Diperbarui tanggal 6/Nov/2022

Puisi

kategori Bahasa dan Sastra Indonesia / tanggal diterbitkan 6 November 2022 / dikunjungi: 2.44rb kali

Pengertian Puisi

Puisi merupakan ungkapan perasaan penyair dalam satu bentuk ciptaan yang utuh dan menyatu yang dituangkan dalam bentuk kata-kata atau pola tertentu oleh pengarangnya. Waluyo (1987:25) menyatakan puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.

Pradopo (2014:7) menjelaskan puisi yaitu pengekspresian pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang meransang imajinasi pancaindra dalam susunan yang berirama. Sayuti (2015:2-3) mengatakan puisi adalah pengucapan bahasa yang memperhitungkan adanya aspek-aspek bunyi di dalamnya, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individu dan sosialnya, yang diungkapkan dengan teknik tertentu, sehingga puisi itu dapat membangkitkan pengalaman tertentu pula dalam diri pembaca atau pendengarnya.
Pratiwi (2016:1-2) menyatakan puisi merupakan salah satu karya seni verbal yang mengungkapkan berbagai aspek kehidupan, artinya penyair mengungkapkan realitas kehidupan dan makna dari realitas tersebut dengan berbagai perspektif. Penyair tidak sekedar memotret realitas kehidupan secara verbal melainkan berusaha mengungkapkan alam pikiran , perasaan, dan obsesi realitas yang diungkapkannya, oleh karena itu puisi menghadirkan potret kehidupan secara utuh.

Jassin (dalam Rokhmansyah, 2014:13) menyatakan puisi adalah pengucapan dengan perasaan. Seperti diketahui selain penekanan unsur perasaan, puisi juga merupakan penghayatan kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya dimana puisi itu diciptakan tidak terlepas dari proses berfikir penyair. Huck (dalam Permana, 2018:195) menjelaskan puisi adalah suatu bentuk pengekspresian kebahasaan yang mengungkapkan sesuatu secara lebih dan mengungkapkannya lewat berbagai bentuk kebahasaan yang lebih intensif daripada ungkapan kebahasaan yang biasanya. Dresden (dalam Sulkifli, 2016) menyatakan bahwa puisi adalah sebuah dunia dalam kata. Isi yang terkandung di dalam puisi merupakan cerminan pengalaman, pengetahuan, dan perasaan penyair yang membentuk sebuah dunia bernama puisi.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, puisi adalah rangkaian kata yang mengungkapkan pikiran, ide, dan perasaan penyair yang disusun dengan baik dan indah. Puisi merupakan sebuah karya sastra yang dihasilkan dari pengalaman dan pengekspresian dari penyair kepada pembaca yang diwujudkan dalam bentuk kata-kata yang telah dipadukan oleh penyair sehingga membentuk puisi yang indah.

Struktur Puisi

Struktur adalah susunan atau kerangka yang sengaja dibentuk oleh pengarang dalam membangun karyanya. Struktur pada dasarnya memiliki tujuan tentang keberadaannya didalam sebuah karya yaitu menampilkan kepada pembaca atau penikmat sebuah karya bahwa didalam membangun sebuah karya tentunya harus memiliki struktur yang baik tujuannya tidak lain yaitu agar karya tersebut terlihat utuh. Struktur dalam puisi merupakan kerangka dasar yang dapat membangun kata-kata menjadi padat dan utuh yang sering disebut juga unsur puisi. Struktur pada puisi menampilkan kepada pembaca seberapa lengkap puisi tersebut.

Puisi mempunyai struktur ekstrinsik dan struktur instrinsik. Waluyo (1987:71) menyatakan struktur fisik dapat diuraikan dalam metode puisi yakni unsur estetik yang membangun struktur luar dari puisi. Struktur fisik merupakan bagian dasar puisi yang dapat dilihat dengan kasat mata, unsur-unsur itu ialah: diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tipografi. Sedangkan hakikat puisi atau struktur batin merupakan struktur yang hanya bisa kita ketahui setelah membaca bahkan memahami puisi tersebut, unsur puisi tersebut terdiri dari tema (sense), perasaan penyair (feeling), nada (tone), dan amanat (intention).

