Pengertian Kecombrang (Etlingera elatior)
Berdasarkan taksonominya, tumbuhan kecombrang termasuk dalam Kingdom (Plantae), Divisi (Magnoliophyta), Kelas (Liliopsida), Ordo (Zingiberales), Famili (Zingiberaceae), Genus (Etlingera), Species (Etlingera elatior). Etlingera elatior dikenal sebagai “jahe obor” atau “jahe merah” yang termasuk dalam famili Zingiberaceae dan merupakan tumbuhan herba yang tumbuh hampir di seluruh daratan Asia Tenggara. Disebut sebagai kecombrang atau honje di Indonesia dan kantan di Malaysia (Chan et al., 2007).
Gambar 1. Kecombrang
Kecombrang, kantan, honje, putok atau rias (Etlingera elatior) adalah sejenis tumbuhan rempah yang bijinya dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Tanaman ini juga dinamakan Nicolaia elatior, Phaemaria speciosa, Phaemaria imperalis, Phaemaria magnifica yang tumbuh liar di hutan-hutan hampir diseluruh Indonesia (Darwis et al.,1991). Bunga kecombrang berwarna kemerahan seperti jenis tanaman hias pisang-pisangan atau mirip sekali dengan tanaman lengkuas. Jika batang sudah tua, bentuk tanamannya mirip jahe, dengan tinggi mencapai 5 meter. Batangnya semu bulat gilig, membesar dipangkalnya, tumbuh tegak dan banyak, berdekat-dekatan, membentuk rumpun jarang, keluar dari rimpang yang menjalar dibawah tanah. Rimpangnya tebal, berwarna krem, kemerah-jambuan ketika masih muda. (Darwis et al.,1991).
Daun 15-30 helai tersusun dalam dua baris, berseling, dibatang semu, helaian daun jorong lonjong, dengan pangkal membulat atau bentuk jantung, tepi bergelombang, dan ujung meruncing pendek, gundul namun dengan bintik-bintik halus dan rapat, hijau mengkilap, sering dengan sisi bawah yang keunguan ketika muda. Bunga dalam karangan berbentuk gasing, bertangkai panjang 0,5-2,5 m × 1,5-2,5 cm, dengan daun pelindung bentuk jorong, 7-18 cm × 1-7 cm, merah jambu hingga merah terang, berdaging, melengkung membalik jika mekar. Kelopak bentuk tabung, panjang 3-3,5 cm, bertajuk 3 terbelah (Anggarini, 2012).
Mahkota bentuk tabung, merah jambu, hingga 4 cm, labellum seperti sudip, sekitar 4 cm panjangnya, merah terang dengan tepian putih atau kuning. Buah berjejalan dalam bongkol hampir bulat berdiameter 10-20 cm masing-masing butir 2-2,5 cm besarnya, berambut halus pendek di luarnya, hijau dan menjadi merah ketika masak. Berbiji banyak, coklat kehitaman, diselubungi salut biji (arilus) putih bening atau kemerahan yang berasa masam (Anggarini, 2012). Kecombrang merupakan salah satu tanaman kehutanan yang termasuk kedalam jenis Hasil Hutan Bukan Kayu. Menurut penelitian Adetya (2021) kecombrang termasuk kedalam asosiasi penyusun tumbuhan bawah. Pada kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, kecombrang berperan sebagai tempat tinggal bagi berbagai jenis serangga di zona penyangga. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Rahmi et al., (2020) pada kawasan Taman Nasional Gunung Leuser di Desa Pamah Semelir dan Desa Telaga, Kecamatan Sei Bingei, Langkat Sumatera Utara. Faktor yang mempengaruhi populasi serangga berupa kesesuaian habitat, keutuhan makanan, lingkungan yang mendukung untuk melakukan siklus hidup dan musuh alaminya pada lahan kecombrang.
Manfaat Kecombrang
Kecombrang atau bunga honje banyak digunakan sebagai bahan campuran atau bumbu penyedap berbagai macam masakan di nusantara. Kuntum bunga ini sering dijadikan lalap atau direbus kemudian dimakan bersama sambal di Jawa Barat. Kecombrang yang dikukus juga kerap dijadikan bagian dari pecel di daerah Banyumas. Kecombrang yang diiris halus dijadikan campuran pembuatan ”megana”, sejenis urap berbahan dasar nangka muda di Pekalongan. Kecombrang menjadi unsur penting dalam masakan laksa di Malaysia dan Singapura,. (Anggarini, 2012).
