Model Pengembangan ADDIE

Penulis: Edi Elisa | Kategori: Penelitian dan Pengembangan | Tanggal Terbit: | Dilihat: 11326 kali

1. Pengertian Model Pengembangan ADDIE

Menurut Branch (2009: 2) “ADDIE is an acronym from Analyze, Design, Develop, Implement and Evaluate. ADDIE is a product development concept, the ADDIE concept is being applied here constructing performance based learning”. ADDIE sendiri adalah akronim dari lima tahapan utama, yaitu Analyze (Analisis), Design (Desain), Develop (Pengembangan), Implement (Implementasi), dan Evaluate (Evaluasi). Seperti yang dikemukakan oleh Branch (2009:2), “ADDIE is an acronym from Analyze, Design, Develop, Implement and Evaluate. ADDIE is a product development concept, the ADDIE concept is being applied here constructing performance based learning”. ADDIE merupakan konsep pengembangan produk, konsep ADDIE diterapkan dalam membangun pembelajaran berbasis kinersja”.

Dalam terjemahan bebas, ADDIE adalah konsep pengembangan produk yang digunakan untuk membangun sistem pembelajaran berbasis kinerja. Setiap tahapan dalam model ini saling berkesinambungan dan memiliki peran penting dalam memastikan bahwa proses pembelajaran yang dikembangkan benar-benar efektif, efisien, dan relevan dengan kebutuhan peserta didik maupun tujuan pembelajaran. Dengan struktur yang sistematis dan iteratif, model ADDIE memberikan kerangka kerja yang fleksibel dan adaptif untuk mengembangkan solusi pembelajaran yang berbasis kebutuhan nyata. Model ini tidak hanya digunakan dalam pendidikan formal, tetapi juga banyak diterapkan dalam pelatihan organisasi, pengembangan e-learning, dan proyek pengembangan kurikulum. Langkah-langkah model pengembangan ADDIE biasanya divisualisasikan dalam bentuk diagram alur atau siklus yang menggambarkan hubungan antar tahap secara berurutan namun dinamis, sehingga memungkinkan adanya revisi dan penyempurnaan secara terus menerus. Menurut Branch, (2009: 2) Langkah-langkah model pengembangan ADDIE dapat dilihat pada gambar berikut:

2. Tahap Analisis (Analyze)

Tahap analisis merupakan fondasi awal dalam model pengembangan ADDIE. Menurut Branch (2009: 24), tujuan utama dari tahap ini adalah untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab dari kesenjangan performa atau masalah pembelajaran yang terjadi. Pada dasarnya, analisis dilakukan untuk memastikan bahwa masalah yang terdeteksi memang benar-benar signifikan dan layak untuk diselesaikan melalui pengembangan produk atau metode pembelajaran. Dengan kata lain, proses ini mencegah pengembangan yang tidak tepat sasaran akibat asumsi yang keliru. Dalam konteks pengembangan media atau model pembelajaran baru, analisis juga mencakup penilaian terhadap kelayakan dan syarat-syarat penerapannya, termasuk sumber daya, konteks institusi, dan karakteristik peserta didik. Tanpa analisis yang komprehensif, bisa saja desain pembelajaran yang dibuat tampak baik secara teoretis, namun tidak dapat diimplementasikan karena berbagai keterbatasan. Permasalahan yang muncul bisa disebabkan karena metode pembelajaran yang digunakan tidak lagi relevan, tidak sesuai dengan kebutuhan kurikulum terbaru, atau kurang efektif untuk karakteristik peserta didik saat ini. Oleh karena itu, langkah-langkah analisis perlu dilakukan secara sistematis sebagaimana dijabarkan oleh Branch berikut ini:

2.1. Analisis Kurikulum

Analisis kurikulum dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara model atau media pembelajaran yang akan dikembangkan dengan standar yang ditetapkan oleh institusi pendidikan. Peneliti perlu berkonsultasi langsung dengan guru mata pelajaran, dalam hal ini guru matematika, guna memperoleh informasi terkait kurikulum yang digunakan, seperti Kurikulum Merdeka atau Kurikulum 2013. Selain itu, peneliti juga harus memahami kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) yang ditargetkan pada semester tertentu. Informasi ini penting agar materi dalam media pembelajaran benar-benar mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, tidak menyimpang dari konten esensial, dan tetap relevan dengan silabus yang berlaku di sekolah. Dengan pemahaman ini, desain produk media yang dikembangkan bisa diarahkan agar selaras dengan kurikulum dan kebutuhan guru serta peserta didik.