1. Struktur Fisik

  1. Tipografi
    Rokhmansyah (2014:26) menjelaskan struktur fisik puisi membentuk tipografi yang khas, tipografi puisi merupakan bentuk visual yang bisa memberi makna tambahan, tipografi bentuknya bermacam-macam salah satunya membentuk kerucut. Waluyo (1987:97) menyatakan tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun paragraf, namun membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal mana tidak berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa. Ciri yang demikian menunjukkan eksistensi sebuah puisi.

    Sayuti (2015:228) menyatakan tipografi merupakan aspek bentuk visual puisi yang berupa tata hubungan dan tata baris, karenanya ada yang menyebutkan sebagai susunan baris puisi da nada pula yang menyebutkan sebagai ukiran bentuk. Richards, dkk (dalam Yogiswara, 2016:13) mengungkapkan perwajahan puisi yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, hal tersebut menentukan pemaknaan puisi. Pradopo (dalam Rokhmansyah, 2014:26) mengemukakan dalam hal cara penulisannya puisi tidak selalu harus ditulis dari tepi kiri dan berakhir ditepi kanan seperti bentuk tulisan umumnya, susunan penulisan dalam puisi itulah yang disebut tipografi. Perwajahan puisi atau tipografi yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kat-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak.

    Tipografi merupakan tatanan dalam sebuah puisi, yang memperlihatkankan bagaimana susunan dari tiap baris dan tiap bait pada puisi. Susunan ini dibuat apa adanya oleh penyair, artinya penyair memiliki kebebasan memilih bentuk yang disukai. Misalnya tidak penuh kiri atau kanan bait.
  2. Diksi
    Waluyo (1987:72) mengemukakan diksi adalah pilihan kata dalam puisi. Maksudnya memilih kata-kata yang tepat, dan kata-kata yang dipilih hendaknya bersifat puitis, yang mempunyai efek keindahan dan berbeda dengan kata-kata yang biasa dipakai sehari-hari. Kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya. Disamping memilih kata yang tepat penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan yang tidak diberi makna kehendak penyair. Makna bunyi kata juga dipertimbangkan secara cermat pemulihannya.

    Pradopo (2014:55) menyatakan diksi adalah pemilihan kata-kata, memiliki kedudukan yang sangat penting dalam puisi. Penyair hendak mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialami batinnya. Untuk itu haruslah dipilih kata setepatnya. Richards (dalam Yogiswara, 2016:13) mengungkapkan diksi yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra ya ng sedikit kata-kata dan dapat mengungkapkan banyak hal.

    Diksi adalah berbentuk kata-kata yang dipilih penyair dalam menciptakan puisinya, karena puisi adalah sedikit kata tetapi memiliki banyak makna. Diksi merupakan wujud nyata dari perasaan yang dituangkan penyair dalam bentuk tulisan.
  3. Imaji
    Pradopo (2014:82) mengungkapkan imaji merupakan gambaran-gambaran angan yang dihasilkan oleh indra penglihatan, pendengaran, perabaan, dan penciuman. Bahkan juga diciptakan oleh pemikiran dan gerakan. Waluyo (1987:78) menyatakan pengimajian adalah kata atau suasana kata-kata yang mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan dan pendengaran, dan perasaan. Rahmat (2014:24) mengemukakan citraan atau imajinasi adalah gambaran-gambaran angan, pikiran, dan bahasa yang digunakan penyair dalam menggambarkan suasana yang dikehendaki penyair. Seorang penyair menggunakan citraan untuk memberi gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana yang khusus, untuk membuat lebih hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan dan juga untuk menarik perhatian penikmat karya-karyanya.

    Kosasih (dalam Wirawan, 2016) menyatakan pengimajian terbagi menjadi imaji auditif, imaji visual, dan imaji taktil. Pengimajian seringkali penyair menggunakan alat indra untuk membangkitkan daya bayang yang menimbulkan sugesti tersendiri bagi pembaca dalam puisi. Pembaca seakan menyaksikan sendiri gambaran yang dilukiskan, seolah terbawa dalam imajinasi yang dibangun penyair dalam puisinya, hal seperti itu disebut dengan pengimajian atau citraan.

