Diperbarui tanggal 2/03/2023

Body Dissatisfaction

kategori Bimbingan dan Konseling / tanggal diterbitkan 2 Maret 2023

Pengertian Body Dissatisfaction

Body dissatisfaction berasal dari bahasa Inggris yang dapat diartikan sebagai ketidakpuasaan seseorang pada bentuk tubuhnya sendiri. Cheng (2006:19) menyatakan bahwa ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) merupakan kelanjutan dari citra tubuh (body image) yang berupa persepsi negatif. Adapun citra tubuh (body image) merupakan gambaran perasaan dan sikap seseorang terhadap tubuhnya sendiri baik berupa penilaian positif maupun penilaian negatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) merupakan penilaian negatif seseorang terhadap bentuk tubuhnya sendiri.

Ogden dalam Kartikasari (2013:312) menyatakan bahwa ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) merupakan perbedaan persepsi individu mengenai ukuran tubuh iedeal dan ukuran tubuh yang sebenarnya. Usaha untuk membandingkan persepsi mereka tentang ukuran sebenarnya dengan ukuran ideal mereka sebagai bentuk ketidakpuasaan mereka dengan bentuk tubuhnya. Grogan (2017:4) mendefinisikan ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) sebagai pikiran dan perasaan negatif seseorang tentang tubuhnya. Lebih lanjut dalam bukunya Grogan (2017:4) mengemukakan bahwa ketidakpuasan tubuh berkaitan dengan evaluasi negatif terhadap ukuran tubuh, bentuk, otot atau tonus otot, dan berat, dan biasanya melibatkan ketidaksesuaian yang dirasakan antara evaluasi seseorang terhadap tubuhnya dan tubuh idealnya.

Pearson, Hefner & Follette (2010:3) memaparkan bahwa ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) adalah sebuah konstruksi kompleks berupa evaluasi negatif terhadap berat dan bentuk tubuh seseorang bukan hanya pada perempuan namun juga laki-laki. Cash dan Smolak (2011:76) menyatakan bahwa ketidakpuasan pada tubuh melibatkan kecenderungan terhadap karakteristik tubuh yang berbeda dari bagaimana bentuk tubuh seseorang saat ini dipersepsikan oleh orang tersebut dan dikaitkan dengan pengaruh negatif. Lebih lanjut dalam bukunya, Cash dan Smolak (2011:155) menjelaskan bahwa ketidakpuasan pada tubuh berkaitan dengan pendapat seseorang yang tidak menyenangkan dan meremehkan tubuhnya sendiri.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) merupakan perasaan dan penilaian negatif individu terhadap bentuk tubuhnya sehingga merasa tidak puas dan membandingkannya dengan standar ideal yang dibuatnya sendiri.

Faktor yang Mempengaruhi Body Dissatisfaction

Body Dissatisfaction atau ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan di mana dirinya berada. Brehm dalam Kartikasari (2013:313) menyatakan ada lima faktor yang menyebabkan timbulnya ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) yaitu:

  1. standar kecantikan yang tidak mungkin dicapai,
  2. kepercayaan/keyakinan bahwa kontrol terhadap diri akan menghasilkan tubuh yang sempurna,
  3. ketidakpuasan yang mendalam terhadap diri sendiri dan kehidupan,
  4. kebutuhan akan kontrol karena banyak hal yang tidak dapat dikontrol, dan
  5. hidup dalam budaya “first impression”.

Selanjutnya ada beberapa faktor body dissatisfaction menurut Cheng (2006:13) yaitu:

  1. hubungan dengan teman sebaya (peer relationship),
  2. lingkungan sosial dan media (social environment and media),
  3. mindset kurus (internalizazion of thinnes), dan
  4. kurangnya dukungan sosial (social support deficits).

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi body dissatisfaction terbagi menjadi empat yaitu:

  1. Adanya kontrol untuk menghasilkan tubuh yang sempurna
    Setiap manusia akan selalu berusaha untuk mengontrol keadaan yang mereka alami. Misalnya mengontrol apa yang akan dimakan dan mengontrol berat badan. Secara logis, salah satu hal yang dapat diubah dari tubuh adalah berat badan. Hal ini menyebabkan berat badan menjadi sasaran ketika sesorang tidak puas dengan bagian tubuhnya. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa berat badan merupakan fungsi dari kontrol diri (self-control). Selanjutnya, mitos kecantikan tersebut membuat seseorang terdorong untuk merasa bersalah dan frustasi ketika berat badannya tidak memberikan bentuk tubuh yang ideal. Karena mitos kecantikan tersebut mengatakan bahwa setiap wanita dapat mencapai berat badan yang ideal jika wanita dapat mengontrol dirinya.
  2. Standar kecantikan yang tidak mungkin dicapai
    Setiap kebudayaan pada suatu tempat memiliki standar kecantikan yang mungkin dapat berbeda-beda. Entah itu standar bahwa rambut lurus, kulit putih, dan tubuh langsing merupakan suatu kecantikan. Namun sebagian besar kebudayaan walaupun berbeda, biasanya menganggap penampilan yang baik dan sempurna sebagai nilai yang lebih tinggi, akan memiliki kesempatan yang lebih untuk menarik perhatian lawan jenis, dan hal-hal positif yang lain. Adanya keyakinan bahwa tubuh yang kurus, kulit yang putih, dan rambut yang lurus memiliki banyak kelebihan. Seperti, lebih diterima di lingkungan masyarakat dan sukses di bidang akademik maupun karir. Jika ternyata seseorang merasa bahwa dirinya tidak memenuhi standar tersebut maka kemungkinan rasa ketidakpuasaan pada tubuhnya akan semakin meningkat dan menjadi rasa benci. Hal tersebut dapat terjadi karena tubuh merupakan bagian diri yang dapat dilihat. Sehingga jika seseorang memiliki perasaan negatif terhadap dirinya, maka dia juga memiliki perasaan negatif terhadap tubuhnya.
  3. Lingkungan sosial dan media
    Lingkungan sosial dan media menjadi salah satu sumber tekanan untuk merasakan ketidakpuasan pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung. Tekanan dari lingkungan yang mengatakan bahwa tubuh kurus, kulit putih, hidung mancung, dan lain sebagainya jauh lebih baik dibandingkan tubuh yang gemuk, kulit yang hitam, dan hidung yang tidak mancung dapat memunculkan pikiran-pikiran negatif. Sehingga, kurangnya dukungan sosial baik dari orang tua maupun teman akan membuat individu kurang menghargai dirinya dan semakin tidak puas terhadap bentuk tubuh yang dimilikinya. Ditambah lagi dengan adanya istilah kesan pertama (first impression) yang menjadikan penampilan sebagai hal yang sangat penting bagi seseorang. Hal ini tercermin dari adanya penilaian yang diberika terhadap orang lain yang baru dikenal berdasarkan penampilannya baik berupa pakaian yang dikenakan, gaya berbicara, cara berjalan, dan lain-lain. Jika ada beberapa orang yang memiliki kesamaan dalam segala hal, maka individu yang fisiknya menarik lebih disukai daripada yang tidak menarik. Sehingga ketertarikan berbanding lurus dengan tampilan fisik.
  4. Hubungan dengan teman sebaya
    Hubungan individu dengan teman sebaya merupakan satu hal yang sangat penting karena kemungkinan waktu yang dihabiskan bersama teman sebayanya lebih banyak dibandingkan dengan keluarga. Pengaruh dari teman sebaya dapat mengarah pada hal yang positif dan juga negatif. Jika ternyata teman sebaya sering mengolok-olok ataupun membandingkan tubuh seseorang dengan temannya maka akan mengakibatkan rasa kekhawatiran, ketidakpercayaan diri, dan frustasi yang meningkat.

Aspek-Aspek Body Dissatisfaction

Rosen, Reiter & Orosan (2018:266) mengemukakan bahwa aspekaspek ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) terbagi menjadi lima yaitu:

  1. penilaian negatif terhadap bentuk tubuh,
  2. perasaan malu terhadap bentuk tubuh ketika berada di lingkungan sosial,
  3. body checking,
  4. kamuflase tubuh, dan
  5. menghindari aktivitas sosial dan kontak fisik.

Selanjutnya ada pula beberapa aspek ketidakpuasan pada tubuh menurut Cash dan Smolak (2011:154) yaitu: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan perilaku (behavior). Lebih rinci lagi dipaparkan lima subkomponen dari ketiga aspek tersebut yaitu:

  1. evaluasi penampilan (appearance evaluation),
  2. orientasi penampilan (appearance orientation),
  3. kecemasan akan kegemukan (overweight preoccupation),
  4. klasifikasi berat tubuh (self classified weight), dan
  5. kepuasan terhadap bagian tubuh (body areas satisfaction).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa aspek dari ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) terbagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut:

Kognitif

Setiap individu memiliki pandangan tersendiri mengenai penampilan dirinya. Aspek kognitif tersebut meliputi pikiran dan keyakinan individu terhadap penampilan tubuhnya. Individu yang mengalami ketidakpuasan tubuh (body dissatisfaction) akan menilai secara negatif bentuk tubuh mereka baik secara keseluruhan maupun sebagian. Selain itu individu juga memiliki persepsi tersendiri mengenai bagaimana sudut pandang orang lain terhadap tubuhnya. Biasanya, mereka akan beranggapan bahwa tubuhnya di hadapan orang lain pastilah sangat jauh dari kata sempurna sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Mereka akan merasa jauh lebih baik bila membandingkan tubuhnya dengan orang yang dianggap memiliki tubuh kurang ideal daripada dirinya. Sebaliknya, mereka akan merasa rendah jika membandingkan tubuhnya dengan orang yang memiliki tubuh ideal dan dianggap indah.