Langkah-langkah dalam menganalisi kurikulum apat dilihat disini

2.2. Memvalidasi Kesenjangan Kinerja

Validasi kesenjangan kinerja bertujuan untuk memastikan bahwa masalah yang diidentifikasi memang nyata dan perlu ditindaklanjuti. Menurut Branch (2009: 25), hal ini dilakukan dengan menggali penyebab utama dari kesenjangan performa—apakah berasal dari keterbatasan pengetahuan, keterampilan, motivasi, atau faktor eksternal lainnya. Validasi dapat dilakukan melalui metode wawancara dengan guru untuk memperoleh pandangan langsung mengenai efektivitas metode pembelajaran saat ini. Selain itu, angket atau lembar observasi juga dapat diberikan kepada siswa untuk mengidentifikasi pengalaman belajar mereka, tantangan yang dihadapi, dan sejauh mana mereka memahami materi yang diajarkan. Dengan demikian, data yang terkumpul akan menjadi dasar kuat dalam merumuskan kebutuhan pengembangan yang tepat sasaran.

2.3 Menetapkan Tujuan

Setelah kesenjangan performa dikaji dan divalidasi, langkah berikutnya adalah menetapkan tujuan pembelajaran. Tujuan ini tidak hanya mencerminkan hasil yang ingin dicapai, tetapi juga harus merespon langsung terhadap masalah yang ditemukan. Seperti disampaikan oleh Branch (2009: 33), tujuan pembelajaran dalam konteks ini dirancang untuk menanggapi kesenjangan performa yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan. Penetapan tujuan harus dirumuskan secara spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan berbatas waktu (SMART). Tujuan ini nantinya menjadi acuan dalam merancang strategi, materi, serta evaluasi pembelajaran yang sesuai.

2.4 Analisis Kebutuhan dan Karakteristik Siswa

Menurut Branch (2009: 37), analisis kebutuhan dan karakteristik siswa sangat penting karena setiap peserta didik memiliki latar belakang, kemampuan, dan gaya belajar yang berbeda-beda. Melalui wawancara dan observasi, peneliti dapat mengumpulkan informasi mengenai kemampuan awal siswa terhadap materi, pengalaman belajar sebelumnya, preferensi media atau metode pembelajaran, serta tingkat motivasi belajar. Dengan memahami profil peserta didik secara lebih mendalam, pengembang dapat merancang produk yang lebih adaptif, menarik, dan sesuai dengan gaya belajar mereka. Hal ini juga akan meningkatkan efektivitas penggunaan media pembelajaran yang dikembangkan.

2.5 Sumber Daya yang Tersedia

Sumber daya merupakan aspek krusial yang menentukan keberhasilan implementasi produk pembelajaran. Branch (2009: 47) mengidentifikasi empat jenis sumber daya utama: (1) sumber konten, yaitu materi ajar dan referensi yang tersedia; (2) sumber daya teknologi, seperti perangkat keras dan lunak yang diperlukan untuk menjalankan media; (3) fasilitas pengajaran, seperti ruang kelas, laboratorium, atau akses internet; serta (4) sumber daya manusia, yakni kompetensi guru dan tim pengembang. Setiap sumber daya perlu dianalisis secara menyeluruh untuk memastikan bahwa produk yang dirancang nantinya dapat digunakan secara optimal dalam konteks lingkungan pendidikan tempat pengembangan dilakukan. Jika ada keterbatasan dalam salah satu aspek ini, perlu disiapkan alternatif solusi agar proses pembelajaran tetap berjalan secara efektif.

