Kutu Kebul merupakan serangga berukuran kecil (2 - 3 mm) yang memiliki nama ilmiah Bemisia tabaci Genn. Hama ini disebut Kutu Kebul karena apabila keberadaan imago pada tanaman terganggu (misalnya karena gerakan tumbuhan oleh angin atau sentuhan manusia), maka imago tersebut akan beterbangan seperti Kebul (Indonesia : asap). Kutu Kebul terdistribusi luas di daerah tropik dan subtropik serta di daerah temperate (daerah yang memiliki empat musim) (Suharto, 2007:12). Kutu Kebul memiliki tubuh berwarna hijau muda, yang ditutupi oleh bahan seperti lilin berwarna putih, memiliki mata faset memanjang vertikal dan menyempit di tengah, sayap belakang hampir sama besar dengan sayap depan, dan pada saat istirahat sayap ini akan menutup harizontal diatas tubuh. Telur berwarna putih dan akan berubah warna menjadi kuning terang apabila akan menetas, telur diletakkan pada bagian bawah daun, panjang telur sekitar 0,2 mm (Suharto, 2007:12).
Kutu Kebul juga dikenal dengan nama sweet potato white fly atau white-flies. Memiliki tubuh berwarna kuning dengan sayap berwarna putih dan ditutupi dengan lapisan lilin yang bertepung. Telur berwarna kuning terang, yang biasa diletakkannya pada bagian bawah daun tanaman inang, imago terletak pada bagian daun pucuk, sedangkan nimfa pada umumnya diletakkan pada bagian tengah, dan pupa terletak pada bagian bawah daun. Kutu Kebul ini juga dapat menghasilkan sekresi embun madu sebagai media pertumbuhann jamur embun jelaga (Pitojo, 2005:61).
Klasifikasi Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.)
Hama penghisap daun Kutu Kebul pada umumnya dikenal dengan nama ilmiah Bemisia tabaci Genn. Hama ini termasuk dalam ordo Homoptera, famili Aleyrodidae, genus Bemisia, dan spesies tabaci. Kutu Kebul bersifat polifag, yaitu memiliki banyak jenis makanan atau dapat memakan segala jenis makanan baik dari tanaman sayuran, buah-buahan, pangan, tanaman hias, dan berbagai jenis gulma sehingga sulit untuk dikendalikan. Strategi pengendalian yang efektif dapat disusun dengan mempelajari ekobiologi hama. Hama jenis ini mulai dikenal lebih dari 100 tahun yang lalu sebagai salah satu hama yang paling merugikan pada berbagai tanaman di daerah tropik maupun sub tropik (Marwoto, 2011:88). Menurut Hadi (2009: 137-138) Kutu Kebul dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Homoptera
Famili : Aleyrodidae
Genus : Bemisia
Spesies : Bemisia tabaci Gennadius.
Morfologi Kutu Kebul
Serangga dewasa Kutu Kebul berwarna putih dengan sayap jernih, ditutupi lapisan lilin yang bertepung. Ukuran tubuhnya berkisar antara 1 - 1,5 mm. tubuh serangga memiliki warna putih hingga kekuningan. Serangga yang baru menjadi dewasa akan mengembangkan sayapnya selama 8-15 menit dan kemudian tubuh akan tertutupi tepung lilin (Suharto, 2007:21). Lama hidup Kutu Kebul tergantung dengan keadaan lingkungan dan faktor lain. Lama hidup imago rata-rata berkisar antara 6 - 7 hari (Suharto, 2007:21-22).
Serangga dewasa meletakkan telur di permukaan bawah daun muda, telur berwarna kuning terang, telur berbentuk elips dan bertangkai seperti kerucut dengan panjang berkisar 0,2-0,3 mm. Masa inkubasi telur selama 4-6 hari pada suhu 26-32° C, sedangkan pada suhu 18-22° C masa inkubasi telur selama 10-16 hari. Jumlah telur yang diletakan di permukaan daun dan buah yang terserang virus berjumlah 77 butir dan pada daun dan buah sehat berjumlah 14 butir (Suharto, 2007:21).
