Diperbarui tanggal 2/03/2023

Perilaku Phubbing

kategori Bimbingan dan Konseling / tanggal diterbitkan 2 Maret 2023 / dikunjungi: 123 kali

Pengertian Perilaku Phubbing

Secara bahasa, Phubbing berasal dari dua kata yaitu “Phone” yang berarti telepon dan “Snubbing” yang berarti menghina. Hal ini dapat diartikan sebagai sikap menyakiti lawan bicara dengan menggunakan Smartphone yang berlebihan (Hanika, 2015:43). Pathak (2013) menjelaskan bahwa awal mulanya istilah Phubbing diperkenalkan oleh McCann dan Macquarie pada Tahun 2012. Mereka mulai mengkampanyekan istilah tersebut untuk membantu memecahkan masalah sosial dan mewakili masalah penyalahgunaan Smartphone yang terus berkembang dalam skala global.Chotpitayasunondh & Douglas (2017: 304) menjelaskan bahwa “Pada dasarnya konsep Phubbing didefinisikan sebagai tindakan menghina orang lain dalam interaksi sosial, dan tidak fokus pada seseorang tetapi pada Smartphone miliknya”. Seseorang akan merasa sakit hati jika ketika sedang berbicara dengan orang lain, namun orang lain itu memperhatikan Smartphone-nya. Tidak memandang dan terkesan tidak mendengarkan apa yang sedang dibicarakan. Menurut Nur, B. (2020:31) munculnya fenomena Phubbing yang dimaknai sebagai konsentrasi seseorang yang berlebihan pada smartphone, yang dianggap sebagai suatu perilaku pelecehan terhadap orang disekitarnya.

Phubbing (phone + snubbing) adalah perilaku mengabaikan orang lain yang ada di sekitar kita dan lebih memilih menggunakan ponsel atau gadget. Beberapa aspek perilaku phubbing antara lain:

  1. Mengabaikan orang lain - Saat seseorang terlalu fokus pada ponselnya, dia cenderung mengabaikan orang lain yang ada di sekitarnya. Ini bisa membuat orang lain merasa diabaikan dan tidak dihargai.
  2. Kecanduan ponsel - Seseorang yang melakukan phubbing bisa mengalami kecanduan ponsel atau gadget. Mereka merasa sulit untuk melepaskan ponsel atau gadget, bahkan saat berada di tengah-tengah orang lain.
  3. Membuat orang lain merasa tidak penting - Ketika seseorang melakukan phubbing, orang lain bisa merasa tidak penting. Hal ini dapat merusak hubungan interpersonal dan mengganggu koneksi antara orang yang melakukan phubbing dan orang yang diabaikan.
  4. Kurangnya empati - Phubbing juga bisa mengurangi kemampuan seseorang untuk bersimpati dan berempati terhadap orang lain. Saat seseorang terlalu fokus pada ponselnya, dia tidak lagi memperhatikan ekspresi wajah atau bahasa tubuh orang di sekitarnya.
  5. Mengganggu komunikasi - Phubbing dapat mengganggu komunikasi antarindividu. Saat seseorang terlalu fokus pada ponselnya, dia bisa terlewatkan informasi penting atau bahkan tidak menyimak apa yang orang lain katakan.
  6. Meningkatkan stres - Phubbing juga bisa meningkatkan stres dan kecemasan. Saat seseorang merasa terus-menerus harus memeriksa ponselnya, hal itu dapat meningkatkan level stres dan mengganggu keseimbangan emosional.
  7. Merusak waktu berkualitas - Phubbing dapat mengurangi waktu berkualitas yang dapat dihabiskan dengan orang yang dicintai atau dihargai. Hal ini dapat merusak hubungan dan mengurangi kualitas hidup seseorang.

