Arthropoda Tanah

Penulis: Tim Editor | Kategori: Flora dan Fauna | Tanggal Terbit: | Dilihat: 7194 kali

Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu Arthros berarti sendi/ruas dan Podos berarti kaki. Arthropoda merupakan filum hewan paling banyak dalam segi jumlah dan tersebar hampir di semua habitat yang ada di Biosfer. Berdasarkan keanekeragaman, persebaran, dan jumlah spesies, filum Arthropoda dianggap sebagai filum hewan paling sukses. (Campbell, dkk., 2003:230). Arthropoda memilki karakteristik yang berbeda dari hewan dari Filum lainnya. Arthropoda memilki nama berarti hewan beruas-ruas. Borror, dkk. (1996:132) menjelaskan bahwa Artropoda memiliki tubuh yang setangkup bilateral, beruas-ruas dan dibungkus zat kitin sehingga strukturnya keras, memiliki saluran pencernaan berbentuk tabung, memiliki sitem peredaran darah terbuka, memiliki hemosoel yeng merupakan rongga berisi darah, sistem eksresi dilakukan oleh buluh malpighi, pernapasan melalui insang, trakea atau spirakel.

Arthropoda tanah merupakan salah satu kelompok Arthropoda yang tempat hidupnya didalam ataupun permukaan tanah. Menurut Mas’ud (2011) dalam Kusuma dan Dharmawan (2014:2) berdasarkan tempat hidupnya di tanah, hewan tanah di bagi menjadi dua yaitu epifauna dan infauna tanah. Epifauna tanah adalah hewan yang hidup di atas permukaan tanah, sedangkan Infauna tanah adalah hewan yang hidup di dalam tanah. Arthropoda Infauna terdapat pada lapisan tanah paling atas yang banyak mengandung bahan organik. Menurut Suhardjono (1997) dalam Erniwati (2008:84) bahwa Arthropoda tanah banyak terdapat pada lapisan top soil, yaitu tanah yang banyak mengandung humus dan bahan organik. Pada umumnya lapisan ini memiliki ketebalan berkisar 0–25 cm yang menjadi sumber pakan dan oksigen yang cukup untuk mendukung kehidupan Arthropoda tanah atau fauna tanah lainya.

Menurut Turnbe (2010) dalam Samudra dan Purnaweni (2013:190) Arthropoda tanah memiliki peran yang sangat penting dalam rantai makanan khususnya sebagai dekomposer. Selain itu, Arthropoda juga berperan sebagai mangsa bagi predator kecil yang lain, sehingga akan menjaga kelangsungan Arthropoda atau jenis hewan lainnya. Notodarmojo (2005:183) menjelaskan bahwa filum Arthropoda umumnya memakan organik sisa tumbuhan dan hewan atau sebagai parasit. Beberapa jenis Arthropoda tanah misalnya kutu tanah, lipan, dan kelabang berperan dalam menghancurkan bahan organik menjadi bentuk zat organik tanah (soil organic matter). Selain itu, mereka juga membuat alur-alur dalam tanah yang memperbaiki sistem aerasi tanah dan meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.

Taksonomi Arthropoda Tanah

Menurut Borror, dkk. (2003:231) Arthropoda memilki 5 kelas yaitu Insecta, Arachnida, Crustacea, Chilopoda dan Diplopoda. Kelas yang termasuk dalam Arthropoda tanah yaitu Insecta, Arachnida, Chilopoda dan Diplopoda. Penelitian ini hanya akan difokuskan pada 3 kelas dan 7 ordo yaitu kelas Insecta: ordo Orthoptera, ordo Coleoptera, dan ordo Blattodea, kelas Chilopoda: ordo Scolopendromorpha, dan kelas Diplopoda: ordo Spirobolida, ordo Polydesmida dan ordo Glomerida.