Kutu Kebul memiliki tiga instar nimfa, yang akan berlangsung selama 12-15 hari. Panjang tubuh nimfa berkisar 0,2-0,4 mm, berbentuk bulat panjang dengan thoraks melebar dan cembung serta ruang abdomen terlihat dengan jelas Serangga muda (nimfa) yang baru keluar dari telur berwarna putih pucat, tubuhnya berbentuk bulat telur dan pipih. Hanya instar satu yang kakinya berfungsi, sedang instar dua dan tiga melekat pada daun selama masa pertumbuhannya. Panjang tubuh nimfa 0,7 mm. Stadia pupa terbentuk pada permukaan daun bagian bawah (Marwoto, 2011:88-89).
Tanaman Inang Kutu Kebul
Tanaman inang merupakan tanaman yang dijadikan tempat hidup, tempat bersembunyi, atau tempat berkembangbiaknya hama dan penyakit pada suatu tanaman yang sedang dibudidayakan. Hama dan penyakit tersebut berperan sebagai parasit bagi tanaman inang yang ditinggalinya. Tanaman inang ini dapat berupa tanaman atau tanaman budidaya lainnya (Azzami, 2019:1). Di Indonesia sayuran yang dapat menjadi tanaman inang Kutu Kebul dengan tingkat kerusakan yang cukup tinggi akibat serangan Kutu Kebul. Hubungan Kutu Kebul dengan tanaman inang dapat berupa untuk makan dan meletakkan telur, dimana peletakan telur ini merupakan fase yang sangat penting untuk melangsungkan kehidupannya. Dalam meletakkan telur-telurnya, Kutu Kebul akan memilih tempat yang cocok untuk kelangsungan hidup dan perkembangannya karena berfungsi sebagai tempat untuk menyempurnakan perkembangan stadia nimfanya sebelum berubah menjadi imago (Sari, 2015:256).
Kutu kebul meletakkan telur dan mengisap cairan daun dapat pada satu daun, dapat juga berpindah-pindah. Terdapat beberapa cara pemilihan inang Kutu Kebul antara lain pemilihan tanaman sebelum hinggap, di mana Kutu Kebul memilih spesies tanaman dengan warna tertentu. Warna kuning atau hijau sangat disukai Kutu Kebul. Pemilihan inang setelah hinggap bekaitan dengan kesukaan makan Kutu Kebul, dimana Kutu Kebul biasanya suka pada daun yang berserat seperti kapas atau sangat menyukai daun yang bertrikoma (Sari, 2015:256-257). Hama jenis ini dapat menyerang tanaman dari famili Compositae (letus, krisan), Cucurbitaceae (mentimun, labu, labu air, pare, semangka dan zuchini), Cruciferae (brokoli, kembang kol, kubis, lobak), Solanaceae (tembakau, terong, kentang, tomat, cabai), dan Leguminoceae (kedelai, kacang hijau, kacang tanah, buncis, kapri). Selain itu, kutu kebul juga mempunyai inang selain tanaman pangan yaitu gulma babadotan (Ageratum conyzoides). Penelitian lain juga menyebutkan kutu kebul ditemukan pada Ipomoe spp. (Marwoto, 2011:89).
Dampak Kutu Kebul
Kutu Kebul dapat berperan sebagai vektor penyakit tomato yellow leaf virus (TYLV) dan penyakit tomato leaf curel virus (CLCV). Kedua macam virus tersebut bersifat persisten, dimana virus ini akan berada di dalam tubuh Kutu Kebul dalam jangka waktu yang lama, bahkan selama hidup Kutu Kebul tersebut. Kutu Kebul akan menghisap virus sekitar 30 menit atau beberapa jam setelah menghisap cairan tanaman yang sakit. Kemudian, virus ini akan mengalami periode laten di dalam tubuh Kutu Kebul ini selama beberapa jam sebelum Kutu Kebul ini dapat menularkan virus kedalam tanaman lain. Masa infektif ini dapat berlangsung hingga 35 hari atau bahkan lebih (Pitojo, 2005:61–62).