Hal ini juga sesuai dengan pandangan Karadag, et al. (2016: 251) bahwa Phubbing dapat digambarkan sebagai individu yang sibuk melihat smartphone-nya saat berbicara dengan orang lain sehingga mengabaikan komunikasi interpersonal. Orang yang menghabiskan waktu untuk mengakses internet, sosial media, game online, dan lain sebagainya, maka ia hanya memiliki sedikit waktu untuk berkomunikasi dengan orang lain secara nyata. Istilah Phubbing dalam interaksi sosial, melahirkan istilah baru, yaitu “phubber” yang diartikan sebagai individu yang memulai perilaku Phubbing, sedangkan individu yang menerima perilaku Phubbing dapat disebut dengan “phubbee” (Chotpitayasunondh & Douglas, 2017: 304).

Dengan kata lain Phubbing melibatkan pengguna Smartphone dalam lingkungan sosial dua orang atau lebih, dan lebih suka berinteraksi dengan Smartphone dari pada orang yang hadir (Chotpitayasunondh & Douglas, 2016: 10). Phubber didefinisikan sebagai orang yang mulai menghina seseorang dalam situasi sosial dengan memperhatikan Smartphone-nya. Dan Phubbe didefinisikan sebagi orang yang diabaikan oleh rekannya dalam interaksi sosial karena pendamping menggunakan Smartphone. Namun ada kalanya, dalam kumpulan yang terdiri dari beberapa orang seluruhnya sebagai phubber. Hal ini dapat menyebabkan komunikasi tidak efektif dan hubungan sosial menjadi tidak sehat.

Youarti dan Hidayah (2018:31) menjelaskan bahwa phubber menggunakan smartphone sebagai pelarian untuk menghindari ketidaknyamanan di keramaian atau yang disebut awkward silent, seperti di dalam lift, atau berpergian dengan bus sendirian, atau bosan di sebuah pesta. Namun, saat ini keadaan semakin parah, perilaku Phubbing tidak hanya dilakukan atas dasar ketidaknyamanan di tempat ramai atau bosan saja. Tetapi, perilaku Phubbing. dapat dilakukan setiap saat, dimana saja, kapan saja, dan kepada siapapun. Bahkan ketika berkumpul bersama, semua orang sibuk berkomunikasi di dunia maya, padahal ketika berkumpul dengan orang lain normalnya setiap individu saling bertukar kabar, pikiran, atau sekedar bersedagurau. Karena fenomena ini, muncul kalimat yang digunakan untuk menyindir, yaitu “Menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh”. Secara tidak langsung kalimat itu menjadi wujud protes terhadap perilaku Phubbing yang semakin menjadi-jadi di berbagai usia dan kalangan.

Fenomena tersebut cukup berbahaya jika dibiarkan dan akan menjadi isu sosial yang tidak lazim lagi di lingkungan. Manusia menjadi addict (ketergantungan) dengan teknologi yang berkembang. Makna ketergantungan saat ini tidak hanya dikhususkan untuk narkoba, psikotropika, alkohol, dan obat-obatan lainnya. Namun, juga ketergantungan terhadap penggunaan smartphone dan internet yang semakin berkembang dengan fitur-fitur yang menarik, media sosial dan game online. Ketergantungan berarti keinginan untuk menggunakan terus menerus dan berlebihan. Tentu saja sesuatu yang berlebihan dan tidak sesuai dengan porsi akan berdampak buruk pada seseorang yang addict tersebut.

Menurut Karadag, et al., (2016:251) bahwa smartphone banyak fitur dan kemampuan untuk mengakses internet, Phubbing adalah fenomena multi-dimensi. Dimensi-dimensi ini adalah kecanduan Smartphone, kecanduan internet, kecanduan media sosial, dan kecanduan game. Seperti yang diungkapkan Won-Ju (2013: 403) bahwa Fenomena Phubbing muncul karena dampak dari besarnya ketergantungan seseorang terhadap smartphone dan internet. Sengupta (2019:124) juga menjelaskan bahwa phubbing merupakan perilaku yang mengganggu, akibat dari kecanduan smartphone.

Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Phubbing merupakan perilaku atau tindakan individu sebagai phubber (pelaku Phubbing) yang kehidupannya didominasi dan dihabiskan untuk mengakses internet, sosial media, dan berbagai fitur lain yang terdapat di smartphone-nya, perilaku tersebut membuat ia larut dalam dunianya sendiri dan menyebabkan ketergantungan. Sehingga ia tidak peduli, acuh tak acuh, dan tidak memperhatikan kondisi lingkungan sekitarnya, terutama ketika ia berkomunikasi dengan orang lain. Turnbull & Griffiths (dalam Youarti dan Hidayah, 2018:28-30) mengemukakan bahwa seseorang yang banyak menghabiskan waktu untuk mengakses internet memiliki waktu yang sangat sedikit untuk berkomunikasi dengan orang lain secara nyata, apabila mengalami kecanduan maka seseorang akan lupa waktu , hingga tidak peduli dengan lingkungan dan tidak menghargai orang lain. Hal ini dapat menyebabkan orang lain sebagai phubbee (penerima perilaku Phubbing) kecewa dan sakit hati, sehingga pesan yang disampaikan dalam komunikasi tersebut tidak efektif dan tidak diterima dengan baik dan menjadi miss-comunication, serta hubungan menjadi tidak sehat.

Aspek-aspek Perilaku Phubbing

Chotpitayasunond & Douglas (2018) membagi faktor yang mengindikasi seseorang berperilaku Phubbing menjadi empat bagian, yaitu sebagai berikut:

Nomophobia

Nomophobia (No-Mobile Phone Phobia) merupakan suatu sindrom ketakutan jika tidak mempunyai atau memiliki akses untuk menggunakan ponsel. Hal ini sebagai akibat dari ketergantungan ponsel atau smartphone-nya, ditandai dengan gelisah, khawatir, tidak nyaman, dan takut jika berjauhan dari ponselnya. Kondisi tersebut dapat terjadi karena berbagai hal, misalnya kehabisan baterai, jangkauan jaringan, kehabisan kuota, dll. Orang yang mengalami nomophobia cenderung merasa cemas atau takut ketika tidak memiliki ponsel atau ketika tidak dapat mengakses internet atau jejaring sosial melalui ponsel mereka. Mereka mungkin merasa kehilangan kendali atau merasa terputus dari dunia luar jika tidak dapat menggunakan ponsel mereka, dan hal ini dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Meskipun nomophobia tidak terdaftar dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM), kondisi ini dianggap sebagai masalah psikologis yang signifikan dan telah mempengaruhi banyak orang di seluruh dunia.

Interpersonal Conflict

Interpersonal Conflict merupakan masalah yang terjadi pada individu dengan orang lain akibat ketergantungan Smartphone. Masalah akan muncul ketika orang lain yang berkomunikasi dengan kita namun kita tidak memperhatikannya, tapi lebih memperhatikan Smartphone, sehingga orang tersebut akan merasa terabaiakan. Konflik interpersonal dapat berkembang menjadi masalah yang serius jika tidak ditangani dengan baik. Konflik yang tidak diselesaikan dengan baik dapat mengakibatkan stres, frustrasi, dan rasa tidak nyaman, dan dapat merusak hubungan interpersonal. Namun, jika ditangani dengan tepat, konflik interpersonal dapat menjadi kesempatan untuk meningkatkan pemahaman dan saling pengertian antara individu dan memperkuat hubungan interpersonal.

Self Isolation

Self Isolation merupakan suatu kondisi ketika seseorang menarik diri dari lingkungan sosial, dan seluruh fokusnya tertuju pada Smartphone. Self Isolation berawal dari isolasi sosial kemudian phubber menarik diri dari interaksi sosial dengan memudarnya kontak mata, asyik dengan diri sendiri dan Smartphone-nya. 

Problem Acknowledement

Problem Acknowledement adalah ketika seseorang sadar dan merasa memiliki masalah Phubbing, seperti kurang memperhatikan isnteraksi sosial dan lingkungan sekitar, terlalu lama menggunakan Smartphone, dan mengetahui jika orang lain tidak menyukai perbuatannya tersebut, namun terus berpikir untuk menggunakan Smartphone-nya terus-menerus.

