Etnomatematika

Penulis: Tim Editor | Kategori: Istilah | Tanggal Terbit: | Dilihat: 7585 kali

Pengertian Etnomatematika

Penggunaan istilah etnomatematika dalam tulisan ini merujuk kepada tulisan Sirate (2015:252). Oleh Sirate dijelaskan bahwa istilah etnomatematika merupakan bentuk transliterasi dari istilah ethnomathematics. Istilah etnomatematika pertama kali diperkanalkan oleh matematikawan Brazil yang bernama D’Ambrosio. D’Ambrosio pertama kali menggunakan istilah etnomatematika pada kongres matematika ICME 3 pada tahun 1997. Etnomatematika lahir sebagai kritikan mengenai sejarah lahirnya matematika yang terpusat di Barat. Orang Barat menggunakan matematika dalam membentuk peradaban moderen. Matematika yang berpusat di Barat digunakan sebagai alat ekonomi, keuangan, pemasaran dan akar dari kapital modern. Menutup hubungan politik, sosial, tingkatan, agama, dan ideologi. Sesungguhnya hal itu penting untuk mengatur melemahkan dan kolonisasi.

Matematika Barat umumnya hanya menggambarkan pendidikan matematika yang hanya memindahkan konten matematika dengan sedikit memperhatikan tentang sosial dan isu budaya. Untuk itu, D’Ambrosio memperkenalkan ilmu pengetahuan baru yang ada dalam kebudayaan yang dimiliki masyarakat, mengambil tradisi dan anggapan dari anggota kelompok masyarakat melalui program ethnomathematics. Istilah etnomatematika diambil dari Bahasa Yunani, Etno yang berarti kelompok dalam lingkungan alamiah dan sosial budaya yang sama dan memiliki perilaku kompatibel, sedangkan Mathema merujuk pada memahami, menjelaskan, dan pelajaran, sedangkan Tics merujuk kepada cara, atau teknik (Rosa, et al 2016:8). Dengan kata lain, Etnomatematika merupakan matematika yang dipraktekkan oleh sekelompok budaya seperti masyarakat nasional-suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu, kelas profesional, dan sebagainya (D’Ambrosio, 1985:45).

Lebih rinci, istilah etno dapat menggambarkan semua bahan yang membentuk identitas budaya suatu kelompok. Identitas budaya tersebut meliputi bahasa, kode, nilai-nilai, jargon, keyakinan, makanan dan pakaian, kebiasaan, dan ciri-ciri fisik. Sedangkan istilah matematika mengungkapkan pandangan yang luas dari matematika yang mencakup ci hering, aritmatika, mengklasifikasikan, pemesanan, menyimpulkan, dan pemodelan (D’Ambrosio, 2001:308). Etnomatematika meliputi semua sistem pengetahuan yang berbeda yang dihasilkan dari upaya untuk mangatasi lingkungan yang berbeda dalam menggunakan matematika (Rosa, et al, 2016:9). Adapun yang dimaksud dengan “matematika yang berbeda” adalah pandangan yang berbeda dalam mengamati, membandingkan, mengklasifikasi, mengukur, menghitung, mewakili, dan menyimpulkan matematika.

Ide-ide matematika berkembang di mana-mana karena orang dapat hidup dalam budaya yang berbeda, tetapi melakukan hal yang hampir sama. Beberapa kegiatan yang dilakukan semua orang sangat penting dalam mengembangkan ide-ide matematika. Bishop (1997:1-2) berpendapat bahwa ada enam kegiatan utama yang perlu diperhatikan dalam suatu budaya untuk mengembangkan ide-ide matematika, yaitu:

  1. Counting (Perhitungan)
    Kegiatan ini dilakukan dengan menjawab pertanyaan “berapa banyak?”. Hal itu dilakukan dengan cara menggambarkan angka, catatan mereka dan menghitung bersama mereka. Beberapa objek yang digunakan sebagai alat hitungan adalah jari, anggota tubuh, batu, tongkat, dan benang.
  2. Locating (Lokasi)
    Kegiatan ini menyangkut penemuan jalan di sekitar mereka, navigasi, orientasi diri sendiri dan menjelaskan di mana hal-hal yang berkaitan satu sama lain. Arah kompas, bintang, matahari, angin, peta digunakan oleh orang di seluruh dunia untuk menemukan cara mereka dan posisi mereka. Banyak ide-ide geometris berasal dari kegiatan ini.
  3. Measuring (Pengukuran)
    “Berapa banyak” adalah sebuah pertanyaan yang ditanyakan dan dijawab di mana-mana. Apakah itu adalah jumlah dari kain, makanan, tanah atau uang yang dinyatakan. Pengukuran adalah suatu keterampilan yang berkembang pada semua orang. Bagian tubuh, pot, keranjang, tali, manik-manik, koin, semuanya telah digunakan sebagai unit, seperti yang telah ditulis dan digambar jumlah di atas kertas atau kain.
  4. Designing (Merancang)
    Bentuk sangat penting dalam geometri dan berasal dari merancang objek untuk menyajikan tujuan yang berbeda. Objeknya dapat kecil dan biasa, seperti sendok, atau bahkan simbolis penting seperti kuil. Secara matematis kita tertarik pada bentuk dan desain yang digunakan dengan sifat yang berbeda.
  5. Playing (Permainan)
    Setiap orang bermain dan setiap orang mengambil bermain sangat serius! Tidak semua permainan penting dari sudut pandang matematika, tetapi teka-teki, paradoks logis, aturan permainan, strategi untuk menang, menebak, kesempatan dan perjudian, semua menunjukkan bagaimana dengan bermain dapat memberikan kontribusi untuk mengembangkan pemikiran matematika.
  6. Explaining (Penjelasan)
    Memahami mengapa sesuatu terjadi seperti yang mereka lakukan adalah sebuah pencarian manusia universial. Dalam matematika kita tertarik untuk mengetahui mengapa pola angka terjadi, mengapa bentuk geometris berpola sama, mengapa satu hasil mengarah ke hasil yang lain, mengapa beberapa hari alam tampaknya mengikuti hukum matematika.

Tampaknya bahwa sejauh ini sebagian besar penelitian etnomatematika telah diarahkan untuk mengidentifikasi dan mempelajari berbagai budaya bentuk-bentuk matematika yang berbeda dari dominan, standar akademis dan matematika sekolah. Dalam (Bishop, et al, 1997:926-927) membedakan diantara tiga pendekatan utama yang digunakan dalam penelitian etnomatematika sebagai berikut :

  1. Menyelidiki pengetahuan matematika dalam budaya tradisional. Penelitian ini telah diinformasikan oleh pendekatan antropologis yang menekankan keunikan pengetahuan dan praktek-praktek untuk dipelajari dalam penelitian ini,karena memiliki nilai-nilai dan kebiasaan dari kelompok yang bersangkutan.
  2. Menyelidiki pengetahuan matematika masyarakat non-Western. Pendekatan ini lebih bersifat historis, dengan penekanan utama adalah pada analisis dokumen-dokumen sejarah
  3. Menyelidiki pengetahuan matematika kelompok yang berbeda dalam masyarakat yang sama. Penekanan dalam jenis penelitian adalah socio-psychological, dengan focus mengelaborasi bagaimana pengetahuan matematika tertentu yang terkait dengan praktik-praktik nyata dari kelompok yang diteliti telah terbentuk secara sosial.

Etnomatematika hadir bukan untuk menggantikan kurikulum matematika disekolah melainkan mengkaloborasikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar matematika sesuai dengan lingkungannya. Hal ini dapat terjadi karena pendidikan matematika di sekolah berkaitan dengan budaya sebagaimana penelitian yang di lakukan Bishop (1997). Dalam penelitian nya, Bishop menemukan kesesuaian antara pendidikan matematika di sekolah dengan matematika yang berada dalam budaya. Selain itu, Tujuan Etnomatematika berkontribuasi untuk mengangkat kembali betapa pentingnya budaya dan pengetahuan dalam membentuk suatu peradapan. Etnomatematika bertujuan agar siswa dapat belajar matematika sesuai dengan pengalaman budaya yang telah dialaminya. Etnomatematika dapat meningkatkan kreativtas, memperkuat budaya, harga diri, dan menawarkan pandangan untuk memperluas pemikiran (D’Ambrosio, 2007:29).

Selanjutnya, menurut Rosa dan Orey (2011) implikasi Etnomatematika kedalam matematika sekolah akan meningkatkan kemampuan siswa untuk menguraikan hubungan yang bermakna dan memperdalam pemahaman siswa tentang matematika. Memasukkan Etnomatematika ke dalam kurikulum sekolah akan mampu mengembangkan intelektual, sosial, emotional, dan belajar berpolitik dengan merujuk kepada keunikan sebuah budaya untuk menanamkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pendapat tersebut didukung dengan teori belajar Gastal yakni proes belajar merupakan proses pengembangan insigth dimana insigth tersebut tergantung pada pengalaman masa lalunya yang relevan dan penyediaan lingkungan yang sesuai (Sanjaya, 2013:120-121).

Sehingga, Etnomatematika akan mampu membelajarakan matematika di Sekolah dengan cara yang unik sesuai dengan budaya masing-masing peserta didik. Secara tidak langsung, baik guru maupun siswa akan melestarikan kebudayaan masing-masing daerah. Dengan begitu, siswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan bahkan menciptakan teknologi baru serta dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari karena siswa memiliki rasa percaya diri bahwa dirinya sama hebatnya dengan anak-anak yang tinggal di negara Barat.