Landasan Yuridis Pendidikan Kejuruan

Penulis: Edi Elisa | Kategori: Pendidikan Kejuruan | Tanggal Terbit: | Dilihat: 3927 kali

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN), Pasal 1).

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SPN, Pasal 15 menyatakan, “Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.” Selanjutnya, Pasal 18 ayat (2) dan (3) menyatakan, “Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.” Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SPN, Pasal 20 ayat (3) menyatakan, “Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.” Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak dikenal istilah vokasional, yang dikenal adalah pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi pada naskah ini bukan pendidikan vokasi dalam ranah perguruan tinggi atau secara yuridis, tetapi pendidikan vokasi dalam ranah teoretis dan praktis seperti definisi Unesco di atas. Di Jerman, SMK atau penidikan kejuruan termasuk pendidikan vokasi. Di Indonesia, SMK termasuk pendidikan menengah dan pendidikan vokasi termasuk pendidikan tinggi.

Definisi pendidikan kejuruan secara yuridis tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SPN, Pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang menyiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Definisi pendidikan kejuruan selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang menyatakan bahwa SMK adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang SNP, Pasal 19 dinyatakan bahwa Standar Kompetensi Lulusan (SKL) satuan pendidikan menengah kejuruan adalah untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan bidang kejuruannya.

Definisi dan tujuan pendidikan kejuruan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SPN bermakna bahwa definisi dan tujuan pendidikan kejuruan terpengaruh pendapat Prosser dengan filsafat esensialismenya, sedangkan deskripsi SKL seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang SPN bermakna bahwa SKL tersebut terpengaruh Dewey dengan filsafat pragmatismenya.