3. Tahap Desain (Design)

ahap desain merupakan fase kritikal dalam model ADDIE, yang menjembatani antara hasil analisis dan proses pengembangan produk pembelajaran. Menurut Branch (2009: 52), tahap ini dimulai dengan penyusunan rencana kerja yang sistematis dan terstruktur. Rencana ini bertujuan untuk menetapkan gambaran menyeluruh mengenai produk akhir yang ingin dikembangkan, termasuk elemen-elemen teknis dan pedagogisnya. Desain yang kuat akan memberikan arah yang jelas dan meminimalisir terjadinya revisi besar di tahap pengembangan. Dalam praktiknya, tahap desain terdiri dari beberapa langkah penting yang saling berkaitan dan membentuk dasar logis serta visual dari media pembelajaran.

3.1. Menentukan Tim Pengembangan

Langkah awal dalam tahap desain adalah menentukan tim pengembang. Tim ini merupakan elemen kunci dalam menjamin kualitas dan kelengkapan produk. Tim pengembang media pembelajaran biasanya terdiri dari beberapa ahli, yakni:

  1. Ahli desain pembelajaran, yang memahami prinsip-prinsip pedagogis dan mampu merancang struktur pembelajaran yang sesuai dengan teori belajar dan karakteristik peserta didik.
  2. Ahli materi, yang bertanggung jawab memastikan konten pembelajaran valid, akurat, dan sesuai dengan kurikulum.
  3. Responden atau pengguna sasaran, seperti guru atau siswa, yang berperan dalam memberikan masukan awal terhadap desain dan digunakan sebagai sumber data empiris.

Dengan kolaborasi yang sinergis, setiap anggota tim memberikan kontribusi spesifik sesuai keahliannya, sehingga proses pengembangan berjalan lebih terarah dan efisien.

3.2. Menyusun Jadwal Pengembangan

Setelah tim terbentuk, tahap berikutnya adalah menyusun jadwal kerja yang realistis dan terstruktur. Jadwal ini meliputi seluruh tahapan dari proses desain hingga evaluasi produk akhir. Penyusunan jadwal sangat penting karena akan menjadi alat kontrol yang memastikan bahwa setiap fase pengembangan dilakukan sesuai rencana dan tidak melampaui waktu yang ditentukan. Jadwal juga harus mempertimbangkan tenggat waktu, ketersediaan sumber daya manusia, dan kemungkinan hambatan teknis yang dapat terjadi. Sebuah jadwal yang baik biasanya memuat rincian mingguan atau bulanan, disertai indikator capaian dari setiap tahapan.

3.3. Membuat Peta Konsep

Peta konsep adalah representasi grafis dari alur isi atau materi pembelajaran yang akan dikembangkan. Dalam konteks media pembelajaran matematika, peta konsep memuat struktur materi berdasarkan kompetensi dasar yang ingin dicapai, serta hubungan antara satu konsep dengan konsep lainnya. Peta ini membantu pengembang untuk menjaga konsistensi isi agar tidak keluar dari kurikulum dan memastikan bahwa urutan penyampaian materi logis serta mudah dipahami oleh peserta didik. Dengan adanya peta konsep, proses pengembangan menjadi lebih terarah karena alur isi telah digambarkan secara sistematis.

3.4. Struktur Multimedia Pembelajaran 

Struktur multimedia adalah rancangan awal dari bagaimana komponen-komponen media akan disusun dan dihubungkan secara interaktif. Pada tahap ini, pengembang mendesain alur navigasi, tampilan layar, tombol interaktif, urutan penyampaian informasi, serta hubungan antara teks, gambar, video, dan suara. Tujuan dari penyusunan struktur multimedia ini adalah untuk menciptakan pengalaman belajar yang intuitif dan menarik. Dalam pembelajaran matematika, multimedia dapat mencakup animasi konsep, visualisasi geometri, interaksi drag-and-drop, serta evaluasi interaktif. Oleh karena itu, desain struktur harus dirancang secara detail agar pengguna dapat mengikuti alur pembelajaran tanpa kebingungan dan tetap fokus pada tujuan pembelajaran.

3.5. Storyboard

Storyboard merupakan kerangka visual yang menjelaskan isi dan desain dari setiap layar dalam produk multimedia. Menurut Rusdi (2018:127), storyboard dibuat agar setiap tampilan layar mampu menyampaikan pesan pembelajaran dengan jelas dan efektif. Dalam storyboard, semua elemen komunikasi dituangkan—baik itu bahasa tulisan, visual, suara, maupun gerak. Kombinasi elemen-elemen ini harus mendukung penyampaian pesan dan materi ajar yang telah dirancang. Sebagai contoh, untuk menjelaskan konsep geometri, pengembang dapat menambahkan narasi suara yang mendampingi animasi visual bentuk bangun datar. Dengan storyboard yang baik, pengembang tidak hanya memastikan bahwa tampilan setiap halaman sesuai dengan alur pembelajaran, tetapi juga memastikan keberpaduan antar elemen multimedia sehingga tidak tumpang tindih atau mengganggu pemahaman.

Tahap desain ini tidak hanya menghasilkan cetak biru pengembangan produk, tetapi juga merupakan titik di mana keberhasilan produk mulai ditentukan. Rencana yang dibuat di tahap ini akan menjadi panduan utama bagi pengembang saat masuk ke tahap berikutnya, yaitu tahap Develop. Oleh karena itu, ketelitian dan kedalaman analisis sangat dibutuhkan agar produk yang dihasilkan benar-benar efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.

4. Tahap Pengembangan (Development)

Tahap Development dalam model ADDIE merupakan fase di mana rancangan produk yang telah disusun pada tahap desain mulai diwujudkan dalam bentuk nyata. Menurut Branch (2009: 83), pengembangan adalah proses merealisasikan desain menjadi produk pembelajaran yang dapat digunakan dan diuji efektivitasnya. Pada tahap ini, pengembang mulai memproduksi media pembelajaran dengan menggabungkan konten, elemen visual, suara, animasi, dan interaktivitas yang telah dirancang sebelumnya. Produk awal yang dikembangkan selanjutnya harus divalidasi oleh para ahli untuk memastikan kesesuaian isi, kualitas tampilan, keterpahaman pesan, serta efektivitas media dalam mendukung pencapaian tujuan pembelajaran.

Validasi dilakukan oleh dua jenis ahli, yakni ahli media (yang menilai aspek teknis dan desain visual) serta ahli materi (yang menilai ketepatan isi, kedalaman konsep, dan kesesuaian dengan kurikulum). Saran dan masukan dari para ahli digunakan untuk merevisi produk sebelum dilakukan uji coba kepada sasaran pengguna. Setelah produk direvisi berdasarkan hasil validasi, maka dilakukan evaluasi formatif, yaitu proses sistematis untuk mengumpulkan data yang digunakan dalam menyempurnakan produk sebelum benar-benar diimplementasikan di lapangan. Menurut Branch (2009:122), evaluasi formatif bertujuan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan produk sedini mungkin agar dapat diperbaiki sebelum digunakan secara luas. Evaluasi ini dilakukan melalui tiga tahapan uji coba berikut:

4.1. Uji coba perorangan (One-to-one trial)

Uji coba perorangan merupakan tahap awal dalam evaluasi formatif. Pada fase ini, media pembelajaran diujikan kepada satu atau beberapa individu siswa yang memiliki karakteristik serupa dengan target pengguna. Tujuannya adalah untuk memperoleh masukan awal yang mendalam mengenai kejelasan instruksi, kemudahan penggunaan, keterbacaan teks, respon terhadap animasi atau elemen interaktif, serta daya tarik media. Proses ini seringkali dilakukan dalam bentuk think-aloud protocol, yaitu meminta peserta mengutarakan apa yang mereka pikirkan saat menggunakan media, sehingga pengembang dapat memahami bagaimana siswa memproses informasi yang disajikan. Masukan yang diperoleh menjadi acuan penting untuk perbaikan awal sebelum pengujian yang lebih luas.

