Pengertian dan Struktur Morfologi Bakteri
Menurut Campbell dan Reece (2008: 119), bakteri merupakan organisme prokariota. Sebagian organisme prokariota bersifat uniseluler, prokariota memiliki keanekaragaman bentuk sel, dengan tiga bentuk yang paling umum adalah bulat (cocus), batang (basil), dan heliks (meliputi bakteri yang dikenal sebagai spirilla/spiral dan spirokaeta). Sebagian besar prokariota memiliki diameter dalam kisaran 0,5-5 μm, dibandingkan dengan sel eukariota yang sebagian besar berukuran 10-100 μm.
Menurut Pelczar dan Chan (2008: 118), struktur-struktur permukaan sel bakteri memiliki fungsi dan komposisi kimiawi tertentu. Flagela berfungsi untuk lokomosi yang mengandung protein, pili berfungsi sebagai tabung konjugasi dan pelekatan sel yang mengandung protein. Kapsul dan bahan ekstraseluler berfungsi sebagai pelindung, pelekatan sel, dan makanan cadangan yang mengandung polisakarida dan polipeptida. Dinding sel berfungsi juga sebagai pelindung dan permeabilitas yang mengandung peptidoglikan, asam tekoat, polisakarida, lipid, dan protein. Selain itu, membran sitoplasma dan mesosom berfungsi sebagai penutup semipermeabel, mekanisme transport, pembelahan sel, dan sintesis makromolekul biologis yang mengandung lipid dan protein.
Reproduksi dan Sifat Hidup Bakteri
Umumnya uniseluler atau bersel tunggal, tidak mempunyai khlorofil, berkembang-biak dengan pembelahan sel secara transversal atau biner. Hidup bebas secara kosmopolitan, khususnya di udara, tanah, air, bahan makanan, tubuh manusia, hewan, manusia dan tanaman. Adapula yang hidup bersimbiosis dengan jasad hidup lain, baik hewan ataupun tanaman. Sifat hidupnya secara umum adalah saprofitik pada sisa/buangan hewan ataupun tanaman yang sudah mati, tetapi banyak juga yang parasitik pada hewan, manusia dan tanaman yang menyebabkan banyak jenis penyakit (Suriawiria, 1996: 8).
Menurut Hasyimi (2018: 34), bahwa sel-sel bakteri dapat ditumbuhkan pada berbagai media yang berisi nutrisi yang telah dipersiapkan, yang disebut media kultur. Sedangkan populasi bakterinya disebut kultur, yang merupakan suatu hasil pengembangbiakan, apabila kita menginokulasi bakteri pada media yang sesuai dan optimum. Berdasarkan atas proses perkembangbiakan tersebut, dalam waktu singkat akan terjadi kenaikan jumlah bakteri yang tinggi, penambahan jumlah ini terjadi karena terjadi pembelahan sel-sel secara aseksual. Selain perkembangbiakan dengan cara media kultur juga dapat terjadi dengan cara pembelahan.
Fase Pertumbuhan Bakteri
Menurut Hidayat dkk. (2018: 41-43), fase pertumbuhan bakteri dalam beberapa tahap:
- Fase Lag
Fase lag adalah fase sel mulai mengadakan aktivitas pertumbuhan. Apabila kondisi telah memungkinkan untuk tumbuh, maka secara bertahap kecepatan pembelahan akan semakin mendekati maksimum. Jumlah sel akan meningkat secara perlahan, kemudian jika kondisi telah sesuai maka akan terjadi pertumbuhan dipercepat sebelum masuk ke fase eksponensial. Menurut Wignyanto dan Nur (2017: 23), pada fase lag ukuran sel telah membesar, tetapi belum terjadi pembelahan diri. - Fase Eksponensial
Fase eksponensial atau disebut juga fase logaritmik terjadi ketika bakteri sudah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga laju kecepatan pembelahan sel berlangsung dengan baik. Fase ini banyak dipelajari karena aktivitas bakteri sebagian besar terjadi pada fase ini. Metabolit yang dihasilkan selama fase eksponensial disebut metabolit primer, yaitu metabolit yang dihasilkan berkaitan dengan proses metabolisme. Contohnya seperti produksi alkohol dari Saccharomyces cerevisiae ataupun produksi asam laktat dari Lactobacillus bulgaricus. - Fase Stasioner
Fase stasioner ini terjadi ketika jumlah nutrisi utama sudah mulai menipis, jumlah metabolit meningkat dan jumlah sel semakin banyak. Akibatnya, terjadi kompetisi di dalam penggunaan substrat dan sebagian sel akan teracuni oleh kondisi lingkungan yang berubah akibat metabolit yang dihasilkan. - Fase Kematian
Jumlah nutrisi yang semakin berkurang mengakibatkan pertumbuhan jumlah sel semakin terhambat, sehingga jumlah sel yang akan mati akan semakin tinggi dan jumlah sel yang mengadakan pembelahan semakin sedikit. Jumlah sel hidup berkurang dengan cepat , sehingga dapat mencapai fase kematian logaritmik.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
Menurut Ramadhan (2015: 35-41), faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri, yaitu:
- Suplai Nutrisi
Suplai nutrisi yaitu sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur dasar tersebut adalah: karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri hingga pada akhirnya dapat menyebabakan kematian. - Suhu/Temperatur
Suhu dapat mempengaruhi bakteri, yaitu:- Apabila suhu naik, maka kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat.
