Jenis Gaya Bahasa

Penulis: Tim Editor | Kategori: Bahasa dan Sastra Indonesia | Tanggal Terbit: | Dilihat: 13234 kali

Menurut Tarigan gaya bahasa dapat dibedakan menjadi (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa pertentangan, (3) gaya bahasa pertautan, dan (4) gaya bahasa perulangan. Keempat gaya bahasa ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Gaya Bahasa Perbandingan
    1. Perumpamaan
      Perumpamaan atau simile dalam bahasa inggris berasal dari bahasa latin yang bermakna seperti. Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama Tarigan, (2009:9). Biasanya secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, bak, bagai (kan), laksana, ibarat, dan umpama.
      Contoh:
      Seperti gula dengan semut
      Ibarat mencerca air
      Bak merpati dua sejoli
    2. Metafora
      Metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Menurut Moeliono (Tarigan 2009:14) “metafora ialah perbandingan yang implisit-jadi tanpa kata seperti atau sebagai-di antara dua hal yang berbeda.”
      Contoh:
      Aku terus memburutulang.
      Perpustakaan gudang ilmu.
      Dia anak emas pamanku.
    3. Personifikasi
      Personifikasi adalah gaya bahasa yang memperlakukan benda mati seolah-olah hidup memiliki sifat-sifat manusia. Menurut Tarigan (2009:17) “personifikasi berasal dari bahasa latinpersona („orang, pelaku, actor, atau topeng yang dipakai dalam drama?) + fic („membuat?). Dengan kata lain, penginsanan atau personifikasi, ialah jenis majas yang meletakkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.”
      Contoh:
      Awan menari-nari di angkasa.
      Kereta api tua itu meraung-raung di tengah kesunyian malam jumat pahing.
      Pepohonan tersenyum riang.
    4. Alegori
      Alegori berasal dari bahasa Yunani allegorein yang berarti berbicara secara kias, diturunkan dari allos yang lain + agoreuein berbicara. Tarigan (2009:24) menyatakan bahwa “alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang; metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-ojek atau gagasan yang diperlambangkan. Alegori biasanya mengandung sifat-sifat moral atau spiritual manusia. Dengan kata lain, dalam alegori unsur-unsur utama menyajikan suatu yang berselubung dan tersembunyi.”
      Contoh:
      Kancil dengan Monyet
      Cerita Adam dan Hawa
    5. Antitesis
      Secara alamiah antitess berarti lawan yang tepat atau pertentangan yang benar-benar, Menurut Tarigan (2009:26) Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim (yaitu kata-kata yang mengandung cirri-ciri semantic yang bertentangan) Ducrot dan Todorov (dalam Tarigan,2009:26)
      Contoh:
      Dia bergembira-ria atas kegagalanku dalam ujian itu.
      Kecantikannyalah justru yang mencelakakannya.
      Semua kebaikan ayahnya dibalas dengan keburukanyag menyakitkan.
    6. Paleonasme
      Pleonasme adalah pemakain kata yang mubazir (berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu (seperti menurut sepanjang adat; saling tolong-menolong) Poerwadarmita (dalam Tarigan 2009:28). Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh Keraf (dalam Tarigan, 1986:29).
      Contoh:
      Saya telah mencatat kejadian itu dengan tangan saya sendiri.
      Dia telah menebus sawah itu dengan uang tabungannya sendiri.
      Perhatikan bahwa acuan-acuan pada contoh di atas tetap utuh dengan makna yang sama, meskipun kita hilangkan kata-kata:
      Dengan tangan saya sendiri.
      Dengan uang tabungan saya sendiri.
    7. Perifrasis
      Menurut Keraf (Tarigan 2009:31) “perifesis adalah jenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Kedua-duanya menggunakan kata-kata lebih bayank dari pada yang dibuhkan. Walaupun begitu terdapat perbedaan yang penting antara keduanya. Pada gaya bahasa perifsis, kata-kata berlebihan itu pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja.” Ia telah beristirahat dengan damai
      (mati, atau meninggal)
      Jawaban bagi permintaan Saudara adalah tidak
      (ditolak).
  2. Gaya Bahasa Pertentangan
    1. Hiperbola
      Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya-dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Gaya bahasa ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat Tarigan(2009:55).
      Contoh:
      Emasnya berkilo-kilo.
