafin & Peck tetap relevan dan sangat aplikatif, khususnya bagi pengembang media pembelajaran seperti video interaktif, aplikasi mobile edukatif, hingga konten berbasis augmented reality. Dengan pendekatan yang fleksibel dan partisipatif, model ini menjadi salah satu solusi efektif dalam menghasilkan media yang tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga kuat secara pedagogis.