4.2. Uji coba kelompok kecil (Small group trial)

Setelah revisi dari uji coba perorangan dilakukan, produk kemudian diuji pada kelompok kecil siswa. Menurut Branch (2009: 124), jumlah peserta dalam uji coba kelompok kecil berkisar antara 8 hingga 20 orang. Dalam uji coba ini, peneliti dapat melihat variasi respon pengguna, mengidentifikasi bagian dari media yang mungkin membingungkan, serta mengevaluasi alur interaksi media secara lebih nyata. Teknik pengumpulan data yang umum digunakan meliputi observasi, angket tanggapan pengguna, dan diskusi kelompok. Pengujian ini sangat penting untuk mengidentifikasi kesalahan teknis atau pedagogis yang mungkin belum terdeteksi pada uji coba perorangan. Revisi kembali dilakukan berdasarkan temuan yang muncul dari uji kelompok kecil.

4.3. Uji coba kelompok besar (Field tryout)

UUji coba kelompok besar adalah tahap akhir dari evaluasi formatif, yang melibatkan jumlah peserta lebih besar dan lebih mendekati kondisi nyata di kelas. Pada tahap ini, media pembelajaran diimplementasikan secara menyeluruh dalam proses pembelajaran yang sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk melihat efektivitas produk dalam konteks riil, termasuk waktu penyampaian, tingkat keterlibatan siswa, pencapaian tujuan pembelajaran, dan umpan balik dari guru. Uji coba ini juga digunakan untuk mengidentifikasi masalah logistik dan teknis, serta mengukur tingkat keberterimaan media oleh pengguna akhir. Data kuantitatif dan kualitatif dikumpulkan melalui tes, angket, observasi langsung, dan wawancara untuk memastikan produk siap digunakan secara luas.

5. Tahap Implementasi (Implementation)

Tahap Implementation merupakan fase di mana produk pembelajaran yang telah dikembangkan dan disempurnakan mulai diterapkan dalam lingkungan belajar yang sesungguhnya. Menurut Branch (2009: 150), tahap ini bertujuan untuk mengorganisasi dan menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik secara efektif, sesuai dengan rancangan dan hasil evaluasi formatif pada tahap sebelumnya. Dalam konteks ini, implementasi bukan sekadar menyerahkan produk kepada guru atau siswa, tetapi mencakup proses pengelolaan penggunaan media, pelatihan pengguna, serta pengawasan terhadap jalannya proses pembelajaran untuk memastikan produk berjalan sebagaimana mestinya.

Implementasi yang baik membutuhkan kesiapan dari semua pihak yang terlibat, termasuk guru, siswa, serta infrastruktur penunjang seperti perangkat teknologi dan koneksi internet (bila produk berbasis digital). Oleh karena itu, sebelum implementasi dilakukan, pengembang harus menyiapkan petunjuk penggunaan media, melakukan pelatihan singkat bagi guru jika diperlukan, dan menyiapkan sistem umpan balik untuk menangani kendala yang mungkin muncul selama pelaksanaan.

5.1. Persiapan Implementasi

Langkah pertama adalah mempersiapkan segala kebutuhan teknis dan non-teknis. Ini meliputi:

  • Penyediaan media pembelajaran dalam bentuk akhir (aplikasi, video, modul digital, dll.)
  • Panduan penggunaan media (manual atau tutorial) bagi guru dan siswa
  • Koordinasi dengan guru mata pelajaran untuk integrasi media ke dalam RPP dan jadwal pembelajaran
  • Pengecekan kesiapan perangkat keras seperti komputer, proyektor, tablet, atau jaringan internet
  • Persiapan ini sangat penting untuk mencegah terjadinya gangguan saat proses implementasi berlangsung.
     

