Pendahuluan
Dalam kehidupan belajar-mengajar, media pembelajaran bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan jantung dari pengalaman belajar yang bermakna. Di ruang kelas modern—baik fisik maupun digital—guru dituntut tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga menciptakan pengalaman yang menarik, relevan, dan menyentuh kebutuhan peserta didik yang semakin beragam. Di tengah tantangan itu, lahir pertanyaan penting: bagaimana cara merancang media yang bukan hanya menarik secara visual, tetapi juga mampu memfasilitasi pemahaman secara mendalam? Di sinilah Model ASSURE hadir sebagai panduan yang sistematis namun tetap memberi ruang bagi kreativitas dan empati guru.
Model ASSURE bukanlah model yang kaku atau membebani. Justru sebaliknya, ia dirancang agar praktis dan langsung aplikatif di ruang kelas. Dikembangkan oleh Heinich dan rekan-rekannya, model ini membantu pendidik untuk lebih terstruktur dalam menggunakan media sebagai alat bantu belajar—bukan hanya sekadar memutar video atau membagikan file PowerPoint, tetapi benar-benar mengintegrasikan media ke dalam strategi pembelajaran yang sadar tujuan. ASSURE menekankan pentingnya mengenal peserta didik terlebih dahulu sebelum merancang atau memilih media, sehingga proses pembelajaran dapat terasa lebih personal dan inklusif.
Dalam kenyataannya, tidak semua peserta didik belajar dengan cara yang sama. Ada yang cepat menyerap informasi visual, ada pula yang butuh eksplorasi dan partisipasi aktif agar konsep dapat melekat. Model ASSURE dengan cerdas menyisipkan tahap partisipasi aktif sebagai salah satu intinya—sebuah pengingat bahwa media tidak bekerja sendirian. Ia bekerja bersama peserta didik, bukan hanya untuk mereka. Dengan demikian, pembelajaran tidak lagi satu arah, tetapi menjadi dialog dua arah yang hidup, melibatkan, dan penuh makna.
Ketika guru mulai merancang media pembelajaran berbasis model ASSURE, mereka sedang melakukan lebih dari sekadar “mengajar”—mereka sedang mendesain pengalaman belajar. Ini bukan soal teknologi canggih atau presentasi keren, melainkan soal bagaimana setiap langkah direncanakan dengan kesadaran penuh akan siapa yang belajar, apa yang dipelajari, dan bagaimana mereka bisa terlibat secara aktif. ASSURE memberi kita peta, tetapi juga kebebasan untuk memilih jalur yang paling sesuai dengan medan nyata pendidikan. Dan di sanalah letak kekuatannya: sederhana, manusiawi, dan sangat relevan.
Konsep Dasar dan Sejarah Model ASSURE
Model ASSURE pertama kali dikembangkan oleh Heinich, Molenda, Russell, dan Smaldino, para pakar teknologi pendidikan yang menyadari bahwa penggunaan media dalam pembelajaran tidak bisa asal-asalan. Mereka melihat bahwa meskipun media seperti video, gambar, dan animasi semakin mudah diakses, efektivitasnya tidak otomatis terjamin. Dibutuhkan panduan yang sistematis namun tetap mudah diikuti oleh guru dalam merancang pembelajaran berbasis media. Dari situlah lahir model ASSURE, sebuah akronim yang merangkum enam langkah penting dalam menyusun pembelajaran berbasis media secara strategis, yaitu: Analyze learners, State objectives, Select methods/media/materials, Utilize media and materials, Require learner participation, dan Evaluate and revise.
Konsep dasar dari model ini bertumpu pada satu hal penting: pembelajaran yang bermakna harus dimulai dari pemahaman terhadap peserta didik. Artinya, sebelum guru memilih atau membuat media, mereka harus tahu siapa yang akan belajar—bagaimana latar belakangnya, gaya belajarnya, hambatan yang dimiliki, hingga motivasinya. ASSURE membantu guru untuk menyadari bahwa penggunaan media bukan sekadar "mempercantik" pembelajaran, tapi bagian integral dari strategi belajar yang dirancang secara sadar, penuh empati, dan berbasis kebutuhan nyata. Selain berakar pada teori pembelajaran konstruktivis dan behavioris, model ini juga sangat sesuai dengan pendekatan pembelajaran modern yang menekankan pada partisipasi aktif dan keterlibatan peserta didik. Di sinilah model ASSURE tampil berbeda dibanding banyak model lainnya. Ia tidak berhenti pada penyajian informasi, melainkan mendorong guru untuk melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses belajar melalui aktivitas yang relevan, reflektif, dan bermakna—baik secara individu maupun kelompok.