Afektif

Dalam hal ini afektif diartikan berupa perasaan individu mengenai tubuhnya. Yaitu individu merasa puas atau tidaknya terhadap bentuk tubuh yang dimiliki. Bentuk perasaan yang muncul jika mengalami ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) adalah perasaan yang negatif. Misalnya saja malu terhadap tubuh yang dimiliki apabila bertemu atau berada dalam lingkungan sosial. Hal tersebut terjadi karena orang tersebut merasa bahwa orang lain selalu memperhatikan penampilannya. Dalam hal ini individu akan sangat memperhatikan penampilannya, mengevaluasi penampilan dirinya, merasa puas atau tidak dengan penampilannya, dan mengukur menarik atau tidaknya daya tarik fisik yang dimiliki.

Perilaku

Perilaku yang dimaksud adalah hasil ketidakpuasan yang dimiliki seseorang ketika merasa tidak puas pada bentuk tubuhnya. Seseorang yang mengalami ketidakpuasan tubuh (body dissatisfaction) seringkali mengecek atau memeriksa kondisi fisik mereka. Seperti selalu menimbang berat badan dan bercermin melihat tampilan fisiknya. Tidak jarang meraka juga berusaha menyamarkan bentuk tubuhnya dari keadaan yang sebenarnya. Bukan tanpa alasan hal tersebut dilakukan yaitu karena ingin menenangkan hati. Selain itu juga mereka sering merasakan malas untuk mengikuti aktivitas sosial yang berhubungan dengan orang lain sebagai bentuk negatif dari ketidakpuasan tersebut.

Dampak dari Body Dissatisfaction

Arif dalam Kemala dan Sukmawati (2019:03) mengemukakan jika individu memiliki citra diri yang positif maka individu tersebut akan merasa aman dan dapat menghargai diri sendiri serta mempu menghargai orang lain. Namun sebaliknya, jika individu memiliki citra diri yang negatif atau ketidakpuasan pada tubuh maka individu tersebut akan mengalami hal-hal sebagai berikut: sering merasa gundah, tidak percaya diri, tidak mampu menghargai diri sendiri, dan tidak mampu menghargai orang lain. Selanjutnya, Ryff dalam Kartikasari (2013:315) memaparkan bahwa individu yang mengalami psychological well being atau rasa rendah dan tidak puas dengan diri sendiri akan memiliki dampak pada kehidupannya yaitu: mengkhawatirkan kualitas pribadi dan memiliki keinginan untuk mengubahnya, sering merasa bosan dan kurang berminat dalam menjalani hidupnya, merasa bahwa hidupnya tidak memiliki arti dan tidak memiliki tujuan hidup, kesulitan dalam mengelola urusan sehari-hari, sebelum mengambil keputusan penting seringkali bergantung pada penilaian orang lain, pemikiran dan tindakannya dipengaruhi oleh tekanan sosial, kurang percaya dengan orang lain dan kurang memiliki hubungan erat, sering merasa sulit untuk terbuka dan menjadi hangat, dan sering merasa frustasi dan terisolasi dalam hubungan sosial.

Kemudian Cheng (2006:19) menyatakan dampak dari ketidakpuasan pada bentuk tubuh yang dialami seseorang dapat berisiko tinggi untuk melakuakn diet yang serius dan mengalami gangguan makan seperti anorexia nervosa dan bullmia nervosa. Dampak yang terjadi akibat dari ketidakpuasan tubuh tersebut akan menyebabkan perasaan devaluasi diri, disforia (depresi), perasaan tak berdaya, dan bahkan berisiko bunuh diri.

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan maka dapat disimpulkan secara khusus bahwa dampak yang terjadi dari ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) tersebut adalah sebagai berikut:

Kekhawatiran

Individu yang mengalami ketidakpuasan pada tubuh seringkali akan merasakan kekhawatiran dalam menjalani aktivitas kehidupannya. Mereka mengkhawatirkan kualitas pribadinya apakah sempurna atau tidak di hadapan banyak orang. Khawatir jika melakukan suatu hal maka nantinya akan merubah bentuk tubuh mereka. Sehingga terkadang mereka akan berusaha untuk mengubahnya jika ternyata dianggap tidak ideal sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pemikiran dan tindakannya seringkali dipengaruhi oleh tekanan sosial yang ada sehingga menimbulkan rasa gundah dan menyebabkan frustasi serta terisolasi dari lingkungan sosialnya.