Menurut Ivan Goldberg (dalam Youarti dan Hidayah, 2018:31-32), menjelaskan gejala-gejala Phubbing, sebagai berikut:

  1. Sering lupa waktu, mengabaikan hal-hal yang mendasar dan lebih penting saat mengakses internet terlalu lama.
  2. Gejala menarik diri, seperti marah, tegang, dan depresi ketika internet tidak bisa diakses. mereka akan kesal jika jaringan internet tidak tersedia atau smartphone-nya tertinggal.
  3. Munculnya sebuah kebutuhan konstan untuk meningkatkan waktu yang dihabiskan. semakin lama, waktu yang dihabiskan untuk mengakses internet terus bertambah.
  4. Kebutuhan akan peralatan komputer yang lebih baik dan aplikasi yang lebih banyak untuk dimiliki. Mereka mengganti gadget untuk mengakses internet dengan yang lebih baik dan unggul, serta aplikasi terbaru pasti akan terus diburu.
  5. Sering berkomentar, berbohong, rendahnya prestasi, menutup diri secara sosial, dan kelelahan.

Kwon, et al. (dalam Mulyana dan Afriani, 2017: 106) mengembangkan 5 aspek smartphone addiction sebagai penyebab Phubbing, yaitu:

  1. Daily-life disturbance (gangguan kehidupan sehari-hari), merupakan gangguan kehidupan sehari-hari mencakup hilangnya pekerjaan yang sudah direncanakan, mengalami kesulitan konsentrasi di dalam kelas atau saat bekerja, penglihatan menjadi buram, nyeri pada pergelangan tangan dan di belakang leher serta terjadinya gangguan tidur.
  2. Withdrawal (ketidaksanggupan diri tanpa smartphone), terkait dengan rasa tidak sabar, gelisah dan tidak sanggup tanpa smartphone, selalu mengingat smartphone walaupun tidak menggunakannya, Tidak pernah berhenti menggunakan smartphone dan menjadi tersinggung apabila diganggu saat sedang menggunakan smartphone.
  3. Cyberspace-oriented relationship (menjadi jauh lebih akrab dengan teman di dunia maya), mencakup pertanyaan mengenai seseorang yang merasa hubungan dengan teman yang dikenalnya melalui smartphone menjadi jauh lebih akrab daripada hubungan dengan teman di kehidupan nyata, mengalami perasaan kehilangan yang tidak terkendali ketika tidak menggunakan smartphone dan selalu memeriksa smartphone.
  4. Overuse (tidak terkontrol dalam menggunakan smartphone), mengacu pada penggunaan smartphone yang tidak terkontrol, lebih memilih mencari sesuatu lewat smartphone daripada meminta bantuan orang lain, selalu mempersiapkan alat pengisi daya smartphone, dan dorongan untuk kembali menggunakan smartphone setelah berhenti menggunakannya.
  5. Tolerance (gagal mengontrol diri menjauh dari Smartphone), yaitu selalu berusaha untuk mengontrol agar tidak menggunakan smartphone akan tetapi selalu gagal melakukannya.

Dampak Perilaku Phubbing

Efek Phubbing akan menimbulakan reaksi negatif dan membenci karena kualitas interaksi yang buruk, sehingga kurang puas dengan interaksi yang dilakukan, memiliki kepercayaan yang rendah pada mitra interaksi mereka, merasa kurang dekat dengan mitra interaksi ketika ada Smartphone (Chotpitayasunondh dan Douglas, 2017: 304). Komunikasi yang terjadi ketika interaksi sosial kemudian tidak diterima dengan baik dan tidak berjalan dengan efektif. Dalam hal Phubbing, mengabaikan teman melalui Smartphone dapat menyebabkan perilaku seperti itu dibalas secara sengaja atau tidak sengaja dan dengan berulang-ulang, perilaku Phubbing ini dapat mempengaruhi sejauh mana Phubbing dianggap normatif atau dapat diterima (Chotpitayasunondh dan Douglas, 2016: 11). Selain itu, Krasnova, et al. (2016: 4) mengungkapkan konsekuensi bahaya Smartphone di berbagai konteks komunikasi, termasuk percakapan tatap muka, interaksi orangtua-anak, dan peran dalam merusak keharmonisan. Secara tidak langsung mengajarkan kepada anak tentang ketidakpedulian tentang lingkungan sekitar (Juwita, dkk., 2019:128)