Dengan urutan yang logis dan mudah diterapkan, ASSURE menjadi salah satu model desain pembelajaran yang populer di berbagai tingkat pendidikan—dari sekolah dasar hingga universitas, bahkan dalam pelatihan profesional. Yang membuat model ini istimewa bukan hanya struktur enam tahapnya, tetapi semangat yang dibawanya: bahwa pembelajaran terbaik adalah yang dirancang dengan kesadaran, dilaksanakan dengan niat baik, dan selalu terbuka untuk diperbaiki. ASSURE adalah pengingat bahwa guru bukan hanya penyampai materi, tetapi perancang pengalaman belajar yang penuh makna.
Tahapan Model ASSURE
Model ASSURE terdiri dari enam langkah sistematis yang membimbing guru atau pengembang media dalam merancang pembelajaran berbasis teknologi dan media. Setiap langkah dirancang untuk memastikan bahwa proses belajar benar-benar melibatkan peserta didik secara aktif, serta mendorong pencapaian tujuan belajar yang terukur. Berikut penjelasan tiap tahap:
1. Analyze Learners (Analisis Peserta Didik)
Langkah pertama dalam model ASSURE adalah memahami secara menyeluruh siapa peserta didik yang akan menerima pembelajaran. Hal ini menjadi fondasi utama karena semua keputusan pengembangan media akan disesuaikan dengan kebutuhan, karakteristik, dan kemampuan mereka.
Langkah-langkah:
- Identifikasi latar belakang peserta didik (usia, tingkat pendidikan, bahasa, budaya).
- Kenali gaya belajar mereka (visual, auditori, kinestetik, kombinatif).
- Telusuri prasyarat pengetahuan yang telah dimiliki terkait materi yang akan diajarkan.
- Deteksi kebutuhan khusus atau hambatan belajar yang harus diakomodasi.
2. State Objectives (Rumusan Tujuan Pembelajaran)
Setelah mengenal peserta didik, langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan pembelajaran yang spesifik dan terukur. Tujuan ini akan menjadi acuan dalam memilih konten, metode, dan media pembelajaran.
Langkah-langkah:
- Gunakan rumusan yang spesifik dan berbasis perilaku (behavioral objectives).
- Sertakan empat elemen: Audience, Behavior, Condition, dan Degree (ABCD).
- Pastikan tujuan sejalan dengan kurikulum atau standar kompetensi yang berlaku.
3. Select Methods, Media, and Materials (Pilih Metode, Media, dan Materi)
Pada tahap ini, guru memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai, media yang akan digunakan, serta materi pembelajaran yang relevan dan menarik.
Langkah-langkah:
- Tentukan metode pembelajaran yang mendukung partisipasi aktif (diskusi, simulasi, dll).
- Pilih media pembelajaran (video, animasi, slide, game edukatif, infografis).
- Siapkan materi ajar yang akan disampaikan melalui media tersebut, pastikan valid dan mutakhir.
4. Utilize Media and Materials (Gunakan Media dan Materi Secara Efektif)
Pemanfaatan media harus dilakukan dengan persiapan matang. Guru harus memastikan media berjalan dengan baik, dapat diakses, dan digunakan sesuai rencana.
Langkah-langkah:
- Pratinjau media sebelum digunakan di kelas untuk memastikan kualitas dan kesesuaian.
- Siapkan alat bantu (laptop, proyektor, koneksi internet) sebelum sesi dimulai.
- Sajikan media dengan alur yang terstruktur, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
- Jelaskan tujuan penggunaan media kepada peserta didik agar mereka memahami konteksnya.
5. Require Learner Participation (Libatkan Peserta Didik Secara Aktif)
Tahap ini menekankan pada pentingnya keterlibatan peserta didik dalam proses belajar. Media bukan hanya untuk ditonton atau dibaca, tapi harus menginspirasi interaksi.
Langkah-langkah:
- Rancang aktivitas yang menuntut peserta didik berpikir, berdiskusi, atau membuat sesuatu dari media yang ditampilkan.
- Gunakan kuis interaktif, tugas kelompok, atau refleksi singkat setelah penyajian media.
- Dorong peserta didik untuk mengaitkan materi dengan pengalaman atau lingkungan sekitar mereka.
6. Evaluate and Revise (Evaluasi dan Revisi)
Langkah terakhir adalah mengevaluasi keberhasilan pembelajaran serta efektivitas media yang digunakan. Proses ini juga mencakup revisi untuk perbaikan.
Langkah-langkah:
- Lakukan evaluasi hasil belajar (tes, portofolio, atau penugasan).
- Evaluasi juga prosesnya: apakah media membantu mencapai tujuan? Apakah siswa antusias?
- Kumpulkan masukan dari peserta didik dan observasi guru.
- Revisi media atau strategi jika ditemukan kelemahan.
Kelebihan dan Kekurangan Model ASSURE dalam Pengembangan Media Pembelajaran
Model ASSURE menjadi salah satu pendekatan desain pembelajaran yang banyak digunakan karena praktis, terfokus pada peserta didik, dan terstruktur secara logis. Meskipun demikian, seperti semua model, ia juga memiliki keterbatasan yang perlu dipertimbangkan saat digunakan dalam konteks pengembangan media.