      Kurus kerig tiada daya kekurangan pangan buat pengganti kelaparan.
      Aku mau hidup 1000 tahun lagi.
    2. Litotes
      Litotes adalah majas yang di dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Litotes mengurangi atau melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya Moeliono ( Tarigan 2009:58). Litotes kebalikan dari hiperbola, adalah sejenis gaya bahasa yang mengandug pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya untuk merendahkan diri Tarigan, (2009:58).
      Contoh:
      Anak itu sama sekali tidak bodoh.
      Silahkan minum teh pahit ini.
      Hasil usahanya tidaklah mengecewakan.
    3. Ironi
      Ironi ialah majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan maksud berolok-olok. Maksud itu dapat dicapai dengan mengemukakan: (a) makna yang berlawanan dengan makna seberanya, (b) ketaksesuaian antara suasana yang diketengahkan dan kenyataan yang mendasarinya, dan (c) ketaksesuaian antara harapan dan kenyataan Moeliono (dalam Tarigan,2009:61).
      Contoh:
      Adu, bersihnya kamar ini, putung rokok dan sobekan kertas bertebaran di lantai.
      Kamu cepat bangun, baru pukul Sembilan pagi sekarang ini.
    4. Oksimoron
      “Oksimoron adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung penegakan atau pendirian suatu hubungan sintaksis-baik koordinasi maupun determinasi-antara dua antonim Ducrot dan Todorov (dalam Tarigan,2009:63).” Selanjutnya Keraf (1984:136) menambahkan bahwa “oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk mengabungkan kata-kata yang mencapai efek yang bertentangan”.
      Contoh:
      Olah raga mendaki gunung memang sangat menarik hati walaupun sangat berbahaya.
      Musyawarah memang wadah memperoleh kata sepakat tetapi tidak jarang sebagai arena pertentangan pendapat antara para peserta.
    5. Paradoks
      Paradoks adalah suatu pernyataan yang bagaimanapun diartikan selalu berakhir dengan pertentangan. Menurut Keraf (dalam Tarigan, 1986:77) menyatakan bahwa “paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hala yang yang menarik perhatian karena kebenarannya”.
      Contoh:
      Aku merasa kesepian di tengah keramaian.
      Dia kedinginan di kota yang panas.
      Mereka merasa tenang di tengah kebisingan kota Jambi.
    6. Klimaks
      Tarigan (1986:78) ia menyatakan bahwa “klimaks adalah sejenis gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang semakin lama semakin mengandung penekanan.” Sejalan dengan hal tersebut, Keraf (Tarigan, 1986:79) juga mengungkapkan pengertian klimaks yaitu “semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepetingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya”.
      Contoh:
      Dengan pengajaran bahasa Indonesia kita mengharapkan agar para siswa terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca, terampil menulis, pendeknya terampil berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
  3. Gaya Bahasa Pertautan
    1. Sinekdoke
      Sinekdoke adalah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti keseluruhan atau sebaliknya Moeliono, (Tarigan 2009:3). Majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti keseluruhan (pars pro toto) atau keseluruhan sebagai pengganti sebagian (totum pro parte).
      Contoh :
      Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi makan di Tanah Air kita ini.
      Paman saya telah mempunyai dua atap di Jakarta.
      Pasanglah telinga baik-baik!
    2. Alusio
      Alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung kesuatu peristiwa atau tokoh berdasarkan peranggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan para peambaca untuk menangkap para pengacu itu Moeliono, (Tarigan 2009:124).
      Contoh :
      Apakah peristiwa madiun akan terjdi lagi? ( kilatan mengacu pada pemberontakan kaum komunis ) Tugu ini mengenangkan kita kembalin ke peristiwa Bandung Selatan.
    3. Eufimisme.
      Eufimisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar yang dianggap merugikan atau yang tidak menyenangakan Moeliono, (Tarigan 2009:126). Menurut Keraf (Tarigan 2009:125) “gaya bahasa eufemisme adalah semacam acuan yang berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk mengantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenagkan”.
      Contoh :
      Tunarungu pengganti tuli, tidak dapat mendengar.
      Meninggal pengganti mati.
      Istri pengganti bini.