    Puisi yang baik dapat membuat pembaca seolah-olah melihat, membayangkan, dan mendengarkan makna dari kata yang ada pada puisi, karena puisi adalah curahan hati seorang penyair yang diceritakan kedalam kata-kata yang disebut puisi. Pengimajian dapat diartikan sebagai kata yang tersusun yang dapat menjelaskan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan pembaca.
  4. Kata konkret
    Rokhmansyah (2014:20) menjelaskan untuk membangkitkan daya bayang pembaca maka penyair harus mengkonkretkan kata. Maksudnya adalah kata-kata itu dapat mengarah kepada arti secara keseluruhan. Penggunaan kata konkret setiap penyair berbeda-beda. Pengkonkretan kata ini erat berhubungan dengan pengimajian, pelambangan dan pengiasan, ketiganya memerlukan gaya bahasa untuk memperjelaskan apa yang dikemukan. Penggunaan kata-kata dalam puisi diperkonkret menyaran kepada arti yang menyeluruh. Waluyo (1987:81) mengemukakan kata konkret adalah kata nyata. Maksudnya bahwa kata konkret digunakan untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata harus diperkonkret. Pengkonkretan di sini bertujuan untuk mengajak pembaca seolah-olah ada dalam puisi yang sedang dibacanya, atau dengan kata lain pembaca dapat merasakan apa yang ada di dalam puisi tersebut. Wirawan (2016:39-40) menyatakan kata konkret merupakan kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama tetapi secara konotatif tidak sama menurut kondisi dan situasi pemakainya. Kata-kata dalam puisi yang diperjelas oleh penyair maksudnya adalah supaya kata-kata itu dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh.

    Kata konkret adalah kata-kata yang menimbulkan imajinasi atau juga kata lambang yang melambangkan sesuatu, misalnya kata “senja” yang melambangkan sore hari yang membuat pikiran pembaca lansung mengarah ke sore hari.
  5. Bahasa figuratif
    Rokhmansyah (2014:21) mengemukakan bahasa figuratif adalah bahasa yang bersusun-susun atau berpigura. Penggunaan bahasa figuratif atau gaya bahasa yang dapat menciptakan kiasan. Bahasa kiasan sangat digemari oleh penyair karena memiliki potensi besar untuk memperoleh efek puitis. Waluyo (1987:83) mengatakan bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung menggunakan makna. Kata atau maknanya bermakna kias atau makna lambang. Somad (dalam Sulkifli, 2016) menjelaskan majas sering disebut juga gaya bahasa. Majas bisa menjadi daya tarik puisi, dapat menimbulkan suasana yang lebih segar dan hidup. Majas seringkali digunakan penyair untuk menimbulkan kesan indah.

    Pradopo (2014:63) menyatakan bahwa majas merupakan bahasa kiasan yang bermacam-macam, meskipun bermacam-macam, majas tetap memiliki sesuatu hal bersifat yang umum, yaitu bahasa kiasan mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkan dengan sesuatu yang lain. Jenis bahasa kias tersebut adalah perbandingan, metafora, perumpamaan epos, allegori, personifikasi, metonimia, dan sinekdoki.
  6. Versifikasi
    Versifikasi terdiri dari rima, ritma dan ritme. Gunatama (dalam Kamilah, dkk, 2016) menyatakan bahwa rima adalah bunyi-bunyi yang sama dan diulang, baik dalam satuan kalimat maupun kalimatkalimat berikutnya. Pengulangan yang dimaksud adalah untuk memberikan efek tertentu atau menciptakan efek kepuitisan pada karya sastra tersebut. Ritma merupakan pertentangan bunyi tinggi atau rendah, panjang atau pendek, keras atau lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan. Sedangkan, metrum berupa pengulangan tekanan kata yang tetap atau statis. Waluyo (1987:90-96) mengemukakan rima adalah Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik diawal, ditengah, maupun diakhir baris puisi. pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalisasi atau orkestrasi sehingga puisi menjadi menarik untuk dibaca. Ritma adalah pertentangan bunyi, tinggi rendahnya, panjang pendek, keras lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan. Metrum adalah perulangan kata yang tetap bersifat statis.
    Sayuti (dalam Wahyuni, 2018:117) mengatakan bahwa rima adalah kesamaan atau kemiripan bunyi tertentu di dalam dua kata atau lebih, baik yang berposisi di akhir kata, maupun yang berupa perulangan bunyi-bunyi yang sama yang disusun pada jarak atau rentangan tertentu secara teratur. Siswanto (2008:122-123) mengemukakan rima adalah persamaan bunyi pada puisi baik itu diawal, ditengah, maupun diakhir baris dengan baris berikutnya. Ritma adalah tinggi rendahnya pembacaan puisi ritma sangat menonjol bila puisi itu dibacakan. Metrum adalah tanda baca yang digunakan dalam membaca puisi yang membuat puisi bervariasi. 