Kutu Kebul juga dapat menyebabkan terbentuknya bintik-bintik klorotik atau titik-titik berwarna hitam yang tersebar tidak merata pada daun karena tusukan stiletnya, penutupan stomata yang diakibatkan oleh embun madu yang dikeluarkan oleh nimfa dan embun jelaga yang tumbuh pada lapisan embun madu tersebut, pembentukan pigmen antosianin, daun berguguran dan dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Kerusakan juga dapat terjadi karena serangan penyakit virus kuning pada tanaman yang sangat berat dan dapat membuat kerugian ekonomi yang tinggi (Setiawati, 2007:168).
Gejala lain terkadang tampak adanya embun jelaga di balik daun atau pada ujung daun yang sudah tua dari inang yang ditinggalinya. Bagian bawah daun yang terserang akan ditutupi oleh populasi Kutu Kebul yang mengeluarkan embun madu hasil ekskresi. Selanjutnya, bagian tersebut akan diserang oleh fungi yang menyebabkan embun jelaga sehingga mampu mengurangi fotosintesis (Rizki, 2018:10).
(a) embun jelaga pada daun Buni (Nurjanah, 2016:7);
(b) Bintik klorotik yang disebabkan oleh serangan Kutu Kebul pada daun terung
(c) daun yang layu dan menguning akibat serangan dari Kutu Kebul.
Siklus Hidup Kutu Kebul
Kutu Kebul merupakan hama yang sangat polifag menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar atau gulma. Hama ini tersebar sangat luas di seluruh dunia, baik di daerah tropis atau subtropis (Suharto, 2007:80). Kutu Kebul bersifat arenotoki, yaitu betina harus melakukan perkawinan dengan jantan untuk dapat menghasilkan keturunan betina. Sedangkan jika antara jantan dan betina sudah melakukan perkawinan, maka akan mendapat keturunan jantan. Kutu Kebul juga bersifat polifag yaitu serangga yang memakan banyak jenis tanaman sayuran di antaranya tomat, cabai, kacang panjang, terung, tanaman di lapangan, dan gulma. Kondisi kering dan panas sangat sesuai bagi perkembangan Kutu Kebul, sedangkan hujan lebat akan menurunkan perkembangan populasi Kutu Kebul dengan cepat. Hama ini aktif pada siang hari dan pada malam hari berada di bawah permukaan daun (Hasyim, 2016:52).
Perbandingan antara betina dan jantan ialah 2 : 3, dengan perkembangbiakan terutama secara parthenogenesis yaitu reproduksi aseksual, dimana betina akan memproduksi sel telur yang akan berkembang tanpa melalui proses fertilisasi. Kapasitas telur yang dapat dihasilkan pada betina kawin ialah sebanyak 124 butir dan 80 butir untuk betida yang tidak kawin. Rata-rata telur akan memerlukan waktu sekitar 5-8 hari untuk menetas. Nimfa berbentuk oval, berwarna putih kehijauan dengan panjang 0,7mm. Nimfa biasanya terletak pada bagian bawah daun dengan lama stadium.
Gambar. Siklus hidup Bemisia tabaci: Telur, Nimfa instar I, Nimfa instar II, Nimfa instar III, Pupa, Imago (Yuliani , 2006:80).
Telur betina umumnya meletakkan telur di bawah permukaan daun di dekat venasi daun. Hama ini lebih menyukai permukaan daun yang banyak berbulu untuk meletakkan telurnya lebih banyak. Seekor betina selama hidupnya dapat meletakkan telur kira-kira 300 butir. Telur berukuran kecil kira-kira 0,25 mm, bebentuk seperti buah pir, dan diletakkan di bawah permukaan daun secara vertikal melalui pedicel. Telur yang baru diletakkan berwarna putih dan kemudian berubah menjadi kecokelatan. Telur tidak mudah dilihat dengan mata telanjang dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau kaca pembesar. Fase telur berlangsung kira- kira 3-5 hari pada musim panas dan 5-6 hari (Hasyim, 2016:52).