Ordo Orthoptera (Kelas Insecta)

Orthoptera berasal dari kata orthos yang berarti lurus dan ptera yang berarti sayap. Umumnya Orthoptera memiliki 2 pasang sayap. Sayap bagian depan panjang dan menyempit, biasanya mengeras seperti kertas dan dinamakan tegmina. Sementara sayap belakang lebar dan menyerupai membran. Memiliki mulut untuk mengigit, antena bervariasi pendek hingga panjang dan beruas banyak, memiliki metamorfosis yang tidak sempurna, dan umumnya bukan merupakan serangga ahli terbang (Jumar, 2000:140). Menurut Moore (2013:15) beberapa Orthoptera memiliki sepasang kaki belakang yang telah termodifikasi untuk meloncat, beberapa yang termasuk ordo ini mampu bersuara untuk berkomunikasi. Menurut Bentley (2010:4) belalang dan jangkrik merupakan contoh dari ordo ini.

Struktur tubuh jangkrik (ordo Orthoptera) (Gerhart dan Bouwma, 2015:130).

Keterangan:
a. Antena
b. Pronotum
c. Kaki
d. Femur
e. Tibia
f. Tarsus
g. Kepala
h. Sayap
i. Cercus
j. Ovipositor

 

Ordo Coleoptera (Kelas Insecta)

Coleoptera berasal dari kata coleo yang berarti sarung pedang dan ptera yang berarti sayap. Kelompok hewan ini memiliki sayap depan yang keras, tebal dan tanpa vena. Sayap depan ini berfungsi sebagai pelindung sayap belakang yang dinamakan elitra (Jumar, 2000:161). Menurut Moore (2013:7) Coleoptera memiliki struktur mulut pengunyah, namun beberapa termodifikasi menjadi runcing untuk memakan sari bunga. Pada kumbang tanah mulutnya membentuk moncong yang memanjang dan ramping untuk menjadikannya tipe pengisap.

Coleoptera memiliki tipe makanan yang bervariasi ada yang memakan tumbuhan hidup, sebagai predator, memakan bangkai ataupun memakan kayu. Kebanyakan hewan yang tergolong ordo ini hidup di daratan, namun beberapa ada yang hidup di perairan. Coleoptera memiliki metamorfosis yang sempurna. Umumnya ordo ini aktif pada malam hari (Moore, 2013:7).

Struktur tubuh kumbang tanah (ordo Coleoptera) (Ball dan Currie, 1997:445).

Keterangan:
a. Clypeus
b. Maxillary palp
c. Mata
d. Frons
e. Antena
f. Pronotum
g. Femur
h. Tibia
i. Tarsus
j. Claw
k. Pore
l. Scutellum
m. Elytra
n. Suture

Ordo Blattodea (Kelas Insecta)

Blattodea umumnya memiliki bentuk tubuh yang gepeng. Ukuran pronotum lebih lebar dibandingkan kepalanya, dan terkadang kepalanya tidak terlihat apabila dilihat dari bagian atas (dorsal). Mulutnya merupakan tipe pengunyah. Bentuk dan ukuran kaki belakang dan kaki tengah terlihat tidak berbeda jauh. Banyak jenis dari anggota ordo ini mampu berjalan dengan cepat. Sayap depan termodifikasi untuk melidungi sayap belakangnya yang lebih tipis. Namun pada beberapa jenis tidak memiliki sayap. Abdomen dari anggota ordo ini memiliki 10 segmen. Memiliki metamorfosis yang sederhana yaitu sebelum menjadi individu dewasa akan berada dalam masa nimfa. Pada masa ini ukuran tubuhnya menyerupai ukuran individu dewasa namun dapat berbeda warna (Gibb dan Oseto, 2006:163).

Struktur tubuh kecoak (ordo Blattodea) (Madhusudan, 2015:1).