5.2. Pelaksanaan di Kelas

Setelah semua persiapan matang, media pembelajaran mulai diterapkan dalam proses belajar-mengajar. Guru memainkan peran sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa dalam menggunakan media, memberikan arahan jika diperlukan, dan mencatat respon atau kesulitan yang dialami siswa. Sementara itu, siswa menggunakan media sesuai dengan petunjuk, dan berinteraksi langsung dengan materi pembelajaran secara mandiri atau berkelompok. Pada tahap ini, pengembang juga dapat hadir sebagai pengamat untuk melihat reaksi nyata pengguna terhadap media, mencatat bagian-bagian yang berjalan efektif maupun yang kurang berhasil. Interaksi yang terjadi antara siswa dan media menjadi sumber informasi penting dalam penilaian awal efektivitas implementasi.

 
5.3. Pengumpulan Data Umum dan Umpan Balik

Selama dan setelah implementasi, penting untuk mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif terkait penggunaan media. Data ini dapat berupa:

  • Tes hasil belajar untuk mengukur penguasaan materi
  • Angket persepsi siswa dan guru terhadap media
  • Wawancara untuk mengeksplorasi pengalaman belajar
  • Observasi langsung terhadap keaktifan dan keterlibatan siswa

Data ini akan digunakan untuk mengetahui apakah media yang dikembangkan dapat diterima dengan baik, mudah digunakan, serta efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa.

5.4. Identifikasi Masalah Teknis atau Pedagogis

Selama proses implementasi, sering kali ditemukan masalah yang tidak muncul pada tahap uji coba. Masalah ini bisa bersifat teknis, seperti media yang tidak kompatibel dengan perangkat tertentu, atau pedagogis, seperti instruksi yang kurang jelas. Semua kendala ini harus dicatat secara sistematis agar bisa digunakan sebagai dasar perbaikan lebih lanjut pada tahap evaluasi atau pengembangan lanjutan. Evaluasi pasca-implementasi juga bisa mencakup wawancara mendalam dengan guru untuk mengetahui seberapa besar media membantu dalam proses pembelajaran.

 
Dengan kata lain, tahap implementasi adalah saat di mana ide dan rancangan bertemu dengan realitas. Di sini, efektivitas dari media pembelajaran benar-benar diuji dalam konteks dunia nyata. Keberhasilan tahap ini ditentukan oleh tingkat kesiapan pelaksanaan, kemudahan penggunaan media oleh pengguna akhir, serta kesesuaian media dengan konteks dan kebutuhan peserta didik.

6. Tahap Evaluasi (Evaluation)

Pada tahap evaluasi, apa yang telah dilakukan direfleksikan dan direvisi yaitu mulai dari tahap analisis (analyze), desain (design), pengembangan (depelopment), hingga tahap implementasi (implementation). Adapun tujuan tahap evaluasi adalah menilai kualitas dari produk dan proses (Branch, 2009: 151). Tahap Evaluate merupakan proses sistematis untuk menilai kualitas dan keberhasilan media pembelajaran yang telah diimplementasikan. Evaluasi tidak hanya berfungsi sebagai penilaian akhir, tetapi juga sebagai refleksi menyeluruh terhadap seluruh proses pengembangan, mulai dari analisis hingga implementasi. Menurut Branch (2009: 197), evaluasi dilakukan untuk mengukur apakah produk pembelajaran telah memenuhi tujuan yang ditetapkan, serta untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan. Evaluasi dalam model ADDIE dibagi menjadi dua bentuk utama, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

 
6.1. Evaluasi Sumatif

Evaluasi sumatif bertujuan untuk mengetahui sejauh mana produk pembelajaran yang dikembangkan mampu mencapai tujuan pembelajaran dan memberikan dampak positif terhadap peserta didik. Evaluasi ini dilakukan setelah media diimplementasikan sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Beberapa indikator yang dinilai dalam evaluasi sumatif antara lain:

  • Peningkatan hasil belajar siswa, yang diukur melalui pre-test dan post-test
  • Efektivitas media, ditinjau dari kejelasan isi, interaktivitas, daya tarik visual, dan kemudahan penggunaan
  • Kesesuaian media dengan kebutuhan pengguna, baik siswa maupun guru
  • Respon dan kepuasan pengguna, melalui angket, wawancara, atau diskusi kelompok

Evaluasi ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai keberhasilan media dalam mendukung proses belajar dan menjadi dasar pertimbangan apakah media tersebut layak digunakan secara luas atau perlu revisi lanjutan.