Setelah menetas larva instar pertama (nimfa) pindah dari permukaan daun ke lokasi yang sesuai untuk dia makan. Nimfa stadia ini disebut juga dengan crawler. Nimfa tersebut segera menusukkan mulutnya dan menghisap cairan tanaman melalui phloem. Nimfa instar pertama sudah mempunyai antena, mata, dan tiga pasang kaki yang sudah berkembang dengan baik. Nimfa berbentuk oval, pipih, dan berwarna hijau kekuning-kungan. Nimfa instar kedua dan ketiga tidak mempunyai kaki dan tidak bergerak selama stadia ini. Stadia nimfa terakhir mempunyai mata yang berwarna merah (Gambar 2.3). Stadia ini kadang-kadang mirip dengan puparium walaupun pada serangga Hemiptera merah tidak mempunyai stadia pupa yang nyata (metamorphosis tidak sempurna). Lamanya periode nimfa berkisar antara 9 – 14 hari pada musim panas dan 17 sampai 73 hari (Hasyim, 2016:52-53). Serangga dewasa keluar dari puparium melalui celah berbentuk huruf T, dan berada di samping bekas kerabang kulit pupa atau eksuvi.
Nimfa Kutu Kebul
Imago jantan mempunyai tubuh yang lunak, ukuran tubuh antara 1 - 1,5 mm berbentuk seperti ngengat (Gambar 2.5). Imago berwarna kuning yang dilapisi lapisan lilin putih yang tidak terlalu tebal menutupi tubuhnya dan mengelurkan embun madu dan memiliki sepasang sayap serta aktif terbang. Sayapnya terletak di atas tubuh menyerupai tenda. Serangga jantan sedikit lebih kecil dibandingkan serangga betina. Serangga dewasa hidup mengelompok dapat hidup selama 1–3 minggu (Hasyim, 2016:53).
Faktor Pendukung Kelimpahan Kutu Kebul
Kutu Kebul dapat dijumpai pada tanaman yang berumur 20 HST, dimana gejala yang ditimbulkan dapat berupa daun yang mengeriput dan daun yang kehitam-hitaman (Atman, 2014:97). Populasi Kutu Kebul yang tertinggi dijumpai pada saat tanaman berumur 50 HST, dan turun kembali pada 64 HST. Setelah tanaman berumur 45 hari, kepadatan populasi telur, nimfa dan puparium mulai menurun. Tanaman pada umur tersebut tidak disukai lagi sebagai makanan dan tempat peletakan telur oleh imago kutu kebul karena daun-daun muda sudah tidak ada, atau pertumbuhan vegetatif tanaman sudah berhenti (Setyorini, 2016:259).
Sedangkan penelitian Yuliani, dkk (2006:48) menyebutkan bahwa puncak populasi kutu terjadi pada saat tanaman berumur 60–70 HST. Namun kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tua umur tanaman, populasi kutu kebul cenderung menurun. Menurut Wardani (2015:29), potensi peningkatan populasi hama Kutu Kebul di lapangan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti iklim, suhu, tanaman inang, dan musuh alami. Faktor iklim yang diperkirakan yang memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan populasi Kutu Kebul adalah curah hujan. Semakin tinggi curah hujan di lapangan, maka semakin rendah populasi dari Kutu Kebul karena hama ini akan terjatuh ke tanah karena hujan. Kutu Kebul mampu hidup pada temperatur udara yang rendah yaitu 14,7°C dan dapat berkembang secara optimal pada suhu 28°C serta mampu menghasilkan 500 butir telur. Serangga ini tidak dapat bertahan pada suhu di atas 35°C. Umur tanaman tidak mempengaruhi siklus hidup Kutu Kebul, namun siklus hidup Kutu Kebul ini dapat mempengaruhi varietas tanaman.
Daftar Pustaka
Agustien, S. T. 2018. Keberadaan Parasitoid Yang Berasosiasi Dengan Nimfa Kutu Kebul (Bemisia tabaci) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.). Artikel Untuk Jurnal. Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram
Agustin, R. P. 2020. Kelimpahan Kutu Kebul (Bemisia tabaci) Pada Pertanaman Sayuran Di Kecamatan Jambi Luar Kota Untuk Bahan Ajar Entomologi
Arfianto, F. 2018. Pengendalian Hama Kutu Putih (Bemisa tabaci) Pada Buah Sirsa Dengan Menggunakan Pestisida Nabati Ektrak Serai (Cymbopogon nardus L.). Jurnal Daun, Vol. 5 (1) :17- 26.