- Sebaliknya apabila suhu turun, maka kecepatan metabolisme akan menurun dan pertumbuhan diperlambat.
- Apabila suhu naik atau turun secara drastis, tingkat pertumbuhan akan terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan rusak, sehingga sel–sel menjadi mati.
- Suhu minimum yaitu suhu yang apabila berada di bawahnya, maka pertumbuhan akan terhenti.
- Suhu optimum yaitu suhu pertumbuhan yang berlangsung paling cepat dan optimum. (Disebut juga suhu inkubasi).
- Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada di atasnya, maka pertumbuhan tidak terjadi.
- Peka terhadap panas, apabila semua sel rusak bila di panaskan pada suhu 60°C selama 10-20 menit.
- Tahan terhadap panas, apabila dibutuhkan suhu 100°C selama 10 menit untuk mematikan sel.
- Thermodurik, apabila dibutuhkan suhu lebih dari 60°C selama 10-20 menit, tapi kurang dari 100°C selama 10 menit untuk mematikan sel.
- Keasaman atau Kebasaan (pH)
Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH optimum yang berbeda-beda. Kebanyakan dapat tumbuh pada kisaran pH 8,0 dan nilai pH di luar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak. - Ketersediaan Oksigen
- Aerobik: hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.
- Anaerobik: hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas.
- Anaerobik fakultatif: dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen bebas.
- Mikroaerofilik: dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil.
- Kelembaban dan Pengaruh Kebasahan serta Kekeringan
Dalam keadaan basah bakteri sebenarnya menyukai kondisi tersebut, bahkan dapat hidup di dalam air. Hanya di dalam air yang tertutup mereka tak dapat hidup subur, hal ini disebabkan karena kurang udara untuk bakteri tersebut. Pada tanah yang cukup basah, pertumbuhan bakteri akan baik. Jika terkena udara kering, umumnya bakteri akan mati. - Pengaruh Perubahan Nilai Osmotik
Nilai osmotik berhubungan dengan kandungan air. Apabila mikroba diletakkan pada larutan hipertonis, maka selnya akan mengalami plasmolisis, yaitu terkelupasnya membran sitoplasma dari dinding sel akibat mengkerutnya sitoplasma. Apabila diletakkan pada larutan hipotonis, maka sel mikroba akan mengalami plasmoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke dalam sel, sel membengkak dan pecah. Contohnya pada bakteri halofil yang termasuk Archaebacterium, misalnya Halobacterium.
Bakteri yang tahan kadar garam tinggi, umumnya memiliki kandungan KCL yang tinggi dalam selnya. Bakteri ini memerlukan konsentrasi Kalium yang tinggi untuk stabilitas ribosomnya. Ada yang mempunyai purple bilayer, dinding selnya terdiri dari murein sehingga tahan terhadap ion Natrium. - Kadar Ion Hidrogen (pH)
Mikroba umumnya menyukai pH netral (pH 7). Beberapa bakteri dapat hidup pada pH tinggi (medium alkalin), contohnya bakteri nitrat, rhizobia, actinomycetes, dan bakteri pengguna urea. Hanya beberapa bakteri yang bersifat toleran terhadap keasaman, misalnya Lactobacilli, Acetobacter, dan Sarcina ventriculi. Bakteri Thiobacillus dapat hidup pada kisaran pH 2,0 – 5,0.