 

Keterangan:
a. Antena
b. Mata
c. Kepala
d. Pronotum
e. Sayap depan
f. Sayap belakang
g. Abdomen
h. Cercus
i. Stylus
j. Femur
k. Tibia
l. tarsus
m. claw

Ordo Scolopendromorpha (Kelas Chilopoda)

Menurut Makarov, dkk. (2011:97) Scolopendromorpha tersebar di daerah sub-tropis dan tropis. Ordo ini memiliki jumlah pasang kaki bervariasi yang jumlahnya selalu ganjil yaitu 21, 23, 39 atau 43 pasang. Menurut Lewis (2006: 21) umumnya anggota ordo ini memiliki 21 jumlah pasang kaki, kecuali genus Scolopendriopsis dan subfamili Scolopocryptopinae yang memiliki 23 pasang kaki. Scolopendromorpha merupakan lipan terbesar dan predator paling ganas diantara ordo lainnya. Panjang tubuhnya antara 10-300 mm dan memiliki 21 - 27 segmen. Kapsul kepala berbentuk bulat dengan antena filiform yang terdiri dari 17-35 segmen dan umumnya memiliki 4 ocelli (Anonim, 2017:1) Menurut Edgecombe (2007: 159) Scolopendromorpha memiliki karakter yang unik yaitu memiliki sebuah tergite yang menutupi bagian segmen maxillipede dan terhubung dengan bagian trunk segment.

Struktur tubuh kelabang (ordo Scolopendromorpha) (Anonim, 2017:1)

Keterangan:
a. Antena
b. Kepala
c. Forcipule
d. Kaki
e. Trunk segment

Struktur tubuh depan kelabang (ordo Scolopendromorpha) (Anonim, 2017:1)

Keterangan:
a. Antena
b. Maxillipede
c. Forcipule
d. Mata
e. Tergite
f. segmen

Ordo Spirobolida (Kelas Diplopoda).

Menurut Archer (2011:1) ukuran tubuh Spirobolida dapat mencapai 20 cm, memiliki kaki pada penampang tubuhnya, terutama famili Spirobolidae mampu untuk memutar dan membalikan tubuhnya ke berbagai arah karena tubuhnya berupa eksoskleton yang fleksibel. Tidak memiliki lapisan lilin pada tubuhnya, untuk menjaga kelembapan tubuhnya Spirobolida akan berlindung dibawah serasah, kayu, batu atau tempat lainnya. Spirobolida merupakan herbivora dengan memakan bagian tumbuhan yang mati, namun beberapa juga memakan invertrebrata.

Menurut Vilender (2010: 1) tubuh Spirobolida terdiri dari 35-60 segmen yang halus dan silinder. Pada pasang kaki ketujuh terdapat gonopods. Menurut Yeo (2013: 2) bila terganggu, Spirobolida akan meringkuk dan mengeluarkan bahan kimia beracun untuk mencegah predator.

Struktur tubuh kaki seribu (ordo Spirobolida) (Vilender, 2010:1)

Keterangan:
a. Antena
b. Kepala
c. Collum
d. Mata
e. Kaki
f. Segmen
g. Segmen anal

Ordo Polydesmida (Kelas Dilopoda)

Karakteristik utama dari member ini tidak memiliki ocelli (bintik-bintik yang terletak didekat mata), umumnya memiliki 20 atau 19 segmen tubuh. Memiliki ozopores (lubang kalenjar yang dapat mengeluarkan bau tertentu) yang terlihat pada segmen ke 5, 7, 9, 10, 12, 13, 15,16, 17, 18, 19. Anggota ordo ini tersebar disemua wilayah khususnya di wilayah tropis, kecuali di Antartica (Mikhaljova, 2004:208). Menurut Blower (1985:188) Polydesmida merupakan kaki seribu yang buta yang memiliki Collum (leher) lebih lebar dibandingkan kepala. Pada pasang kaki ke 8 termodifikasi menjadi gonopod.

Struktur Flat-backed Milipede (Ordo Polydesmida) (Fox, 2006:2).