Firdausi, Z. 2017. Hubungan Antara Kejadian Penyakit Geminivirus Dan Populasi Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) Serta Faktor Lingkungan Lainnya Pada Tanaman Mentimun. Departemen Proteksi Tanaman (IPB). Bogor.
Hasyim, A., Setiawati, W., dan Liferdi, L. 2016. Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung. Jurnal Iptek hortikultura Vol. 17 (12) : 12 21.
Lilies, C. S. 2001. Kunci Determinasi Serangga. Kanisius. Yogyakarta.
Martin, J. H. 1987. An identification guide to common whitefly pest species of the world (Homopera:Aleyrodidae). Tropical pest Management Vol 33 (4) : 298- 322.
Martin, J.H., D. Mifsud., & C. Rapisarda. 2000. The whiteflies (Hemiptera:Aleyrodidae) of Europe and the Mediterranean Basin Bulletin of Entomological reseach. 90, 407-448.
Marwoto dan Inayati, A. 2011. Pengendalian Kutu Kebul Pada Kedelai. Jurnal Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1 – 2011. Peneliti Pada Balai Penelitian Tanaman Kacang Kacangan Dan Umbi-Umbian, Malang
Nurjanah. 2016. Keanekaragaman Spesies Kutu Kebul (Hemiptera:Aleyrodidae) di Taman Buah Mekarsari Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ramadanti, H. 2018. Keanekaragaman Arthropoda Pada Pertanaman Tomat (Solanum lycopersicum L.) Dengan Sistem Pertanaman Berbeda di Kabupaten Tanggamus, Lampung. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.
Rizki, M. 2018. Intensitas Serangan dan Populasi Hama Utama pada Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) dengan Perlakuan Pupuk Zincmikro. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Saumiati, M. 2006. Spesies Kutu Putih Pada Tanaman Palem Hias Veitchia merrillii (Becc.). Skripsi. Moore Di Kota Bogor - Jawa Barat.
Sari, K. P., Suharsono., dan A. Kasno. 2015. Kelimpahan Populasi Kutu Kebul Pada Genotipe Kedelai. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Malang
Setiawati, W., B.K. Udiarto., Dan T.A. Soetiarso. 2007. Selektivitas Beberapa Insektisida Terhadap Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn) Dan Predator Menochilus sexmaculatus Fabr. Jurnal Hortikultura Vo. 17 (2) : 168 - 178.
Setiawati, W., Hasyim, A., dan Hudayya, A. 2016. Waspadai Invasi Kutu Kebul Raksasa (Giant Whitefly) pada Tanaman Sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang. Bandung Barat. Jawa Barat.
Setyorini, S. D., dan Marwoto. 2016. Perkembangan Populasi dan Serangan Kutu Kebul pada dengan Sistem Pengairan dan Teknik Budidaya Berbeda. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Malang.
Singarimbun, M.A., Pinem, M.I., Oemry, S. 2017. Hubungan antara populasi Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.) dan kejadian penyakit kuning pada tanaman cabai (Capsicum annum L.). Jurnal Agroekoteknologi FP USU. Vol. 5 (4) : 2337-6597.
Sudiono.,Yasin, N. 2006. Karakterisasi Kutu Kebul (Bemisia tabaci) Sebagai Vektor Virus Gemini Dengan Teknik Pcr-Rapd. Jurnal Hpt Tropika Vol. 6 (2) : 113 - 119.
Utami, R., Purnomo, H., Purwatiningsih. 2014. Keanekaragaman Hayati Serangga Parasitooid Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.) dan Kutu Daun (Aphid Spp.) pada tanaman kedelai. Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 15 (2) : 81-89.
Wardani. 2015. Wardani N. 2015. Kutu putih (Hemiptera:Pseudococcidae) Mealybug Invasif Baru di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian. Bandar Lampung.
Watson, G. W. 2007. Identification of Whiteflies (Hemiptera:Aleyrodidae). APECRe-entry Workshop on Whiteflies and Mealybugs in Malaysia.
Yuliani, P. Hidayat, dan D. Sartiami. 2006. Identifikasi Kutu Kebul (Hemiptera: Aleyrodidae) dari Beberapa Tanaman Inang dan Perkembangan Populasinya. Jurnal Entomologi Indonesia. 3 (1) : 41 – 49.