Buah honje muda disebut asam cekala di Tanah Karo. Kuncup bunga serta polongnya menjadi bagian pokok dari sayur asam Karo, juga menjadi peredam bau amis sewaktu memasak ikan. Masakan batak populer yaitu arsik ikan mas, juga menggunakan asam cekala ini. Buah dan bagian dalam pucuk honje sering digunakan sebagai campuran sambal untuk menikmati ikan laut bakar di pelabuhan ratu. Honje juga dapat dimanfaatkan sebagai sabun dengan dua cara yaitu menggosokkan langsung batang semu honje ketubuh dan wajah atau dengan mememarkan pelepah daun honje hingga keluar busa yang harum yang dapat langsung digunakan sebagai sabun (Anggarini, 2012).
Tumbuhan ini juga dapat digunakan sebagai bahan obat untuk penyakit yang berhubungan dengan kulit, termasuk campak. Masyarakat suku sunda memperoleh bahan pewarna kuning dari rimpangnya. Pelepah daun yang menyatu menjadi batang semu, pada zaman dahulu juga dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan yang dianyam (Anggarini, 2012). Batang semu juga merupakan bahan dasar kertas yang cukup baik (Darwis et al.,1991). Bunganya berkhasiat sebagai obat penghilang bau badan, memperbanyak air susu ibu, pembersih darah, obat penghilang bau badan dan dimakan sebagai sayuran (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Minyak Atsiri Bunga Kecombrang
Minyak atsiri disebut juga minyak eteris yaitu minyak yang bersifat mudah menguap, yang terdiri dari campuran yang mudah menguap, dengan komposisi dan titik didih berbeda-beda. Setiap substansi yang dapat menguap memiliki titik didih dan tekanan uap tertentu dan dalam hal ini dipengaruhi oleh suhu. Pada umumnya tekanan uap yang rendah dimiliki oleh persenyawaan yang memiliki titik didih tinggi (Guenther, 2006). Menurut Agusta (2000), minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil), minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik, adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas.
Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Sulingan minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangidalam perdagangan. Para ahli biologi menganggap, minyak atsiri merupakan metabolit sekunder yang biasanya berperan sebagai alat pertahanan diri agar tidak dimakan oleh hewan (hama) ataupun sebagai agen untuk bersaing dengan tumbuhan lain dalam mempertahankan ruang hidup. Walaupun hewan kadang-kadang juga mengeluarkan bau-bauan, zat-zat itu tidak digolongkan sebagai minyak atsiri (Agusta, 2000).
Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Selain itu, susunan senyawa komponennya kuat mempengaruhi saraf manusia (terutama dihidung) sehingga seringkali memberikan efek psikologis tertentu. Setiap senyawa penyusun memiliki efek tersendiri dan campurannya dapat menghasilkan rasa yang berbeda. Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun dari campuran yang rumit berbagai senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya bertanggung jawab atas suatu aroma tertentu. Sebagian besar minyak atsiri termasuk dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam minyak/lipofil.
Semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Beberapa tipe senyawa organik yang terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol, oksida, ester, aldehida dan eter. Sangat sedikit sekali yang mengandung satu jenis komponen kimia yang persentasenya sangat tinggi, yang menentukan aroma minyak atsiri biasanya komponen yang persentasenya tinggi. Walaupun begitu, kehilangan satu komponen yang persentasenya kecil pun dapat memungkinkan terjadinya perubahan aroma minyak atsiri tersebut (Agusta, 2000).
Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen atau penyusun murninya. Komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk diproses menjadi produk-produk lain. Contoh kelompok pertama ini adalah minyak sereh, minyak daun cengkeh, minyak permen dan minyak terpentin. Biasanya komponen utama yang terdapat dalam minyak atsiri tersebut dipisahkan atau diisolasi dengan penyulingan bertingkat atau dengan proses kimia yang sederhana (Agusta, 2000).
Famili tumbuhan yang dapat menghasilkan minyak atsiri antara lain, famili Annonaceae, Geraniaceae, Lamiaceae, Lauraceae, Myristicaceae, Myrtaceae, Oleaceae, Piperaceae, Rosaceae, Rutaceae, Santalaceae, danZingiberaceae. Salah satu genus dari famili Zingiberaceae adalah Etlingera. Tumbuhan dari Zingiberaceae yaitu Etlingera elatior (bunga kecombrang). Minyak atsiri dari bunga kecombrang dapat diperoleh dari daun, bunga, batang dan rimpang. (Agusta, 2000). Kecombrang (Etlingera elatior) merupakan tumbuhan yang tersebar cukup luas di Indonesia. Tumbuhan ini digunakan sebagai bahan pangan dan juga digunakan untuk pengobatan (Antoro, 1995). Saat ini, pemanfaatan sumber daya hayati tumbuhan sebagai obat-obatan alami banyak dikembangkan. Hasil penelitian oleh Jaffar et al., (2007) pada daun, batang, bunga dan rimpang tanaman ini menunjukkan adanya beberapa jenis minyak esensial dan senyawa metabolit sekunder yang bersifat bioaktif.