Keterangan:
a. Antena
b. Collum (leher)
c. Segmen
d. Gonopod
e. Kaki
f. Telson

Ordo Glomerida (Kelas Diplopoda)

Ordo ini memiliki bentuk tubuh yang menyerupai kaspsul yang dibelah horizontal. Ukuran tubuhnya besar dan apabila menggulung akan berbentuk seperti bola asimetris. Umumnya individu betina memiliki 17 pasang kaki sementara individu jantan memiliki 19 pasang kaki. Pada tergite (bagian punggung segmen yang mengeras) terakhir melindungi bagian anal namun tidak menjadi bagian dari telson (segmen terakhir tanpa kaki) (Enghoff, dkk., 1993:120). Menurut Mikhaljova (2004:25;28) kepala Glomerida membulat dan tubuhnya memiliki tergite yang kuat dan melebar kesamping segmen. Pada tergite kedua lebih lebar dibandingkan dengan tergite-tergite pada segmen selanjutnya.

Struktur tubuh Pill milipede (ordo Glomerida) (Janssen, dkk., 2006:3)

Keterrangan:
a. Antena
b. Kepala
c. Tergite pertama
d. Tergite kedua
e. Segmen
f. Telson

Ekologi Arthropoda Tanah

Arthropoda tanah memegang peranan penting dalam ekosistem yaitu sebagai “perombak serasah” dan juga ”mesin ekosistem”. Perombakan serasah yang dilakukan Arthropoda tanah secara mekanik yaitu dengan mengubah materi seperti daun, ranting ataupun batang kayu menjadi bagian-bagian yang sangat kecil sehingga memudahkan mikroba untuk melakukan proses dekomposisi. Dikatakan sebagai “mesin ekosistem” karena Arthropoda tanah secara fisik mampu mengubah habitat, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mengatur ketersedian sumber makanan untuk organisme lainnya (Culliney, 2013: 634). Menurut Bagyaraj, dkk. (2016: 22) proses dekomposisi akan berjalan lambat tanpa bantuan Arthropoda tanah.

Arthropoda tanah seringkali dijadikan indikator biologis untuk melihat kualitas lingkungan. Hal ini didasari kepekaan Arthropoda terhadap perubahan habitat dan respon cepat terhadap gangguan (Prado, dkk., 2009: 1221). Menurut Longcore (2003:398) Arthropoda merupakan indikator yang efisien dalam melihat fungsi ekologi dan dijadikan rencana dalam konservasi. Kremen, dkk. (1993:797) menjelaskan bahwa banyak Arthropoda dijadikan indikator terhadap perubahan lingkungan karena dinilai lebih cepat dalam merespon dibandingkan vertebrata. Tapi tidak semua taksa Arthropoda efektif dijadikan indikator dalam perencanaan konservasi. Pemilihan indikator dapat didasarkan tujuan dari konservasi tersebut, untuk inventarisasi atau monitoring. Dalam inventarisasi, keanekaragaman spesies yang tinggi dan spesies endemik adalah prioritas. Sedangkan dalam tujuan monitoring, lebih kepada menggunakan indikator yang dapat menunjukan variasi sensitifitas tehadap perubahan lingkungan dan lebih ekologis.

Arthropoda tanah memiliki kemampuan dalam memulihkan kerusakan habitat. Arthropoda tanah merupakan bagian penting dalam siklus energi dan daur materi. Kelimpahan Arthropoda tanah dapat menjadi indikator perkembangan suatu ekosistem. Setelah perbaikan struktur tanah, tahapan selanjutnya dalam suksesi adalah perkembangan struktur komunitas didalamnya hingga mencapai tahap tropik. Keanekaragaman Arthropoda tanah dapat dijadikan acuan untuk melihat hubungan antara Arthropoda tanah tersebut dengan perannya dalam ekosistem. Peran tersebut tidak hanya penting untuk membangun kembali fungsi ekosistem tapi juga memastikan keberlangsungan ekosistem tersebut tetap terjaga. Keanekaragaman Arthropoda sering dijadikan indikator kualitas tanah (Suheriyanto, dkk., 2016: 399).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keanekaragaman Arthropoda Tanah