Bersikap Irrasional

Tidak jarang, individu yang mengalami ketidakpuasan pada tubuh ini bersikap irrasional. Mereka sering melakukan tindakan yang tidak masuk akal demi mendapatkan tubuh yang mereka anggap ideal dan sempurna. Mereka beranggapan bahwa hidupnya tidak memiliki arti dan tidak memiliki tujuan. Contoh sederhananya adalah mereka yang merasa kulitnya gelap akan mencoba berbagai produk pemutih kulit yang instan. Padahal dengan sadar mereka mengetahui bahwa tidak mungkin dapat memutihkan kulit dengan cara instan. Misalnya lagi seseorang yang merasa bahwa bentuk tubuhnya gemuk akan melakukan diet yang serius bahkan mungkin mengalami gangguan makan seperti anorexia nervosa dan bullmia nervosa atau bahkan mungkin risiko yang lebih serius adalah melakukan percobaan bunuh diri.

Adanya Rasa Ketidakpercayaan

Dampak dari rasa ketidakpuasan pada tubuh yang dirasakan sesorang akan menimbulkan rasa ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan ini dapat mengarah pada dirinya sendiri ataupun orang lain. Biasanya, individu yang merasakan hal tersebut memiliki rasa percaya diri yang rendah dikarenakan malu dengan keadaan tubuhnya yang dianggap tidak bagus. Akibatnya adalah mereka akan sulit untuk menghargai dirinya sendiri dan juga orang lain. Akibat dari rasa ketidakpercayaan ini mereka akan sulit untuk terbuka dan bersikap dingin terhadap orang di sekitarnya. Selain itu pula, dalam mengelola urusan sehari-hari akan mengalami kesulitan karena beranggapan tidak ada yang bisa dipercaya dalam urusannya bahkan oleh dirinya sendiri.

Keterkaitan Body Dissatisfaction dengan Komunikasi Interpersonal

Pada masa remaja terdapat fase yang sangat identik yaitu pencarian jati diri. Pada masa ini seorang remaja berusaha untuk berjuang mendapatkan pengakuan dari lingkungannya dan juga diakui keberadaannya. Ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) menjadi salah satu hal yang berkaitan dengan perasaan yang dialami oleh remaja terlebih oleh siswa. Tidak bisa dipungkiri bahwa bagi seorang remaja, pemenuhan kebutuhan fisiknya sangat penting dan sangat tinggi. Pemikiran mengenai apakah berat badannya ideal atau apakah warna kulitnya memuaskan serta pemikiran apakah dirinya menarik dihadapan orang lain mulai muncul. Perasan-perasan tidak puas terhadap tubuhnya tersebut kerap kali muncul. Karena perasaan membanding-bandingkan tubuhnya dengan orang lain tersebut muncullah perasaan khawatir apakah dirinya diterima oleh kelompok pertemanannya.

Pada saat fase ini kemungkinan diterima atau ditolak oleh kelompok teman sebaya maupun lawan jenisnya akan mempengaruhi harga diri seorang siswa. Siswa yang diterima oleh teman-temannya akan membuat dirinya merasa dihargai dan diakui keberadaanya. Namun sebaliknya siswa yang ditolak oleh teman-temannya akan membuat dirinya merasa tidak berharga. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap proses komunikasi interpersonalnya. Saat berkomunikasi dengan orang lain hubungan timbal balik antara mendengarkan dan mengungkapkan perasaan harus seimbang. Sehingga, proses komunikasipun akan berjalan dengan baik dan lancar. Seperti yang diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal menurut Lunandi dalam Kemala dan Sukmawati (2019:2), yaitu adanya citra diri, citra pihak lain, lingkungan fisik, lingkungan sosial, kondisi fisik, dan bahasa badan. Selain itu keberhasilan komunikasi harus berlandaskan kejujuran, keterbukaan, dan rasa saling percaya antar dua belah pihak. Jika salah satu diantaranya masih khawatir ataupun takut mengungkapkan perasaannya, maka kemungkinan proses komunikasi tersebut kurang mendalam dan juga gagal.

Sehingga dari penjelasan terebut diketahui bahwa siswa yang mengalami ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) akan menunjukkan komunikasi interpersonal yang kurang baik. Siswa yang merasa dirinya berbeda atau tidak sempurna akan mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan perasaan ataupun ide-ide yang dimilikinya. Mereka akan tertutup, merasa tidak percaya diri, dan tidak berani untuk mengekspresikan kemampuan bakatnya dan juga keinginannya. Sedangkan mereka yang tidak mengalami body dissatisfaction lebih mampu untuk mengekspresikan kemampuannya, mengembangkan bakatnya, dan juga berani mengemukakan ide-ide yang dimilikinya. Dengan demikian, ketidakpuasan pada tubuh (body dissatisfaction) yang dialami seseorang akan ikut mempengaruhi proses komunikasi interpersonalnya.