Suatu tumbuhan dapat berfungsi sebagai obat tradisional karena kandungan metabolit sekundernya dengan berbagai sifat farmakologis spesifik, seperti antifungi, antibakteri dan antiinflamasi. Kandungan metabolit yang dimiliki setiap tanaman bervariasi tergantung jenis tumbuhannya. Setiap metabolit yang dihasilkan tumbuhan memiliki fungsi yang spesifik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keberadaan bahan bioaktif dalam tumbuhan dapat diuji berdasarkan kandungan kimianya (kemotaksonomi), berdasarkan struktur dan ikatan kimianya (kimiawi) dan berdasarkan aktivitas biologinya terhadap makhluk hidup. Selain itu karakteristik anatomi juga dapat menjadi dasar pengidentifikasian suatu tumbuhan serta dapat menjadi data pendukung dari pengujian kandungan zat aktif khususnya dalam bidang kemotaksonomi pada suatu tumbuhan (Harborne, 1996).
Flavonoid diketahui memiliki sifat antioksidan yang sangat kuat. Selain itu, flavonoid juga memiliki khasiat sebagai antiradang, antihistamin (alergi), antimikrobia, antifungi, insektisida, antikanker, antiinflamasi dan antivirus. Antioksidan sintetik banyak digunakan sebagai bahan pengawet makanan, namun penggunaan antioksidan sintetik tidak direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena dapat menimbulkan penyakit kanker (carcinogen agent) (Nugroho, 2010). Antioksidan alami dapat menjadi bahan pengawet makanan yang alami pengganti bahan sintetik. Antioksidan adalah senyawa yang bersifat bioaktif yang salah satunya terdapat pada kecombrang, yang merupakan tumbuhan rempah asli Indonesia dan secara tradisional telah lama digunakan masyarakat. Oleh karena itu, studi mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder salah satunya flavonoid perlu dilakukan guna mengetahui kandungan senyawa spesifik dan kadar konsentrasinya pada tanaman kecombrang, khususnya bagian bunga dan daun (Anggraeni, 2007).
Senyawa bioaktif dari bagian tumbuhan kecombrang, seperti bagian bunganya perlu diekstraksi untuk menguji aktivitasnya sehingga dapat dikembangkan pemanfaatannya secara optimal. Selain itu, pemanfaatan yang diperoleh dari data penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan tanaman komoditas kecil ini menjadi tanaman sayur yang dikenal oleh masyarakat luas dan menambah nilai ekonomi karena kandungannya yang baik bagi kesehatan tubuh (Anggraeni, 2007). Bunga kecombrang memiliki kadar air sebesar 90,23%, dan nilai pH bunga kecombrang adalah 3,89. Khasiat dari bunga kecombrang adalah sebagai obat penghilang bau badan, untuk memperbanyak air susu ibu, dan sebagai pembersih darah. Zat aktif dalam kecombrang, diantaranya saponin, flavonoid, dan polifenol dapat menghilangkan bau badan. Kecombrang juga kaya akan vitamin dan mineral (Anggraeni, 2007).
Kecombrang telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri dan antikapang. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Naufalin (2005). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak bunga kecombrang dengan etil asetat dan metanol mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang pada makanan terutama bakteri patogen penyebab penyakit. Komponen yang terkandung dalam bunga kecombrang terdiri dari alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin, dan minyak atsiri. Pada penelitian ini komponen senyawa yang dianalisis yaitu golongan flavonoid, terutama flavonol dan flavon. Senyawa dari golongan flavonol terdiri atas quercetin, kaempferol, dan myricetin, sedangkan dari golongan flavon terdiri atas apigenin dan luteolin (Tampubolon, 1983). Kelompok flavonol dan flavon merupakan kelompok flavonoid yang mayoritas (secara kualitatif) ditemukan di dalam sayuran (Lee, 2000).
Menurut Chan et al., (2007) bagian tumbuhan yang memiliki kandungan antioksidan terbanyak dari lima spesies Nicolaia adalah bagian daun. Kecombrang juga mengandung senyawa fenol, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan minyak esensial. Senyawa tersebut berperan aktif sebagai agen antimikrobia dan dapat diekstrak menggunakan pelarut. Jumlah kadar dari tiap senyawa mungkin berbeda dari tiap bagian tumbuhan kecombrang. Bunga kecombrang antara lain mengandung minyak atsiri 0,4%, serta tannin sebesar 1%. Seperti halnya bagian tumbuhan kecombrang yaitu batang, daun, dan rimpang diduga juga berpotensi sebagai antioksidan. Ekstrak etanol dan metanol dari bunga, daun dan rimpang tanaman ini dapat juga diuji aktivitas antioksidannya salah satunya dengan mengukur Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP) dan Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity (AEAC).