  1. Struktur Vegetasi
    Berdasarkan hasil penelitian Basna, dkk. (2017:40) keberadaan Arthropoda tanah dipengaruhi oleh struktur vegetasi. Arthropoda tanah menunujukan keanekaragaman yang lebih tinggi pada hutan primer dibandingkan pada hutan sekunder dan juga lahan perkebunan. Hal ini disebabkan oleh keanekaragaman vegetasi tumbuhan yang juga lebih beragam. Vegetasi yang beragam tersebut menciptakan rentang yang lebih luas untuk ditinggali berbagai jenis Arthropoda tanah. Berdasarkan penelitian Tobing, dkk. (2013:174) keberadaan Arthropoda tanah pada vegetasi pandan lebih banyak dibandingkan dengan tipe habitat vegetasi cemara dan kelapa. Hal tersebut disebabkan karena pada vegetasi pandan memiliki lapisan serasah yang lebih tebal.
  2. Fisika dan Kimia Tanah
    Suhu tanah berpengaruh terhadap persebaran Arthropoda tanah, suhu yang meningkat akan menyebabkan populasi Arthropoda tanah menurun karena suhu secara langsung berpengaruh terhadap reaksi fisiologi Arthropoda tanah tersebut dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap aktivitas Arthropoda tanah seperti masuk kedalam lapisan tanah yang lebih dalam untuk mendapatkan suhu yang lebih dingin (Bini, dkk. 2016 :261). Menurut Hasan, dkk. (2014:245) Arthropoda tanah akan berkembang dengan baik pada suhu 25 oC dan toleran terhadap suhu berkisar antara 15 oC – 45 oC.

    Menurut Falahudin, dkk. (2015:5) Arthropoda tanah berkembang baik berkisar pada pH netral, apabila pH terlalu asam atau basa dapat menyebabkan kematian pada Arthropoda tanah tersebut. Menurut Mantu (2016:30) Arthropoda tanah dapat mentolerir tingkat keasaman tanah hingga pH 5.
    Menurut Fatmala (2017:169) kelembaban mempengaruhi distribusi, kegiatan dan perkembangan Arthropoda tanah. Pada penelitian diperoleh kelembaban berkisar 44 % - 52 %. Nilai tersebut termasuk dalam kategori sedang. Menurut Nurrohman, dkk. (2015:202) Arthropoda tanah menyukai kelembaban tanah yang tinggi, namun apabila ekstrim tinggi atau ekstrim rendah akan menjadi pembatas bagi perkembangan Arthropoda tanah tersebut.
  3. Ketebalan Serasah
    Serasah merupakan sumber nutrisi bagi kebanyakan Arthropoda tanah. Serasah dapat menentukan kualitas bahan organik yang akan berpengaruh terhadap laju dekomposisi dan juga ketebalan serasah berpengaruh terhadap Arthropoda tanah itu sendiri. Ketebalan serasah memiliki korelasi dengan keanekaragaman Arthropoda tanah, dimana semakin tinggi ketebalan serasah maka semakin tinggi pula keankeragaman Arthropoda tanah (Kinasih, dkk., 2017: 26).
  4. Gangguan Aktivitas Manusia
    Menurut Bengtsson dalam Rohyani dan Farista (2013:42) Aktivitas manusia yang merubah bentang alam dapat meningkatkan atau menurunkan keanekaragaman Arthropoda tanah. Hal tersebut dapat ditunjukan pada hasil penelitiannya, dimana hutan yang telah dirambah menunjukan hasil keanekaragaman yang lebih rendah dibandingkan kawasan hutan yang masih alami. Namun ada beberapa jenis Arthropoda tanah yang jumlahnya lebih banyak bila dilihat dari kelimpahannya seperti Ordo Blattodea dan Ordo Hymenoptera pada kawasan yang dirambah. Menurut Latumahina dan Anggraini (2010:5) alih fungsi lahan yang dilakukan oleh manusia juga dapat menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi ketersedian sumber pakan, tempat beraktivitas, tempat berlinduung dan tempat reproduksi bagi serangga dimana apabila habitat suatu jenis serangga mengalami gangguan akan berpindah mencari habitat baru yang sesuai dengan kebutuhannya.