    Rima adalah bunyi yang sama pada puisi baik itu diawal baris, ditengah, maupun diakhir baris dengan baris berikutnya. Ritma adalah menyangkut tinggi rendahnya bunyi dari pembacaan puisi. Metrum adalah tanda baca pada puisi dan memiliki irama yang tetap dengan mengikuti pola tertentu.

2. Struktur Batin

  1. Tema
    Gambaran inti tentang isi dan judul. Waluyo (1987:106) menyatakan bahwa tema adalah gagasan pokok (subject-matter) yang dikemukakan penyair melalui puisinya. Maka dari ini dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan inti yang menerangkan isi dari puisi-puisi yang dikarang oleh penyair.

    Djojosuroto (dalam Ahsin, 2017:21) menjelaskan tema adalah gagasan pokok yang dikemukakan penyair lewat puisinya. Tema yang dituangkan penyair dapat berasal dari dirinya sendiri, dapat pula berasal dari orang lain atau masyarakat. Tema adalah gagasan pokok yang menggambarkan isi dari keseluruhan puisi, untuk itu dalam membangun sebuah tema penyair harus memilih kata yang puitis.
  2. Rasa
    Siswanto (2008:124) menyatakan bahwa rasa dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Somad (dalam Sulkifli, 2016) mengungkapkan rasa adalah sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya. Perasaan ini sangat berkaitan dengan tema yang ditampilkan. Misalnya, pada tema ketuhanan, perasaan yang muncul adalah perasaan religious dan khidmat. Hal ini akan berbeda dengan puisi yang bertema perjuangan. Perasaan yang muncul dalam puisi bertema perjuangan tersebut akan lebih bersemangat atau bergelora.

    Dari pendapat diatas disimpulkan bahwa rasa pada unsur puisi yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan dalam puisinya. Rasa dalam puisi mewakili ekspresi penyair. Oleh karena itu penyair dalam menciptakan puisi memiliki perasaan yang berbeda-beda.
  3. Nada
    Waluyo (1987:125) menjelaskan nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, penyair mempunyai sikap tertentu kepada pembaca, apakah dia ingin bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.

    Ahsin (2017:23) mengemukakan nada adalah sikap penyair dalam menyampaikan puisinya terhadap pembacanya, nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Tjahjono (dalam Rokhmansyah, 2014:29) menjelaskan nada adalah sikap penyair terhadap pembaca berkenaan dengan pokok persoalan yang dikemukakan dalam puisinya. Nada adalah sikap penyair pada pembaca yang membuat bunyi pada puisi tersebut, tujuan penyair membuat nada yaitu menimbulkan suasana tertentu pada puisi.
  4. Amanat
    Somad (dalam Sulkifli, 2016) menyatakan amanat dalam puisi adalah maksud, pesan, tujuan yang hendak disampaikan penyair. Amanat ini biasanya tersirat di balik kata-kata yang disusun dan di balik tema yang diungkapkan. Amanat yang disampaikan penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran. Waluyo (1987:130) menjelaskan amanat merupakan pesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Amanat, pesan, dan nasihat yang disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah tema, rasa, dan nada puisi dipahami. tujuan amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat pada puisi didapatkan dari hasil memaknai tema dan isi pada puisi, selain itu amanat juga merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Amanat yang hendak disampaikan penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan.