Diperbarui tanggal 25/Des/2022

Experiential Marketing

kategori Manajemen Pemasaran / tanggal diterbitkan 25 Desember 2022 / dikunjungi: 457 kali

Pegertian Experiential Marketing

Experiential Marketing adalah suatu usaha yang digunakan oleh perusahaan atau pemasar untuk mengemas produk sehingga mampu menawarkan pengalaman emosi hingga menyeluruh hati dan perasaan konsumen. (Andreani, 2007). Pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa erat kaitannya dengan konsep experiential marketing. Experiential marketing dapat sangat berguna untuk sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan merek yang berada pada tahap penurunan, membedakan produk mereka dari produk pesaing, menciptakan sebuah citra dan identitas untuk sebuah perusahaan, meningkatkan inovasi dan membujuk pelanggan untuk mencoba dan membeli produk (Maghnati dan Kwek, 2012).

Menurut Andreani (2007) experiential marketing merupakan sebuah pendekatan baru untuk memberikan informasi mengenai merek dan produk. Hal ini terkait erat dengan pengalaman pelanggan dan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus pada fungsi dan keuntungan sebuah produk.

Cara Melakukan Experiential Markerting

Dalam memberikan pengalaman yang dapat mengikat konsumen, experiental marketing berfokus dalam 4 (empat) cara utama (Schmiit, 1999), yaitu:

Fokus pada pengalaman konsumen

Suatu pengalaman terjadi sebagai pertemuan, menjalani atau melewati situasi tertentu. Pengalaman timbul karena indera, hati, dan pikiran. Adanya pengalaman dapat menjadikan badan usaha dan produknya terhubung dengan gaya hidup pelanggan yang mendorong adanya pembelian pribadi dalam lingkup usaha.

Menguji situasi konsumen

Berdasarkan pengalaman yang telah ada, experiental marketing berusaha mensituasikan produk berdasarkan keadaan konsumen, yang didasarkan pada kemasan, iklan sebelum konsumsi terjadi sehingga dapat menciptakan pengalaman. Analisis pola konsumsi dapat menjadikan hubungan untuk menciptakan sinergi yang lebih besar timbul. Produk dan jasa tidak dievaluasi dengan terpisah, tetapi dapat dievaluasi sebagai bagian dari semua pola pemakaian yang sesuai dengan kehidupan konsumen. Hal yang paling utama, pengalaman sesudah pembelian dinilai melalui kepuasan dan loyalitas.

Keputusan konsumen yang rasional dan emosional

Dalam experiental marketing konsumen bukan hanya dilihat dari sisi rasional saja melainkan juga dari sisi emosionalnya. Jangan memperlakukan konsumen hanya sebagai pembuat keputusan yang rasional tetapi konsumen lebih menginginkan untuk dihibur, serta dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara kreatif. Seringkali keputusan dibuat dengan mengikuti kata hati dan tidak rasional. Experiential marketing membuat konsumen merasa bahagia dengan keputusan pembelian yang telah dibuat.

Metode dan perangkat bersifat elektrik

Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman seseorang yang bersifat elektrik. Pada experiental marketing, merk bukan hanya sebagai pengenal badan usaha saja, melainkan lebih sebagai pemberi pengalaman bagi konsumen sehingga dapat menimbulkan loyalitas pada konsumen terhadap merk tersebut. Sehingga metodologi yang digunakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Praktik Experiential Marketing

Experiential marketing didasari oleh ilmu psikologi, namun praktiknya berdasarkan pada individu konsumen dan perilaku sosialnya. Kerangka ini memiliki dua aspek, yaitu:

  1. Strategic Experiential Models (SEM’s) yang merupakan pendekatan seluruh pengalaman indra, perasaan atau afeksi, kognisi, fisik dan gaya hidup, serta hubungan sengan kultur atau referensi tertentu yang akhirnya mampu memberikan suatu imajinasi yang berdampak timbulnya nilai pengalaman pada suatu produk atau jasa.
  2. Experience Providers (ExPro’s) yang merupakan komponen yang memungkinkan terbentuknya memorable experience yang mencakup communications, visual identity, product presence, co-branding, spatial environment, web sites dan people.

Pengukuran Experiential Marketing

Menurut Schmitt (1999) experiential marketing dapat diukur dengan menggunakan lima faktor utama, yaitu:

Sense

Sense menurut Schmitt dalam Andreani (2007) adalah aspek-aspek yang berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk dan servis yang dapat ditangkap oleh kelima indera manusia, meliputi pandangan , suara, bau, rasa dan sentuhan yang berfungsi untuk mendiferensiasikan badan usaha dan produknya di market, memotivasi konsumen untuk mau membeli produk tersebut dan menyampaikan value pada konsumennya. Sense experience artinya adalah menciptakan pengalaman melalui penglihatan, pendengaran (suara), pembau (aroma), pengecap (rasa), dan peraba (sentuhan). Pada dasarnya sense marketing yang diciptakan oleh penyedia produk dan jasa dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap loyalitas. Tujuan utama dari sense marketing adalah untuk menghasilkan kenikmatan, kegembiraan, keindahan, dan kepuasan melalui rangsangan panca indera yang menghasilkan output berupa identitas merek produk dan jasa itu sendiri.

Feel

Feel Marketing adalah strategi dan implementasi untuk memberikan pengaruh merek kepada konsumen melalui komunikasi (iklan), produk (kemasan dan isinya), identitas produk. Feel experience meliputi suasana hati, dan emosi (perasaan) Feel marketing menarik perasaan batin dan emosi konsumen, dengan tujuan menciptakan pengalaman afektif yang dimulai dari suasana hati yang positif terkait dengan suatu merek, selain itu juga dapat ditampilkan melalui ide dan kesenangan serta reputasi akan pelayanan konsumen. Hadiwidjaja dan Dharmayanti (2014) menyatakan bahwa feel experience timbul sebagai hasil kontak dan interaksi yang berkembang sepanjang waktu, di mana dapat dilakukan melalui perasaan dan emosi yang ditimbulkan. Selain itu juga dapat ditampilkan melalui ide dan kesenangan serta reputasi akan pelayanan konsumen. Tujuan dari feel experience adalah untuk menggerakkan stimulus emosional (events, agents, objects) sebagai bagian dari feel strategies sehingga dapat mempengaruhi emosi dan suasana hati konsumen.

Think

Menurut Schmitt (1999) think marketing bertujuan untuk menciptakan pengalamn kognitif, pemecahan masalah yang melibatkan konsumen secara kreatif. Think marketing adalah salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk membawa komoditi menjadi pengalaman (experience) dengan melakukan customization secara terus menerus (Kartajaya dalam Sangsoko, 2011). Tujuannya adalah mendorong konsumen sehingga tertarik dan berpikir secara kreatif sehingga mungkin dapat menghasilkan evaluasi kembali mengenai perusahaan dan merek tersebut (Hadiwidjaja dan Dharmayanti, 2014). Rizal dan Nafis (2016) menyatakan tujuan dari think marketing adalah untuk mempengaruhi pelanggan agar terlibat dalam pemikiran yang kreatif dan menciptakan kesadaran melalui proses berfikir yang berdampak pada evaluasi ulang terhadap perusahaan, produk dan jasanya. Perusahaan harus cepat tanggap terhadap kebutuhan dan keluhan konsumen. Perusahaan dituntut untuk dapat berfikir kreatif. Salah satunya dengan mengadakan program yang melibatkan pelanggan.

Act

Act berkaitan dengan perilaku yang nyata dan gaya hidup seseorang. Act marketing adalah tipe experience yang bertujuan untuk memperngaruhi perilaku, gaya hidup dan interaksi dengan konsumen (Schmitt, 1999). Hadiwidjaja dan Dharmayanti (2014) menjelaskan act marketing merupakan teknik pemasaran untuk menciptakan pengalaman konsumen yang berhubungan dengan tubuh secara fisik, pola perilaku, dan gaya hidup serta pengalaman yang terjadi dari interaksi dengan orang lain. Dimana gaya hidup yang di refleksikan dalam tindakan, minat dan pendapat. Rizal dan Nafis (2016) menyatakan Act marketing didesain untuk menciptakan pengalaman konsumen dalam hubungannya dengan physical body, lifestyle dan interaksi dengan orang lain. Act marketing ini memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan. Ketika act marketing mampu mempengaruhi perilaku dan gaya hidup maka akan berdampak positif terhadap loyalitas karena merasa produk atau jasa tersebut sesuai dengan gaya hidupnya. Sebaliknya ketika konsumen tidak merasa bahwa produk atau jasa tersebut sesuai dengan gaya hidupnya maka akan berdampak negatif terhadap loyalitas pelanggan.

Relate

Menurut Andreani (2007) ‘relate’ berkaitan dengan budaya seseorang dan kelompok referensinya yang dapat menciptakan identitas sosial. Relate merupakan tipe experince yang digunakan untuk menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat , atau budaya dengan menggabungkan seluruh aspek sense, feel, think, dan act serta menitik beratkan pada penciptaan persepsi positif di mata pelanggan (Schmitt, 1999). Relate menyiratkan hubungan dengan orang lain, kelompok sosial lainnya (pekerjaan, etnis, atau gaya hidup) atau badan bahkan hubungan sosial yang lebih luas. Menurut Rizal dan Nafis (2016) Relate marketing menggabungkan aspek sense, feel, think dan act dengan maksud untuk mengkaitkan individu dengan apa yang ada diluar dirinya dan mengimplementasikan hubungan antara other people dan other social group sehingga mereka bisa merasa bangga dan diterima dikomunitasnya. Relate marketing dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap loyalitas pelanggan tetapi ketika relate marketing tidak berhasil mengkaitkan individu dengan apa yang ada diluar dirinya maka konsumen tersebut tidak akan mungkin loyal dan memberikan dampak yang negative.