Kelebihan Model ASSURE
- Berorientasi pada peserta didik
ASSURE selalu diawali dengan analisis karakteristik peserta didik, sehingga media yang dikembangkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan, gaya belajar, dan kemampuan siswa. - Mendorong penggunaan media yang terencana
Alih-alih menggunakan media secara asal, model ini membimbing guru untuk merencanakan pemilihan dan pemanfaatan media secara sistematis, sehingga media benar-benar menjadi alat bantu yang efektif. - Mudah diterapkan oleh guru di berbagai jenjang
Dengan hanya enam langkah yang jelas, model ini sangat praktis untuk digunakan oleh guru pemula maupun yang sudah berpengalaman tanpa perlu pelatihan intensif. - Meningkatkan partisipasi aktif siswa
Salah satu langkah eksplisit dalam model ini adalah melibatkan siswa secara aktif, bukan hanya sebagai penerima informasi, tetapi sebagai subjek yang membangun pengetahuannya sendiri. - Fleksibel untuk berbagai bentuk media
Model ini bisa diterapkan untuk berbagai media pembelajaran: video, audio, animasi, infografis, bahkan media interaktif berbasis web atau aplikasi.
Kekurangan Model ASSURE
- Kurang cocok untuk pengembangan skala besar atau kompleks
Model ini lebih ideal untuk satuan pembelajaran kecil (microteaching). Untuk proyek desain instruksional besar, seperti e-learning sistemik atau kurikulum daring, model ini bisa terasa terlalu sederhana. - Tidak secara eksplisit membahas proses pengembangan media
Meski membahas pemilihan dan pemanfaatan media, model ini tidak membimbing teknis produksi media seperti storyboard, editing, atau pengujian usability. - Ketergantungan pada kompetensi guru dalam merancang tujuan
Jika guru kurang terampil dalam merumuskan tujuan pembelajaran secara operasional dan terukur, maka seluruh proses dapat menjadi bias atau tidak efektif. - Cenderung berfokus pada media, bukan keseluruhan sistem pembelajaran
Karena fokus utamanya pada penggunaan media, aspek seperti pengelolaan kelas, pengembangan kurikulum, atau perencanaan evaluasi jangka panjang kurang disentuh secara mendalam.
Kesimpulan
- Model ASSURE hadir sebagai solusi praktis dan terarah bagi para guru dan pengembang pembelajaran dalam merancang media yang tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga bermakna dan efektif. Dengan enam langkah yang saling terintegrasi—mulai dari analisis peserta didik hingga evaluasi dan revisi—model ini menempatkan siswa sebagai pusat dari seluruh proses pembelajaran. Setiap keputusan yang diambil, baik dalam memilih metode, menyusun materi, maupun memanfaatkan media, selalu berpijak pada kebutuhan dan karakteristik peserta didik.
- Keunggulan utama model ini terletak pada kesederhanaannya dalam struktur, namun tetap kuat dalam esensi. ASSURE tidak hanya membantu guru memilih media, tetapi juga membimbing mereka bagaimana menggunakan media tersebut secara maksimal dan mengajak siswa untuk terlibat secara aktif. Ini membuat pembelajaran menjadi lebih hidup, partisipatif, dan relevan dengan dunia nyata siswa.
- Meskipun memiliki keterbatasan dalam skala implementasi yang lebih besar atau kompleks, ASSURE tetap sangat cocok untuk pembelajaran kelas, pelatihan individu, atau pengembangan media berbasis topik tertentu. Apabila diperlukan untuk konteks yang lebih luas, model ini dapat dilengkapi dengan pendekatan desain lain yang lebih menyeluruh.
- Secara keseluruhan, penerapan Model ASSURE tidak hanya membantu guru menjadi lebih terstruktur dalam mengajar, tetapi juga memperkuat peran media sebagai penghubung antara pengetahuan dan pengalaman belajar yang autentik. Dengan pendekatan ini, guru tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga menciptakan pengalaman belajar yang berdampak jangka panjang.
Daftar Pustaka
- Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., & Smaldino, S. E. (2002). Instructional Media and Technologies for Learning (7th ed.). Upper Saddle River, NJ: Merrill Prentice Hall.
- Smaldino, S. E., Lowther, D. L., & Russell, J. D. (2019). Instructional Technology and Media for Learning (11th ed.). Boston: Pearson Education.
- Arsyad, A. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
- Seels, B. B., & Richey, R. C. (1994). Instructional Technology: The Definition and Domains of the Field. Washington, DC: Association for Educational Communications and Technology (AECT).
- Daryanto. (2013). Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
- Kemp, J. E., Morrison, G. R., & Ross, S. M. (1998). Designing Effective Instruction (2nd ed.). New Jersey: Merrill.