 
6.2. Umpan Balik dari Pengguna

Selain menggunakan instrumen penilaian formal, evaluasi juga dilakukan dengan mengumpulkan umpan balik langsung dari pengguna. Guru, sebagai fasilitator pembelajaran, biasanya memiliki masukan penting mengenai penggunaan media dalam situasi nyata, seperti integrasi ke dalam RPP, kendala teknis, atau pengaruh terhadap keterlibatan siswa. Sementara itu, siswa memberikan informasi tentang aspek kemudahan penggunaan, daya tarik, dan seberapa membantu media dalam memahami materi pelajaran. Umpan balik ini menjadi aspek penting karena sering kali mencerminkan pengalaman autentik pengguna yang tidak bisa diukur hanya dengan instrumen tes.

 
6.3. Revisi Akhir

Berdasarkan hasil evaluasi sumatif dan umpan balik dari pengguna, dilakukan proses revisi akhir terhadap media pembelajaran. Revisi ini bersifat menyeluruh, mencakup aspek teknis (tampilan, navigasi, kompatibilitas perangkat) maupun aspek konten (kejelasan materi, alur penyampaian, serta penyesuaian terhadap tingkat berpikir siswa). Tujuan revisi akhir ini adalah untuk menyempurnakan produk sebelum digunakan secara berkelanjutan atau disebarluaskan ke lingkungan pembelajaran yang lebih luas.

 
6.4. Dokumentasi dan Pelaporan

Sebagai bagian dari evaluasi yang profesional, seluruh proses evaluasi harus didokumentasikan dengan baik. Dokumentasi mencakup:

  • Deskripsi instrumen evaluasi yang digunakan
    Hasil analisis data kuantitatif dan kualitatif
    Ringkasan revisi yang telah dilakukan
    Kesimpulan mengenai efektivitas produk pembelajaran

Dokumentasi ini menjadi dasar untuk publikasi akademik, laporan pertanggungjawaban penelitian, atau panduan penggunaan produk di masa mendatang.
 

Secara keseluruhan, tahap evaluasi merupakan penutup dari siklus ADDIE yang sekaligus membuka kemungkinan untuk iterasi baru. Dengan mengevaluasi secara objektif dan menyeluruh, pengembang dapat memastikan bahwa produk pembelajaran tidak hanya memenuhi standar kualitas, tetapi juga benar-benar bermanfaat dan berdampak pada proses belajar peserta didik.

Kesimpulan Umum

Model pengembangan ADDIE menawarkan kerangka kerja yang sistematis dan terstruktur dalam merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi produk pembelajaran yang efektif dan berbasis kebutuhan nyata. Melalui lima tahapan utama—Analyze, Design, Develop, Implement, dan Evaluate—ADDIE membantu pengembang untuk merumuskan solusi pembelajaran yang tidak hanya relevan dengan kurikulum, tetapi juga sesuai dengan karakteristik peserta didik dan kondisi lingkungan belajar. Tahap analisis berfungsi untuk mengidentifikasi masalah pembelajaran dan kebutuhan pengguna. Selanjutnya, tahap desain mengarahkan pengembang untuk menyusun rencana produk yang detail dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pada tahap pengembangan, produk dirancang, divalidasi, dan disempurnakan melalui evaluasi formatif. Produk yang sudah siap kemudian diuji secara nyata pada tahap implementasi, yang melibatkan guru dan siswa dalam konteks pembelajaran sebenarnya. Akhirnya, tahap evaluasi memberikan umpan balik menyeluruh terhadap efektivitas dan efisiensi produk, serta menyempurnakannya sebelum digunakan secara lebih luas. Dengan menerapkan ADDIE secara konsisten, para pendidik, pengembang media, dan peneliti pendidikan dapat menciptakan inovasi pembelajaran yang terarah, berkualitas, dan berdampak nyata bagi peningkatan mutu pendidikan.