    4. Antonomasia
      Antonomasia adalah semacam gaya bahasa yang merupakan bentuk khusus dari sinekdoke yang berupa pemakaian sebuah epitet untuk menggantikan nama diri atau gelar resmi atau jabatan untuk menggantikan nama diri.
      Contoh :
      Pangeran menandatangani surat penghargaan itu.
      Pendeta mengukuhkan pernikahan anak kami di Gereja Bethel.
      Menteri agama mengunjungi para pelaku pengrusakan rumah ibadah.
    5. Erotesis
      Erotesis adalah sejenis gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang dipergunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntuk jawaban.
      Gaya bahasa erotesis ini biasa juga disebut sebagai pertanyaan retoris; dan di dalamnya terdapt asumsi bahwa hanya ada satu jawaban yang mungkin Keraf,(Tarigan, 2009:130).
      Contoh: 
      apakah sudah wajar bila kesalahan atau kegagalan itu ditimpalkan seluruhnya kepada para guru?
    6. Paralelisme
      Paralelilsme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama, kesejajaran tersebut dapat pula berbentuk anak kalimat yang tergantung pada sebuah induk kalimat yang sama Keraf,(Tarigan 2009:131-132).
      Contoh :
      Baik kaum pria maupun kaum wanita mempunyai hak dan kewajiban yang secara hukum.
      Bukan saja korupsi itu harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas di Negara Pancasila ini.
      Baik golongan yang tinggi maupun golongan yang rendah, harus diadili kalau bersalah.
    7. Asindeton
      Tarigan (2009:136) “Asidenton adalah semacam gaya bahasa yang berupa acuan padat dan mapat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk tersebut biasanya dipisahkan saja oleh tanda koma.”
      Contoh :
      Tujuan instruksional, materi pengajaran, kualitas guru, metode yang serasi, media pengajaran, pengelolaan kelas, evaluasi yang cocok, turut menentukan keberhasilan suatu proses belajar-mengajar.
      Hasil utama Tanah Karo adalah jeruk, nenas, kentang, kol, tomat, bawang, sayur putih, jagung, padi.
  4. Gaya Bahasa Perulangan
    1. Aliterasi
      “Aliterasi adalah sejenis gaya bahasa yang memanfaatkan purwakanti atau pemakaian kata-kata yang permulaannya sama bunyinya (Tarigan, 2009:175).”
      Contoh:
      Dara damba daku
      datangdari danau
      Duga dua duka
      Diam didiriku
    2. Anafora
      Tarigan (2009:184) “Anafora adalah gaya bahasa repitisi yang berupa pengulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat.”
      Contoh:
      Berdosakah dia menyenangi dan mencintaimu? Berdosakah dia selalu memimpikan dan merindukanmu? Berdosakah dia ingin selalu berdampingan denganmu? Berdosakah dia ingin sehidup semati denganmu?
    3. Epizeuksis
      “Epizeukis adalah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, yaitu kata yang ditekankan atau yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut.”Tarigan (2009:182).
      Contoh:
      Kasihanilah, kasihanilah, sekali lagi kasihanilah orang tuamu yang telah mengorbankan segala harta benda buat membelanjai sekolah kalian.
      Engkaulah anakku, engkaulah anakku, memang engkaulah anakku yang menjadi harapan dan tumpuan ibunda di hari tuaku kelak.
    4. Mesodilopsis
      Menurut Tarigan (2009:188) “Mesodilopsis adalah sejenis gaya bahasa repitisi yang berwujud perulangan kata atau frase di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan.”
      Contoh:
      Anak merindukan orang tua.
      Orang tua merindukan anak.
      Aku merindukan pacarku.
      Dia merindukan ketentraman batin.
      Kamu merindukan keberhasilan studimu.
      Kumbang merindukan kembang.
      Pungguk merindukan bulan.
      Ombak merindukan pantai.
      Pendeknya semua merindukan sesuatu di dalam hidup ini.
    5. Anadilopsis
      Tarigan (2009:191) “Anadiplosis adalah sejenis gaya bahasa repitisi dimana kata atau frase terakhir dari klausa atau kalimat menjadi kata atau frase pertama dari klausa atau kalimat berikutnya.”
      Contoh:
      Dalam mata ada kaca.
      Dalam kaca ada adinda.
      Dalam adinda ada asa.
      Dalam asa ada cinta.